26
plasma dengan transferin reseptor di permukaan sel. Ketika terjadi defisiensi besi maka terjadi peningkatan jumlah transferin reseptor. Pemeriksaan ini baik
digunakan pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi karena serum transferin tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik.
2.6. Erythrocyte protoporphyrinEP
Terjadi akumulasi protoporpirin pada ertrosit pada saat kekurangan besi dimana seharusnya besi tersebut akan bergabung dengan protoporpirin untuk
membentuk heme. EP meningkat pada defisiensi besi dan keracunan timbal sehingga dapat digunakan terhadap bayi dan anak pada daerah perkotaan
dengan ekonomi lemah dimana kedua kondisi ini sering dijumpai. Serdar,dkk 2000 dalam suatu penelitian terhadap 72 anak dengan anemia
defisiensi besi menyatakan bahwa terdapat hubungan yang significant antara EP dengan hemoglobin.EP lebih sensitif tetapi kurang specifik dibanding
pemerikasaan kadar feritin tetapi dapat digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik terhadap defisiensi besi dan untuk diagnosa anemia defisiensi besi
pada bayi.
2.7. Zinc protoporphyrin ZPP
ZPP adalah metabolit normal yang jumlahnya sedikit tetapi dibutuhkan dalam biosintesis heme. Reaksi akhir dari jalur biosintesis heme adalah ikatan
antara besi dan protoporpirin. Bila terdapat kekurangan atau gangguan penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif untuk ikatan tersebut
yang akan meningkatkan kadar ZPP. Telah terbukti bahwa hal ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
27
respons biokimia pertama terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis,yang mengakibatkan meningkatnya ZPP dalam di sirkulasi.
Anemia defisiensi besi dapat dilihat dari rendahnya kadar hemoglobin dan tahap deplesi besi dapat diketahui dengan penurunan konsentrasi serum
feritin. Tetapi untuk mengetahui apakah telah terjadi kekurangan besi untuk eritropoesis diperlukan pemerikasaan ZPP yang konsentrasinya akan meningkat
karena seng Zn akan menggantikan posisi besi dalam proses pembentukan heme. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrinning terhadap
defisiensi besi. Hastka dkk 1994 berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan
hemoglobin,feritin dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi besi.
2.2 THALASSEMIA 2.2.1. Defenisi thalassemia
Thalassemia adalah kelainan kuantitatif yang ditandai oleh produksi hemoglobin Hb yang tidak adekuat sebagai akibat kurang atau tidak adanya
sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin.
2.2.2. Distribusi thalassemia
1,2,10,11
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania,Timur Tengah,India sampai Asia Tenggara. Dalam tiga tahun terakhir ini,daerah tersebut
telah mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Thalass emia β
Universitas Sumatera Utara
28
memiliki distribusi yang sama dengan thalass emia α. Dengan kekecualian di
beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika,tinggi di Mediterania dab bervariasi di Timur Tengah,India, dan Asia Tenggara.
2.2.3. Etiologi
1,12,1
Lebih dari 150 mutasi diketahui thalass emia β, sebagian besar
disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada satu bagian yang sangat berpengaruh.Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun
diluar gen pengkode.
2.2.4.Klasifikasi
1 13,14,15
Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup yaitu :
1,2,12,17.
1. Thalassemia mayor 2. Thalassemia intermedia
3. Thalassemia minor Secara laboratorium thalassemia dibagi atas :
1. Thalass emia α : - homozigot
- heterozigot 2. Thalass
emia β : - homozigot - heterozigot
2.2.4.1. Beta –thalassemia homozigot
Kelainan beta-thalassemia homozigot disebut juga thalassemia mayor atau Cooley
’
s Anemia. Pada penyakit ini terjadi defek pada gen kedua rantai beta. Produksi rantai alfa menjadi berlebihan dan tidak mendapat pasangan. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
29
menyebabkan rantai alfa menumpuk dan menggumpal. Gumpalan rantai alfa tidak stabil dan mengendap membentuk Heinz Bodies hingga eritrosit yang
mengandung agregat ini dihancurkan secara berlebihan dalam limpa. Hal ini biasanya mengakibatkan anemia hemolitik yang berat dan berlangsung seumur
hidup. Pemeriksaan hematologik menunjukkan kadar hemoglobin amat
rendah,eritrosit mikrositik hipokrom dengan berbagai kelainan morfologik. Retikulositosis dapat mencapai 15 dan dalam darah tepi dapat dijumpai eritrosit
berinti. Kelainan tulang tampak jelas karena adanya hiperplasia sum-sum tulang. Hal ini terjadi karena HbA2 dan HbF yang dibentuk berlebihan sebagai
,kompensasi mempunyai afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen yang dilepaskan ke jaringan lebih sedikit. Hipoksia yang terjadi akan
menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan stimulasi sum-sum tulang secara berlebihan. Pada kelainan ini mungkin pula dijumpai splenomegali dan
ikterus.
1,10,11,13
2.2.4.2. Beta-thalassemia heterozigot
1,11,12,14
Penyakit ini disebut juga thalassemia minor atau Cooley’s trait. Gejala klinis bervariasi mulai dari tidak ada gejala hingga gejala berat. Penderita dengan
satu gen rantai beta normal dan satu gen rantai beta abnormal menunjukkan relatif ringan gejala klinis. Beta thalassemia heterozigot ini menunjukkan sindrom
thalassemia minor dengan gambaran: anemia ringan,eritrosit mikrositik hipokrom,banyak sel target,eritrosit dengan bintik-bintik basofil, peningkatan
tahanan osmotik. Sum-sum tulang menunjukkan eritropoesis inefisien
ringan.
1,11,12,14
Universitas Sumatera Utara
30
2.2.4.3. Alfa thalassemia homozigot
Pada alfa thalassemia terjadi defek pada gen yang membentuk rantai alfa. Bila rantai alfa tidak diproduksi sama sekali,seperti pada alfa thalassemia
homozigot,dapat terjadi kematian intrauterin setelah trimester kedua. Janin dapat hidup dengan hemoglobin embrional sampai trimester kedua. Pada defisiensi
rantai alfa terdapat rantai gamma yang tidak berpasangan dan membentuk hemoglobin Barts.Hb Barts mempunyai afinitas terhadap oksigen sangat tinggi
sehingga walaupun hemoglobin samapai ke jaringan hampir tidak ada oksigen yang dilepaskan. Akibatnya adalah bahwa janin dalam kandungan mati karena
anemia dan gagal jantung kongestif hidrops fetalis. Hemoglobin pada penderita ini seringkali terdiri atas hemoglobin Barts yang dominan,sedikit hemoglobin H dan
tidak ada hemoglobin A.
2.2.4.4.Alfa-thalassemia heterozigot
1,11,12.14
Pada heterozigot alfa-thalasemia dengan defek pada 2 atau 3 gen, terdapat rantai alfa yang berfungsi sehingga gejala penyakit tidak terlalu jelas. Hasil
pemeriksaan hematogik hanya menunjukkan kelainan ringan dan tidak specifik
1,11.12,14
2.2.5.Patofisiologi thalassemia
.
Lebih 150 mutasi telah diketahui tentang thalas semia β trait, sebagian
besar disebabkan perubahan pada satu basa,delesi atau insersi 1-2 basa pada bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron,ekson ataupun
diluar gen pengkode.
1,12,13,15
Universitas Sumatera Utara
31
Satu substitusi disebut mutasi non sense menyebabkan perubahan satu basa pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan
terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga
menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron,ekson,atau
perbatasannya,mengganggu penglepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya satu substitusi pada GT atau AG pada intron-ekson junction mengganggu
pemisahan,beberapa mutasi p ada bagian ini menyebabkan penurunan produksi β
globin. Mutasi pada sekuens menjadi menyerupai intron-ekson junction mengaktivasi terjadinya pemisahan.Misalnya sekuens yang menyerupai IVS-1 dan
kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin β,mutasi pada kodon 19 A-G,26 G-T
menyebabkan perubahan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Substitusi
satu basa juga terjadi bagian kosong gen globin β.Bila mengenai bagian promoter, menurunkan ju
mlah transkripsi gen globin β dan menyebabkan thalassemia β minor.
11,12,14,15
2.2.6. Gejala klinis thalassemia
Bentuk homozigot menunjukkan gejala klinis yang berat dan untuk kelangsungan hidupnya penderita membutuhkan transfusi darah rutin. Bentuk
heterozigot memperlihatkan gejala yang ringan,hampir tanpa gejala,dengan anemia ringan dan jarang didapatkan splenomegali.
1,12,13,14
Universitas Sumatera Utara
32
II.2.7. Pemeriksaan laboratorium :
1.Pemeriksaan darah lengkap
1,2,12,13
- anemia ringan - MCV dan MCH mengalami penurunan yang bermakna
- morfologi darah tepi : hipokromik mikrositik, basophilic stippling 2. Hb elektroforesis : HbA2
˃3,5
3.HPLC
Universitas Sumatera Utara
33
2.3. Kerangka konseptual
Mikrositer Hipokrom
Kriteria inklusi Krietiria eksklusi
Mentzer Indeks
MI 14 MI 12
Feritin
Hemoglobin Elektroforesis
Intreprestasi hasil
Universitas Sumatera Utara
34
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 .Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional .
3.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USURSUP H.Adam Malik Medan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.
3.3 Populasi dan sampel penelitian
Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien yang datang untuk pemeriksaan darah lengkap, sampel adalah pasien dengan dengan
mikrositik hipokrom [MCV 80 fl ] yang datang berkunjung ke Departemen Patologik Klinik FK USU RSUP.H.Adam Malik Medan.
3.4 Perkiraan besar sampel
Sampel dipilih secara secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis satu populasi:
{z1- α2√P01-P0+Z1-β√Pa1-Pa}
n= -----------------------------------------------------
2
Pa-P0
2
P P
{1,96 √0.61﴾1-0,61﴿+1,28√0,71﴾1-0,71﴿}
P
2
n= ------------------------------------------------------ = 31 ﴾0,71-0,61﴿
P
2
Universitas Sumatera Utara