Pembahasan 1 Hubungan Gaya Hidup Terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia
                                                                                52
Gaya Hidup Kejadian Hipertensi
Gaya Hidup -
-0,304 p=0,002
Kejadian Hipertensi -0,304 p=0,002
-
2.  Pembahasan 2.1    Hubungan  Gaya  Hidup  Terhadap  Kejadian  Hipertensi  pada  Lansia
di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkandata pada tabel 3 dapat dilihat dari 97 responden bahwa 47 orang  yang  mengalami  gaya  hidup  yang  baik  sebanyak  33  responden,
diantaranya  9  orang  yang  mengalami  hipertensi  dan  24  orang  yang  tidak mengalami hipertensi dan dari 33 responden yang gaya hidupnya tidak baik 9
orang  diantaranya  mengalami  hipertensi  dan  24  orang  tidak  mengalami hipertensi.
Berdasarkan  data  pada  tabel  8  terlihat  bahwa  hasil  analisis  penelitian hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia dalam penelitian
ini  diperoleh  nilai  korelasi  bahwa  adanya  hubungan  yang  signifikan  antara gaya  hidup  dengan  kejadian  hipertensi  pada  lansia  dengan  nilai  pValue  =
0,002 dan nilai r = -0,304. Nilai korelasi tersebut berada pada rentang korelasi cukup  dan  berlawanan  arah,  yang  mana  semakin  besar  nilai  satu  variabel,
semakin  kecil  nilai  variabel  lainnya  Dahlan,  2004.  Hal  ini  menjelaskan bahwa  semakin  baik  gaya  hidup  yang  dilakukan  maka  kejadian  hipertensi
akan semakin berkurang.
Universitas Sumatera Utara
53
Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Suoth  et  al., 2014  mengenai  hubungan  gaya  hidup  dengan  kejadian  hipertensi  dimana
dalam  penelitian  ini  juga  menemukan  adanya  hubungan  anatara  gaya  hidup dengan kejadian hipertensi.
Dilihat  dari  hubungannya  maka  hipertensi  ini  dikarenakan  sebagian besar  gaya  hidup  yang  tidak  baik.  Gaya  hidup  tersebut adalah  Pola makanan
yang  baik,  aktifitas  fisik  dan  olahraga  cukup,  istirahattidur  7-8  jam  perhari, dan tidak merokok Watson, 2003.
2.1.1  Aktivitas Fisik  dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan  data  pada tabel  4  terlihat  bahwa  dari  97  responden  yang diteliti  terdapat  34  responden  ynag  memiliki  aktivitas  fisik  cukup,  dari  34
responden  tersebut  terdapat  9  responden  yang  hipertensi  dan  25  responden yang  tidak  hipertensi,  sedangkan  responden  yang  aktivitas  fisik  tidak  cukup
sebanyak  63  orang  diantaranya  terdapat 38  orang  yang  mengalami  hipertensi dan 25 orang yang tidak hipertensi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jufri et al., 2012 mengenai  hubungan  antara  gaya  hidup  dengan  kejaian  hipertensi  didapatkan
hasil  bahwa  yang  mengalami  aktifitas  tidak  cukup  lebih  banyak  sebanyak  51 responden dari 62 responden dan 30 orang mengalami hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
54
Semakin  jarang  orang  beraktifitas  maka  peluang  untuk  terjadinya hipertensi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden
merupakan anggota rumah tangga dimana aktivitas fisik tidak terlalu banyak. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa secara teori, aktivitas fisik adalah
pergerakan  anggota  tubuh  yang  pergerakkan  anggota  tubuh  yang menyebabkan  pengeluaran  tenaga  secara sederhana  yang  sangat  penting  bagi
pemulihan  fisik,  mental,  dan  kualitas  hidup  yang  sehat  bugar  Dirga,  2007. Aktifitas  fisik  adalah  pergerakkan  anggota  tubuh  yang  menyebabkan
pengeluaran  tenaga  secara  sederhana  yang  sangat  penting  bagi  pemeliharaan fisik,  mental,  dan  kualitas  hidup  sehat.  Aktifitas  fisik  mingguan  apapun
disamping kegiatan hidup rutin sehari-hari mempunyai daya proteksi terhadap kematian  kardiovaskuler.  Aktifitas  fisik  sudah  memberi  dampak  proteksi,
asalkan  dilakukan  secara  rutin  hampir  setiap  hari,  yang  terpenting  adalah keteraturan.  Selain  itu  sejumlah  studi  juga  menunjukkan  bahwa  oalhraga
teratur, mengurangi beberapa factor resiko terhadap penyakit jantung koroner termasuk hipertensi Kusuma, 1997.
2.1.2.  Pola  Makan  Terhadap  dan  Hipertensi  pada  Lnasia  di  Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan  data  pada  tabel  5  terlihat  bahwa  dari  97  responden  yang diteliti terdapat 43 orang  yang pola makannya baik dan diantaranya 13 orang
yang  mengalami  hipertensi  dan  30  orang  yang  tidak  hipertensi,  sedangakan yang  pola  makan  tidak  baik  sebanyak  54  orang  yang  diantaranya  34  orang
mengalami hpertensi dan 20 orang tidak hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
55
Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh Jufri 2012 mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi
di  Kabupaten  Sinjai  juga  menemukan  adanya  hubungan  antara  pola  makan dengan  kejadian  hipertensi,  bahwa  pola makan  yang  tidak  baik  lebih  banyak
sebanyak 37 orang dari 62 responden dan 29  yang mengalami hioertensi dan 12 yang tidak mengalami hipertensi. Ini terbukti dengan banyaknya responden
yang  mengatakan  bahwa  pernah  mengkonsumsi  makanan  yang  mengandung kadar  lemak  jenuh  tinggi,  garam  natrium  tinggi,  makan  dan  minuman  yang
diawetkan. Hal  ini  sesuai  dengan  teori  yang  mengatakan  bahwa  konsumsi  lemak
dan  garam  natrium  tinggi  yang  berlebih  mempunyai  pengaruh  kuat  pada resiko  penyakit  jantung  koroner  dan  stoke,  efek  lain  pada  lipid  darah,  dan
tekanan darah tinggi WHO, 2003. Pola  makan  adalah  cara  bagaimana  kita  mengatur  asupan  gizi  yang
seimbang  serta  yang  di  butuhkan  oleh  tubuh.  Pola  makan  yang  sehat  dan seimbang  bukan  hanya  menjaga  tubuh  tetap  bugar  dan  sehat  tapi  juga  bisa
terhindar  dari  berbagai  penyakit  termasuk  hipertensi.  Pola  makan  yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena pengkonsumsian makanan
yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak, makanan dan minuman yang  didalam  kaleng  sarden,  kornet.  Hal  ini  dikarenakan  makanan  diatas
tidak  sesuai  dengan  kalori  yang  dibutuhkan  dan  mengandung  banyak  bahan pengawet,  pola  makan  tersebut  dapat  memicu  terjadinya  hipertensi
Muhammadun, 2010.
Universitas Sumatera Utara
56
2.1.3. Kebiasaan IstrahatTidur  dan Kejadian Hipertensi  pada Lansia  di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan  data  pada tabel  6  terlihat  bahwa  dari  97  responden  yang diteliti  terdapat  16  responden  yang  kebiasaan  istirahattidurnya  cukup,
diantaranya  5  orang  yang  mengalami  hipertensi  dan  11  orang  yang  tidak hipertensi,  sedangkan  81  responden  yang  kebiasaan  istirahattidurnya  yang
tidak  cukup  diantaranya  42  orang    mengalami  hipertensi  dan  39  orang  tidak
hipertensi.
Hasil  dalam  penelitian  ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  yang dilakukan  oleh  Simanullang  2011  mengenai  pengaruh  gaya  hidup  terhadap
status  kesehatan  lansia  di  Puskesmas  Darusalam  Medan  dimana  dalam penelitian  ini  ditemukan  kebiasaan  istirahat  yang  tidak  cukup  sebanyak  57
orang.  Pengaruh  kebiasaan  istirahat  dengan  kesehatan  lansia  salah  satunya
hipertensi.
Hasil  penelitian  dengan  lansia  yang  istiratnya  kurang  bukan  kurang waktu tidur, mereka banyak waktu untuk tidur hanya saja gampang terbangun
dimalam hari karena ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil dank arena sakit  kepala.  Keadaan  ini  diperlukan  suatu  pendekatan  terhadap  lansia  dan
keluarganya,  bahwa  lansia  yang  masih  kurang  istirahat  sebaiknya  lebih meningkatkan  perhatiannya  terhadap  kebiasaan  istirahat  sangat  penting  bagi
pemeliharaan  kesehatan,  karena  tidur  bermanfaat  untuk  menyimpan  energy
sangat penting bagi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
57
Kebiasaan  istirahat  adalah  model,  bentuk  atau  corak  tidur  dalam jangka  waktu  yang  relatif  menetap  dan  meliputi  jadwal  jatuh  masuk  tidur
dan  bangun,  irama  tidur,  frekuensi  tidur  dalam  sehari,  mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur Depkes RI, 2008. Kebutuhan istirahat lansia
harus  cukup  apabila  kebutuhan  istirahat  tidak  cukup  maka  tubuh  akan  lemas dan  tidak  bergairah.  Istirahat  yang  cukup  sangat  dibutuhkan  badan  kita.
Kurang  tidur  dapat  menyebabkan  badan  lemas,  tidak  ada  semangat,  lekas marah  dan  stres  Santoso,  2009.  Apabila  stres  berlangsung  lama  dapat
mengakibatkan  peninggian  tekanan  darah  yang  menetap.  Stres  dapat meningkatkan  tekanan  darah  untuk  sementara  waktu  dan  bila  stress  sudah
hilang tekanan darah bisa normal kembali. Jika stres berlanjut, tekanan darah akan  tetap  tinggi  sehingga  orang  tersebut  mengalami  hipertensi  Junaidy,
2010.
2.1.4.  Kebiasaan  Merokok  dan  Kejadian  Hipertensi  pada  Lansia  di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan  data  pada  tabel  7  terlihat  bahwa  dari  97  responden  yang diteliti terdapat 66 responden yang tidak merokok, diantaranya 28 orang yang
mengalami  hipertensi  dan  38  orang  yang  tidak  hipertensi,  sedangkan  yang merokok sebanyak 31 orang, diantaranya 19 orang yang mengalami hipertensi
dan 12 orang yang tidak hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang tidak  merokok  lebih  banyak  dari  pada  yang  merokok,  hal  ini  mungkin
disebabkan mayoritas jenis kelamin responden adalah perempuan dan banyak yang  sudah  menghentikan  kebiasaan  merokok  karena  penyakit  mereka
Universitas Sumatera Utara
58
terutama  hipertensi,  namun  ada  yang  tidak  bisa  berhenti  merokok  karena terbiasa  dan  sulit  untuk  berhenti  walaupun  sudah  sering  mencoba  berhenti
merokok. Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  oleh  Jufri  et  al.,  2012
mengenai  hubungan  antara  gaya  hidup  dengan  kejadian  hipertensi  di Kabupaten  Sinjai  juga  menemukan  adanya  responden  yang  tidak  merokok
lebih  banyak  sebanyaka  50  orang  dari  62  responden  dan  24  yang  mengalami hipertensi dan 26 yang tidak hipertensi.
Dalam  hal  ini  lansia  masih  perlu  mendapat  perhatian,  sebaiknya lansiabagar mengurangi kebiasaan merokok dan bahkan sampai tidak merokok
lagi,  karena  merokok  dapat  mengganggu  kerja  paru-paru  normal.  Selain  itu
kebiasaan  merokok  dapat  menyebabkan  datangnya  berbagai  penyakit termasuk  salah  satunya  penyakit  kardiovaskular  karena  jumlah  nikotin  yang
terdapat dalam darah yang dapat menyebabkan terganggunya sistem sirkulasi darah dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian hipertensi.
Hal  ini  sesuai  dengan  teori  yang  menyatakan  bahwa  apabila  makin banyak  kita  menghisap  rokok  maka  akan  mengganggu  kerja  paru-paru  yang
normal,  karena  hemoglobin  lebih  mudah  membawa  karbondioksida  daripada membawa  oksigen,  jika  terdapt  karbondioksida  dalam  paru-paru,  maka  akan
dibawa  oleh  hemoglobin  sehingga  tubuh  memperoleh  pemasukan  oksigen yang  kurang  dari  biasanya.  Kandungan  nikotin  dalam  rokok  yang  terbawa
dalam  aliran  darah  dapat  mempengaruhi  bagian  tubuh  yaitu  dapat
Universitas Sumatera Utara
59
mempercepat  denyut  jantung  sampai  20  kali  lebih  cepat  dalam  satu  menit daripada  dalam  keadaan  normal.  Selain  itu  zat  yang  dihisap  melalui  rook
seperti  zat-zat  kimia  beracun  seperti  nikotin  dan  karbonmonoksida  dibawa masuk  kedalam  aliran  darah.  Selanjutnya  zat  ini  merusak  lapisan  endotel
pembuluh  darah  arteri,  sehingga  mengakibatkan  tekanan  darah  tinggi.  Selain itu  merokok  pada    penderita  tekanan  darah  tinggi,  semakin  meningkatkan
resiko kerusakan pembuluh arteri Karyadi, 2002.
Universitas Sumatera Utara
60
                