1
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Kurikulum 2013 merupakan antisipasi adanya pergeseran paradigma belajar abad 21, bertujuan untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
melalui penguatan sikap tahu mengapa, keterampilan tahu bagaimana, dan pengetahuan tahu apa yang terintegrasi. Kerangka kompetensi abad 21 yang menjadi dasar dalam
pengembangan kurikulum 2013 menunjukkan bahwa pembelajaran IPA yang membekali pengetahuan saja tidak cukup, sehingga harus dilengkapi dengan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif, berkarakter, serta didukung dengan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA. IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki arti penting dalam
membangun bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa dalam pergaulan internasional ditentukan oleh beberapa paramater, tiga diantaranya adalah science literacy, mathematic
literacy, serta language literacy. Program-program seperti Programme for International
Student Assessment PISA, Trends in Mathematics and science Study TIMS dirancang
untuk menilai literasi sains dan kemampuan berpikir siswa. Sampai saat ini, anak-anak di Indonesia selalu berada pada rangking rendah dalam perolehan sains di dunia. Berdasarkan
hasil PISA, hampir 25 dari siswa di Indonesia belum mampu menggunakan keterampilan sains, sedangkan berdasarkan hasil TIMS, kemampuan berpikir siswa Indonesia belum
mencapai level tertinggi kemampuan reasoning with incomplete information, hanya 3 yang memiliki kemampuan reasoning, 10 kemampuan appliying, 23 kemampuan low
knowing, dan sisanya memiliki kemampuan very low. Kebutuhan akan pembelajaran yang berorientasi life skills, khususnya thinking skill
sangat nyata. Hal tersebut karena pada kenyataannya, pendidikan seringkali masih menciptakan penganggur terpelajar. Data Badan Pusat Statistik, menunjukan hingga
Februari 2007, jumlah sarjana yang menganggur sebanyak 409.890 orang. Belum lagi lulusan diploma III yang belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 179.231 orang serta
diploma I dan diploma II yang menganggur berjumlah 151.085 orang. Total penganggur
2
keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 740.206 orang Kompas - Rabu, 6 Februari 2008 dalam Erwin 2008.
Darmaningtyas melakukan studi kasus pada iklan lowongan kerja di harian Kompas Minggu, 6 Januari 2008. Ada 405 lowongan pekerjaan, 4,19 mensyaratkan indeks prestasi
minimum, yang lainnya menekankan pada kemampuan kerja individu dan tim, kemampuan berbahasa asing, terutama Inggris, kemampuan mengoperasikan program komputer,
kemampuan berkomunikasi, dan pengalaman kerja. Persyaratan tersebut justru tidak
diperoleh secara formal di bangku sekolah, sebaliknya didapat dari inisiatif dan kreativitas individu. Individu kreatif cenderung memiliki tingkat keberhasilan tinggi.
Karakter Bangsa Indonesia semakin lama semakin terpuruk. Hal ini ditunjukan dengan berbagai permasalahan moral yang ada mulai dari level pemerintahan pusat hingga
ke pemerintahan desa. Selain itu, permasalahan juga sangat luas dari permasalahan non formal hingga bidang akademik. Mencontek, kekerasan, tawuran antar pelajar, hingga
narkoba, prostitusi dan plagiasi karya ilmiah merupakan contoh permasalahan yang ada dibidang pendidikan. Berita-berita di media massa menginformasikan banyak terjadi
tawuran antar pelajar dan perjokian dalam seleksi masuk ke perguruan tinggi dan ujian nasional terjadi dalam dunia pendidikan. Sementara itu, Kompas 2012 menyatakan bahwa
plagiasi terjadi pada karya ilmiah mahasiswa maupun dosen. Hal ini menunjukkan rendahnya karakter bangsa Indonesia. Rendahnya karakter bangsa itu merupakan
tanggungjawab bersama, termasuk dalam dunia pendidikan. Untuk itu, perlu dikembangkan pendidikan yang dapat meningkatkan karakter bangsa Indonesia.
Oleh karena
persoalan dan
latar belakang
tersebut maka
penting untuk
mempersiapkan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 yakni salah satunya dengan mengembangkan kreativitas guru dalam mengembangkan LKS IPA SMP dengan
pendekatan guided inquiry sebagai upaya pengembangan thinking skills dan sikap ilmiah dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Sebagaimana hasil penelitian Asri
Widowati dan Putri Anjarsari 2013 yang menunjukkan bahwa LKS IPA terpadu yang dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013 dan berpotensi untuk
mengembangkan keterampilan berpikir serta scientific attitude siswa SMP. Guided inquiry
merupakan salah satu tipe inquiry yang sebaiknya dikembangkan terhadap siswa yang belum terbiasa berinkuiri. Sebagian besar pembelajaran IPA yang
3
berlangsung di sekolah ternyata masih kurang membelajarkan siswa dengan inkuiri. Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara dengan guru IPA Kabupaten Magelang yang
mengakui bahwa pembelajaran IPA yang berlangsung berorientasi terhadap produk IPA yang berupa konsep-konsep ataupun bersifat membuktikan suatu teori
verifikatif dan masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan guna
menemukan konsep. Pembelajaran yang demikian menyebabkan kemampuan berpikir siswa direduksi dan sekedar dipahami sebagai kemampuan untuk mengingat Ratno Harsanto,
2005. Selain itu, hal tersebut juga berakibat siswa terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif Iwan
Sugiarto, 2004: 14. Tentunya hal tersebut dapat menyebabkan pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA tidak bermakna dan terkesan ‘kering’.
Guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif belajar. Salah satu cara untuk membelajarkan siswa secara aktif
yaitu melalui pendekatan inkuiri, namun apabila siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran menggunakan inkuiri, maka dapat digunakan pendekatan guided inquiry yaitu
suatu pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri yang lebih terbimbing. Pembelajaran inkuiri berusaha membantu siswa belajar dan memperoleh pengetahuan serta membangun
konsep-konsep mereka sendiri. Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri siswa belajar cara mengorganisasikan dan mengadakan penelitian secara mandiri sehingga
konsep yang didapatkan mudah diingat. Oleh karena itu, penting untuk membelajarkan IPA menggunakan pendekatan inkuiri.
Pemerintah pada tahun ini sedang mempersiapkan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang sesuai dengan kurikulum 2013. Namun, ketersediaan buku saja dalam
kegiatan pembelajaran belum cukup untuk menunjang keberhasilan pembelajaran. Dalam kegiatan eksplorasi yang berupa penyelidikan, diperlukan adanya Lembar Kegiatan Siswa
LKS. LKS yang saat ini beredar di lapangan belum sesuai dengan kurikulum 2013 yang akan diterapkan. Selain karena materi yang disajikan masih dalam satu disiplin ilmu saja,
kegiatan dalam LKS juga masih belum menekankan kegiatan inkuiri ilmiah. Untuk itu, dirasa sangat perlu diadakan workshop untuk mengembangkan LKS IPA terpadu worksheet
of integrated science menggunakan pendekatan guided inquiry guna mengembangkan
4
keterampilan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah serta sikap ilmiah scientific attitude
untuk mendukung implementasi kurikulum 2013. Berdasarkan hasil diskusi dengan rekan guru IPA SMP Magelang diperoleh
informasi bahwa 1 guru masih belum siap melaksanakan kurikulum 2013; 2 pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah-sekolah belum terpadu; 3 80 guru
belum mampu mengembangkan LKS yang dapat membelajarkan siswa secara aktif untuk berinkuiri; 4 85 LKS IPA SMP masih berupa latihan soal dan bukan penuntun kegiatan;
5 80 LKS yang beredar di SMP masih terdapat lompatan-lompatan rantai kognitif dalam pembentukan konsep concept formation; 6 LKS yang tersedia di pasaran yang tidak
cocok dengan kondisipotensi sekolah maupun karakteristik siswa. Hal tersebut masih diperparah dengan kenyataan buku-buku dan Lembar Kegiatan Siswa LKS saat ini sangat
kaku dan menjenuhkan bagi siswa sehingga siswa kurang tertarik terhadap IPA Asa, 2011. Tentunya gambaran tersebut menunjukkan secara real adanya masalah ketersediaan LKS
IPA terpadu yang berpendekatan guided inquiry agar siswa dapat aktif, baik hands on maupun
minds on
. Guru
harus dibekali
kemampuan mengembangkan
dan mengimplementasikan LKS IPA SMP yang berpendekatan guided inquiry agar dapat
mendukung implementasi kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan scientific, termasuk membelajarkan IPA dengan berinkuiri. Mengingat masalah tersebut penting untuk
segera diatasi maka perlu dilaksanakan workshop pengembangan LKS IPA SMP berpendekatan guided inquiry sebagai upaya pengembangan thinking skill dan sikap ilmiah
siswa untuk mendukung implementasi kurikulum 2013.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran IPA Pembelajaran merupakan kegiatan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap pada diri seseorang ketika berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Rezba 2006 :4 menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA dalam era baru menekankan pada
“science as a ways of thinking and investigating, as well as a body knowledge” . Sejalan
dengan pemikiran tersebut, pembelajaran sains IPA merupakan sesuatu yang harus “dilakukan” oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa sebagaimana yang
dikemukakan National Science Educational Standart 1996: 20 bahwa ”Learning science is an active process. Learning science is something student to do, not something that is
done to them ”. Dengan demikian, dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk belajar
aktif yang terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun mental, tidak hanya mencakup aktivitas hands-on tetapi juga minds-on.
Pembelajaran sains semestinya memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif. Guru hendaknya dapat mengembangkan proses pembelajaran aktif sehingga
partisipasi siswa dalam pembelajaran dapat meningkat. Hal tersebut dikarenakan kegiatan aktif siswa merupakan titik awal dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan
kegiatan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada diri seseorang ketika berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Dengan adanya partisipasi yang optimal
maka pengalaman belajar yang diperoleh akan semakin mantap dan pencapaian tujuan belajar lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran yang berpusat pada guru sudah saatnya beralih menjadi berpusat pada siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa memandang siswa sebagai komponen
terpenting dalam sistem dan proses pengajaran sehingga siswa dapat mengembangkan dan menentukan cara-cara belajarnya. Proses keterlibatan siswa dalam pembelajaran akan
memungkinkan terjadinya asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian
pengetahuan, perbuatan,
serta pengalaman
langsung terhadap
balikannya dalam
pembentukan keterampilan
dan penghayatan serta
internalisasi nilai-nilai
dalam pembentukan nilai dan sikap. Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar yang lebih
6
bermakna. Pembelajaran yang lebih bermakna tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
Pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara terpadu. Pengertian terpadu dalam penelitian ini lebih merujuk pada makna yang dianjurkan Depdiknas 2011: 3
yaitu pembelajaran IPA terpadu dilaksanakan sebagai upaya agar peserta didik dapat memahami obyek secara utuh holistik dan dapat memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari secara kontekstual. Materi diajarkan dengan memadukan beberapa bidang kajian dalam IPA agar peserta didik dapat berpikir holistik.
Pembelajaran IPA terpadu untuk mengoptimalkan keterampilan dan sikap dalam IPA lebih ditekankan dalam kurikulum 2013 yang sebentar lagi akan diterapkan.,
kompetensi inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan kompetensi 1, sikap sosial kompetensi 2, pengetahuan
kompetensi 3, dan penerapan pengetahuan kompetensi 4. Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar KD dan harus dikembangkan dalam setiap
peristiwa pembelajaran secara integratif.
2. Lembar Kerja Siswa LKS Lembar Kerja Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang biasanya berupa
petunjuk atau langkah-langah untuk menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS termasuk dalam bahan ajar. Iif Khoiru Ahmadi,dkk. 2011: 208 menyatakan
bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guruinstruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Azhar Arsyad 2009:
87 menyatakan bahwa LKS termasuk media pembelajaran berbasis cetakan. Teks berbasis cetakan menuntut perhatian saat perancangan yaitu: 1 konsistensi, 2 format, 3
organisasi, 4 daya tarik, 5 ukuran huruf, serta 6 penggunaan spasi kosong. Poppy Kamalia Devi, dkk. 2009: 36, menyebutkan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan LKS dari segi penyajian dan segi tampilan. Dari segi penyajian terdiri dari: 1 judul LKS harus sesuai degan materinya, 2 materi sesuai
dengan perkembangan anak, 3 materi disajikan secara sistematis dan logis, 4 materi disajikan secara sederhana dan jelas, seta 5 menunjang keterlibatan dan kemauan peserta
didik untuk ikut aktif. Selanjutnya, dari segi tampilan LKS harus memperhatikan, yaitu: 1
7
penyajian sederhana, jelas dan mudah dipahami, 2 gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya, 3 tata letak gambar, tabel dan pertanyaan harus tepat, 4 judul, keterangan,
instruksi, pertanyaan harus jelas, serta 5 mengembangkan minat dan mengajak peserta didik untuk berpikir.
Langkah-langkah menyiapkan LKS menurut Depdiknas 2005:5 adalah sebagai berikut: 1 analisis kurikulum; 2 menyusun kebutuhan LKS; c menentukan judul-
judul LKS; 4 penulisan LKS yang meliputi perumusan kompetensi dasar, menentukan alat penilaian, penyusunan materi, dan menentukan struktur LKS.
3. Pendekatan Guided Inquiry Pendekatan
inkuiri merupakan
pendekatan pembelajaran
yang berusaha
meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Menurut Martin et al 2005: 184-185, inkuiri adalah penggunaan proses-proses sains, pengetahuan ilmiah, dan sikap-
sikap ilmiah untuk menganalisa suatu permasalahan dan berpikir kritis. Sedangkan menurut Kuhlthau, C.C, Maniotes, L.K, Caspari, A.K 2007:2, Inquiry is an approach
to learning whereby students find and use a variety sources of information and ideas to increase their understanding of a problem, topic, or issue
. Jadi, pendekatan inkuiri adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk pemahaman konsep-
konsep sains, belajar bagaimana mempelajari sesuatu, menjadi seseorang pembelajar yang mandiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara ilmiah. Hasil dari pembelajaran
inkuiri, siswa dapat memahami cara menemukan sendiri konsep-konsep dan melakukan eksperimennya sendiri atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh pada
lingkungannya. Trowbridge dan Bybee 1986: 185-186 menyatakan bahwa apabila peserta didik
tidak memiliki cukup pengalaman dalam pembelajaran menggunakan inkuiri, maka pembelajaran dilakukan secara tersusun terlebih dahulu. Setelah mereka memiliki
pengalaman dalam penyelidikan, penyusunan tersebut harus dikurangi. Guided Inquiry merupakan istilah dengan kondisi pembelajaran pada awalnya dilakukan dengan sangat
tersusun. Prinsip-prinsip dalam guided inquiry menurut Kuhlthau, C.C, Maniotes, L.K, Caspari, A.K 2007:25 disajikan pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Six Principles of Guided Inquiry
The Six Principles of Guided Inquiry Children learn by being actively engaged in and reflecting on an experience
Children learn by building on what they already know Children develop higher-order thingking through guidance at critical points in the
learning process Children have different ways and modes of learning
Children learn through social interaction with others Children learn through social interaction and experience in accord with their
cognitive
Berdasarkan prinsip-prinsip dari pendekatan guided inquiry seperti pada Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa melalui guided inquiry siswa dapat mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi selama proses pembelajaran. Berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah termasuk dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi.
4. Keterampilan Berpikir Keterampilan berpikir merupakan keterampilan dalam menggabungkan sikap-
sikap, pngetahuan-pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk dapat membentuk lingkungannya agar lebih efektif. Keterampilan
berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis situasi yang
kompleks dengan menggunakan objektifitas dan konsistensi sebagai standar. Berpikir kritis berbeda dengan berpikir “unreflective”, yaitu mengambil keputusan, menerima
suatu pernyataan, membuat keputusan tanpa pertimbangan lebih matang. Berpikir kritis membutuhkan intepretasi dan evaluasi dari suatu pengamatan, komunikasi dan sumber
informasi lainnya. Berpikir kritis juga membutuhkan kemampuan dalam membuat asumsi, membuat suatu hubungan, dan dalam mengambil kesimpulan Fisher, 13-14.
Berdasarkan beberapa definisi dan karakteristik berpikir kritis dapat diamati bahwa terdapat kemiripan sifat pengembangan berpikir kritis dengan karakteristik inkuiri.
Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri.
Berpikir kreatif akan mudah diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberikan peluang bagi siswa untuk berpikir terbuka dan fleksibel tanpa
adanya rasa takut atau malu. Sebagai contoh, situasi belajar yang dibentuk harus
9
memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk mengungkapkan ide atau gagasan. Carin Sund 1975: 307 mengemukakan untuk menimbulkan kreativitas dalam
pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: 1 mengembangkan kepercayaan yang tinggi dan meminimalisir ketakutan; 2 mendorong
terjadinya komunikasi secara bebas; 3 mengadakan pembatasan tujuan dan penilaian secara
individu oleh siswa; 4 pengendalian tidak terlalu ketat 5. Sikap Ilmiah
Salah satu aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA di sekolah adalah aspek
sikap. Martin
2005: 12
mengemukakan bahwa
“attitudes are
mental predispositions towards people, objects, subjects, events, and so on
”, yang berarti bahwa sikap merupakan kecenderungan mental terhadap orang, objek, subjek, kejadian, dan
sebagainya. Sikap yang dikembangkan dalam IPA merupakan sikap ilmiah yang biasa disebut
dengan scientific attitude. Harlen 2000:73 menyatakan bahwa sikap ilmiah merupakan komponen dalam kegiatan inkuiri. Sikap ilmiah menurut Carin dan Sund 1970: 2 adalah
“certain beliefs, values, opinions, for example, suspending judgement until enough data has been collected relative to the problem. Constantly endeavoring to be objective
.” Sikap ilmiah
berkaitan dengan kepercayaan
tertentu, nilai-nilai,
opini-opini, misalnya,
melakukan penilaian setelah semua data terkumpul, berusaha untuk bersikap objektif. Pengelompokandimensi sikap ilmiah yang dikembangkan oleh Harlen 2000: 150
meliputi : 1 sikap ingin tahu, 2 sikap respek terhadap fakta, 3 sikap fleksibel dalam cara berpikir, 4 sikap berpikir kritis, dan 5 sikap peka terhadap lingkungan sekitar.
C. Identifikasi dan Perumusan Masalah