10
b. Pandangan lainnya bahwa proses perencanaan yang dilaksanakan sekarang dalam hal mekanismenya perlu disempurnakan: Mengingat ketersediaan dana pembangunan yang relatif
terbatas dan kebutuhan pembiayaan usulan masyarakat yang jauh melebihi ketersediaan dana yang ada, maka sebaiknya ada kriteria yang jelas tentang skala prioritas pembangunan dan
diinformasikan kepada masyarakat. Bila dilihat dari tahapan proses perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan di tingkat desa dan Kecamatan, diperoleh gambaran sebagai berikut:
Beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan desa belum dilaksanakan, diantaranya tahapan persiapan dan tahapan pembahasan kegiatanpenetapan prioritas rencana kegiatan.
Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan ke Kecamatan terpenuhi, meskipun penetapan prioritas kegiatan dilakukan oleh Kepala Desa beserta aparat dan BPD tanpa
melibatkan masyarakat. c. Beberapa pendapat dari peserta Musrenbang terutama para tokoh masyarakat, dimana
pandangan di atas menunjukan bahwa kehadiran peserta dalam musrenbang semata-mata hanya untuk memenuhi undangan Kepala Desa dan dalam musrenbang tersebut tidak menyampaikan
pendapat dalam pengajuan usulan. Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.
Usulan yang masuk dari setiap lingkungan di Desa Kamanga dibahas dalam musrenbang Informasi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat yang diusulkan ke tingkat desa
umumnya merupakan masalah dan kebutuhan masyarakat berdasarkan pandangan para kepala Dusun. Seperti yang diungkapkan oleh Allan 45 th sebagai kepala dusun di Desa Kamanga
sebagai berikut: Sebagai kepala dusun saya tahu persis apa masalah dan kebutuhan warga meskipun tidak dilakukan kegiatan pengusulan program masalah dan kebutuhan di tingkat
lingkungan. Secara tidak langsung para ketua lingkungan mempunyai catatan mengenai masalah dan kebutuhan warganya.
Senada dengan pernyataan di atas, Jemmy 43 th sebagai Sekretaris Desa Kamanga mengungkapkan bahwa Tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang beragam
menyebabkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan beragam pula. Untuk sebagian warga yang tingkat pendidikannya tinggi, mereka dapat dengan mudah mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan, tapi bagi yang rendah itu merupakan kesulitan bagi mereka sehingga perlu dibantu oleh pihak desa untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dari dua informan di atas menunjukan bahwa masalah dan kebutuhan yang diusulkan di tingkat desa tidak seluruhnya berasal dari kegiatan pengusulan program yang
dilakukan di tingkat lingkungan, bahkan untuk beberapa lingkungan ide usulan yang dirumuskan digali oleh elit desa seperti Kepala Desa dan perangkatnya.
Berdasarkan uraian di atas, tidak semua lingkungan dalam satu desa menyelenggarakan kegiatan pengusulan program. Bagi dusun yang tidak menyelenggarakan kegiatan pengusulan
program mempunyai alasan tertentu, yakni sebelum masalah dan kebutuhan yang diusulkan tahun kemarin ditindaklanjuti maka pihak lingkungan tidak akan melakukan penggalian masalah dan
kebutuhan di tahun berikutnya. Mengingat masalah dan kebutuhannya masih sama bila belum diupayakan pemecahannya.
D. BPD Berperan Dalam Proses Penyusunan APBDes Mewujudkan APBDes Akuntabel dan Partisipatif.
Melihat peranan BPD dalam perencanaan anggaran desa yang partisipatif dan akuntabel, akan dilihat pada tahapan-tahapannya. Pada proses perencanaan pembangunan di Desa Kamanga
atas berlangsung, dihadiri para Kepala Dusun, Ketua BPD, Tokoh Masyarakat dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, terdiri dari kegiatan rembug warga tingkat lingkungan yang menghasilkan daftar prioritas kegiatan yang disampaikan kepada Desa, penetapaan tim penyelenggara
11
musrenbang Desa yang bertugas menyusun jadwal, agenda, mengundang calon peserta dan menyiapkan peralatan, bahan dan materi.
2. Pelaksanaan Musyawarah 3. Keluaran
Menetapkan delegasi untuk mengikuti musrenbang tingkat Kecamatan. Berdasarkan mekanisme di atas, belum ada agenda pembahasan kegiatan yang diusulkan oleh masing-
masing lingkungan untuk ditetapkan menjadi daftar prioritas kegiatan yang akan disampaikan ke Kecamatan.
Keluaran, dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa, Daftar prioritas kegiatan yang akan disampaikan dalam Proses perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan Musrenbang
Kecamatan dan masuk ke dalam APBDes. Tahapan proses perencanaan pembangunan di atas belum di laksanakan seutuhnya dalam proses perencanaan pembangunan Desa
Kamanga atas. Dari hasil pencatatan dokumen dan wawancara dengan informan, beberapahal dapat dicatat
antara lain sebagai berikut: d. Penjelasan informan, Sekretaris Desa Jemmy 43 th mengatakan , SDM aparatur yang
ditugaskan sebagai perencana perlu ditambah dan kualitasnya perlu ditingkatkan khususnya para kepala-kepala urusan harus betul-betul mempunyai kemampuan sebagai planner. Sampai saat
ini kuantitas dan kualitasnya masih pas-pasan. Beberapa peserta Musrenbang diantarnya adalah perangkat desa, tokoh masyarakat . Dan diakui sendiri oleh sekretaris desa bahwa pada
prinsipnya kemampuan apatur perencanaan masih sangat terbatas sehingga perencanaan yang dihasilkan belum optimal sesuai dengan kaidah-kaidah perencanaan. Dari gambaran di atas
dapat diinterprestasikan bahwa guna mewujudkan perencanaan yang baik dibutuhkan kuantitas dan kualitas aparatur perencana yang memadai.
e. Pandangan lainnya bahwa proses perencanaan yang dilaksanakan sekarang dalam hal mekanismenya perlu disempurnakan: Mengingat ketersediaan dana pembangunan yang relatif
terbatas dan kebutuhan pembiayaan usulan masyarakat yang jauh melebihi ketersediaan dana yang ada, maka sebaiknya ada kriteria yang jelas tentang skala prioritas pembangunan dan
diinformasikan kepada masyarakat. Bila dilihat dari tahapan proses perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan di tingkat desa dan Kecamatan, diperoleh gambaran sebagai berikut:
Beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan desa belum dilaksanakan, diantaranya tahapan persiapan dan tahapan pembahasan kegiatanpenetapan prioritas rencana kegiatan.
Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan ke Kecamatan terpenuhi, meskipun penetapan prioritas kegiatan dilakukan oleh Kepala Desa beserta aparat dan BPD tanpa
melibatkan masyarakat. f. Beberapa pendapat dari peserta Musrenbang terutama para tokoh masyarakat, dimana
pandangan di atas menunjukan bahwa kehadiran peserta dalam musrenbang semata-mata hanya untuk memenuhi undangan Kepala Desa dan dalam musrenbang tersebut tidak menyampaikan
pendapat dalam pengajuan usulan. Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa.
Saat ini hampir seluruh kegiatan pembangunan, pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan metode pembangunan partisipatif, namun masing-masing kegiatan pembangunan
terdapat perbedaan pada target sasaran masyarakat yang direncanakan untuk berperan serta dalam kegiatan perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan. Perbedaan tersebut terjadi pada
tingkatan kedudukan fungsi dan peran para pelaku dimasyarakat. Misalnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat yang diikut sertakan untuk berperan serta dalam kegiatan
perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan hanya para pelaku yang mempunyai kedudukan penting saja misalnya tokoh masyarakat, aparat desa atau kelurahan, berbeda dengan
yang dilakukan pada program pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dimana setiap tahapan kegiatan dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan harus melibatkan warga
12
masyarakat secara keseluruhan tanpa memandang usia, jenis kelamin, kedudukan di masyarakat, dan jenjang pendidikan.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pembahasan penelitian akan merujuk pada pendapat Wicaksono dan SugiaLingkungano, yaitu terdapat 4 ciri perencanaan partisipatif yang
akan dikaji dalam penelitian ini. Keempat ciri tersebut yakni yang pertama, fokus perencanaan berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat serta memperhatikan aspirasi
masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Kedua, partisipatif masyarakat dimana setiap masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa
dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. Ketiga, sinergitas perencanaan yaitu selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografis serta memperhatikan interaksi
diantara stakeholders. Keempat, legalitas perencanaan dimana perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku, dan menjungjung etika dan tata
nilai masyarakat. Keempat ciri ini akan dilihat keberadaan peran dan partisipasi tokoh masyarakat dalam
penyusunan APBDes dan ADD dalam arti perencanaan pembangunan yang partisipatif. Bagaimana partisipasinya yang dikaitkan dengn cirri perencanaan partisipatif, ketika 4 ciri ini sangat kuat
nilainya dalam perencanaan partisipatif terutama dalam penyusunan APBDes dan ADD, maka nilai yang tinggi peran dan keterlibatan tokoh masyarakat.
ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang penggunaannya terintegrasi dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes. Oleh karena itu perencanaan program
dan kegiatannya disusun melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Musrenbangdes. Musrenbangdes tersebut merupakan forum pembahasan usulan rencana kegiatan
pembangunan di tingkat desa yang berpedoman pada prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan Partisipasi Masyarakat Desa P3MD. Prinsip tersebut mengharuskan keterlibatan masyarakat
dalam pengambilan keputusan dan menentukan pembangunan yang akan dilaksanakan khususnya yang berlokasi di desa yang bersangkutan, sehingga benar-benar dapat merespon
kebutuhanaspirasi yang berkembang. Proses partisipasi masyarakat dilakukan dalam rangka melaksanakan prinsip responsive
terhadap kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat akan merasa lebih memiliki pembangunan. Dengan demikian secara bertahap akan terwujud suatu masyarakat yang tercukupi
kebutuhannya selaku subyek pembangunan.
E. Tinjauan Lebih Lanjut BPD dalam Penyusunan APBDes 1. BPD berperan dalam Merumuskan Aspirasi Masyarakat
Dalam merumuskan aspirasi masyarakat desa, banyak pihak yang dapat dijadikan mitra- kerjasama oleh BPD. Antara desa yang satu dengan yang lainnya, terdapat perbedaan baik
dalam jumlah, jenis, maupun bentuk aspirasinya. Desa-desa yang terpencil dengan desa-desa yang terdekat bahkan berada di wilayah pusat perkotaanpemerintahan memiliki perbedaan hal
tersebut. Di desa-desa terpencil, pada umumnya, yang masyarakatnya relastif lebih bersifat
homogen, paternalistik, dan paguyuban; pihak-pihak yang dapat dijadikan mitra untuk kerjasama sebagai sumberbahan aspirasi relatif lebih sedikit jumlah dan jenisnya. Pihak-pihak itu
misalnya, bila mayoritas masyarakat suatu desa itu bermatapencaharian bertani, maka pihak itu adalah para petani atau kelompok petani, atau tokoh masyarakat yang bertani. Aspirasi
mereka tidak jauh dari bagaimana agar hasil taninya berlimpah, harga pupuknya terjangkau, airnya mengalir, terhindar dari hama, padinya dapat dijual dengan harga lebih tinggi dari
sebelumnya, dan mendapatkan rupiah berlebih dari ongkos bertani yang sisanya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain mereka, pihak-pihak lainnya bisa berupa tokoh
agama, tokoh pemuda, tokoh adat, perkumpulan olahraga, perkumpulan kesenian, tokoh
13
pendidik, dan sebagainya. Begitu pula bagi desa-desa yang masyarakatnya beternak, berkebun, nelayan, dan sebagainya.
Di desa-desa yang dekat dengat pusat perkotaanpemerintahan atau bahkan desa-desa yang berada di wilayah perkotaan, aspirasi masyarakatnya relatif lebih banyak dan beragam
kompleks. Pihak-pihak yang dapat dijadikan mitra-kerjasama dapat bertambah. Mereka di antaranya adalah para tokoh yang terdapat pada berbagai parpol, berbagai ormas
kepemudaan, berbagai agama, berbagai berbagai aliran-pemahaman dalam seagama, berbagai pendidik, berbagai LSM, masyarakat usaha di pasar, masyarakat usaha di pertokoan,
para petani, para buruh, para pelajar, para mahasiswa, para pegawai negeri sipil, para anggota TNI, perkumpulan masyarakat dari beberapa daerahetnis, dan sebagainya. Ini semua akan berakibat
pada banyak dan beragamnya aspirasi masyarakat masing-masing yang selain banyak persamaannya terdapat juga banyak perbedaannya.
Dalam merumuskan aspirasinya pun sudah jelas memerlukan teknik- teknik yang sesuai dengan karakteristik masing-masing kelompok masyarakat desa tersebut. Itu semua memerlukan
kemampuan dan kemauan anggota BPD untuk secara proaktif merumuskannya. Aspirasi masyarakat desa, dengan demikian, dapat dirumuskan dalam bentuk:
1. Peraturan-peraturan Desa yang sifatnya mengatur, membatasi, melarang, dan memberi sanksi atas pelanggaran aturan yang dilarang demi terwujudnya keamanan, ketertiban,
dan kesejahteraan masyarakat desa; 2. Program-program pembangunan desa untuk jangka panjang, jangka menengah, dan
jangka pendek; 3. Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa;
4. Program-programperjanjian-perjanjian kerjasama pembangunan antara pihak Desa dan pihak-pihak lain, baik dengan yang berasal dari dalam maupun dari luar desanya;
5. Prosedur pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Kepala Desa; 6. Program-program pembangunan desa yang diusulkan untuk disubsididibiayai oleh
Pemerintah tingkat atasnya; 7. Dan sebagainya.
2. BPD Dalam Mensinergitas Kelembagaan Untuk Perencanaan
Pada sisi lain yang di dapat dari penelitian bahwa kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun APBDes terkadang tidak berperan. Pada tahap input, hanya kepala desa, sekdes,
dan kaur-kaur, yang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan APBDes dan melakukan proyeksi untuk penyusunan APBDes tahun berikutnya. Sedangkan BPD tidak melakukan kegiatan yang
sama, karena BPD kurang mempercayai kepala desa dan dampak dari pembangunan desa yang dinilai kurang akuntabel dan buntut konflik dalam pemilihan kepala desa lalu. Tidak ada forum
BPD yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota, juga mengundang kehadiran lembaga kemasyarakatan desa yang terdiri dari DusunLingkungan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
PKK, Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat LPM. BPD juga tidak mengundang kehadiran masyarakat secara personal, yakni berasal dari tokoh masyarakat dan tokoh agama desa
untuk mendapatkan saran serta masukan. Kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka melaksanakan rancangan APBDes tidak
berperan. Kepala Desa Kamanga tidak berani menetapkan Peraturan Kepala Desa untuk melaksanakan rancangan APBDes. Jadi tidak ada sosialisasi APBDes Desa Kamanga. Pelaksanaan
APBDes ini dilakukan oleh kepala desa, sekretaris desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan desa, terutama pada pos-pos belanja rutin dan belanja pembangunan. Pos belanja pegawai untuk honor
kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan, kepala lingkungan, hansip, ketua dan anggota BPD, kepala lingkungan. Pos belanja barang, biaya pemeliharaan, perjalanan dinas, rapat koordinasi, dan
rapat koordinasi desa dilakukan oleh kepala desa dan perangkat desa. Perbaikan prasarana pemerintah desa, prasarana produksi desa, prasarana perhubungan desa, prasarana pemasaran, dan
14
prasarana sosial dipimpin oleh kepala desa, perangkat desa, dan kepala lingkungan. BPD enggan melakukan pengawasan APBDes Desa Kamanga akibat konflik, dan sebagian masyarakat pun
enggan melakukan pengawasan. Kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun
dan melaksanakan APBDes; a keterbatasan kewenangan desa, sehingga desa sulit untuk melakukan ekstensifikasi sumber
pendapatan asli desa, takut bertentangan dengan retribusi yang sudah ditarik oleh kabupaten; b kekayaan desa yang minim, tidak ada balai desa, tidak ada tanah kas desa;
c Sumber daya manusia di level pemerintah desa dan BPD yang terbatas baik kemampuan dan keahlian;
d sarana dan pra sarana desa yang terbatas tidak ada balai desa, kepala desa ngantor di rumah sehingga tidak bisa mengakodomir saran dan partisipasi masyarakat lebih luas lagi;
e belum ada renstra desa yang berlaku 6 tahun, yang ada cuma rencana kerja tahunan, sehingg kegiatan yang dilakuan sifatnya parsial, namun ini uniknya tidak dianggap mereka sebagai
kendala; f adanya konflik sebagai buntut pemilihan kepala desa yang lalu dan krisis kepercayaan BPD
kepada Kepala Desa terhadap pertanggungjawaban pembangunan desa tahun-tahun sebelumnya.;
g Lemahnya koordinasi, manajemen, administrasi, dokumentasi, dan pengawasan pembangunan di level pemerintah desa dan BPD.
Namun bila dilihat dari dokumen sebagai bahan masukan dalam proses perencanaan pembangunan tingkat kecamatan, sudah tersedia beberapa kelengkapan seperti: daftar prioritas
permasalahankegiatan desakelurahan, dan daftar prioritas masalah di bawah desakelurahan. Hasil kesepakatan peserta musrenbang kecamatan berupa daftar prioritas usulankegiatan kecamatan yang
merupakan hasil kerja sama aKamanga wilayah administrasi dan geografis serta merupakan hasil interaksi antara stakeholders. Pada umumnya dapat diterima peserta musrenbang khususnya dan
masyarakat kecamatan Kamanga umumnya.
15 7
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN