d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut: i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam pada pasien yang sadar bangun, pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum
transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak jantung, lakukan
asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat- obat intravena
iv. Pada nyeri akut kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat nyeri.
6
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik.
3. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii. Periksa apakah terdapat lesi luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum
suntik iv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang
malalignment, atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan
segera. iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal dikeluhkan oleh pasien saat menilai pergerakan
aktif. Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya
cedera ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot inspeksi palpasi, tidak menghasilkan
pergerakan Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri tusukan jarum- pin prick, getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
i. Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala
ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi 4 otot.
Refleks Segmen spinal
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1
iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman hasil positif menunjukkan lesi upper motor neuron
iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik tes pergerakan jari-ke-hidung,
pergerakan tumit-ke-tibia, tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan Romberg dan Romberg modifikasi.
g. Pemeriksaan khusus