Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Efek dari krisis finansial global belakangan sudah mulai dirasakan oleh masyarakat secara umum, dan yang paling merasakannya adalah yang tingkat ekonominya golongan kecil dan menengah. Dimana angka pengangguran semakin signifikan meningkat dalam hitungan beberapa bulan belakangan, dunia usaha semakin sulit akibat nilai tukar rupiah yang semakin anjlok dan berakibat pada berbagai harga kebutuhan masyarakat, artinya perekonomian masyarakat semakin tidak stabil. Jika hal ini tidak diantisipasi dapat mengakibatkan angka kemiskinan kita semakin meningkat lagi. Persoalan ini tidak hanya menjadi tanggungjawab sekelompok orang, namun dibutuhkan kerjasama semua stake holder sehingga kita mampu membebaskan bangsa dan secara khusus daerah kita dari jeratan kemiskinan tersebut. Seperti pemanfaatan anggaran yang tepat sasaran dan nyata serta bernilai produktif oleh PemkabPemko umpamnya, meningkatkan volume pemberdayaan sumber-sumber yang ada untuk kalangan masyarakat miskin atau mereka yang berpenghasilan rendahrumah tangga. Atau dengan beberapa kiat sederhana yang memberikan peluang bagi warga miskin dalam modal usaha berupa kredit-mikro. Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, baik pemerintah, perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai motor penggerak 1 Universitas Sumatera Utara perekonomian nasional setelah mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan perluasan pengertian usaha kecil dan menengah UKM. Usaha kecil dan menengah UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional Product Domestic Regional Bruto PDRB hanya 56,7 dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. 1 Peran UMKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah krisis 1997. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk mencari debitur yang tidak bermasalah, UMKM menjadi alternatif penyaluran kredit perbankan. Berdasarkan hasil penelitian Badan Pusat Statistik BPS tahun 2000, UMKM kurang lebih 40 juta unit mendominasi lebih dari 90 total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan prosentase yang hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 57 Product Domestic Bruto PDB bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 15 dari ekspor barang Indonesia. Ditinjau dari reputasi kreditnya, UMKM juga mempunyai prestasi yang cukup membanggakan dengan tingkat kemacetan kredit yang relatif kecil. Pada akhir 2002, kredit bermasalah 1 Aloysius Gunadi Brata, “Distribusi Spasial UKM Di Masa Krisis Ekonomi,” artikel, http:www.ekonomirakyat.orgedisi_20artikel_7.htm, diakses tanggal 10 April 2006. Universitas Sumatera Utara UMKM Non Performing LoanNPL hanya 3,9, jauh lebih kecil dibandingkan dengan total kredit perbankan yang mencapai 10,2. 2 Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pemberian kredit ke UMKM merupakan salah satu upaya dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UMKM sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang cukup. Sektor ini mempunyai ketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena kurangnya ketergantungan pada bahan baku impor dan potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang dihasilkan relatif rendah sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Namun demikian, UMKM juga mempunyai karakteristik pembiayaan yang unik, yakni diperlukannya ketersediaan dana pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana, adanya kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan technical assistance. Tampilnya Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil bukan berarti Departemen lain terlepas dalam pembangunan UKM, tentunya sesuai dengan tugas dan peran Departemen teknis masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan pemerintah sebagai acuan untuk membangun UKM. Peraturan-peraturan tersebut meliputi: 1. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1223KMKK.0131989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara. 2. Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 81 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembinaan Kepada Usaha Kecil dan Koperasi. 3. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 13MSKI1990. 4. Undang-undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. 5. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, 2 Ibid. Universitas Sumatera Utara 6. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 Tentang Pengembangan dan Usaha Kecil dan 7. Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah. 3 Banyaknya peraturan dan perundangan tersebut dan berkembang tidak sesuai dengan harapan. Kenyataan di lapangan menunjukkan tidak semua UKM dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang kondusif menunjang tumbuhnya UKM. Faktor internal yang menjadi penyebab terhalangnya perkembangan UMKM antara lain disebabkan karena masih lemahnya sumber daya manusia UKM untuk akses dengan permodalan, pemasaran, dan lingkungan pendukung lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang berasal dari luar adalah masih kurangnya komitmen dan kordinasi pemerintah untuk membangun UKM, lemahnya lembaga pendukung seperti bank, lembaga penjaminan dan lembaga pelayanan jasa penunjang UKM. Oleh sebab itu perlu dicari paradigma baru untuk mengembangkan UKM. 4 Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. 5 Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstilpakaian jadi, akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan. Pemerintah dan Bangsa Indonesia terjerat beban ekonomi dan moneter yang berkelanjutan dan menghawatirkan, berkenaan beban utang dan 3 Riana Panggabean, “Membangun Paradigma Baru Dalam Mengembangkan UKM,” http:www.smecda.comdeputi7file_infokopriana.htm. diakses tanggal 21 Maret 2006. 4 Ibid. 5 Ibid. Universitas Sumatera Utara ketergantungan sektor produksi barang dan jasa. Hal ini disebabkan berbagai investasi yang tidak efektif dan responsif serta berbagai kebijakan moneter dan perbankan yang kaku serta tidak selektif mewujudkan mekanisme pasar yang sehat, disamping itu tersingkirnya potensi mikro ekonomi masyarakat yang justru bergerak dalam lingkup potensi internal. Sistem ekonomi Islam merupakan model dan proses yang menghendaki gerak interaktif dinamis yang berimbang secara struktural dengan gerak keadilan disertai kebajikan yang berdasarkan potensi dasar sumberdaya manusia dan alam. Ekonomi Islam merupakan tatanan perekonomian yang bergerak berdasarkan dinamika dan motivasi Al-Qur’an dan sunnah Rasululah SAW. Pada sisi orientasi pembangunan ekonomi konvensional lebih menekankan pada nilai optimalisasi yang merujuk pada target minimisasi atau maksiminasi. Sementara itu Islam menekankan pada nilai manfaat dan kemaslahatan yang akan diperoleh masyarakat, sehingga indikator yang digunakan adalah hasil akhir dari optimalisasi yang berhubungan dengan zakat, infak dan sadaqah serta berbagai kebajikan ibadan dan amal sholeh lainnya. Itulah sebabnya gerak ibadah dan amal sholeh dari kemajuan ekonomi akan memapankan hukum yang pada akhirnya akan mengecilkan jumlah pelanggaran kejahatan. Salah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat untuk melaksanakan sistem perbankan yang berdasatkan syariat Islam, yaitu sistem Perbankan syariah. Sistem perbankan syariah merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini. Universitas Sumatera Utara bank konvensional dianggap mengandung riba sehingga meninmbulkan keengganan bagi umat Islam untuk menyimpan uangnya maupun meminta kredit di bank. Namun masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah maupun pengelola bank dalam menjalankan sistem perbankan syariah ini. masih banyak umat yang belum mengetahui akan sistem kerja dan keuntungan dari melaksanakan sistem perbankan syariah. Ummat Islam merupakan umat mayoritas yang ada di Indonesia. Sistem perbankan yang ada selama ini dianggap kurang “islami” karena masih mengandung unsur riba bagi sebagian umat Islam. Sementara riba dianggap hal yang haram dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam memenuhi kebutuhannya, seseorang kadangkala tidak memiliki uang atau dana yang cukup. Untuk itu salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan kredit. Namun secara konvensional, bank telah menetapkan sejumlah tertentu yang harus dibayar oleh kreditur secara berkala, misalnya 5 perbulan. Hal ini telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk melakukan kegiatan perbankan dengan sistem syariah. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian bagi umat Islam di Indonesia. Pada bank konvensional, bank telah menetapkan benda-benda yang diperolehkan sebagai jaminan. Sedangkan pada bank dengan sistem syariah, yang dijadikan sebagai jaminan adalah proyek yang dikerjakan secara bersama-sama antara bank sebagai pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola usaha. Selain itu bank syariah sama sekali tidak mengenal hal yang disebut dengan “bunga” yang dianggap riba dan hukumnya haram. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya produk-produk perbankan syariah ini maka dapat memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menjalankan sistem perekonomian Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah rasul. Pembinaan usaha mikro dan usaha kecil merupakan bentuk partisipasi BUMN dalam mewujudkan sebeasar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini disebutkan dalam Penjelasan Umum No. II Undang-undang No. 19 Tahun 2003 yang menyebutkan: Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang danatau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor danatau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecilkoperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi. Pembinaan dan pengembangan terhadap usaha kecil yang telah berhasil berkembang menjadi usaha menengah, masih dapat dilanjutkan dalam jangka waktu 3 tiga tahun lagi untuk lebih memantapkan usahanya setelah menjadi usaha menengah tersebut masih dapat memanfaatkan bantuan pembinaan dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 6 Lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan adalah lembaga yang sudah ada atau yang akan dibentuk, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun dunia usaha. Sedangkan lembaga pendukung lainnya antara laian dapat berupa lembaga pendidikan dan 6 Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2007, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara pelatihan, lembaga pengkajian, lembaga pemasaran dan informasi, klinik konsultasi bisnis, inkubator, lembaga bantuan hukum dan pembelaan. 7 Lembaga pembiayaan menyediakan dukungan modal untuk pembinaan dan pengembangan usaha kecil antara lain meliputi skim modal awal, modal bergulir, kredit usaha kecil, kredit program dan kredit modal kerja usaha kecil, kredit kemitraan, modal ventura dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara, anjak piutang dan kredit lainnya untuk meningkatkan ekspor dan pengembangan teknologi usaha kecil. Pelaksanaan penjaminan usaha kecil, baik lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah maupun swasta memberikan bantuan kemudahan berupa penyederhanaan tata cara atau persyaratan yang ringan serta pendirian lembaga penjaminan usaha kecil di daerah, baik di daerah Tingkat I satu maupun Daerah Tingkat II dua. Pada dasarnya, kemitraan usaha industri kecil menjangkau pengertian yang luas. Kemitraan itu berlangsung antara semua pelaku dalam perekonomian baik dalam arti asal usul kepemilikannya, yang meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Swasta, dan Koperasi, maupun dalam arti ukuran usaha yang meliputi Usaha Besar, Usaha Menengah dan Usaha Kecil. Selain aspek pelaku, dalam aspek objeknya, kemitraan bersifat terbuka dan menjangkau segala sektor kegiatan ekonomi. Menyadari bahwa upaya mewujudkan struktur perekonomian yang semakin seimbang dan kuat membutuhkan peran yang lebih besar dari Usaha Kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat, yang sebenarnya juga masih sangat memerlukan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan pengembangan, maka diperlukan perhatian yang lebih 7 Peraturan Pemerintah PP RI No. 32 Tahun 1998, tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, Op.Cit., Pasal 14. Universitas Sumatera Utara besar lagi untuk mengarahkan kemitraan usaha di antara Usaha Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil. Secara prinsip, kemitraan usaha tetap diarahkan dapat berlangsung atas dasar dan berjalan berdasar norma-norma ekonomi yang berlaku dan atau lazim, serta adanya kebutuhan dalam keterkaitan usaha yang saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam kaitannya dengan keperluan untuk memberi perhatian dan dorongan yang lebih besar kepada terwujudnya kemitraan Usaha Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil, prinsip prinsip di atas pada prinsipnya juga tetap diberlakukan. Yang diberi penekanan adalah, adanya penciptaan iklim dan pembinaan sehingga dapat mempercepat perwujudannya. 8 Termasuk dalam pengertian Usaha Kecil juga badan hukum koperasi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Salah satu bentuk pembinaan usaha mikro adalah dengan menjalankan sistem waralaba. Meskipun didorong untuk bermitra dengan cara pemberian waralaba dengan Usaha Kecil, tetapi tetap perlu diperhatikan faktor kemampuan atau kesesuaian usaha di bidang yang diwaralabakan tersebut. Hal ini penting agar dorongan untuk mewujudkan kemitraan tersebut tidak malah merusak iklim usaha pada umumnya. Persaingan sehat adalah: “persaingan yang bersifat terbuka antar pelaku ekonomi dalam hal memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama dan adil dalam menghasilkan, menjual dan membeli suatu barang atau jasa sehingga tidak terjadi dominasi pasar yang merugikan masyarakat banyak.” 9 8 Penjelasan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1997, tentang Kemitraan. 9 Ngurah Parsua, “Membangun Ekonomi Kerakyatan melalui jaringan dan Kemitraan”, makalah Widyaiswara UPTD Dinas Koperasi UKM Propinsi Bali, 2007, hlm 2. Universitas Sumatera Utara Secara bersamaan, langkah-langkah tersebut dimaksud untuk mencegah berlangsungnya praktik persaingan tidak sehat. Dalam kehidupan perekonomian pada umumnya, praktik curang atau persaingan tidak sehat tersebut meliputi kegiatan yang beraneka ragam, seperti antara lain: 1. Tindakan yang menyesatkan atau membingungkan atau juga memberi kesan yang salah kepada konsumen dalam menentukan pilihan atas produk yang dikehendaki. 2. Memberikan pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai alasan atau jumlah pengurangan harga. 3. Pemberian keterangan asal atas barang atau jasa yang membingungkan atau meyesatkan. 4. Pemberian pernyataan tentang kualitas atau standar, model, dan kadar suatu produk yang tidak benar. 10 Pencegahan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat di atas juga dibarengi dengan kebijakan juga perlu diarahkan untuk mencegah penyalahgunaan posisi dominan, dan berlangsungnya persekutuan untuk menghindari persaingan. Upaya pencegahan penyalahgunaan posisi dominan dilakukan dengan beberapa praktik yang lazim dan tidak dibenarkan antara lain: 1. Menolak dengan alasan yang tidak wajar untuk mengadakan jual beli dan atau melakukan diskriminasi harga, mutu, jumlah, cara pembayaran, atau waktu penyaluran dalam jual beli. 2. Menetapkan persyaratan agar pembeli tidak menjual barang atau jasa lain yang sejenis, dan atau harus membeli berikut barang barang aatau jasa lain. 3. Melakukan perbuatan yang tidak wajar yang baerakibat merugikan, menghalangi, dan atau membatasi pesaing. 4. Mengeluarkan pernyataan palsu atau tindakan menyesatkan mengenai sifat, kegunaan, mutu, ukuran, dan spesifikasi barang atau kasa yang dihasilkan atau dijual. 5. Dengan sengaja melakukan pembatasan, penghentian produksi, penjualan, penyaluran barang atau jasa, yang berakibat menaikkan harga secara tidak wajar. 11 10 Ibid. 11 Ibid. Universitas Sumatera Utara Praktik persekutuan lain yang juga perlu ditangkal adalah tindakan yang dapat atau dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindari persaingan. Dalam hal ini yang biasa dilakukan dengan cara: 1. Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar yang menyebabkan terhambatnya persaingan sehat. 2. Secara langsung atau tidak langsung menetapkan harga yang tidak wajar sehingga menghalangi atau menyingkirkan pesaing. 3. Membatasi atau menghentikan produksi, penjualan atau penyaluran barang atau jasa, yang berakibat menaikkan barang secara tidak wajar. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: ”Peran Dan Fungsi Perbankan Syariah Dalam Meningkatkan Usaha Mikro Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah”

B. Perumusan masalah