Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem, yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon. Kajian bahasa memang tidak pernah berhenti dibicarakan. Selalu ada permasalahan bahasa yang menarik untuk dikaji. Hal itu disebabkan bahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi dan alat interaksi manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa dapat dipisahkan menjadi unit satuan-satuan, yakni kalimat, kata, morfem, dan fonem. Dalam studi gramatika, kategori kata merupakan hal yang tidak pernah lepas dari pembicaraan. Secara umum, ketegori gramatikal terbagi atas dua kelompok besar, yaitu 1 kelompok yang disebut kata penuh full word dan 2 kelompok yang disebut partikel atau kata tugas function word Chaer, 1995: 147. Perbincangan mengenai pembentukan kata merupakan aspek yang menarik dalam bahasa Indonesia. Menurut Alisjahbana 1974: 3 kata jadian sangat banyak dipakai dalam kalimat-kalimat bahasa Indonesia sehingga hal tersebut menjadi Universitas Sumatera Utara salah satu soal bahasa Indonesia, bahkan dapat dikatakan bahwa soal bahasa Indonesia yang terpenting dan tersulit ialah soal kejadian kata, yaitu bagaimana membentuk atau terbentuknya kata jadian dari kata dasar. Masalah pembentukan kata merupakan objek kajian morfologi. Proses morfologis membicarakan pembentukan kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Ada tiga proses morfologis dalam bahasa Indonesia, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Verba adalah salah satu kategori kata yang termasuk ke dalam kelompok pertama yaitu kata penuh. Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan KBBI, 2007: 1260. Alwi dkk. 2003: 98 menyatakan bahwa bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni 1 verba asal: verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan 2 verba turunan: verba yang harus atau dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa danatau pada posisi sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok, yakni a verba yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya, darat, tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba mendarat, b verba yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya, baca yang dapat pula memiliki afiks membaca, dan c verba yang dasarnya adalah dasar terikat misalnya, temu yang memerlukan afiks bertemu. Di samping ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang berbentuk kata berulang misalnya, makan-makan, berjalan-jalan dan kata majemuk misalnya, jual beli, bertanggung jawab. Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehingga menjadi satu satuan makna. Universitas Sumatera Utara Contoh: Dasar Verba Turunan jual, beli  jual beli salah, sangka  salah sangka hancur, lebur  hancur lebur jatuh, bangun  jatuh bangun Kata turunan yang terbentuk melalui pemajemukan disebut kata majemuk. Dengan demikian, verba turunan seperti di atas dapat juga disebut verba majemuk. Pengafiksasian dan reduplikasi dapat terjadi pada verba majemuk, misalnya memperjualbelikan, menghancurleburkan, dan jatuh-jatuh bangun. Verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata yang lain. Konsep verba majemuk sama halnya dengan kata majemuk, namun verba majemuk hanya kata majemuk yang termasuk ke dalam kategori verba kata kerja. Contoh: Jangan ikut campur dalam masalah itu Ikut campur merupakan verba majemuk karena kata itu merupakan verba yang terbentuk melalui proses penggabungan kata ‘ikut’ dengan kata ‘campur’. Gabungan kata tersebut membentuk makna yang relatif baru tetapi makna tersebut masih dapat ditelusuri dari makna komponennya. Dari ketiga proses morfologis bahasa Indonesia, pemajemukan dan kata majemuk merupakan bidang kajian yang paling rumit Kridalaksana, 1988: 30. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan melihat banyaknya ahli bahasa yang memberi tanggapan dan pendapat tentang apa dan bagaimana kata majemuk itu. Namun, dari berbagai pendapat, khususnya pendefenisian kata majemuk, belum Universitas Sumatera Utara ada suatu kesimpulan yang memadai. Pembicaraan tentang kata majemuk dan pemajemukan sampai sekarang belum pernah memuaskan semua pihak. Di antara penulis tata bahasa, ada yang mencoba menjelaskannya dari sudut arti yang dikandungnya, ada pula yang mencoba menjelaskan dari segi struktur dengan menentukan ciri-cirinya, bahkan ada pula yang menggabungkan kedua tinjauan tersebut. Jika kita membaca buku-buku tata bahasa, terlihat adanya pertentangan tentang pembahasan pemajemukan dan kata majemuk. Golongan pertama yang mengatakan bahwa kata majemuk itu ada dalam bahasa Indonesia seperti Slametmulyana, Sutan Takdir Alisjahbana, Gorys Keraf, dan Ramlan. Golongan kedua, seperti A.A. Fokker dan Jos Daniel Parera tidak mengakui adanya kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Namun, mereka cenderung menggunakan istilah kelompok kata. Di sini, penulis tidak akan mempertentangkan dua golongan tersebut. Dewasa ini kata majemuk telah diakui sebagai salah satu bentuk kata dalam bahasa Indonesia yang dibukt ikan oleh pembahasan bentuk kata ini di dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Verba majemuk mirip dengan idiom dan frasa verba sehingga banyak orang yang susah untuk membedakannya. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk meneliti verba majemuk. Dalam karya sastra, verba majemuk tentu digunakan dalam kalimat- kalimatnya seperti pada Novel Ketika Cinta Bertasbih. Novel tersebut ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy yang biasa dipanggil dengan Kang Abik. Beliau adalah seorang novelis, sarjana dari Universitas Al-Azhar Cairo, dan penulis adikarya fenomenal Ayat-Ayat Cinta. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2007 oleh penerbit Republika – Basmala. Novel ini merupakan novel dwilogi, yaitu Universitas Sumatera Utara terdiri atas novel Ketika Cinta Bertasbih 1 episode 1 dan novel Ketika Cinta Bertasbih 2 episode 2. Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 episode 1 terdiri dari 483 halaman dengan ukuran 20,5 cm x 13,5 cm, menceritakan tentang Azzam mahasiswa Al-Azhar Cairo yang sambil bekerja sebagai pedagang bakso dan tempe untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya di Indonesia. Azzam sangat rajin bekerja, memasarkan tempe-tempenya ke kalangan ibu-ibu Indonesia yang tinggal di Mesir. Dia juga menerima pesanan bakso untuk acara-acara yang diselenggarakan oleh KBRI. Karena seluruh waktunya lebih banyak dia gunakan untuk membuat tempe dan berjualan bakso, kuliahnya agak terlantar. Oleh karena itu, dia sampai sembilan tahun mengambil S-1 di Al-Azhar. Sebenarnya Azzam adalah anak yang cerdas, terbukti pada tahun pertama dia lulus dengan predikat jayyid jidan atau sangat memuaskan. Novel episode 2 yang terdiri dari 412 halaman dengan ukuran 20,5 cm x 13,5 cm tentu saja merupakan lanjutan dari novel episode 1. Episode 1 lebih banyak menceritakan tokoh utama ketika di Mesir sedangkan episode 2 menceritakan tokoh utama setelah pulang ke Indonesia. Azzam kembali ke Indonesia dalam rangka mengabdikan ilmunya untuk kemajuan daerahnya. Karena ceritanya yang menarik dan sarat dengan pesan moral, seorang sutradara terkenal tertarik untuk mengadaptasi novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy menjadi sebuah film layar lebar. Film Ketika Cinta Bertasbih episode 1 berhasil ditayangkan pertama kali di bioskop pada tanggal 11 Juni 2009 dan episode 2 pada tanggal 17 September 2009. Bahasa dalam novel adalah bahasa tulis yang berwujud kalimat-kalimat. Verba majemuk banyak terdapat di dalam kalimat-kalimat pada Novel Ketika Cinta Bertasbih. Verba Universitas Sumatera Utara majemuk yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasnih ini lebih banyak jika dibandingkan dengan novel-novel yang lain. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy ini.

1.2 Rumusan Masalah