KONTRIBUSI SAHIVA DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN

BAB III KONTRIBUSI SAHIVA DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN

HIVAIDS DI KALANGAN MAHASISWA FISIP USU Dalam penelitian yang dimaksud dengan kontribusi adalah sebagai bentuk kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh Sahiva dalam meningkatkan pengetahuan HIVAIDS. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial tidak mingkin ada kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto 1990, interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara dan seterusnya mencapai tujuan bersama. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses-proses sosial yang menunjukkan pola-pola hubungan sosial yang dinamis Soekanto, 1984:54. Menurut Thibaut dan Kelly dalam Soekanto 1990, mendefenisikan interaksi sosial sebagai peristiwa yang saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam setiap kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk menpengaruhi individu lain. Universitas Sumatera Utara Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial social contact dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan yang langsung diantara orang perorangan atau kelompok untuk tujuan tertentu. Sedangkan komunikasi berarti bahwa seseorang memberikan arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Jadi, komunikasi dapat diartikan sebagai perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik, sikap dan perasaan-perasaan yang ingin disampaikan orang. Interaksi sosial tercipta dalam suatu situasi sosial yang dibedakan menjadi dua golongan, yakni situasi kebersamaan togetherness situation dan situasi kelompok sosial social group situation. Situasi kebersamaan merupakan berkumpulnya sejumlah orang yang tidak saling mengenal dan mempunyai tujuan yang sama. Sedangkan situasi kelompok sosial saling mengenal antara satu dengan yang lain, terdapat hubungan struktural dan hirarkis antara pengurus dan anggota serta mempunyai peraturan yang khas sehingga merupakan suatu kesatuan Gerungan, 2004:78. III.1 Relawan Sahiva di FISIP USU III.1.1 Kegiatan Relawan Sahiva dalam memaparkan Informasi HIVAIDS Seiring dengan pengembangan dan pelatihan yang dilakukan Sahiva terhadap anggotanya, relawan terutama relawan inti juga memposisikan diri Universitas Sumatera Utara sebagai wadah informasi dan konseling di kampusnya sendiri maupun di luar kampus, dengan memberikan informasi dan pelayanan di bidang HIVAIDS dengan menggunakan metode pendidikan sebaya dan KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Sampai saat ini beberapa relawan inti melaksanakan atau memberikan diskusi-diskusi, membicarakan bahaya HIVAIDS dan cara penanggulangannya atau memberikan bulletin secara cuma-cuma yang di edarkan tiap bulannya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu relawan inti sebagai informan dari Jurusan Imu Kesejahteraan Sosial. Adapun wawancara tersebut adalah sebagai berikut : “ Untuk saat ini, saya hanya baru memberikan informasi lewat diskusi ataupun brosur dan meyakinkan teman-teman untuk tidak mengucilkan mereka. Dan saya juga sering mengajak teman-teman untuk ikut dalam beberapa kegiatan atau program yang di adakan Sahiva,seperti yang akan diadakan tanggal 28 Febuary ini, akan diadakan donor darah yang bekerjasama dengan PMI untuk mewujudkan program-program kami ”. Relawan yang lain juga melakukan hal yang sama, sebab mereka mendapatkan pelatihan pendidikan sebaya dimana setiap relawan diharapkan dapat memberikan informasi-informasi tentang bahayanya HIVAIDS kepada teman-teman mereka dan orang-orang di sekeliling mereka dengan metode pendidikan sebaya dan KIE. Seperi juga yang diungkapkan oleh salah satu relawan inti sebagai informan. Adapun petikan wawancara tersebut adalah sebagai berikut: “ Klu saya sich ngejelasin bahaya HIVAIDS itu sm temen-temen lewat cerita nyantai gitu, dengan gitu saya kan lebih enak ngejelasinnya. Dan kadang-kadang saya ngasih bulletin bulanan sama temen-temen dikampus maupun yang ada disekeliling saya”. Universitas Sumatera Utara Beberapa implikasi dari intensitas hubungan dengan mahasiswa, relawan selalu menggunakan metode pendidikan sebaya dan KIE sesuai dengan yang didapatnya selama pelatihan menjadi relawan. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan salah satu relawan inti yang menjadi informan dari Jurusan Komunikasi. Adapun hasil wawancara adalah sebagai berikut : “ Dalam bergaul dengan teman-teman sebaya, terkadang dengan bergosip saya coba membahas tentang bahaya HIVAIDS sama temen-temen saya, nah disitulah saya memberikan informasi mengenai HIVAIDS sesuai dengan pengetahuan yang didapat selama ini ”. Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa kegiatan relawan sahiva dalam memaparkan HIVAIDS terhadap teman di kampus atau dengan teman sebayanya dengan metode pendidikan sebaya dan KIE dengan cara memberikan diskusi-diskusi ringan dan memberiakan beberapa bulletin yang dikeluarkan tiap bulannya kepada teman-teman dikampus. III.1.2 Mekanisme Kerja Relawan Sahiva Dalam proses mensosialisasikan, kepentingan-kepentingan suatu kelompok sosial serta sikap-sikap yang mendukungnya terwujudnya dalam perbedaan dengan mana individu mengindentifikasikan dirinya dalam in group atau out group. In group dan out group dapat dijumpai di semua masyarakat atau sebuah organisasi, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama satu dengan yang lainnya. Dimana relawan tidak hanya memberikan informasi kepada sesama anggota relawan tetapi untuk orang lain juga seperti mahasiswa dan teman sebaya. Universitas Sumatera Utara Hal ini didukung dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu relawan inti yang menjadi informan. Adapun kutipan wawancara tersebut adalah: ” Lebih mengajak teman-teman untuk ambil bagian dalam kegiatan yang diadakan sahiva, dulu saya ajak teman-teman saya untuk ikut ambil bagian dalam donor darah, tepatnya saya udah lupa soalnya udah lama. Terus saya sering bercerita atau seperti bergosip dengan bahasan tentang HIVAIDS, dengan cara itu teman-teman saya lebih terbuka dan lebih leluasa dalam membahas tentang HIVAIDS. Terus, ya sering bagi-bagiin stiker atau pin sama temen-temen di kampus ”. Organisasi sahiva merupakan pusat informasi HIVAIDS dikalangan mahasiswa. Adapun mekanisme kerja relawan Sahiva dikalangan mahasiswa khususnya mahasiswa FISIP USU adalah sebagai berikut: relawan dapat secara aktif menjadi pendidik sebaya dengan lingkungannya, menginformasikan bahaya HIVAIDS di kalangan mahasiswa, mengadakan penyuluhan ke kelompok sasaran, menyediakan brosur-brosur, leaflet, poster, cd, dan berbagai macam alat peraga untuk mempermuda penyampaian pesan bagi mahasiswa baik langsung maupun tidak langsung. Seperti yang dituturkan oleh salah seorang relawan inti berikut ini ; “ Saya sering ngajak temen-temen untuk bergabung dalam kegiatan Sahiva dan mengajak mereka lebih peduli dengan bahayanya HIVAIDS dengan memberikan informasi yang benar tentang bahaya dan apa itu HIVAIDS. Dan saya sering juga memberikan stiker-stiker atau poster maupun brosur tentang HIVAIDS kepada teman-teman mahasiswa ”. Dari hasil wawancara terlihat bahwa mekanisme relawan Sahiva dalam memaparkan HIVAIDS di kalangan mahasiswa untuk membantu mahasiswa dalam mendapatkan informsi tentang HIVAIDS secara mendalam dengan menggunakan metode pendidikan sebaya yaitu dengan cara pendekatan dan penyampaian langsung kepada mahasiswa dan KIE Komunikasi, Informasi dan Universitas Sumatera Utara Edukasi yaitu untuk mempermudah penyampaian pesan bagi mahaswiswa baik secara langsung maupun tidak langsung dimana menggunakan alat peraga seperti bulletin, brosur-brosur, poster, metode ini dirasa lebih efektif dan tepat sasaran.. III.1.3 Jangkauan Kerja Relawan Target utama adalah anak muda dan remaja 14-24 tahun, dan mahasiswa USU khususnya. Meskipun target utama adalah orang muda dan remaja, tetapi Sahiva juga diharapkan dapat diakses oleh masyarakat umum maupun Sivitas Akademika USU. Sahiva sangat menghargai relawan-relawannya sebagai unjung tombak. Upaya untuk mensosialisasikan informasi bahaya HIVAIDS dikalangan mahasiswa dikampus dan teman sebaya. Salah satunya adalah dengan mendorong relawan agar menorganisasikan diri dalam sebuah ikatan. Relawan diharapkan dapat secara aktif menjadi pendidik sebaya dengan lingkungannya seperti dikampus. Adapun jangkauan kerja relawan dalam mensosialisasikan dan menginformasikan bahaya HIVAIDS adalah teman dikampus, teman sebaya dan masyarakat yang berada disekeliling relawan yang kurang memahami bahaya HIVAIDS. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang relawan inti. Adapun wawancara tersebut adalah sebagai berikut : “ Target saya sich mahasiswa terus masyarakat yang belum mengetahui dan masyarakat yang kurang jelas tentang HIVAIDS. Tapi sich intinya, untuk saat ini adalah mahasiswa. Soalnya saya pikir mahasiswa lebih berisiko terpapar atau terinfeksi HIVAIDS”. Hal ini didukung dari hasil wawancara penelitian oleh informan lain stambuk 2006. Adapun hasil wawancaranya adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara “ Ya terutama temen - temen di kampus terus keluarga, baru masyarakat luas”. Relawan mensosialisasikan HIVAIDS lebih kepada teman sebaya dan teman mereka dikampus, dimana menurut mereka lebih tepat sasaran dan mudah untuk mengerti karena mereka menggunakan metode pendidikan sebaya yaitu dengan cara pendekatan dan penyampaian langsung pada kelompok sasaran lebih efektif dan tepat sasaran. Seperti yang diungkapkan juga oleh salah satu relawan inti. Adapun wawancara adalah : “ Ya tentu saja mahasiswa, khususnya teman-teman saya baik itu dikampus maupun ditempat saya tingggal. Karena saya pikir saya perlu memberitahu mereka tentang bahaya dari HIVAIDS itu sendiri “. Dari hasil penelitian, menyatakan jangkaun kerja para relawan lebih kepada teman sebaya mereka seperti teman dikampus dan teman disekeliling mereka tinggal dalam memberikan informasi tentang HIVAIDS. Bila mereka rasa sudah cukup terhadap teman sebaya mereka baru mereka keluar atau ke masyarakat luas. III.2. Tingkat Pengetahuan HIVAIDS Di Kalangan FISIP USU Dari hasil penelitian dari beberapa relawan inti yang menjadi informan mengatakan tingkat pengetahuan HIVAIDS dikalangan mahasiswa kampus masihlah sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh minimnya rasa ingin tahu mahasiswa terhadap HIVAIDS. Hanya beberapa orang saja dari mereka yang peduli dan menyikapinya, itu pun hanya dari luarnya saja, tidak lebih mendalam. Ini disebabkan oleh kurangnya minat mahasiswa untuk peduli dan lebih Universitas Sumatera Utara menyikapi bahaya HIVAIDS. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang relawan inti . “ Kalau saya melihat sendiri, hanya beberapa saja mahasiswa yang mengetahui tentang bahaya HIVAIDS ataupun apa itu HIVAIDS. Selebihnya banyak mahasiswa yang belum mengetahui tentang HIVAIDS dan bahayanya, akibat dari ketidak pedulian mahasiswa ataupun kesadaran dari mahasiswa kalau mereka itu sangatlah berisiko terinfeksi HIVAIDS “. Sebagian dari mahasiswa yang tidak peduli terhadap HIVAIDS beranggapan bahwa mereka tidak perlu tahu lebih dalam tentang HIVAIDS karena mereka pikir mereka tidak akan terinfeksi HIVAIDS. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang relawan inti adalah : “ Sebagian dari mahasiswa beranggapan kalau mereka tidak perlu mengetahui lebih dalam tentang HIVAIDS dan nggak terlalu peduli sama bahaya HIVAIDS itu sendiri. Karena mereka pikir, mereka nggak akan terinfeksi HIVAIDS. Dan itu yang menyebabkan pengetahuan mahasiswa tentang HIVAIDS sangatlah kurang “. Hal ini juga didukung informan lain yang menjadi informan. “ Sejauh ini yang saya tahu, sebagian mahasiswa tahu tentang HIVAIDS hanya bahagian luar-luarnya saja, tidak mendalam. Yang mereka tahu hanya tentang bahaya HIVAIDS sejauh penyakit itu sifatnya menular, tidak ada obatnya dan bisa mengakibatkan kematian, hanya sebatas itu saja “. Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa akibat dari rasa kurang peduli dan kurangnya rasa ingin tahu mahasiswa terhadap bahaya HIVAIDS menyebabkan tingkat pengetahuan mahasiswa sangat rendah. Mereka hanya mengetahui sedikit saja dari apa HIVAIDS dan bahayanya. Adapun sebagian dari mahasiswa yang tidak peduli terhadap HIVAIDS beranggapan bahwa mereka tidak perlu tahu lebih dalam tentang HIVAIDS karena mereka pikir mereka tidak akan terinfeksi dan cenderung lebih mementingkan dirinya sendiri Universitas Sumatera Utara tanpa peduli dengan kondisi dan situasi yang ada. Hanya beberapa orang mahasiswa saja yang mengetahui HIVAIDS dan bahayanya lebih mendalam. III.3. Sikap Mahasiswa FISIP USU Terhadap Bahaya HIVAIDS Koenjaraningrat dalam Enriko Situmorang, 1996:20, mengemukakan bahwa sikap merupakan suatu potensi pendorong yang ada dalam jiwa individu untuk bereaksi terhadap lingkungan serta segala hal yang ada didalammnya. Syamsuddin Abbas dalam Murni Simarmata, 1992:7, mengatakan bahwa sikap memberikan kesediaan mental individu yang bersangkutan dalam memberikan respon atau institusi yang mempunyai arti baginya. Sikap juga merupakan kecenderungan untuk bereaksi baik secara positif maupun negative terhadap suatu objek, orang maupun instansi. Pada dasarnya proses perubahan tidak pernah selesai. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan perilaku. Pada pertama kali orang hanya mencoba perilaku baru untuk melihat bagaimana hasilnya, kedua dilakukan untuk melihat bagaimana hasilnya, kedua dilakukan untuk melihat reaksi orang. Kemudian mungkin dia kembali pada perilaku lama untuk sesaat bahkan selamanya. Orang ingin melakukan perilaku barunya, banyak hambatan yang dihadapi atau lain faktor pendukungnya tiada, hal ini membuat situasi berubah lagi dan mendorong perilaku lama muncul kembali. Pencegahan penularan HIVAIDS membutuhkan perubahan tingkah laku yang bisa meningkatkan resiko terinfeksi HIVAIDS. Perilaku seksual biasanya merupakan perubahan perilaku yang sangat penting untuk mencegah penyebaran HIVAIDS, selain tidak menggunakan jarum suntik dalam penggunaan obat terlarang. Universitas Sumatera Utara Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang relawan inti : “ Yang saya lihat hanya beberapa saja yang menyikapinya dengan serius dan membantu orang terkena HIVAIDS ke tempat konseling, sebab yang lainnya mahasiswa cenderung mementingkan dirinya sendiri dan kurang peduli terhadap kondisisituasi yang ada. Padahal jika suatu saat mereka terkena mereka tidak ingin dikucilkan, untuk itu kami harapkan bagi mahasiswa penting untuk membantu mereka dan tidak menggap remeh, contoh kecilnya saja mengetahui tentang IMS Infeksi Menular Seksual untuk kesadaran mahasiswa jika mereka melakukan hubungan seksual, tidak dipungkiri lagi “. Merubah tingkah laku seseorang tidak dapat dilakukan dengan intervensi dan paksaan tetapi dilakukan beberapa tahapan serta ditunjang oleh lingkungan yang mendukung. Proses perubahan tingkah laku dilakukan secra terus menerus dan tidak ada batasan waktu yang dalam hal ini digambarkan seperti spiral yang tidak ada ujungnya. Seperti yang di ungkapkan informan, adapun petikan wawancara tersebut adalah sebagai berikut : “ Banyak dari mahasiswa tidah terlalu menyikapi bahayanya HIVAIDS alias mereka cuek-cuek aja tuh soalnya menurut mereka membicarakan HIVAIDS adalah tabu dan mereka cenderung menjauhi ODHA “. Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa sebagian besar informan mengatakan mahasiswa kurang peduli dalam menyikapi bahaya HIVAIDS. Sebab menurut mereka masalah ini bukanlah masalah besar dan masih di anggap tabu untuk dibicarakan. Jadi, mahasiswa kurang menyikapi atau kurang peduli terhadap bahaya HIVAIDS bagi diri mereka, bersikap biasa-biasa saja terhadap bahayanya HIVAIDS. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PRESEPSI MAHASISWA FISIP USU TERHADAP KEBERADAAN

Dokumen yang terkait

Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

20 113 108

Pelaksanaan Manajemen Strategis Warung Sahiva USU Sebagai Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi, Penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS Dan Napza Pada Remaja Di Medan Tahun 2003

0 41 71

Warung Sahiva Sebagai Pusat Informasi HIV/AIDS Di Kalangan Mahasiswa, Studi Kasus Pada Mahasiswa FISIP-USU

0 53 79

Perilaku Pilih Bahasa Dan Alih Kode Di Kalangan Mahasiswa Program Studi Bahasa Perancis

0 17 1

Daya Tarik Trend Fashion Korea Sebagai Budaya Populer Di Kalangan Mahasiswa Kota Bandung

0 6 1

Gejala Shopaholic Di Kalangan Mahasiswa

8 40 62

Peranan Jejaring Sosial Twitter Sebagai Media Pertukaran Informasi Di Kalangan Penggunanya (Studi Deskriptif Tentang Peranan Twitter Sebagai Media Pertukaran Informasi di Kalangan Mahasiswa Di Kota Bandung)

0 3 1

Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fi

0 0 7

Penggunaan New Media Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus Penggunaan New Media Instagram Sebagai Sarana Virtual Display Of Affection Di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Usu)

0 0 15