BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan,
yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan sangat penting adanya, hal ini karena dengan nilai perusahaan yang tinggi maka akan diikuti
oleh tingginya kemakmuran pemegang saham Brigham, 2006. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan
kekayaan atau nilai perusahaan value of the firm Salvatore, 2005. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu
perusahaan karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan
utama perusahaan. Menurut Nurlela 2008 nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.
Sedangkan menurut Keown 2004 nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai
perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang
tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini
namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.
Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek antara lain adalah harga pasar saham dan nilai aset perusahaan. Untuk mengukur nilai
perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio ini
dikembangkan oleh Profesor James Tobin 1967 dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik karena rasio ini dapat menjelaskan
berbagai fenomena yang terjadi dalam perusahaan seperti terjadinya perbedaan cross sectional dalam pengambilan keputusan investasi. Rasio-Q
mempresentasikan nilai perusahaan dari segi aspek harga saham maupun nilai aset perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena dapat
menunjukan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian setiap dana yang diinvestasikan. Jika rasio-Q di atas satu, ini menunjukkan
bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi sehingga akan menarik
munculnya investasi baru sedangkan jika rasio-Q di bawah satu menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva tidak menarik investor untuk memberikan
investasinya yang baru. 2.1.2 Kinerja Keuangan
Kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran tertentu yang digunakan perusahaan untuk menilai keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan. Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis
prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi
keuangan atau prestasi operasi di masa lalu. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan elemen keuangan
maupun non keuangan. Menurut Harahap 2002 : 53 jenis rasio keuangan yang sering sekali digunakan adalah: rasio likuiditas, rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.
a Rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban
apabila perusahaan dilikuidasi. b Rasio rentabilitas profitabilitas, rasio ini menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal jumlah karyawan dan sebagainya.
c Rasio leverage, rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun aset.
d Rasio aktivitas, rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan
penjualan, pembelian atau kegiatan lainnya. e Rasio pertumbuhan, rasio ini menggambarkan persentasi kenaikan
penjualan tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik.
f Penilaian pasar, rasio ini merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar
modal. g Rasio produktivitas, rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari
unit atau kegiatan yang dinilai. Terdapat keragaman pendapat mengenai analisis rasio keuangan dalam
praktek bisnis dan ekonomi, mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan indikator paling penting hingga yang beranggapan
minimalis terhadap rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, praktek bisnis yang nyata masih mengaplikasikan analisa rasio keuangan ini sebagai salah
satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu bersifat sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis.
Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan rasio laba berih setelah pajak terhadap penjualan Net Profit Margin. Menurut Darsono 2005 Net
Profit Margin adalah laba bersih dibagi penjualan bersih. Rasio ini menunjukkan seberapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap
penjualan. Semakin besar Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. 2.1.3 Profitabilitas
Profitabilitas menurut Brigham dan Houston 2006 adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.
Rasio profitabilitas profitability ratio akan menunjukkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aktiva dan utang pada hasil – hasil operasi.
Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan
yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio
dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek tertentu dari operasi perusahaan.
Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan
penjualan, assets, maupun modal sendiri. Sehingga hasil profitabilitas dapat
dijadikan sebagai tolak ukur ataupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan
hasil penjualan dan investasi perusahaan. Kemampuan dalam menghasilkan laba merupakan signal positif bagi
investor karena dapat mengindikasikan kelangsungan hidup going concern perusahaan dalam jangka panjang yang artinya bahwa perusahaan tersebut
memiliki prospek pertumbuhan yang baik di masa depan. Perusahaan yang berlaba juga mengindikasikan kesejahteraan para pemiliknya karena dengan
memperoleh laba, perusahaan akan mampu memenuhi kewajibannya terhadap kreditor dalam bentuk bunga dan pelunasan hutang, dan pemegang saham
melalui dividen. Kedua signal tersebut akan direspon secara positif oleh investor sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Standar Akuntansi Keuangan Paragrap Tujuh Belas menyatakan
bahwa informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghsilkan arus kas dari sumber daya yang ada.
Profitabilitas perusahaan diukur melalui rasio-rasio yang terdiri dari Brigham dan Houston, 2006 :
a Margin laba atas penjualan Net Profit Margin b Rasio ini mengukur laba bersih per penjualan, dihitung dengan
membagi laba bersih terhadap penjualan. c Pengembalian atas total aset
d Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total aset. e Rentabilitas Basic Earning Power
f Rasio ini menunjukkan kemampuan aset perusahaan dalam menghasilkan laba operasi, dihitung dengan membagi laba operasi
terhadap total aset. g Pengembalian atas ekuitas biasa
h Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa, dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total
ekuitas biasa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rasio laba bersih setelah
pajak terhadap penjualan bersih net profit margin. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang
dilakukan. Net profit margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya termasuk bunga
dan pajak. Net profit margin merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Net profit margin selain digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang
dimilikinya. Semakin besar net profit margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh
para praktisi keuangan sebagai penentu nilai value drive kunci yang mempengaruhi penilaian atas sebuah perusahaan. Para investor pasar modal
perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukan seberapa besar kemampuan manajemen dalam
menghasilkan pendapatan untuk mengendalikan pabrik, operasi dan pinjaman – pinjaman perusahaan. Laba bersih yang diperoleh juga tergantung pada
kebijakan pemerintah mengenai tingkat suku bunga dan pajak penghasilan yang akan mengurangi laba bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin besar
rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak
dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin
tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan
keuntungan netto per rupiah penjualan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Net Profit Margin NPM =
laba bersih setelah pajak penjualan bersih
X 100 2.1.4 Agency Theory
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu corporate governanace dan nilai perusahaan. Dimana isu
agency theory merupakan bidang popular akhir – akhir ini. Agency theory menjelaskan hubungan atau kontrak antara principal dengan agent. Jensen
dan Meckling 1976 mendefinisikan agency relationship sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih principal menyuruh orang lain
agent untuk melakukan tindakan atas namanya dan mendelegasikan sebagian wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Prinsip
utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang investor dengan pihak yang menerima wewenang
manajer. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama
untuk memaksimalkan nilai perusahaan, maka diyakini agent akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal, namun menurut teori
ini hubungan antara principal dengan agent pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya tujuan yang saling bertentangan.
Masalah keagenan dapat terjadi dalam dua bentuk hubungan, yaitu 1 pemegang saham dengan manajer pemegang saham sebagai principal,
manajer sebagai agent; dan 2 kreditor dengan pemegang saham kreditor sebagai principal, pemegang saham sebagai agent. Hubungan pemegang
saham dengan manajer disebabkan adanya pemisahan kepemilikan dan kontrol. Hubungan antara pemegang saham dengan kreditor disebabkan oleh
adanya dana kreditor yang digunakan pemegang saham untuk mendanai proyek perusahaan di bawah kendali manajer.
Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan
konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggung jawaban kinerjanya,
principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar
pemberian kompensasi kepada agent. Good corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan
pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana
yang mereka investasikan.
2.1.5 Good Corporate Governance Forum for Corporate governance in Indonesia FCGI, 2001
mendefinisikan good corporate governance sebagai suatu perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG, 2004 menyatakan bahwa corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ perusahaan untuk memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham,
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan peundang-undangan dan norma yang berlaku. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117M- MBU2002, good corporate governance adalah suatu proses dari struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang – undangan dan nilai etika.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
di antara berbagai pihak dalam perusahaan sehubungan dengan hak dan kewajiban mereka dengan tujuan mencapai kepentingan pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan semua pihak.
Good corporate governance muncul karena terjadi pemisahan kepentingan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan yang sering disebut sebagai
masalah keagenan. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemegang saham adalah bagaimana mereka dapat memastikan bahwa dana yang telah mereka
investasikan dalam perusahaan akan digunakan secara tepat oleh manajer dan tidak digunakan untuk proyek yang tidak menguntungkan sehingga akan
menghasilkan keuntungan seperti yang mereka harapkan. Good corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan yang
terjadi di antara pemilik dan manajer. Dalam corporate governance terdapat beberapa prinsip dan prinsip
prinsip good corporate governance ini dipastikan dapat diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Secara umum terdapat
lima prinsip dasar good corporate governance yaitu Transparency, Accountability and Responsibility, Responsiveness, Independency, dan
Fairness. 1. Transparency transparasi
Dalam menjalankan fungsinya, semua partisipan dalam perusahaan harus menyampaikan informasi yang material sesuai dengan
substansi yang sesungguhnya, dan menjadikan informasi tersebut dapat diakses dan dipahami secara mudah oleh pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
2. Accountability and Responsibility akuntabilitas dan pertanggungjawaban
Dalam menjalanakan fungsinya, semua partisipan dalam perusahaan harus mempertanggungjelaskan amanah yang diterima sesuai dengan
hukum, peraturan, standar moral etika maupun best practices yang berlaku, dan mengantisipasi pertanggungjawaban yang diperlukan
jika pertanggungjelasan yang diajukan ditolak.
3. Responsiveness ketanggapan Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan
harus menanggapi permintaan maupun umpan balik feedback
pihak-pihak yang berkepentingan dan menanggapi berbagai perubahan di dunia usaha yang dapat mempengaruhi perusahaan
secara signifikan.
4. Independency kemandirian Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan
harus membebaskan diri dari kepentingan pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan, dan menjalankan
fungsinya sesuai kompetensi yang memadai.
5. Fairness kesetaraan dan kewajaran Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan dalam perusahaan
harus memperlakukan pihak lain secara adil berdasarkan ketentuan- ketentuan yang berterima umum.
Utama 2003 menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar corporate governance yang diterapkan dapat memberikan manfaat diantaranya :
a. Meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen.
b. Meminimalkan Cost of Capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal.
c. Meningkatkan citra perusahaan. d. Meningkatkan Nilai Perusahaan yang dapat dilihat dari cost of
capital yang rendah. e. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap
masa depan perusahaan yang lebih baik. Ada beberapa indikator dalam mengukur mekanisme penerapan good
corporate governance yaitu sebagai berikut : 1. Kepemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling 1976 menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan
dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan - kepentingan manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial diukur dengan proporsi
kepemilikan saham yang dimiliki manajer, direksi, komisaris, maupun pihak lain yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Mereka
menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan memperbesar kepemilikan manajerial dalam perusahaan.
Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh
manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif
terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Sehingga apabila perilaku opurtunistik manajer meningkat maka
nilai perusahaan akan menurun. 2. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun Wahyudi
dan Pawestri, 2006. Yang dimaksud institusi adalah perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, maupun lembaga lain yang bentuknya seperti
perusahaan. Sedangkan yang dimaksud blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan di atas 5 yang tidak termasuk dalam
kepemilikan manajerial. Pemegang saham blockholders dimasukkan dalam kepemilikan institusional karena pemegang saham blockholders dengan
kepemilikan saham di atas 5 memiliki tingkat keaktifan lebih tinggi dibandingkan pemegang saham institusional dengan kepemilikan saham di
bawah 5. Investor institusional sebagai investor yang sophisticated seharusnya
dapat mengelola informasi sekarang dan memprediksi laba masa depan
dibandingkan dengan investor non institusional. Dengan adanya investor institusional yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui proses monitoring secara efektif, maka manajer akan mengurangi earnings management dalam pelaporan keuangan.
Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya pada
kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Hal ini didukung dengan penelitian dari Smith
1996 dalam Suranta dan Midiastuty 2004 yang menunjukan bahwa efektifitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan
perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. 3. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham mayoritas, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau sematamata demi kepentingan perusahaan Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004. Dalam menjalankan fungsinya, dewan
komisaris harus membebaskan diri dari kepentingan pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan dan menjalankan fungsinya
sesuai dengan kompetensi yang memadai. Perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris independen akan meningkatkan pengawasan sehingga akan
mengurangi tindakan manajer dalam melakukan manajemen laba sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu