Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al- Qur‟an merupakan salah satu kitab yang dalam pandangan kaum muslimin sebagai wahyu yang secara redaksi diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al- Qur‟an bukanlah sekedar kitab agama, tetapi di dalamnya juga terdapat aturan dalam kehidupan manusia yang bersifat sosial, politik, serta moral. Lebih lanjut al- Qur‟an memperkenalkan dirinya sebagai petunjuk bagi manusia. Hal itu diterangkan dalam firman Allah SWT yang Berbunyi:                  Artinya :”Sesungguhnya Al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu‟min yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” Q.S. al-Isra‟17:9. Al- Qur‟an merupakan pegangan bagi orang-orang yang beriman dalam melakukan segala hal selama di dunia sebagai bekal di akhirat kelak. Salah satu tujuan dari diturunkannya al- Qur‟an juga agar apa yang mereka lakukan terarah dan tidak terlepas dari nilai-nilai terkandung dalam al- Qur‟an dan sunnah. Jadi, jelas bahwa al- Qur‟an memang tergolong kitab suci yang memiliki pengaruh sangat luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Kitab ini telah digunakan kaum muslimin untuk mengabsahkan perilaku, menjastifikasikan tindakan peperangan pada masa Rasulullah SAW, serta memperkokoh identitas kolektif. Ia juga digunakan dalam kebaktian-kebaktian publik dan pribadi kaum muslimin, dan dilantunkan dalam acara resmi dan keluarga. 1 Menurut Yusuf al-Qardawî, berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya al- Qur‟an mempunyai keistimewaan, diantaranya: Pertama, ia adalah kitab yang dipelihara langsung oleh Allah SWT, sementara kitab-kitab sebelumnya dijaga oleh orang yang menerimanya. Kedua, ia merupakan mukjijat tersebar bagi Muhammad SAW. Ketiga, ia mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Keempat, ia adalah kitab yang berlaku sepanjang jaman. Kelima, ia merupakan kitab yang berlaku untuk seluruh umat manusia. 2 Permasalahan yang akan dibahas adalah masalah musibah, dan apa saja yang menimpa manusia dimuka bumi ini.            Artinya : ”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan- kesalahanmu.” QS. 42 : 30 Manusia sekarang ini mengidentifikasi “musibah” sebagai segala hal dahsyat, yang terjadi “di luar” kehendak manusia dan menyebabkan kematian dan kesengsaraan banyak manusia. Pada saat terjadinya “musibah” itu, manusia baru merasakan keprihatinan yang mendalam. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, 1 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al- Qur‟an, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2005,cet. Ke-1. h.1-2 2 Yusuf al-Qardawî, Bagaimana Dengan al- Qur‟an. Penerjemah Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000, h. 14 tetapi kepada Sang Kuasa tersebut lebih bernuansa su‟ udz-dzan atau negative thinking kepada-Nya. Akhirnya, manusia sekarang ini pun telah lebih jauh menyederhanakan makna dan “falsafah” atas pengertian “musibah”. Manusia tidak lagi berpengertian bahwa sebenarnya, musibah tidak sesederhana “segala bencana yang di luar kehendak manusia”. Akibatnya, sepertinya ada dua pilihan bagi kita: menerima sepenuhnya sebagai sebuah kecelakaan alam murni, atau mengkaitkannya dengan kehendak Sang Kuasa. Pilihan pertama sudah jelas, ia lebih banyak di- ”imani” masyarakat Barat. Pilihan kedua adalah pilihan yang hingga kini masih dipegang umat Islam. Hanya saja, pilihan kedua ini masih berupa pemahaman yang global dan masih banyak umat Islam yang belum dapat memahami bagaimana menyikapi makna musibah ini. Hidup ini ujian. Ujian ini bisa berupa sesuatu yang disenangi, bisa juga berbentuk sesuatu yang tidak disenangi. Siapa yang mengira bahwa kekayaan dan kesehatan adalah tanda cinta Tuhan maka dia telah keliru. Siapa yang menduga bahwa suatu hal yang terasa negatif adalah tanda benci Tuhan, itupun dia telah keliru. Allah mengecam kepada orang-orang yang apabila diberi nikmat oleh Tuhan, lantas berkata, “Saya disenangi Tuhan,” dan kalau Tuhan menguji dia sehingga mempersempit hidupnya, dia lantas berkata, “Tuhan membenci saya, Tuhan menghina saya.” Peristiwa yang menimpa Aceh dan Sumatra Utara. Bahkan sekian banyak negara di kawasan Asia pada 26 Desember 2004 dan yang mengakibatkan korban jiwa ratusan ribu orang, sungguh merupakan peristiwa sangat luar biasa serta menimbulkan dampak yang amat besar, bukan saja dari segi fisik material, bahkan juga psikis dan spiritual. Berbagai tanggapan muncul dan sekian banyak orang goncang hati imannya. Ada yang berkata bahwa Tuhan telah murka kepada penduduk sekeliling, ada juga yang melontarkan ucapan bahwa “Tuhan kejam dan tidak lagi mengasihi”. Dia telah menyerahkan urusan manusia kepada setan, setelah bosan melihat kedurhakaan manusia. Bahkan ada yang berkata: “Memang ada dua Tuhan; Tuhan baik dan Tuhan jahat. Yang baik bijaksana menciptakan kebaikan, dan yang jahat itulah yang berperan dalam peristiwa tsunami yang dahsyat itu”. 3 Jangan berfikir, saudara-saudara kita yang meninggal dan ditimpa musibah itu dibenci Tuhan. Jangan berpikir yang menderita itu dimurkai Tuhan. Jangan berpikir yang berfoya-berfoya disenangi Tuhan. Kallâ Tidak Di sini Allah menggunakan kata balâ` yang artinya menguji, karena itu jangan cepat-cepat berkata bahwa bencana itu murka Tuhan atau Azab Allah mungkin juga itu rahmat Allah. Ibn al- Jauji mengatakan,”Seandainya dunia bukan medan musibah, di dalamnya akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa para nabi dan orang- orang terpilih.” 4 Allah SWT berfirman tentang beratnya cobaan bagi para nabi di dalam Surat al-Baqarah2:214 sebagai berikut: 3 Biro Humas Luar Negeri BPK, “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”, artikel diakses pada 22 Nopember 2010 dari http:www.bpk.go.idwebp=3958 4 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian. Penerjemah Muhammad Suhadi Jakarta: Mizan Publika,2007, h. 4.                                  Artinya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, Sesun gguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” Q.S al-Baqarah2 : 214 Selalu muncul pertanyaan dalam benak setiap orang, apakah bencana alam dan kecelakaan-kecelakaan dalam dunia transportasi kita sudah direncanakan oleh Allah? Apakah bencana alam itu suatu musibah, rahmat ataukah suatu azab?. Allah SWT mengajarkan manusia untuk selalu berusaha mendapatkan yang terbaik untuk dirinya. Kalau menggunakan istilah Andrea Hirata dalam “Sang Pemimpi”, kita tidak pernah bisa mendahului takdir. Kita berjalan bersamanya. Apa pun kondisi kita saat ini, kita masih bisa memperbaikinya. Kita masih bisa mengusahakannya. Tidak ada yang final sebelum mati. Ada berbagai macam pilihan, namun kita dituntut untuk selalu memilih yang terbaik. Dalam menyikapi musibah juga ada baiknya direnungkan bahwa di-balik musibah yang pada umumnya terasa pahit dan menyedihkan, bukanlah semata- mata azab dari Allah, namun juga ada nilai-nilai rahmat Allah bagi manusia. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan skripsi yang akan dilakukan berjudul Perspektif al- Qur’an Tentang Musibah “Telaah Tafsir Tematik Tentang Ayat- ayat Musibah” . Alasan penulis untuk meneliti kasus ini, yaitu karena musibah merupakan sebuah hal yang penulis anggap sangat penting harus kita bahas apalagi dengan meneliti ayat-ayat Al- Qur‟an sebagai rujukan dan penengahnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah