Kewenangan Mahkamah Internasional Penyelesaian Sengketa Internasional Mahkamah Internasional

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007. USU Repository © 2009 masalah atau sengketa yang harus diselesaikan atau diputus badan arbitrase juga ditentukan oleh para pihak. Penunjukan dan kompetensi arbitrase biasanya dituangkan dalam akta kompromi dan kesepakatan atau perjanjian para pihak yang ditentukan kemudian.

4. Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase pada umumnya mengikat para pihak. Pentaatan terhadapnya dianggap tinggi. Biasanya putusannya bersifat final dan mengikat. Dalam hal-hal khusus, upaya banding terhadap putusan arbitrase kepada Mahkamah Internasional masih dimungkinkan. Beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan upaya banding adalah: 1. excess de puvoir, yaitu manakala badan arbitrase telah melampaui wewenangnya. 2. tidak tercapainya putusan secara mayoritas, yaitu berakibat tidak adanya kekuatan hukum pada putusan yang dikeluarkannya. 3. tidak cukupnya alasan-alasan bagi putusan yang dikeluarkan pada prinsipnya, suatu putusan badan arbitrase harus didukung oleh argumen- argumen hukum yang memadai. Suatu alasan, meskipun dinyatakan secara relatif singkat, namun jelas dan tepat, sudahlah cukup. 34

D. Penyelesaian Sengketa Internasional Mahkamah Internasional

1. Kewenangan Mahkamah Internasional

34 Ibid., hal. 52. Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007. USU Repository © 2009 Pasal 34 1, menyatakan “hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara – perkara di muka Mahkamah”. Negara yang dimaksud, dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: a. Semua anggota PBB yang berdasarkan pasal 93 1 Piagam PBB, ipso facto, adalah peserta statuta Mahkamah. b. Negara – negara yang bukan anggota, akan tetapi berkeinginan berasosiasi tetap dengan Mahkamah dan menurut pasal 93 2 telah menjadi anggota Statuta menurut syarat – syarat yang ditentukan dalam tiap – tiap kasus oleh Majelis Umum berdasarkan Dewan Keamanan. Syarat – syarat itu adalah penerimaan negara yang bukan anggota atas Statuta, penerimaan kewajiban – kewajiban pasal 94 Piagam PBB dan melaksanakan suatu pemberian sumbangan anggaran Mahkamah seperti yang dimuat dalam resolusi majelis Umum tanggal 11 Desember 1946, hal ini telah dikenakan kepada Switzerland pada tahun 1947 dan kepada Liechtenstein tahun 1950. c. Negara-negara yang bukan anggota PBB namun ingin tampil di muka Mahkamah sebagai pihak-pihak dalam sengketa tertentu atau kelompok sengketa tertentu namun tanpa menjadi peserta Statuta. Menurut pasal 35 2 Statuta dan Resolusi Dewan Keamanan 15 Oktober 1946, dimungkinkan mengenakan persyaratan-persyaratan terhadap negara itu, yaitu bahwa negara-negara tersebut harus mematuhi keputusan-keputusan Mahkamah dan menerima syarat-syarat dalam pasal 94 Piagam PBB. Yuridiksi wajib dalam persengketaan hukum atau Compulsary juridiction, di dalam statuta dinyatakan bahwa negara-negara yang bersengketa mempunyai Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007. USU Repository © 2009 kewajiban yang sama untuk mengakui kewenangan Mahkamah Internasional atau pengadilan dalam persengketaan hukum.

2. Hukum yang Diterapkan Mahkamah Internasional