Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
Sebagai bukti bagi kreditor bahwa kreditor merupakan pemegang Jaminan Fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran
Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia. Penyerahan sertifikat ini kepada Penerima Fidusia
juga dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat Jaminan Fidusia ini sebenarnya merupakan salinan dari
Buku Daftar Fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada pada saat pendaftaran.
E. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia
Pada prinsipnya bahwa pemberi fidusia tidak boleh mengalihkan benda objek jaminan fidusia mengingat Undang-undang No. 42 Tahun 1999 masih
menganggap ada pengalihan hak atas benda Jaminan Fidusia kepada pihak Penerima Fidusia. Karena itu, pihak pemberi fidusia tidak berwenang lagi untuk
mengalihkan benda tersebut. Kekecualian atas larangan tersebut dibuka manakala hal tersebut dibenarkan secara tertulis oleh pihak Penerima Fidusia Pasal 23 atau
jika benda Objek Jaminan Fidusia adalah benda persediaan Pasal 20. Dimana dalam hal ini pemberi fidusia masih dapat mengalihkan benda Objek Jaminan
Fidusia menurut cara-cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Akan tetapi, untuk melindungi pihak penerima fidusia sebagai yang
dijaminkan hutangnya, dalam hal pemegang fidusia mengalihkan benda
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
persediaan, maka pemberi fidusia diwajibkan mengganti benda persediaan yang telah dialihkan tersebut dengan benda yang “setara”. Dalam hal ini setara dalam
arti jenis maupun nilainya.
43
1. Benda persediaan yang menjadi objek fidusia tidak dapat dialihkan lagi.
Namun demikian, apabila terjadi wanprestasi oleh debitor, maka:
2. Hasil pengalihan danatau tagihan yang timbul karena pengalihan demi
hukum menjadi Objek Jaminan Fidusia pengganti dari Objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan. Proses penyetopan pengalihan barang
persediaan sebagai Jaminan Fidusia ini bila terjadi wanprestasi disebut dengan proses “kristalisasi”.
44
Manakala benda persediaan objek fidusia tersebut dialihkan kepada pihak ketiga, maka pembeli benda persediaan tersebut terbebas dari tuntutan, meskipun
pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia tersebut. Satu dan lain hal dengan mengingat bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan
benda tersebut sesuai dengan harga pasar. Hal ini sejalan dengan ketentuan bahwa pemegang benda bergerak dianggap oleh hukum sebagai pemegang hak, sehingga
pembeli atas benda tersebut haruslah dilindungi Pasal 22 Undang-undang Fidusia No. 42 tahun 1999 juncto Pasal 1977 KUH Perdata.
45
43
Munir Fuady, Op.cit, hal 46
44
Munir Fuady,Ibid hal 48
45
Munir Fuady, Log.cit
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
Pasal 19 Undang-Undang Jaminan Fidusia menetapkan bahwa pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan Jaminan Fidusia mengakibatkan beralihnya
demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
46
Hal ini juga sesuai dengan prinsip perjanjian jaminan fidusia sebagai perjanjian yang assessoir, yaitu mengikuti perjanjian piutang perjanjian pokok. Hanya saja,
ada suatu kewajiban bagi penerima fidusia yang menerima pengalihan piutang,
yakni adanya kewajiban untuk mendaftarkan pengalihan piutang dan karenanya
juga pengalihan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
47
Sesuai dengan prinsip fidusia yang mengakui prinsip penyerahan benda kepada kreditor secara constitutum posessorium, prinsip mana dianut oleh
Undang-undang Jaminan Fidusia No 42 Tahun 1999, maka peralihan benda objek Jaminan Fidusia kepada pihak lain mestinya hanya dapat diakui sepanjang hal
tersebut dilakukan oleh pihak Penerima Fidusia. Pihak Pemberi Fidusia sudah tidak berwenang melakukannya. Akan tetapi, Pasal 23 Undang-Undang Jaminan
Fidusia membuka kemungkinan pengalihan benda objek Jaminan Fidusia oleh pihak Pemberi Fidusia asalkan ada persetujuan tertulis dari pihak Penerima
Fidusia.
48
1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh Jaminan Fidusia.
Apabila terjadi hal-hal tertentu, maka Jaminan Fidusia oleh hukum dianggap telah hapus. Kejadian-kejadian tersebut adalah sebagai berikut:
2. Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia.
46
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.cit, hal 155
47
Munir Fuady, Op.cit, Hal 45
48
Munir Fuady, Ibid, hal 46
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
3. Musnahnya benda yang menjadi Jaminan Fidusia.
49
Kemungkinan yang paling besar untuk hapusnya Fidusia adalah karena hapusnya perutangan pokok yang dijamin dengan Jaminan Fidusia tersebut.
Dalam keadaan demikian yang menjadi persoalan ialah apakah hak milik atas benda tersebut otomatis kembali kepada debitor tanpa adanya penyerahan yang
khusus, ataukah perlu adanya penyerahan kembali atau retro-overdracht dari hak milik tersebut kepada debitor.
50
Hapusnya fidusia karena musnahnya hutang yang dijamin oleh fidusia adalah sebagai konsekuensi logis dari karakter perjanjian Jaminan Fidusia yang
merupakan perjanjian ikutan, yakni assessoir terhadap perjanjian pokoknya berupa perjanjian hutang piutang. Jadi, jika perjanjian hutang piutang, atau
piutangnya lenyap karena apa pun, maka Jaminan Fidusia sebagai ikutannya juga ikut menjadi lenyap.
51
Dan hapusnya fidusia akibat musnahnya barang Jaminan Fidusia tentunya juga wajar, mengingat tidak mungkin ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan
Sementara itu, hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia dikarenakan mengingat pihak Penerima Fidusia
sebagai yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya itu.
49
Munir Fuady, Ibid hal 50
50
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa masalah pelaksanaan lembaga jaminan khususnya fiducia di dalam praktek dan pelaksanaannya di Indonesia, FH UGM, Yogyakarta,1977, Hal 43
51
Munir Fuady, Op.cit, Hal 50
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
jika barang Objek Jaminan Fidusia tersebut sudah tidak ada. Hanya saja dalam hal ini, jika ada pembayaran asuransi atas musnahnya barang tersebut.
52
52
Pasal 25 UU No 42 Tahun 1999
Ada prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu Jaminan Fidusia hapus. Yakni harus dicoret pencatatan Jaminan Fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia. Selanjutnya, Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini, jaminan fidusia tersebut dicoret dari Buku Daftar Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG EKSEKUSI
A. Pengertian dan Sumber Eksekusi
Kalau kita perhatikan ketentuan H.I.R R.Bg., pengertian eksekusi sama
dengan pengertian “menjalankan putusan”.
Sedangkan Prof. R. Subekti, S.H, mengartikan eksekusi dengan istilah
“pelaksanaan” putusan.
53
Dan begitu juga dengan Retnowulan Sutantio, S.H, mengartikan eksekusi ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah “pelaksanaan putusan”.
54
Berbeda dengan M. Yahya Harahap, S.H, lebih menegaskan “secara paksa” putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang
kalah tereksekusi atau pihak Tergugat tidak mau menjalankan secara suka rela.
55
Penulis dalam hal ini sependapat dengan M. Yahya Harahap dimana eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak
yang kalah dalam suatu perkara yang juga merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, yang melaksanakan secara paksa putusan
Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara suka rela. Hal ini dilakukan karena tidak jarang pihak
53
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1982, Hal 130.
54
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oripkartawinato, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1980, Hal 111.
55
M. Yahya Harahap,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika,
Jakarta, 2005, Hal 5.