Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
258 R. Bg., sedangkan pasal 209 sampai dengan pasal 223 H. I. R. atau pasal 242 sampai dengan pasal 257 R. Bg. yang mengatur tentang “sandera” gijzeling
sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 2 1964 tertanggal 22 Januari 1964 telah menghapuskan atau setidak-tidaknya tidak mempergunakannya
lagi, karena tindakan penyanderaan terhadap seirang Debitor dianggap bertentangan dengan perikemanusiaan.
SEMA No. 2 1964 ini isinya sangat singkat, hanya terdiri dari 5 lima baris berupa “ instruksi” yang ditujukan kepada seluruh Pengadilan di lingkungan
peradilan umum di seluruh Indonesia. Selain ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang eksekusi didalam
H.I.R. R. Bg. terdapat juga ketentuan yang lain seperti: -
UU No. 49 Prp1960 sebagai sumber hukum yang mengatur kewenangan “parate eksekusi” parate executie yang dilimpahkan UU kepada instansi
Panitia Urusan Piutang Negara PUPN. -
Peraturan Lelang No. 1891908 Verdu Reglement Staatblad 1908 No. 189.
B. Asas-asas Eksekusi
Asas adalah sesuatu, yang dapat dijadikan alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu,
yang hendak dijelaskan.
57
Adapun yang menjadi asas-asas eksekusi ialah:
57
Mahadi,Hukum Benda dalam Sistem Hukum Perdata Nasional,BPHN, Bina
Cipta,Bandung,1983, Hal 119
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Tidak semua putusan pengadilan mempunyai kekuatan eksekutorial. Artinya, tidak terhadap semua putusan dengan sendirinya melekat
kekuatan pelaksanaan. Berarti, tidak semua putusan pengadilan dapat dieksekusi. Pada prinsipnya putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang dapat “dijalankan”. 2.
Putusan tidak dijalankan secara sukarela. Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah Tergugat tidak mau menjalankan atau
memenuhi isi putusan secara sukarela. Eksekusi dalam suatu perkara baru tampil dan berfungsi apabila pihak
Tergugat tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekuensi hukum berupa tindakan paksa yang
disebut “eksekusi”. 3.
Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnator Prinsip lain yang mesti terpenuhi, putusan tersebut memuat amar
“kondemnator”. Hanya putusan yang bersifat kondemnator yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur
“penghukuman”.
58
58
Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN, 1977, Hal 128
Putusan yang amar atau diktumnya tidak mengandung unsur penghukuman, tidak dapat dieksekusi atau “noneksekutabel”.
Desi Irawani Hasibuan : Tinjauan Yuridis Eksekusi Benda Sebagai Objek Perjanjian Jaminan Fidusia Menurut UU No. 42 Tahun 1999, 2008.
USU Repository © 2009
4. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
Asas ini diatur dalam Pasal 195 ayat 1 HIR atau Pasal 206 ayat 1 R.Bg. Jika ada putusan yang dalam tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh
satu Pengadilan Negeri, maka eksekusi atas putusan tersebut berada di bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
59
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar
sejumlah uang.
C. Jenis-Jenis Eksekusi