Etnis Tionghoa di kota Medan a. Sejarah etnis Tionghoa di kota Medan

menghapuskan penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi, memberikan arahan agar semua pejabat pemerintah memberikan layanan yang sama kepada setiap warga negara serta menginstruksikan dilakukan peninjauan kembali dan penyelesaian seluruh produk hukum perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Selain itu Presiden B.J Habibie juga mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 1999 yang menghapuskan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI dan izin perayaan tahun baru imlek sebagai Hari Nasional. Namun dalam keppresnya tidak konsisten dengan penjelasan UUD 1945 dan pernyataannya ketika menjadi tamu negara di RRT beberapa bulan sebelumnya 54 Keberadaan etnis Tionghoa di kota Medan bervariasi dan juga dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur dan melakukan hubungan dagang dengan sistem barter. Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian para pedagang tersebut ada yang menetap di Sumatera Timur .

2.2.1 Etnis Tionghoa di kota Medan a. Sejarah etnis Tionghoa di kota Medan

55 Gelombang kedua berlangsung pada tahun 1863. Pada saat itu, Belanda mulai bergerak di bidang perkebunan tembakau. Usaha ini terus berkembang, tenaga kerja yang cukup banyak juga semakin dibutuhkan. Pihak Belanda merasa tidak cocok dengan buruh Pribumi. Karena itu, pengusaha perkebunan mencoba mendatangkan tenaga kerja dari negeri Tiongkok. Pada abad ke 19, dengan bantuan pemerintah Hindia Belanda dan kaum pengusaha di tanah Deli, orang Tionghoa dapat memonopoli seluruh sektor pengangkutan di kawasan tanah Deli. Banyak . 54 Benny G. Setiono. 2003. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Hal. 1074 55 M.R. Lubis. 1995. Pribumi di mata orang Cina. Medan : Pustaka Widyasarana. pemilik perkebunan yang memberi kesempatan pada orang Tionghoa untuk menjadi penyalur bahan makanan dan bekerja sebagai kontraktor di perkebunan 56 Pada akhirnya, Kehidupan ekonomi etnis Tionghoa mulai meningkat. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan mencolok atara etnis Tionghoa dengan masyarakat Pribumi. Kemudian, etnis Tionghoa yang mulai mempunyai ekonomi yang meningkat ini mendatangkan isteri anggota keluarga dan kerabatnya di negara Tiongkok dengan kapal pada saat itu transportasi kapal sudah ada. Kedatangan mereka dari berbagi sub etnik menyebabkan mereka berkumpul di antara mereka sendiri, membuat perkampungan sendiri, memakai bahasa sendiri. Inilah titik awal ekslusivime orang Tionghoa . 57 Sikap eksklusif ini tidak lepas dari pengaruh yang juga diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Sejalan dengan dibukanya usaha perkebunan karet sepanjang jalur Medan- Labuhan Batu pada tahun 1870, pemerintah kolonial membuat blok-blok pemukiman terpisah menurut etnik. Sehingga terbentuklah hunian dengan nama Kampung Cina, Kampung Arab, kampung Keling, serta kawasan milik “Tuan Kebon” asal Eropa, sedangkan kaum Pribumi dan pendatang lain tinggal di luar blok yang disebut Pemukiman Rakyat Sultan . 58 56 Ibid., 57 Suwardi Lubis. 1999. Komunikasi antarbudaya : Studi kasus etnik Batak Toba dan etnik Cina. Medan : USU PRESS. 58 Sofyan Tan. 2004. Jalan Menuju Masyarakat Anti Kekerasan. Medan : KIPPAS. Pada perkembangannya, kota Medan dengan masyarakat heterogen menjadi kota yang memiliki pola pemukiman segretif. Kota Medan memperlihatkan proses penguatan rasa kesatuan etnik sebagai suatu komunitas baru. Setiap kelompok etnik mempergunakan norma, aturan serta ideologi tradisional daerah asal mereka, sehingga terjadilah suatu proses penguatan ikatan primordial pada setiap kelompok etnik. Setiap etnis mulai membentuk gaya hidup masing- masing dan bersikap eksklusif antara satu dengan yang lain.

b. Sosial-ekonomi etnis Tionghoa di kota Medan