Syarat-Syarat KEDUDUKAN SAKSI PERKARA PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG

Dalam sidang pengadilan, dalam pemeriksaan pembunuhan atas D, maka B didengar sebagai saksi. Ia menceritakan apa yang pernah didengarnya dari A yang tidak didengar oleh karena telah meninggal. Ini berarti, bahwa keterangan-keterangan yang dipergunakan untuk menciptakan bukti adalah keterangan-keterangan saksi B, bukan keterangan A yang seharusnya didengar sebagai saksi. Manakala di dalam Seksyen 226 Akta Prosedur Jinayah Syariah WP 1997 [Akta 560] menyatakan: Dalam mana-mana prosiding di bawah Akta ini, Mahkamah hendaklah mematuhi segala peruntukan hukum berhubung dengan bilangan, kedudukan atau kualiti saksi atau keterangan yang dikehendaki untuk membuktikan apa-apa fakta.

B. Syarat-Syarat

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Akan tetapi, dalam hal eksepsional sifatnya seseorang tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Dalam hukum Acara Pidana Islam, ada membincangkan syarat bagi membolehkan saksi tersebut diterima dan seterusnya memberikan kesaksiannya. Syarat saksi tersebut dibagikan kepada dua jenis yaitu syarat penerimaan dan syarat penyampaian. 36 36 Mahmud Saedon, Undang-Undang Keterangan Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990, h.63. a Syarat Penerimaan 37 Syarat penerimaan kesaksian atau terkenal dengan syurut al-tahammul ialah syarat yang wajib ada semasa seseorang itu menerima keterangan saksi. Syarat tersebut ialah seperti berikut: Berakal dan Melihat. b Syarat Penyampaian Agar keterangan saksi boleh diterima maka seseorang saksi itu hendaklah memenuhi syarat yang wajib ada padanya semasa penyampaian atau ketika memberikan keterangan tersebut. Syarat tersebut adalah Islam, sempurna akal, baligh, adil, kuat ingatan, tiada tohmah, bermaruah, merdeka, boleh berkata-kata serta melihat. Akta Undang-Undang Keterangan Malaysia dan KUHAP Indonesia tidak menggariskan Islam sebagai syarat wajib yang perlu ada pada tiap saksi karena dalam duduk perkara pidana, ia tidak menganut keagamaan. Maka dengan itu, Akta Undang-undang Keterangan 1950, telah menggariskan beberapa syarat yang harus ada pada tiap orang yang menjadi saksi bagi membolehkan mereka memberi keterangan. Syarat-syarat yang digariskan adalah: a. Sempurna Akal Seksyen 118: Semua orang adalah kompeten memberi keterangan melainkan jika mahkamah berpendapat bahwa mereka tidak boleh memahami soalan-soalan yang dikemukakan kepada mereka atau tidak dapat memberi jawaban-jawaban yang rasional kepada soalan-soalan itu oleh karena umurnya terlalu muda, terlalu 37 Ibid , h.64-65. tua, karena penyakit, baik dikarenakan penyakit tubuh atau penyakit otak, atau oleh apa-apa sebab lain yang seumpamanya. Dalam Seksyen 875 memperuntukkan bagi seseorang yang mempunyai ingatan yang lemah atau yang pelupa atau mengidap hilang kewarasan akal adalah berwibawa untuk memberikan keterangan akan tetapi tidak berwibawa untuk memberikan kesaksian. b. Boleh Berkata-kata Saksi haruslah orang yang boleh berkata-kata, akan tetapi jika berhadapan dengan saksi yang bisu, ia boleh diterima isyaratnya dalam urusan-urusan yang khusus dengannya sahaja karena darurat. Bagi pendapat Imam Malik dan Imam Syafii berkata, saksi bisu boleh diterima jika isyaratnya itu dapat difahami maksudnya. 38 Di karenakan itu, maka seksyen 119 1: telah memperuntukan undang- undang bagi orang bisu yaitu: Seksyen 119 1: Seseorang saksi yang tidak dapat bercakap boleh memberi keterangannya dengan apa-apa cara lain yang dengannya keterangan itu mudah difahami, seperti misalnya, dengan tulisan atau isyarat; tetapi tulisan itu mestilah ditulis dan isyarat itu dibuat dalam mahkamah terbuka. 38 Abdul Karim Zaidan, Sistem Kehakiman Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Haji Abdul Majid, 1997, h.96-97. Seksyen 88 1 : Seseorang saksi yang tidak dapat bercakap dibolehkan untuk memberikan keterangannya mengikut apa-apa cara yang menjadikannya boleh difahami seperti dengan tulisan atau dengan isyarat. Seksyen 88 2: Keterangan yang disebut dalam subseksyen 1 hendaklah diberikan didalam mahkamah terbuka. c. Keterangan seseorang kanak-kanak yang masih muda diterima pakai. Seksyen 133A: menetapkan jika dalam sesuatu prosiding terhadap seseorang karena sesuatu kesalahan, seseorang kanak-kanak yang masih muda yang dipanggil sebagai saksi adalah pada pendapat mahkamah tidak faham apa sebenarnya suatu sumpah itu, keterangannya boleh diterima, walaupun diberi dengan tidak mengangkat sumpah, jika, pada pendapat mahkamah, dia telah cukup akal bagi membolehkan keterangannya diterima, dan dia faham tentang kewajiban berkata benar; dan keterangannya, walaupun diberi dengan tidak mengangkat sumpah, tetapi sebaliknya diambil dan dituliskan menurut seksyen 269 Kanun Prosedur Jinayah bagi Negeri-Negeri Melayu Bersekutu 39 hendaklah disifatkan sebagai suatu deposisi. Pasal 171 KUHAP: menerangkan bahwa terdapat pengecualian pada orang tertentu untuk memberikan kesaksian di bawah sumpah, yaitu: 39 “Negeri” dapat disamakan sebagai Negara Bagian. Umumnya, Negara Bagian di Malaysia dapat dibagi kepada Negeri-Negeri Melayu Bersekutu, Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu dan Negeri Selat. Negara bagian yang diklasifikasikan sebagai Negeri-Negeri Melayu Bersekutu adalah Selangor, Pahang, Perak dan Negeri Sembilan, yaitu Negeri-Negeri Melayu yang mendapat intervensi Residen secara langsung semasa periode penjajahan Inggris di Tanah Melayu. Manakala Negeri- Negeri Melayu Tidak Bersekutu, adalah Kedah, Perlis, Terengganu, Kelantan,dan Johor. Negeri- Negeri Selat terdiri daripada Pulau Pinang dan Melaka. i. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin ; ii. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja. d. Pihak-pihak dalam guaman sivil dan istri dan suami sebagai saksi kompeten menurut seksyen120 2 dan 3. Seksyen120 2 dalam prosiding jinayah terhadap seseorang, suami atau istri orang itu adalah masing-masingnya saksi kompeten. Manakala bagi seksyen 3 menetapkapkan dalam prosiding jinayah, tertuduh adalah saksi kompeten bagi pihak dirinya, dan boleh memberi keterangan dengan cara yang sama dan punyai implikasi dan akibat yang sama seperti mana-mana saksi lain; dengan syarat bahwa, setakat mana pemeriksaan balas itu berhubung dengan kebolehpercayaan tertuduh itu, mahkamah boleh menghadkan pemeriksaan balas itu setakat yang difikirkan wajar, walaupun pemeriksaan balas yang dicadangkan itu mungkin boleh dibenarkan bagi mana-mana saksi lain. Di dalam KUHAP, telah ditentukan bahwa kelurga sedarah atau semenda, serta saudara-saudara dari terdakwa sampai derajat ketiga juga suami dan istri terdakwa baik keduanya masih bersama atau telah bercerai, maka kesaksiannya tidak boleh digunapakai. Kekecualian seseorang daripada menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168: i. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; ii. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; iii. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Pasal 160 ayat 3, mengatur bahwa tiap-tiap saksi yang ingin memberi keterangan akan dikenakan sumpah. Ini dikarenakan pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak. Pasal 185 ayat 4 mengatakan bahwa keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Ini dinamai kesaksian berantai kettingbewijs, yang tersebut juga dalam Pasal 300 ayat 2 HIR. Menurut S.M Amin, kesaksian berantai ada dua macam, yaitu sebagai berikut. 1. Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi, dalam satu perbuatan. 2. Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi, dalam beberapa perbuatan. Contoh bagi kasus kesaksian pertama: Seorang saksi menerangkan bahwa ia melihat si A terdakwa pada jam 12.00 tengah hari tanggal 1 Mei 1993 berjalan di Jalan Tebet Barat Raya, Jakarta. Saksi kedua menerangkan bahwa ia melihat si A terdakwa masuk ke pekarangan rumah nomor 4 di jalan tersebut pada kira-kira jam 12.00. Saksi ketiga menerangkan bahwa ia melihat si A terdakwa menunggu dan naik taksi jam 13.00 tanggal 1 Mei 1993 di tepi Jalan Tebet Barat Raya, Jakarta sambil membawa sebuah televisi. Keterangan-keterangan para saksi tersebut yang berdiri sendiri-sendiri tersebut berantai, dan menjadi bukti bahwa si A telah mencuri sebuah televisi kepunyaan si C di rumah nomor 4 Jalan Tebet Barat Raya, Jakarta yang melaporkan kepada polisi bahwa ia telah kehilangan televisi di rumah tersebut kira-kira pada jam 12.30 tanggal 1 Mei 1993. Menurut KUHAP,“ keterangan satu saksi bukan saksi ”, hanya berlaku pada pemeriksaan biasa dan pemeriksaaan singkat, tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut.“ Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah ”. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau “the degree of evidence” keterangan saksi, agar ia mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan bebrapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Artinya, agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai ketentuan pembuktian, harus dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut: a Harus mengucapkan sumpah atau janji. Adapun sebagian saksi tidak diharuskan mengucapkan sumpah seperti yang ditentukan di dalam Undang- Undang Keterangan Malaysia seksyen 133A dan KUHAP pasal 171. b Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti. Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan di dalam Seksyen 47 1 40 menjelaskan bahwa keterangan lisan hendaklah diberikan secara langsung, iaitu: a Jika ia merujuk kepada fakta yang boleh dilihat, maka ia mestilah keterangan saksi yang mengatakan dia telah melihat fakta itu; b Jika ia merujuk kepada fakta yang boleh didengar, maka ia mestilah keterangan saksi yang mengatakan dia telah mendengar fakta itu; 40 Enakmen Keterangan Mahkamah Syariah Perak, 2004. c Jika ia merujuk kepada fakta yang boleh ditanggap melalui apa-apa deria rasa yang lain atau dengan apa-apa cara lain, maka ia mestilh keterangan saksi yang mengatakan dia telah menanggapnya dengan deria rasa itu. KUHAP juga menjelaskan perihal batasan keterangan saksi secara eksplisit Pasal 1 angka 27, menentukan, i. Yang saksi lihat sendiri; ii. Saksi dengar sendiri; iii. Dan saksi alami sendiri; iv. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. c Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan. Agar supaya keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus yang dinyatakan di sidang pengadilan. Hal ini sesuai dengan penegasan yang terdapat di dalam pasal 1851. d Keterangan bilangan saksi. Supaya keterangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti. Jika dilihat pada seksyen 134, ia tidak menkhususkan kuantiti saksi akan tetapi pada pasal 1852 telah dinyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, atau “unus testis nullus testis”.

C. Pemeriksaan Saksi