19 yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra
adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu mengungkapkan kenyataan melalui imajinasinya.
Sosiosastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosiologi pada karya sastra. Grebstein dalam Damono, 1984:4-5 menjelaskan bahwa
karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya.
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menerapkan pendekatan intrinsik dengan menggunakan teori struktural dan pendekatan ekstrinsik dengan menggunakan teori sosiosastra.
Pendekatan struktural digunakan karena dalam memenuhi sebuah cerita diperlukan analisis struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas dalam
penelitian karya sastra Teeuw,1983:61. Menurut Abrams 1979:3 dan Teeuw 1988:50 ada empat pendekatan
terhadap karya sastra, yaitu: 1 pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam
kehidupan ; 2 pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; 3 pendekatan ekspresif yang
menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman sastrawan penyair; dan 4 pendekatan objektif yang menganggap karya
Universitas Sumatera Utara
20 sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan
pengarang. Maka, yang penting adalah dalam kritik ini adalah karya sastra itu sendiri, yang dianalisis khusus struktur intrinsiknya.
Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini diterapkan pendekatan objektif yang menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom.
Pendekatan objektif disebut juga dengan pendekatan struktural. Pendekatan struktural menurut Luxemburg 1984:38 adalah sebuah karya
sastra atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi keseluruhan karena adanya relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhannya. Menurut
pendapat Goldmann 1971:593, analisis struktural dilakukan oleh peneliti berdasarkan ketentuan bagian mana yang menjadi unsur dominan dalam data empirik
sebuah karya sastra. Dari data tersebut akan ditemukan sebuah penjelasan sebagai bagian dari keseluruhan.
Selanjutnya, dilakukan analisis sosiosastra. Analisis sosiosastra diaplikasikan pada penelitian ini karena karya sastra dilihat dari hubungannya dengan kenyataan.
Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Luxemburg 1984:24
menyatakan bahwa yang diteliti adalah hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan suasana masyarakat. Sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam
masyarakat. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber menganalisis sistem masyarakat.
Penelitian sosiosastra lebih banyak memperbincangkan hubungan pengarang dengan kehidupan sosialnya sehingga sosiosastra disebut sebagai konsep cermin atau
mirror. Sastra dianggap sebagai mimesis tiruan masyarakat, meskipun sastra tidak
Universitas Sumatera Utara
21 semata-mata menyodorkan fakta kehidupan secara mentah, namun sastra merupakan
kenyataan yang telah ditafsirkan. Ratna 2003:18 menyatakan bahwa,
teori-teori sosiologi yang mendukung analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem
komunikasi, khusus dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti kelompok sosial, kelas sosial, stratifikasi sosial, institusi sosial, sistem sosial,
interaksi sosial, konflik sosial, dan kesadaran sosial, yang semua berhubungan dengan masyarakat.
Wilayah sosiosastra sastra cukup luas. Wellek dan Warren 1989:111
membagi telaah sosiosastra menjadi tiga klasifikasi, yaitu: 1 sosiologi pengarang: yakni mempermasalahkan tentang status sosial,
ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang ; 2 sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang
menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya; 3
sosiologi sastra: yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Meskipun wilayah sosiosastra sangat luas, namun penelitian ini ditekankan pada sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan hal-hal tersirat yang terdapat
dalam karya sastra tersebut. Berdasarkan pengamatan penulis, novel Sang Pemimpi merupakan novel yang
mengandung unsur-unsur budaya. Menurut Koentjaraningrat 1974, kebudayaan memiliki tujuh unsur, yaitu:1 sistem religi dan upacara keagamaan; 2 sistem dan
organisasi kemasyarakatan; 3 sistem pengetahuan; 4 bahasa; 5 kesenian; 6 sistem mata pencarian hidup; dan 7 sistem teknologi dan peralatan. Jika ditinjau dari unsur-
unsur kebudayaan di atas, maka dapat dibuktikan bahwa novel ini menitikberatkan pada masalah sistem pengetahuan atau pendidikan. Bagi anak-anak Melayu
Universitas Sumatera Utara
22 pedalaman Belitung, mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk memperoleh
pendidikan. Oleh karena itu, masyarakat Belitung memiliki semboyan jangan dak kawa nyusa aok yang artinya, setiap keberhasilan memerlukan kerja keras
www.profilbangkabelitung.com. Kerja keras anak-anak Belitung tampak pada penggalan cerita di bawah ini :
Kami berdiri dari pagi sampai malam di depan mesin fotokopi yang panas. Sinarnya yang menyilaukan menusuk mata, membiaskan pengetahuan
botani, fisiologi tumbuhan, genetika, statistika, dan matematika di muka kami. Lipatan aksara ilmu pada kertas-kertas yang tajam mengiris jemari kami,
menyayat hati kami yang bercita-cita besar ingin melanjutkan sekolah. Kami kelelahan ditumpuki buku-buku tebal dari mahasiswa baru sampai profesor
yang akan pensiun dalam euforia akademika yang sedikit pun tak dapat kami sentuh. Pekerjaan fotokopi menimbulkan perasaan sakit nun jauh di dalam
hati kami hal.238.
Aku dan Arai untuk pertama kali pulang ke Belitong. Kami telah memenuhi tantangan guru SD-ku, Bu Muslimah dan Pak Mustar, yaitu baru
pulang setelah jadi sarjana. Aku bangga mengenang kami mampu menyelesaikan kuliah di Jawa tanpa pernah mendapat kiriman selembar wesel
pun hal. 263.
Berdasarkan uraian dari teori-teori di atas, untuk menganalisis novel Sang Pemimpi, maka teori struktural dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam novel tersebut. Teori sosiosastra juga digunakan untuk menelaah novel Sang Pemimpi agar nilai-nilai sosial yang terpusat pada nilai budaya dapat
dianalisis dengan mengaitkan antara latar, alur, penokohan, dan tema dengan unsur- unsur kebudayaan, seperti: pendidikan, cita-cita, cinta, mata pencarian, sistem
kemasyarakatan, teknologi, dan religi. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan ditujukan kepada masyarakat pembaca.
Universitas Sumatera Utara
23
2.2 Tinjauan Pustaka