12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebuah karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik
apabila karya sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakatnya. Sumardjo 1999:19 menyatakan bahwa karya
sastra yang baik juga biasanya memiliki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada. Demikian
juga pendapat Damono 1984:1 : Karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan merupakan masyarakat yang terikat dengan status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan adalah suatu
kenyataan sosial. Seluruh peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan
orang lain atau masyarakat.
Sesuai dengan pendapat para ahli di atas, karya sastra mengungkapkan persoalan kehidupan manusia. Dalam hal ini, seorang sastrawan membutuhkan
pengetahuan sosial secara teoretis untuk mengungkapkan atau memecahkan masalah tersebut dalam karya yang diciptakannya. Sastrawan adalah anggota masyarakat yang
secara langsung mengetahui keadaan masyarakatnya. Kondisi dan permasalahan sosial yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari itu merangsang imajinasi sastrawan
untuk mengungkapkan permasalahan sosial tersebut dengan sudut pandang tertentu sehingga lahirlah kenyataan baru dalam karyanya. Dengan kata lain, sebuah karya
Universitas Sumatera Utara
13 sastra tidak mutlak mencerminkan seluruh aspek kehidupan atau kenyataan sosial
sehari-hari. Uraian ini menekankan kerangka hubungan karya sastra, pengarang, dan masyarakat. Hal ini juga berarti meletakkan sastra dalam konteks sosiobudayanya.
Kerangka hubungan karya sastra, pengarang, dan masyarakat merupakan pengkajian sosiosastra.
Objek kajian penelitian ini adalah novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang pertama kali terbit tahun 2005. Novel ini terbit sesudah Laskar Pelangi dan
dilanjutkan dengan Edensor serta Maryamah Karpov. Novel Sang Pemimpi mengandung nilai-nilai sosial masyarakat, khususnya cerminan sosial masyarakat
Belitung. Penggambaran keadaan masyarakat Belitung terurai secara lengkap, jelas, dan mendalam oleh pengarang yang merupakan masyarakat asli Belitung. Menurut
editor Republika, Adi W.Gunawan : hal yang menarik dari novel Sang Pemimpi adalah permasalahan yang
diungkapkannya. Novel ini memaparkan nilai-nilai sosial yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kisah hidup atau memoar dari sang
pengarang, Andrea Hirata, disajikan dalam karya fiktif yang menggambarkan kehidupan para pelajar yang berjuang untuk memperoleh pendidikan.
Bersama Laskar Pelangi dan Edensor, Sang Pemimpi hadir seolah-olah memberi setitik kesegaran di tengah-tengah dahaga pembaca terhadap karya-
karya bermutu. Banyak orang yang memuji novel-novel memoar tersebut karena jalinan ceritanya yang penuh dengan muatan moral
http:pembelajar.com.
Kelebihan lain yang dimiliki oleh Sang Pemimpi adalah kemampuan pengarang menuangkan idenya ke dalam novel ini sehingga memberikan kesan bagi
pembaca. Hal ini tampak pada pengakuan para ahli tentang novel kedua dari novel tetralogi Andrea Hirata. “Menarik”, komentar Sapardi Djoko Damono. “Menyentuh”,
kata Garin Nugroho. “Mengharukan”, sebut Korrie Layun Rampan. “Kemelaratan
Universitas Sumatera Utara
14 yang indah”, tulis Tempo. “Novel tentang dunia anak-anak yang mencuri perhatian”,
puji Gatra www.renjana’s.com. Pujian dari sejumlah kalangan di atas sudah menjadi bukti bahwa novel-novel
karya Andrea Hirata benar-benar membekas di benak pembaca. Sebagai hadiahnya, novel-novel tersebut ramai diperbincangkan, diresensi, serta diulas di berbagai media,
dan akhirnya laris di pasaran. Menurut data yang dikumpulkan oleh Republika pada Minggu, 30 Desember 2007, karya tetralogi Andrea Hirata membludak dan begitu
menguasai pasar. Laskar Pelangi telah terjual sebanyak 200.000 eksemplar, Sang Pemimpi 120.000 eksemplar, dan Edensor sebanyak 25.000 eksemplar.
www.Republika.com Penulis lebih tertarik untuk menelaah dan menjadikan Sang Pemimpi sebagai
objek kajian dalam penelitian sastra karena banyaknya kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh novel Sang Pemimpi sehingga menggugah penulis untuk meneliti novel
ini lebih jauh dari aspek struktural dan aspek sosiosastranya. Banyak unsur yang membangun struktur Sang Pemimpi, seperti halnya alur, penokohan, karakter, gaya
bahasa, amanat, dan tema. Uraian kisah di dalam novel ini akan mengajak pembaca untuk “berani bermimpi” untuk mewujudkan harapan dan cita-cita.
Menurut seorang pemerhati sastra, Aulia Muhammad Syahidin: Sang Pemimpi merupakan karya sukses yang menawarkan ironisnya dunia
pendidikan dan fakta kehidupan orang-orang marjinal di sebuah pulau kecil, Belitung. Novel yang bertemakan tentang pendidikan ini mampu menguasai
pasar dan menyingkirkan karya-karya yang hanya bertemakan seks, remaja, dan sebangsanya www.suaramerdeka.com.
Novel Sang Pemimpi juga mengandung nilai budaya. Hal ini diakui oleh Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono dan Gangsar Sukrisno dari Bentang Pustaka bahwa novel
Universitas Sumatera Utara
15 Sang Pemimpi merupakan karya “Eksotisme Lokalitas” yang menggambarkan
budaya masyarakat setempat. Selain kelebihan yang dimiliki oleh novel tersebut, penulis juga tertarik pada
prestasi yang dimiliki oleh Andrea Hirata karena telah berhasil menuai kesuksesan dari novel tetraloginya tersebut. Keseriusannya dalam menulis perlu diperhatikan.
Bagi pegawai PT Telkom Bandung yang juga merupakan alumnus strata dua S-2 Sheffield Hallam University Inggris dan Universite de Paris, Sorbone, dalam menulis
memiliki tujuan yang mulia. “Penulis yang sukses menurut saya adalah penulis yang mampu menggerakkan pembacanya untuk melakukan hal-hal yang luhur setelah
membaca bukunya”, papar Andrea dalam wawancara tertulisnya dengan Edy Zeques dari Pembelajar.com sehingga dari seluruh kepiawaiannya tersebut, pengarang
terpilih menjadi “Tokoh Perubahan 2007” versi Republika. Analisis terhadap novel Sang Pemimpi akan sangat menarik mengingat
perjuangan hidup masyarakat miskin Belitung dalam mengejar cita-cita untuk melanjutkan pendidikan di tengah-tengah kerasnya kehidupan. Selain itu, Andrea
Hirata juga dikenal sebagai penulis yang fenomenal. Hal inilah yang membuat peneliti yakin bahwa penelitian ini layak diangkat.
1.2 Rumusan Masalah