merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada di dalam bahan bakar. Panas laten
pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kNm
2
tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah sebesar 2400 kJkg, sehingga besarnya nilai kalor bawah LHV dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut: LHV = HHV – Q
lc
....................2.10 Lit.
5 hal. 6 di mana:
LHV = nilai kalor bawah bahan bakar kJkg
Q
lc
= kalor laten kondensasi uap air kJ Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor
bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan motor tidak terjadi pengembunan uap air. Namun, dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai
tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American Society of Mechanical Engineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan
SAE Society of Automotive Engineers menentukan penggunaan nilai kalor bawah LHV.
2.4 BAHAN BAKAR DIESEL
Bahan bakar yang digunakan di Amerika Serikat diperoleh dengan penyuliangan distilasi minyak bumi atau minyak mentah. Minyak mentah adalah cairan coklat tua yang
merupakan gabungan dari sejumlah besar campuran. Elemen kimia utama yang terbentuk seluruh campuran ini adalah hidrogen dan karbon. Oleh karena itu, campuran ini disebut hidrokarbon.
Jumlah hydrogen dalam campuran bervariasi, mulai dari 11 sampai 15 persen berat, dan sisanya adalah karbon.
Motor diesel kecepatan rendah dapat beroperasi pada hamper setiap bahan bakar cair. Sedangkan motor diesel kecepatan tinggi modern memerlukan bahan bakar yang lebih khusus dan
lebih ringan karena singkatnya selang waktu yang tersedia untuk pembakaran pada tiap daur. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor diesel umumnya menggunakan solar
yang diproduksi oleh PT. Pertamina dengan karakteristik seperti pada tabel 2.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Karakteristik Mutu Solar
NO P R O P E R T I E S
L I M I T S TEST METHODS
Min Max
I P A S T M
1. Specific Grafity 6060
C 0.82
0.87 D-1298
2. Centane Number or
Alternatively calculated Centane Index 45
48 -
- D-613
3. Viscosity Kinematic at 100
C cST or Viscosity SSU at 100
C secs 1.6
35 5.8
45 D-88
4. Pour Point
C -
65 D-97
5. Sulphur strip wt
- 0.5
D-15511552 6.
Copper strip 3 hr100 C
- No.1
D-130 7.
Condradson Carbon Residue wt -
0.1 D-189
8. Water Content wt
- 0.01
D-482 9.
Sediment wt -
No.0.01 D-473
10. Ash Content wt
- 0.01
D-482 11.
Neutralization Value: - Strong Acid Number mgKOHgr
-Total Acid Number mgKOHgr -
- Nil
0.6 12.
Flash Point P.M.c.c F
150 -
D-93 13.
Distillation: - Recovery at 300
C vol 40
- D-86
Sumber: www.Pertamina.com
. 2.5 KARAKTERISTIK BIODIESEL
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm part per million sulfur. Biodiesel mengandung kira-kira 11 oksigen dalam
persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan solar namun menurunkan kadar emisi gas buang yang
berupa karbon monoksida CO, hidrokarbon HC, partikulat, dan jelaga. Kandungan energi biodiesel kira-kira 10 lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari
biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya LHV.
Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar khususnya dalam hal
terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu
Universitas Sumatera Utara
berbeda dari biodiesel yang lainnya tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya C=C. Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka
kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif untuk mengalami oksidasi
dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Biodiesel dan bahan bakar campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan
karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan
antioksidan. Biodiesel mempunyai sifat melarutkan. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, di
mana bila digunakan pada motor diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan di dalam tangki bahan bakarnya telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan
sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya
diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang
mengandung campuran biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel di dalamnya.
Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan
langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat
dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis. Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang
mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.
Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik tuang pour point yang lebih
tinggi yaitu sekitar -15 sampai 10 C dibandingkan solar, -35 sampai -15
C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang
biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Perbandingan Biodiesel dan Solar Petrodiesel
Fisika Kimia Biodiesel
Solar
Komposisi Metil Ester atau asam lemak
Hidrokarbon Konsumsi Bahan Bakar
Sama Sama
Lubrikasi Lebih tinggi
Lebih rendah Emisi
CO rendah, total hidrokarbon CO tinggi, total hidrokarbon
Lingkungan Toxisitas rendah
Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan
Terbarukan renewable Tidak terbarukan
Sumber: CRE-ITB, November 2001.
2.6 EMISI GAS BUANG