Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyedia jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata.
2. Menurut Oka A.Joeti YOETI, 1982, hal.222 Biro perjalanan wisata adalah suatu perusahaan yang usaha dan kegiatannya
merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan atas inisiatif dan resiko sendiri, dengan tujuan mengabil keuntungan dari penyelenggara perjalanan tersebut.
3. Menurut Nyoman S. Pendit M.A DESKY, 1999, hal 2 Travel Bureau
atau Travel Agency adalah perusahaan yang mempunyai tujuan menyiapkan suatu perjalanan yang dalam bahasa asing disebut tour atautrip bagi
seseorang yang merencanakan untuk melakukan perjalanan.
2.3 Fungsi Pokok Biro Perjalanan Wisata
1. Intermediary perantara berlaku untuk APWBPW a. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan dengan perjalanan wisata pada umunya.
- Berbagai destinasi atau daerah tujuan wisata - Cara bepergian mode of travellig
- Jadwal transportasi: kereta api, bus, feri, kapal laut - Akomodasi
- Dokumen perjalanan yang diperlukan - Acara perjalanan wisata dan atraksi wisata
- Acara hiburantontonan - Asuransi perjalanan wisata atas diri dan barang
- Harga yang berlaku b. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan langsung dengan penjualan produk wisata.
2. Organizer berlaku untuk Biro Perjalanan Wisata Selain menjual produk wisata milik orang lain, juga dapat membuat atau
menciptakan paket wisata sendiri dan menjual langsung kepada pelanggan. Berdasarakan hal tersebut, perbedaan antara biro perjalanan wisata dan agen
perjalanan terlihat jelas.Biro perjalanan wisata berperan sebagai perencana, pelaksana, dan perantara dari agen perjalanan. Dengan kata lain, biro perjalanan
wisata bisa menjadi agen perjalanan, agen perjalanan tidak bisa menjadi biro perjalanan wisata.
2.4 Defenisi Kebijakan
Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy
. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelasanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak tentang pemerintahan, organisasi, dsb; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam
usaha mencapai sasaran. Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino 2008:7 mendefenisiskan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan – hambatan kesulitan – kesulitan dan kesempatan – kesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari defenisi kebijakan. Karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya
dikerjakan daripada apa yang disulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa Istilah kebijakan sendiri masih
terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab 2008:40-50 memberikan
beberapa pedoman sebagai berikut: a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administarsi c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan
– harapan d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun
implicit g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h. Kebijakan meliputi hubungan – hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang
bersifat intra organisasi. i. Kebijakan public meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga
– lembaga pemerintah
j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefenisikan secara subyektif.
Menurut Budi Winarno 2007:15, istilah kebijakan policy term mungkin digunakan secara luas seperti pada
“kebijakan luar negeri Indoneia“, “kebijakan ekonomi jepang
“, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang
debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solichin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan
dengan istilah lain seperti tujuan goals program, keputusan, undang – undang,
ketentuan – ketentuan, standar, proposal dan grand design Suharno:2009:11.
Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi 2010:12 kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan.Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang
berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan.Pengertian kebijaksanan memerlukan pertimbangan
– pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan
– aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy 2009:17 mengungkapkan bahwa kebijakan adalah
“a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or
matter of concer n“ Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno 2007:18 dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang
sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan policy dengan
keputusan decision yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.
Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno 2007:17 juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan
yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi – konsekuensi bagi mereka
yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan
dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan
– tidakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang didalamnya
terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.
2.4.1 Tahapan Penentuan Kebijakan
Ada tujuh tahapan dalam pengambilan kebijakan, yaitu: 1. Tahap satu
“Identify the decision to be made“. Tahap mengidentifikasi keputusan yang akan dibuat, yaitu mengkaji dan menganalisa keputusan yang harus dibuat.
Kesadaran seorang pengambil keputusan untuk terlebih dahulu merefleksi dasar penentuan kebijakan tersebut. Alasan
– alasan yang mungkin muncul : apakah kebijakan tersebut didasari atas kebutuhan yang sebetulnya di masyarakat? Atau
keputusan yang didasari adanya tekanan dari pihak luar untuk segera membuat keputusan tanpa dasar kebutuhan dan analisis situasi yang nyata. Atau keputusan atas
ketidakpuasan terhadap kebijakan yang sedang terjadi dan akan segera diperbaiki dengan kebijakan yang lebih baik. Tahap awal ini merupakan analisis internal yang
mencoba mengkaji urgensi kebijakan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan
internal. 2. Tahap dua
“Gather relevant information“. Tahap pengumpulan informasi yang relevan.Pada umunya keputusan memerlukan mengumpulkan informasi yang relevan.
Tujuan pokok dari tahap ini adalah mengetahui informasi yang diperlukan, sumber informasi yang terbaik, dan bagaimana cara mendapatkan itu. Informasi penting
tersebut dapat diperoleh dari dalam diri penentu kebijakan melalui suatu proses self –
analysis , informasi harus dicari dari luar yourself
– books, orang – orang, dan sumber informasi yang cukup handal adalah hasil dari riset atau penelitian studi analisis
kebutuhan lapangan need asessment baik melalui survey, polling, focus group discussion
, lokakarya dan lain – lain.
3. Tahap tiga “Identify alternative“. Berdasarkan informasi dari tahap dua di atas,
maka diperoleh beberapa alternatif keputusan yang dapat diperoleh.Informasi tersebut diklasifikasi menjadi alternatif yang memungkinkan feasible, logis, dan dapat
diadopsi dengan mudah oleh masyarakat.Selain dari informasi tersebut, bagi seorang penentu kebijakan dapat juga menggunakan nalar dan imajinasi untuk menentukan
alternatif yang baru.
4. Tahap empat “Weigh evidence”. Tahap dimana informasi dan fakta yang sudah
dikumpulkan dan menjadi alternatif selanjutnya dipertimbangkan judging. Seorang penentun kebijakan haruslah melibatkan emosi dan informasi yang dimilikinya untuk
membayangkan apa yang akan terjadi apabila masing – masing alternatif tersebut
diterapkan. Tahap ini menganalisis kemungkinan dampak – dampak yang
ditimbulkan dari keputusan yang diambil baik positif maupun negatif. Pada tahap ini dapat juga menggunakan pendekatan analisis SWOT. Dari pertimbangan
– pertimbangan terhadap beberapa alternatif itulah maka akan memunculkan satu
alternatif yang lebih memungkinkan untuk ditetapkan. 5. Tahap lima
“Choose among alternatives“.Memilih diantara alternatif yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan dari semua bukti, informasi yang ada dan
sudah yakin akan menggunakan satu alternatif. Dari alternatif yang ada dapat juga dikombinasikan sesuai dengan kebutuhannya.
6. Tahap enam “Take action“. Mulailah mengimplementasikan kebijakan yang telah
ditetapkan dalam bentuk peraturan keputusan, perundangan, ketetapan dan lain – lain.
Dalam hal ini dibuat pula strategi implementasi yang efektif dan efesien dengan pola delivery system
dan difusi yang tepat. 7. Tahap tujuh
“Review decision and consequences“.Tinjauan ulang terhadap keputusan dan konsekuensi yang telah ditetapkan.Pada langkah ini penentu kebijakan
melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan
kebijakan, evaluasi
keberhasilannya.Evaluasi meliputi prosesdan hasil. Informasi yang diperoleh dari pengawasan dan evaluasi tersebut sebagai dasar untuk meninjau kembali keputusan
yang telah dibuat kemungkinan untuk dilanjutkan atau diganti dengan kebijakan yang lain. Tentu saja hal ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu sampai dapat dilihat
hasil yang nyata dari sebuah kebijakan. Pembuat keputusan, dipengaruhi oleh kebijakan yang ada sebelumnya
kebijakan yang diambil tergantung pada pengalaman masa lalu, harus membuat keputusan dan mulai bertindak dengan cepat mengubah dunia changing world untuk
situasi yang terjadi saat ini. Dalam situasi yang perlu peningkatan kualitas ini, diperlukan suatu analisis yang kuat dan tepat tentang situasi yang ada saat ini current
situation , apakah terdapat suatu kebutuhan yang mendesak untuk satu kebijakan,
kemampuan utnuk memandang dengan tepat situasi yang sekarang terjadi melalui analisis kesenjangan gap atau discrepancy. Selain itu perlu mengetahui beberapa
hambatan – hambatan yang berasal dari luar external noise meliputi sosial, budaya,
kultur, organisasi politik dan masalah ekonomi yang mempengaruhi tatanan masyarakat saat ini, termasuk akses budaya global secara universal. Faktor luar
tersebut akan mempengaruhi gangguan dari dalam internal noise yang berupa kondisi mental individu dalam masyarakat yang berupa sikap, kebiasaan,
kedisiplinan, kemandirian tatanan akhlak dan lain – lain. Kondisi masyarakat yang
terjadi dengan segala hambatan baik internal dan eksternal akan membangun sebuah pandangan perception sebagai paradigma yang diyakini dan dialami masyarakat.
Disinilah mulai tampak adanya satu kejelasan apa yang terjadi, kebutuhan apa yan g perlu dipenuhi, termasuk regulasi kebijakan yang harus dikeluarkan, untuk itu dibuat
dugaan – dugaan untuk suatu kebijakan yang baik testing hypotheses. Dugaan
sementara itu sebagai dasar untuk melahirkan berbagai alternatif tindakan keputusan decision.
Sebuah regulasi kebijakan yang telah ditetapkan perlu diikuti dengan strategi penyampaian kebijakan kepada masyarakat dengan pola komunikasi
communication yang tepat pada sasaran, sehingga pada gilirannya akan terjadi
perubahan – perubahan perilaku yang diharapkan expected behavior sebagai
dampak dari kebijakan tersebut sebagai indikator keberhasilan keputusan. Dan perlu juga manganalisis perilaku
– perilaku yang tidak diharapkan unexpected behavior sebagai dampak negatif dari sebuah kebijakan yang diambil untuk segera disusun
tindakan untuk mengatasinya.
2.4.2 Proses Menentukan Kebijakan
Selain tahapan pengambilan kebijakan seperti yang diuraikan diatas, perlu juga diperhatikan proses pengambilan keputusan yang tepat . John R. Baker Lowa
State University 1983 menjelaskan bahwa proses pengambilan kebijakan haruslah memperhatikan hal
– hal sebagai berikut: a. Analisis Kondisi
Gambarkan situasi dari dengan melihat berbagai perspektif diantaranya: 1. Kondisi keuangan, sosial, atau perspektif dari undang
– undang 2. Kondisi emosional, pribadi, atau perspektif keluarga
3. Religius atau perspektif masyarakat 4. Apakah situasi mempengaruhi pribadi atau tjuan bisnis
5. Apakah situasi mempengaruhi misi bisnis
6. Adakah implikasi terhadap moral b. Pilihan
Memutuskan sebuah kebijakan pada dasarnya adalah menentukan satu pilihan kebijakan dari beberapa pilihan yang ada.Semakin banyak alternatif pilihan semakin
memberikan peluang untuk memperoleh pilihan yang terbaik. Dengan demikian proses menentukan sebuah kebijakan haruslah didasarkan atas pilihan, bukan
keputusan tunggal. Disinilah seorang penentu kebijakn dituntut untuk memilki kemampuan untuk menimbang judgement dengan memperhatikan banyak aspek
yang terkait. c. Consequences
Setiap kebijakan yang dihasilkan akan menimbulkan dua konsekuensi logis. Konsekuensi tersebut bersifat pro dan kontra. Pro berarti mendukung sepenuhnya
terhadap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga masyarakat yang pro akan secara aktif melaksanakan kebijakan tersebut. Kontra adalah sebaliknya memberikan respon yang
negatif dan depensif terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Masyarakat yang kontra akan mengekspresikan ketidak setujuannya melalui berbagai bentuk baik tindakan
tidak melaksanakan kebijakan, bersikap acuh, bahkan sampai tindakan demonstrasi menolak kebijakan. Pembuat kebijakan harus menanggapi situasi tersebut sebagai
gejala yang alamih, oleh sebab itu perlu dijadikan bahkan masukan untuk menyempurnakan kebijakannya.
d. Solution Selanjutnya mengidentifikasi dampak
– dampak positif dan negatif dari kebijakan yang akan dikeluarkan. Analisis pilihan kebijakan yang mana yang
memiliki dampak positif yang lebih banyak. Dari hasil identifikasi itulah maka akan tergambar suatu solusi yang akan menjadi sebuah kebijakan.
e. Important Considerations Selanjutnya perlu diperhatikan beberapa yang penting agar keputusan yang
diambil tepat. Diantaranya:
a
Timing , haruslah diingat bahwa selalu ada waktu yang tepat untuk
mengeluarkan satu keputusan. Artinya tidak setiap keputusan dapat dikeluarkan kapan saja, namun ada masa yang tepat right time. Menunda
suatu keputusan mungkin sama halnya tidak membuat suatu keputusan, namun yang terpenting tidak terburu
– buru dalam pembuatan suatu keputusan.
b
Information , dasar dari sebuah keputusan adalah informasi. Dengan demikian
tidak tepat sebuah keputusan dikeluarkan dengan hanya mengandalkan informasi yang terbatas. Eksplorasi informasi menjadi sangat penting untuk
sebuah keputusan, terutama alasan – alasan yang mendasari sebuah
keputusan. Informasi dapat berupa fakta emprik, teoritik, maupun data spekulatif yang cukup kuat, akurat dan diyakini kebenarannya.
c
Emotions and Experience , proses pengambilan kebijakan harus melibatkan
emosi, naluri bakat dan insting, logika saja tidak cukup, namun perlu juga
dikombinasikan dengan pengalaman yang pernah dialami oleh pihak lain, penentu kebijakan atau kebijakan lain namun yang masih terkait dengan
kebijakan yang akan dibuat.
2.5 Defenisi Implementasi
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum
mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiat an“ Usman,2002:70.
Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implemntasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh – sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau
pelaksanaan sebagai berikut: “Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi
antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif
“ Setiawan,2004:39.
Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau
seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai
dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya. Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi attau
pelaksana sebagai berikut: “Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan
kebijakan dari politik ke dalam administarsi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program
“ Harsono,2006:67.
2.6 Defenisi Implementasi Kebijakan