Deodoran Oral TINJAUAN PUSTAKA

mempunyai nilai estetika sebagai tanaman hias berpotensial, daunnya yang muncul secara serentak berubah dari merah muda pucat menjadi merah sebelum berubah lagi menjadi hijau cemerlang. Pohonnya berbentuk piramid dengan banyak cabang lateral yang tersusun secara sistematik, dan sifatnya yang kaulifor cauliflory menambah keindahannya Sunarto 1992.

2.2 Deodoran Oral

Odoran yang dihasilkan dari aktivitas tubuh berasal dari makanan, tubuh hewan, urine dan feses atau campuran dari keduanya. Tetapi bau yang paling signifikan berasal dari ekskreta seperti urine dan feses Phung et al. 2005. Dari tubuh sendiri, kelenjar apokrin merupakan kelenjar yang berperan untuk menghasilkan keringat. Permasalahan bau badan pada manusia umumnya berasal dari sekresi apokrin yang difermentasi oleh bakteri aksiler sehingga menimbulkan bau yang sangat menyengat Yamakoshi et al. 2002. Bau pada ekskreta tubuh, seperti urine dan feses dapat disebabkan karena aktivitas mikroba saluran pencernaan yang menghasilkan nitogen volatil amonia, senyawa amina trimetilamin, senyawa produk dekomposisi usus indol, skatol, kresol, fenol, tiol dan senyawa sulfida metil merkaptan Curtis et al. 2004. Curtis juga telah mengelompokkan odoran-odoran yang dihasilkan tubuh yaitu amonia dan volatil amin, komponen sulfur, volatile fatty acid VFA pada ruminansia, indol dan fenol, alkohol, dan karbonil Curtis 1993. Senyawa-senyawa odoran dapat bersumber dari pakan yang dimakan sehari-hari. Perbedaan pola makan yang terdapat di berbagai daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah senyawa odoran yang dihasilkan Phung et al. 2005. Faktor lain yang sangat mempengaruhi konsentrasi senyawa odoran adalah komposisi pakan dan faktor lingkungan. Banyak cara yang dilakukan agar dapat menghilangkan bau badan, salah satunya adalah dengan menggunakan deodoran. Deodoran saat ini bekerja dengan dua cara, yaitu menutup bau dan mengikat senyawa penghasil bau . Umumnya, deodoran diaplikasikan secara topikal pada permukaan tubuh yang banyak mengeluarkan keringat seperti aksila. Deodoran yang diberikan secara topikal tersebut berfungsi untuk menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme. Selain deodoran topikal, penggunaan deodoran juga dapat dilakukan secara oral. Deodoran oral merupakan deodoran yang diaplikasikan melalui makanan atau pakan yang berbasis herbal dan secara efektif dapat mengurangi bau pada ekskreta tubuh termasuk urine dan feses Yamakoshi et al. 2002. Deodoran oral yang efektif dan ekonomis dalam mengurangi bau ekskreta telah dipatenkan oleh Yamakoshi et al. 2002, yakni dengan mengombinasikan proantosianidin dari ekstrak biji anggur dan ekstrak jamur champignon. Perpaduan kedua zat ini secara signifikan mampu menurunkan bau dari ekskreta. Efektivitas pengujian yang dilakukan adalah uji organoleptik, pengukuran kadar metil merkaptan, amonia, metil-amin, dan aktivitas mikroba bifidobakter serta produk dekomposisi usus Yamakoshi et al. 2002. Deodoran oral bekerja secara efektif menurunkan zat-zat yang menyebabkan bau tubuh seperti metil merkaptan, amonia dan metil-amin yang diekskresikan oleh tubuh. Selain itu, deodoran oral juga dapat meningkatkan aktivitas bifidobakteri sebagai mikroflora normal usus dalam menekan populasi enterobakter. Peningkatan aktivitas tersebut ditandai dengan meningkatnya populasi bakteri sehingga dapat mendegradasi produk-produk dekomposisi usus yaitu fenol, kresol, indol, dan skatol yang terdapat dalam feses Yamakoshi et al. 2002. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan produksi senyawa odoran adalah dengan memberikan diet yang berfokus pada jumlah protein pakan. Semakin tinggi kandungan protein pada pakan maka akan semakin menaikkan jumlah senyawa odoran yang dihasilkan. Selain memberikan diet yang berfokus pada protein, pemberian feed additive pada pakan merupakan hal yang dapat mengurangi senyawa odor dari hewan. Prinsip yang digunakan oleh feed additive untuk mengurangi produksi senyawa odoran adalah dengan mengubah jumlah mikroflora yang terdapat dalam saluran pencernaan, merubah pH sehingga kondisi menjadi kurang baik untuk senyawa odoran, dan dengan menyerap odor Ritter 1989. Menurut Canh et al. 1998, mengubah pH merupakan prinsip yang banyak diperhatikan oleh para peneliti. Pada pH rendah, amonia akan membentuk ion amonium sehingga emisi amonia akan berkurang. Beberapa garam yang ditambahkan pada pakan untuk mengurangi emisi amonia dengan cara menurunkan nilai pH adalah garam yang mengandung Ca seperti CaSO 4, CaCl 2 , dan kalsium benzoat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian garam ini dapat mengurangi emisi gas amonia sebesar 30, 33 dan 54. Namun pada pH rendah, emisi amonia akan berkurang tetapi kondisi ini dapat menambah emisi hidrogen sulfida. Hal ini menunjukkan bahwa mengurangi senyawa odor dengan cara mengubah pH merupakan cara yang belum terevaluasi dengan hasil yang baik.

2.3 Amonia dan Volatil Amin