daya pegang dan stabilitasnya. Menurut USDA ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus berukuran 0,25−0,10 mm. Selain itu, sifat kimia
tailing seperti status hara yang rendah, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan Abadi 2009.
Tailing adalah gabungan dari bahan padat berbutiran halus umumnya berukuran debu,
0,001−0,6 mm yang tersisa setelah logam-logam dan mineral- mineral diekstraksi dari bijih yang ditambang, serta air hasil pengolahan yang
tersisa. Sifat fisik dan kimiawi tailing berbeda-beda tergantung sifat bijih tambangnya.
Tailing memiliki sifat yaitu kompak, bahannya yang padat menyulitkan akar untuk berkembang, selain itu tailing juga memiliki kapasitas pemegang air water
holding capacity yang sangat rendah, yang tidak dapat menahan atau menyimpan air. Apabila tailing diberi air, maka tailing hanya mampu untuk melewatkannya
saja. Tailing juga memiliki kandungan nutrisi yang sangat rendah dan KTK yang sangat rendah yaitu 0,1 yang artinya bahwa tailing merupakan media yang tidak
subur. Pengelolaan tailing adalah satu isu pengelolaan limbah hasil pengolahan
mineral. Pembahasan tailing umumnya dikaitkan dengan limbah beracun berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini tidak sepenuhnya
benar, karena tailing sebagai ampas dari hasil pemurnian, pencucian atau pengolahan bahan galian dapat berpotensi mencemari apabila masih mengandung
unsur toksik,akan tetapi apabila masih mengandung bahan galian yang ekonomis, berpotensi juga untuk dimanfaatkan. Peningkatan kualitas atau kemurnian bahan
galian pada kegiatan usaha pertambangan umumnya dilakukan melalui proses pengolahan. Tailing dari pengolahan bahan tambang, dapat mengandung bahan-
bahan atau mineral-mineral yang berpotensi untuk diusahakan secara ekonomis. Selain mempunyai konotasi sebagai limbah, tailing masih mempunyai prospek
untuk kembali diusahakan.
2.2 Jabon Anthocephalus cadamba Miq.
Jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman atau untuk tujuan lain,
seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang dan pohon peneduh Mansur 2010.
Menurut Pratiwi 2003, di beberapa Negara, jabon memiliki banyak nama antara lain jabon Indonesia, common bur-flower Inggris, kadam Perancis,
bangkal kaatoan bangkal Brunei, laran Sabah, labula Papua New Guinea, dan thkoow Kamboja. Jabon dalam sistem klasifikasi tanaman memiliki
penggolongan sebagai berikut : Divisi
: Magnoliophyta tumbuhan berbunga Kelas
: Magnoliopsida berkeping duadikotil Sub Kelas
: Asteridae Ordo
: Rubiales Famili
: Rubiaceae Genus
: Anthocephalus Spesies
: cadamba Roxb. Miq. Jabon merupakan tanaman cepat tumbuh dan terbilang bongsor. Tinggi
tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100 −160 cm. Kelebihan lainnya
adalah tanaman ini memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu, kayu ini sudah tersebar di seluruh penjuru
Indonesia. Dalam hal tempat tumbuh jabon memiliki toleransi tempat tumbuh yang luas, yaitu pada kisaran ketinggian 0−1.000 m dpl, dengan ketinggian yang
optimal 500 m dpl untuk menunjang produktivitasnya. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan adalah tanah lempung, podsolik cokelat dan aluvial
lembab yang biasanya terpenuhi didaerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi. Kondisi iklim
tempat tumbuh yang sesuai untuk jabon adalah tipe curah hujan A sampai D menurut tipe iklim Schmidt-Ferguson.
Di Kalimantan dan Sumatera, jabon ditemukan pada daerah-daerah yang terbuka. Tujuannya adalah untuk permudaan alam khususnya pada areal bekas
tebangan, bekas perladangan, bekas tambang dan ditempat-tempat yang terbuka lainnya. Jabon juga dapat tumbuh di lahan-lahan bekas tambang di Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat yang memang kondisinya ekstrim, yaitu dengan tanah dengan pH yang rendah berkisar
pH 4 dan tidak subur, terendam dengan kondisi lingkungan yang sangat terbuka dengan suhu yang relatif tinggi Mansur 2010.
Pemilihan jenis yang baik dan cocok merupakan kunci sukses dalam reklamasi lahan bekas tambang, oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis yang
sesuai. Jenis-jenis pohon khususnya jenis pohon cepat tumbuh dan mampu beradaptasi dengan kondisi tanah dan lahan terbuka pasca tambang merupakan
pohon yang baik digunakan untuk reklamasi. Jabon merupakan jenis yang tergolong pioner di lahan terbuka dan merupakan jenis komersial yang berpotensi
atau telah lama ditanam untuk revegetasi lahan pasca tambang, yang secara alami dapat menginvasi lahan-lahan bekas tambang di areal PT Newmonth Minahasa
Raya, PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia dan PT KPC. Usaha penanaman dilahan bekas tambang telah diuji coba oleh PT KPC dan PT Newmonth
Minahasa Raya Mansur 2010.
2.3 Arang Tempurung Kelapa