Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Deskripsi Lokasi Penelitian Karakteristik Individu dan Hasil

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien gagal jantung kongestif berdasarkan etiologi. 2. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan terutama di RSUP H. Adam Malik Medan, untuk mengetahui angka kejadian hiponatremia pada pasien gagal jantung kongestif. 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian selanjutnya mengenai gagal jantung kongestif. 3. Sebagai wawasan tambahan bagi pembaca dan peneliti sendiri tentang hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada gagal jantung kongestif. 4. Sebagai sarana bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah ini di lapangan kelak. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Gagal Jantung

2. 1. 1. Definisi

Menurut Panggabean 2009 gagal jantung adalah suatu sindrom klinis sekumpulan tanda dan gejala, ditandai oleh sesak napas dan kelelahan saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Secara umum, definisi dari gagal jantung adalah suatu kondisi dimana ada fungsi jantung yang abnormal yang bertanggung jawab atas gagalnya jantung untuk memompa darah pada keadaan seimbang dengan keperluan metabolik jaringan Francis et al., 2008. Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom klinis yang kompleks dengan karakter disfungsi ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dan dihasilkan perubahan dalam pengaturan neurohormonal Deedwania dan Carbajal, 2009. Menurut Dorland 2010, gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai adanya kesulitan bernapas serta retensi abnormal natrium dan air, yang sering menyebabkan edema. 2. 1. 2. Epidemiologi Kejadian gagal jantung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah. Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2 dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun Ghanie, 2009. Dari data NHLBI, insidensi gagal jantung mendekati 10 per 1000 populasi setelah umur 65 tahun dimana tujuh puluh lima persen dari kasus gagal jantung mempunyai riwayat hipertensi terlebih dahulu Lloyd-Jones et al., 2010. Penelitian terakhir menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal Alwi, 2011. Pada tahun 2006, kematian akibat gagal jantung di Amerika Serikat sebanyak 282.754 dimana laki-laki sebanyak 159.167 sedangkan perempuan sebanyak 123.587 Lloyd-Jones et al., 2010. Tiap tahun, kasus gagal jantung kongestif yang baru berkembang sekitar 550,000 pasien.Pada studi jantung Framingharm menunjukkan bahwa laki-laki, yang mempunyai simptom klinis dari gagal jantung kongestif yang berkembang, mendapat probabilitas kematian 62 dalam waktu 5 tahun dari onset simptom. Studi lain menunjukkan bahwa pasien dengan gagal jantung kongestif dengan derajat fungsional NYHA New York Heart Association kelas IV mempunyai angka kematian 40-50 tiap tahun Deedwania dan Carbajal, 2009. 2. 1. 3. Etiologi Pada gagal jantung akut terdapat banyak penyebab dan faktor pencetus, antara lain Gheorghiade, Filippatos, dan Felker, 2012 : 1 Penyakit jantung iskemik a Sindrom koroner akut b Komplikasi mekanik dari infark akut c Infark ventrikel kanan 2 Valvular a Stenosis valvular b Regurgitasi valvular c Endokarditis d Diseksi aorta 3 Miopati a Post-partum kardiomiopati b Miokarditis akut 4 Hipertensiaritmia a Hipertensi b Aritmia akut 5 Gagal sirkulasi a Septikemia b Tiroktoksikosis c Anemia d Pirai e Tamponade f Emboli paru 6 Dekompensasi pada gagal jantung kronik a Tidak patuh minum obat b Volume overload c Infeksi, terutama pneumonia d Gangguan cerebrovaskular e Operasi f Disfungsi ginjal g AsmaPPOK h Penyalahgunaan obat atau alkohol 2. 1. 4. Mekanisme Kompensasi Pada pasien gagal jantung kongestif ada tiga variabel yang terganggu, yaitu : 1 relaksasi dan pengisian ventrikel fungsi diastolik, 2 kontraktilitas jantung, dan 3 afterload Figueroa dan Peters, 2006. Hal tersebut mengakibatkan penurunan cardiac output sebagai respon awal hemodinamik. Penurunan cardiac output mengakibatkan terjadinya mekanisme kompensasi Ramani et al., 2010. Beberapa mekanisme kompensasi alami bekerja pada pasien dengan gagal jantung untuk mengatasi menurunnya volume sekuncup dan membantu mempertahankan tekanan darah secukupnya untuk perfusi organ vital Chatterjee dan Fifer, 2011. Kompensasi ini termasuk : 1 Mekanisme Frank-Starling Pengurangan volume sekuncup menghasilkan pengosongan ruang yang tidak komplit, sehingga darah yang terakumulasi pada ventrikel selama diastol lebih tinggi daripada normal. Hal ini meningkatkan serat jantung, bertindak lewat mekanisme Frank-Starling, menginduksi volume sekuncup yang lebih besar pada kontraksi selanjutnya, yang mana membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar dan memelihara forward cardiac output Chatterjee dan Fifer, 2011. Tetapi mekanisme ini mempunyai batas, dimana pada kasus gagal jantung yang berat dengan kontraktilitas yang menurun, kurvanya mungkin mendekati datar pada volume diastolik yang tinggi. Secara bersamaan pada sirkumtansi, peningkatan bermakna dari volume diastolik akhir dan tekanan dimana ditransmisikan secara retrograd ke atrium kiri, vena pulmonar, dan kapiler dapat menghasilkan kongesti paru dan edema Chatterjee dan Fifer, 2011. 2 Perubahan neurohormonal Istilah neurohormonal merefleksikan bahwa banyak molekul berelaborasi pada pada gagal jantung, diproduksi oleh sistem neuroendokrin Mann, 2012. Sebagai respon penurunan cardiac output, mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan. Mekanisme ini berjalan untuk meningkatkan tahanan perifer sistemik, yang membantu untuk mempertahankan perfusi arteri ke organ vital walaupun cardiac output berkurang. Peningkatan tahanan perifer total yang diinduksi oleh mekanisme kompensasi ini dapat hampir menyeimbangkan turunnya cardiac output, dan pada derajat awal gagal jantung dapat mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal Chatterjee dan Fifer, 2011. a Sistem saraf adrenergik Menurunnya cardiac output pada gagal jantung dideteksi oleh baroreseptor pada sinus carotis dan lengkung aorta. Reseptor ini mengurangi tingkat pemberian sinyal dalam proporsi untuk penurunan tekanan darah, dan sinyal ditransmisikan oleh saraf kranial ke-9 dan ke-10 ke pusat pengaturan kardiovaskular di medula. Hasilnya, keluaran simpatetik ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat Chatterjee dan Fifer, 2011. Aktivasi sistem saraf simpatik terjadi bersamaan dengan penurunan kekuatan parasimpatis Mann, 2012. Ada 3 konsekuensi segera, yaitu : 1 peningkatan denyut jantung, 2 penambahan kontraktilitas ventrikel,dan 3 vasokonstriksi akibat dari stimulasi reseptor- α pada vena dan arteri sistemik Chatterjee dan Fifer, 2011. b Sistem renin-angiotensin-aldosteron Rangsangan utama pada sekresi renin dari sel jukstaglomerular adalah berkurangnya tekanan perfusi arteri renal akibat penurunan cardiac output. Renin adalah enzim yang memecah angiotensin menjadi angiotensin I, dimana secara cepat dipecah lagi oleh enzim angiotensin-converting ACE untuk membentuk angiotensin II. Peningkatan angiotensin II mengkonstriksi arteriol dan meningkatkan tahanan perifer sistemik Chatterjee dan Fifer, 2011. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal Francis et al., 2008. Aldosteron mengakibatkan reabsorpsi natrium dari tubulus kontortus distal ke ginjal, mengakibatkan penambahan volume intravaskular Chatterjee dan Fifer, 2011. c Hormon antidiuretik Hormon ini berkontribusi dalam peningkatan volume intravaskular karena meningkatkan retensi air pada nefron distal. Peningkatan volume intravaskular mengakibatkan penambahan preload ventrikel kiri dan cardiac output. Peningkatan angiotensin II dan aldosteron yang kronis dapat menimbulkan produksi sitokin, aktivasi makrofag, dan stimulasi fibroblas, mengakibatkan fibrosis dan adverse remodeling jantung Chatterjee dan Fifer, 2011. d Peptida natriuretik Peptida natriuretik adalah hormon yang menguntungkan, dimana disekresi pada gagal jantung sebagai respon meningkatnya tekanan intrakardiak Chatterjee dan Fifer, 2011. Peptida natriuretik meningkat pada pasien gagal jantung. ANP Atrial Natriuretic Peptide normalnya disintesis dan disimpan di atrium, serta dilepas ke sirkulasi selama distensi atrium Francis et al, 2008. Kerja dari peptida natriuretik ini menghasilkan ekskresi pada garam dan air, vasodilatasi, inhibisi sekresi renin dan antagonis efek angiotensin II pada aldosteron dan vasopressin Chatterjee dan Fifer, 2011. BNP B-type Natriuretic Peptide paling banyak disintesis oleh ventrikel dan dilepas pada saat disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung tahap awal. ANP dan BNP mengakibatkan vasodilatasi dan natriuresis lewat aktivasi reseptor guanylate cyclase Francis et al., 2008. 3 Hipertrofi ventrikel dan remodeling Hipertrofi miosit miokardiak terjadi untuk memenuhi kebutuhan dari meningkatnya penggunaan energi mekanis. Pada dasarnya hal ini merupakan respon dari overloading hemodinamik jantung, bisa volume atau tekanan, ataupun kombinasi dari keduanya Francis et al., 2008. Proses remodeling dari ventrikel kiri juga penting dalam mempengaruhi miosit kardiak, volume komponen miosit dan nonmiosit pada miokardiak, serta geometri dan susunan ruang ventrikel kiri Mann, 2012. Peningkatan yang mendukung dalam tekanan dinding bersamaan dengan neurohormonal dan perubahan sitokin menstimulasi perkembangan hipertrofi miokardiak dan deposisi matriks ekstraseluler. Peningkatan masa dari serat otot ini membantu mempertahankan kekuatan kontraksi dan meniadakan tekanan dinding ventrikel. Akan tetapi karena meningkatnya kekakuan dari dinding yang hipertrofi, keuntungan ini datang pada saat peningkatan tekanan ventrikel diastolik daripada saat normal, yang mana ditransmisikan ke atrium kiri dan vaskularisasi pulmonal Chatterjee dan Fijer, 2011. 2. 1. 5. Klasifikasi Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association NYHA McMurray et al., 2012. 1. Kelas I Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dispnea. 2. Kelas II Ada sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik yang biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dispnea. 3. Kelas III Ada keterbatasan aktivitas fisik yang nyata. Aktivitas fisik yang sedikit saja menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dispnea. 4. Kelas IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa ketidaknyamanan. Gejala insufisiensi jantung saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, ketidaknyamanan meningkat. 2. 2. Natrium 2. 2. 1. Fisiologi Natrium merupakan kation terbanyak yang terdapat pada cairan ekstraseluler Guyton, 2006. Karena natrium merupakan kompartemen ekstraseluler yang terbanyak, jumlah natrium dalam tubuh merefleksikan volume cairan ekstraseluler. Mekanisme pengaturan volume normal memastikan pengeluaran natrium seimbang dengan pemasukan natrium. Perubahan pada konsentrasi natrium umumnya menunjukkan terganggunya homeostatis air, sedangkan perubahan pada kadar natrium bermanifestasi menjadi berkurangnya atau bertambahnya volume cairan ekstraseluler dan secara tidak langsung keseimbangan natrium menjadi abnormal Singer dan Brenner, 2005. Gambar 1. Pompa Natrium-Kalium Sumber : Kjell Lundin, 2012 Pemasukan diet natrium menghasilkan penambahan volume cairan ekstraseluler, yang mana akan ditingkatkan ekskresi natrium pada ginjal untuk mempertahankan keseimbangan natrium Singer dan Brenner, 2005. Ekskresi natrium terutama dilakukan di ginjal. Nilai rujukan kadar natrium pada serum anak dan dewasa adalah 135-145 mmolL, sedangkan pada urin anak dan dewasa adalah 40-220 mmol24 jam Yaswir dan Ferawati, 2012. Gambar 2. Proses Transpor Sepanjang Nefron Sumber : Color Atlas of Physiology, 2003 2. 3. 2. Etiologi Hiponatremia Hiponatremia, umumnya didefinisikan sebagai konsentrasi serum natrium 135mmolL Madan, Novak dan Rich, 2011. Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma Yaswir dan Ferawati, 2012. Hiponatremia disebabkan oleh banyak penyebab, antara lain : a. Pseudohiponatremia i. Osmolalitas plasma normal a. Hiperlipidemia b. Hiperproteinemia c. Reseksi pasca transuretral tumor prostat ii. Osmolalitas plasma meningkat a. Hiperglikemia b. Manitol b. Hiponatremia hipoosmolalitas i. Kehilangan natrium primer penambahan air sekunder a. Dari kulit : keringat, luka bakar b. Dari saluran cerna : muntah, drainase selang, fistula, diare, obstruksi c. Dari ginjal : diuretik, osmosis diuresis, hipoaldosteronisme, nekrosis tubular akut non-oligurik ii. Penambahan air primer kehilangan natrium sekunder a. Polidipsi primer b. Menurunnya pemasukan natrium c. Pelepasan hormon antidiuretik d. Defisiensi glukokortikoid e. Hipotiroidisme f. Insufisiensi ginjal kronik iii. Penambahan natrium primer dilewati oleh penambahan air sekunder a. Gagal jantung b. Sirosis hepar c. Sindrom nefrotik Penyebab hiponatremia paling banyak bersamaan dengan osmolalitas plasma yang rendah Singer dan Brenner, 2005.

2. 3. Hubungan Kadar Natrium dengan Gagal Jantung Kongestif

Dari semua pasien yang diterima di rumah sakit dengan diagnosa gagal jantung, 18-27 akan mengalami hiponatremia pada awal penerimaan Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011. Kadar natrium darah dikenal sebagai prediktor outcome pada pasien gagal jantung kronik.Pada percobaan ACTIV in CHF Acute and Chronic Therapeutic Impact of a Vasopressin Antagonist in Congestive Heart Failure, 21 pasien yang dihospitalisasi karena gagal jantung dekompensata akut mengalami hiponatremia pada batas bawah Gheorgiade et al., 2007. Hiponatremia merupakan faktor risiko dari keburukan hemodinamik, hospitalisasi yang lama, meningginya tingkat rehospitalisasi dan mortalitas Madan, Novak, dan Rich, 2011. Hiponatremia dapat mengidentifikasi sebuah populasi dengan profil patofisiologi yang berbeda dari pasien normonatremia. Hal ini menunjukkan banyaknya aktivasi renin- angiotensin-aldosteron atau sistem saraf simpatis danatau pelepasan vasopressin Gheorghiade et al., 2007. Pada gagal jantung kongestif, umumnya terjadi hiponatremia dilusional yang hipervolemik akibat kelebihan cairan Abraham, 2008. Pada umumnya, mekanisme utamanya adalah hiponatremia dilusional yang dipicu oleh osmolalitas yang independen pada sekresi AVP Tada et al., 2011. Sedangkan pada pemakaian obat-obatan yang mengurangi cairan ekstraseluler yang mengakibatkan pengurangan garam yang berlebih, seperti diuretik, dapat mengakibatkan hiponatremia deplesional Abraham, 2008. Pada gagal jantung, pengurangan pengisian arteri yang efektif mengakibatkan penurunan pada regangan baroreseptor, sebuah mekanisme yang memediasi pelepasan vasopressin Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012. Pada gagal jantung kongestif, hiponatremia terjadi bersamaan dengan berlebihnya aktivasi hormon baroreceptor-mediated, termasuk arginine vasopressin AVP, katekolamin, dan sistem renin-angiotensin-aldosteron Tada et al., 2011. AVP disintesis di nukleus supraoptik dan paraventrikular pada hipotalamus dan disimpan di lobus posterior kelenjar pituitari. Efek utama pada ginjal adalah meningkatkan permeabilitas air pada membran luminal dari tubulus kolektivus kortikal dan medula, yang mana mengakibatkan reabsorpsi air. Stimulus utama dari AVP adalah hiperosmolaritas dan pengurangan volume sirkulasi. Pelepasan AVP berkurang dengan terjadinya hipoosmolalitas. Peningkatan AVP mengakibatkan hiponatremia pada pasien gagal jantung, dimana bersamaan dengan dua mekanisme penyebab, yaitu : i mekanisme feedback yang abnormal dan ii baroreceptor feedback. Peningkatan sekresi AVP dan pengikatan terhadap reseptor V2 menghasilkan retensi air bebas dan hiponatremia.Pada pasien gagal jantung kongestif, ada deviasi pada mekanisme feedback dan hipoosmolalitas menetap Kumar et al., 2007. Tingkat plasma AVP secara signifikan meningkat menurut tingkat keparahan dari kelas NYHA, dimana pada NYHA I: 4.9 +- 0.8 pmoll, pada NYHA II: 5.5 +-0.9 pmoll, pada NYHA III: 13.4 +- 2.6 pmoll, sedangkan pada NYHA IV: 26.9 +- 5.6 pmoll Nakamura et al., 2006. Remodeling miokardium sebagai respon terhadap reabsorpsi air yang berlebihan, dimana mengembangkan preload ventrikular dan mengubah fungsi gap junction, dapat berkontribusi terhadap osmolalitas yang rendah pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Dalam kondisi ini, meskipun kadar natrium darah tetap rendah, kadar natrium tubuh total meningkat dan ada peningkatan volume cairan ekstraseluler Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012. Hiponatremia pada gagal jantung juga merupakan tanda terganggunya perfusi ginjal Madan, Novak, dan Rich, 2011. Obat diuretik meningkatkan ekskresi air dan natrium, dengan demikian dapat mengurangi gejala kongestif dan secara teori membantu mengoptimalkan kontraktilitas jantung Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011. Pada umumnya, NYHA dengan kelas yang lebih tinggi, bersamaan dengan meningkatnya penggunaan loop diuretic dan keperluan dosis, merupakan karakteristik pasien dengan hiponatremia Balling et al., 2011. Pada populasi umum, diuretik yang menginduksi hiponatremia sangat banyak, dengan thiazid dihitung atas 63 dari kasus hiponatremia yang parah, loop diuretic atas 6, dan spironolakton atas 1 Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011. Umumnya, pasien yang menerima thiazid, aktivitas AVP yang berlebihan, hipokalemia, dan pemasukan air yang berlebihan ditemukan baik, secara tunggal atau bersamaan, muncul untuk berkontribusi dalam perkembangan hiponatremia. Loop diuretic, dimana bekerja pada medula dan korteks dari ansa henle asenden tebal, sering memperburuk hiponatermia oleh karena diuresis isotonik dengan hilangnya garam Kumar et al., 2007. Pada studi Outcomes of a Prospective Trial of Intravenous Milrinone for Exacerbations of Chronic Heart Failure OPTIME-CHF, kadar natrium darah rendah dalam kuartil pertama 101.90–141.50 mmolL banyak terdapat pada NYHA Class IV dibandingkan dengan NYHA Class III Klein et al., 2005. Sedangkan pada studi MUSIC MUerte Subita en Insuficiencia Cardiaca dengan jumlah pasien gagal jantung kronik sebanyak 992 orang, ditemukan lebih banyak pasien dengan NYHA kelas II 78,4 dibandingkan dengan NYHA kelas III 21,6 dengan kadar natrium darah ≤ 138 mmolL Vazquez et al, 2009. Menurut De Wolfe et al. 2008, rata-rata pasien memiliki derajat fungsional NYHA kelas II dengan kadar serum natrium normal lebih banyak 87 dibandingkan dengan kadar serum natrium yang rendah 13.Subjek penelitian yang mengalami hiponatremia mempunyai WHO functional class yang buruk, dimana hiponatremia terjadi pada 85 subjek penelitian yang mempunyai derajat III-IV dan pada grup dengan kadar natrium yang normal mempunyai proporsi yang sama pada kelas I-II dan III-IV Forfia et al., 2008. Pada pasien gagal jantung yang dihospitalisasi, hiponatremia juga tejadi bersamaan dengan tekanan darah sistolik yang rendah, BNP yang meninggi, dan kemungkinan penggunaan agen inotropik yang meninggi Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012. Menurut Balling et al. 2011, pasien gagal jantung dengan hiponatremia, secara signifikan mempunyai detak jantung dan tekanan darah sistolik rata-rata yang rendah. Gejala yang parah dengan NYHA kelas III-IV lebih sering terjadi pada pasien hiponatremia dibandingkan dengan pasien normonatremia. Pada penelitian Meta-Analysis Global Group in Chronic heart failure MAGGIC, pasien dengan hiponatremia adalah pasien yang lebih tua, lebih sering terkena diabetes mellitus dan fibrilasi atrium, dan mempunyai status klinis yang buruk, yaitu derajat functional class NYHA yang lebih besar NYHA kelas III-IV, dibandingkan dengan pasien tanpa hiponatremia. Pasien gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi lebih lebih banyak tidak terjadi hiponatremia pada NYHA kelas I-II, sedangkan terjadinya hiponatremia lebih banyak terjadi pada NYHA kelas III-IV Rusinaru et al., 2012. Pada penelitian International Collaborative of NT-proBNP Study, ditemukan pasien yang mempunya gejala NYHA kelas IV dengan hiponatremia, tidak menunjukkan tanda overload cairan, seperti meningkatnya tekanan vena jugularis, ritme gallop, edema perifer atau ronki paru, dan temuan foto toraks Mohammed et al., 2010. Pada penelitian International Collaborative of NT-proBNP juga ditemukan, kadar natrium darah rendah sangat banyak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang parah dengan tingkat NT-proBNP amino-terminal pro-B-type natriuretic peptide. Efek pengobatan seperti diuretik dalam pembentukan hiponatremia juga telah didiskusikan, meskipun pasien dengan natrium yang rendah pada studi ini tidak cenderung memakai loop diuretic saat presentasi. Menariknya, meskipun pasien dengan hiponatremia pada analisis mereka lebih banyak dengan gejala kelas IV dan NT-proBNP yang meningkat, mereka cenderung tidak menunjukkan tanda overload cairan pada riwayat penyakit mereka dan pemeriksaan fisik atau gambaran radiografi, dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar natrium normal Mohammed et al., 2010. Hiponatremia juga merupakan tanda meningkatnya kematian jangka pendek dan jangka panjang pada pasien dengan gagal jantung Madan, Novak dan Rich, 2011. Suatu studi menemukan adanya hubungan bermakna antara kematian dalam rumah sakit pada pasien gagal jantung dengan kadar natrium 135-138 mmolL, sedangkan studi lain menemukan konsentrasi natrium darah rata-rata 138 mmolL atau kurang merupakan prediktor mortalitas karena gagalnya pemompaan pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang Abraham, 2008. Pada penelitian OPTIMIZE-HF, risiko mortalitas secara signifikan mulai meningkat pada kadar natrium darah 138 mmolL dan dua kali lipat pada pasien dengan kadar natrium darah pada tingkat 132-135 mmolL Gheorghiade et al, 2007. Menurut Tribouilloy et al. 2010 dalam Jao dan Chiong 2010, pada penelitian kohort prospektif n=735 pasien gagal jantung kongestif yang baru pertama kali dihospitalisasi dengan derajat NYHA II-IV, nilai kadar natrium darah saat admisi adalah 136 meqL, dimana merupakan prediktor independen dari 7-year mortality. BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3. 1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

3. 2. Definisi Operasional dan Variabel

3. 2. 1. Gagal Jantung Kongestif Definisi : Pasien gagal jantung kongestif adalah pasien yang dinyatakan menderita gagal jantung kongestif oleh dokter RSUP Haji Adam Malik Medan yang dicatat di rekam medik. Cara Ukur : Melihat hasil diagnosis pasien oleh dokter pada rekam medik yang telah dikelompokkan berdasarkan derajat functional class NYHA Alat ukur : Rekam medik Hasil ukur : NYHA 1 : Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik NYHA 2 : Keterbatasan aktivitas fisik sedikit, dimana terjadi dispnea dan kelelahan saat aktivitas biasa. NYHA 3 : Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata, dimana terjadi dispnea dan kelelahan saat aktivitas yang minimal. NYHA 4 : Keterbatasan aktivitas fisik yang berat, dimana gejala muncul saat istirahat. Kadar Natrium NYHA 1 NYHA 2 NYHA 3 NYHA 4 Gagal Jantung Kongestif Skala ukur : Ordinal 3. 2. 2. Kadar Natrium Definisi : Kadar natrium darah pada pasein gagal jantung kongestif yang diperiksa pada awal penerimaan pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dicatat di rekam medik. Cara ukur : Melihat hasil pemeriksaan kadar natrium darah yang diperiksa dengan alat elektroda Bayer di rekam medik. Alat ukur : Rekam medik Hasil ukur : Hiponatremia jika kadar natrium darah 135 mmoll, normonatremia jika kadar natrium darah 135-145 mmoll Skala ukur : Numerik 3. 3. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif. BAB 4 METODE PENELITIAN

4. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik yang menilai hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana pengumpulan data dilakukan pada suatu saat dengan cara mengambil data rekam medik pasien gagal jantung kongestif RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012 .

4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit pendidikan dan rujukan di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai November 2013.

4. 3. Populasi dan Sampel

4. 3. 1. Populasi Populasi target penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012, sedangkan populasi terjangkau penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012. 4. 3. 2. Sampel a. Besar Sampel Besar sampel minimum adalah sebanyak 194 orang, dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel untuk penelitian uji hipotesis satu populasi Wahyuni, 2007 : {Z 1- α2 √Po 1-Po + Z 1- β √P a 1-P a } 2 n = ---------------------------------------------------------- P a - P o 2 n = besar sampel minimum Z 1- α2 = nilai distribusi normal baku tabel z pada α tertentu Digunakan α = 0,05, pada rumus : 1,96 Z 1- β = distribusi normal baku tabel z pada β tertentu Digunakan β = 0,20, pada rumus : 0,842 P o = proporsi di populasi, pada rumus : 0,5 P a = perkiraan proporsi di populasi, pada rumus : 0,4 P a - P o = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi, pada rumus : 0,1 {1,96 x √0,5 1-0,5 + 0,842 x √0,4 1-0,4} 2 n = ---------------------------------------------------------- 0,4- 0,5 2 n = 193,90 orang ≃ 194 orang Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel minimal adalah 194 orang. b. Teknik Pengambilan Sampel Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling. Pada metode ini, dihitung terlebih dahulu jumlah subjek dalam populasi yang akan dipilih sampelnya sebanyak 1620 orang pada penelitian ini. Lalu, subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian. Tiap subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi Sastroasmoro dan Ismael, 2011. Jenis pengambilan sampel ini merupakan teknik yang paling baik dari non-probability sampling karena hampir dapat menyerupai probability sampling, namun harus dalam kurun waktu yang tidak begitu singkat Wahyuni, 2007. Kriteria Inklusi: Semua rekam medis pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar natrium darah di departemen kardiologi RSUP H. Adam Malik Medan Kriteria Eksklusi: Semua rekam medis pasien gagal jantung kongestif yang mempunyai riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat hospitalisasi di rumah sakit lain. 4. 4. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitan ini adalah data sekunder, yaitu rekam medik pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012. Data diperoleh dari bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Dari tiap sampel diteliti derajat functional class pasien, kadar natrium darah, etiologi, dan riwayat pengobatan serta riwayat hospitalisasi sebelumnya.

4. 5. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang diperoleh dari observasi rekam medis, akan dianalisis secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik yang digunakan untuk menilai hubungan antara variabel kadar natrium darah dengan variabel derajat functional class pada gagal jantung kongestif adalah uji non parametrik Spearman Correlation. Proses pemasukan data dan pengolahan data menggunakan program komputer Stastical Product and Service Solution SPSS. BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan yang berada di jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335MenkesSKVII1990, sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502MenkesSKIX1991, dan sebagai pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

5.2. Karakteristik Individu dan Hasil

Dalam penelitian ini, sampel yang didapatkan adalah sebanyak 218 orang yang didiagnosa Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart FailureCHF di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012. Gambaran karakteristik sampel yang diamati meliputi : jenis kelamin, usia, derajat functional class NYHA, etiologi dan kadar natrium. Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Gagal Jantung Kongestif Karakteristik Sampel Frekuensi n Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 155 71.1 Perempuan 63 28.9 Total 218 100 Kelompok Usia ≤ 39 tahun 20 9.2 40 – 59 tahun 93 42.7 ≥ 60 tahun 105 48.1 Total 218 100 Derajat NYHA NYHA I 5 2.3 NYHA II 98 45 NYHA III 94 43.1 NYHA IV 21 9.6 Total 218 100 Etiologi CAD 99 45.4 HHD 34 15.6 CAD dan HHD 57 26.1 VHD 25 11.5 PJT 3 1.4 Total 218 100 Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin sampel yang terbanyak adalah laki-laki, yaitu sebanyak 155 orang 71.1, sedangkan sampel yang paling sedikit adalah perempuan, yaitu sebanyak 19 orang 23.2. Berdasarkan hasil penelitian, kelompok usia sampel yang terbanyak adalah kelompok usia ≥ 60 tahun, yaitu sebanyak 105 orang 48.1, sedangkan kelompok usia ≤ 39 tahun merupakan kelompok usia sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak 20 orang 9.2. Umur rata-rata sampel adalah 57.52 tahun. Umur sampel paling muda adalah 7 tahun, sedangkan umur sampel paling tua adalah 85 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, derajat functional class NYHA sampel yang terbanyak adalah kelompok derajat NYHA II, yaitu sebanyak 98 orang 45, sedangkan kelompok derajat NYHA I merupakan kelompok derajat functional class NYHA sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak lima orang 2.3. Berdasarkan hasil penelitian, etiologi sampel yang terbanyak adalah kelompok etiologi CAD, yaitu sebanyak 99 orang 45.4, sedangkan kelompok etiologi PJT merupakan kelompok etiologi sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak tiga orang 1.4. Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kadar Natrium dan Derajat Functional Class NYHA Derajat Nyha NYHA I NYHA II NYHA III NYHA IV f f F f Kadar Natrium Hipo- natremia 24 24.5 38 40.4 20 95.2 Normo- natremia 5 100 74 75.5 56 59.6 1 4.8 Total 5 100 98 100 94 100 21 100 Berdasarkan tabel 5.2., pasien gagal jantung kongestif dengan kelompok derajat NYHA IV lebih banyak mengalami hiponatremia 95.2, sedangkan pada kelompok derajat NYHA I, NYHA II, dan NYHA III lebih banyak mengalami normonatremia 100, 75.5, 59.6. Berdasarkan analisa non parametrik Spearman Correlation antara variabel kadar natrium dengan derajat functional class NYHA sampel dari tabel 5.6, didapati nilai p adalah 0.000 0.0001, dimana bila didapati nilai p 0.05 maka ada korelasi yang signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa antara kadar natrium dengan derajat functional class NYHA didapati hubungan yang signifikan. Selain itu, didapati koefisien korelasi r antara kadar natrium dengan derajat functional class NYHA sebesar -0.36 r = -0.36, artinya kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup tetapi tidak searah. Maka dapat disimpulkan jika derajat functional class NYHA tinggi, maka kadar natriumnya rendah dan sebaliknya.

5.3. Pembahasan