Hubungan Kadar Natrium Darah Dengan Derajat Functional Class Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

(1)

HUBUNGAN KADAR NATRIUM DARAH DENGAN DERAJAT FUNCTIONAL CLASS PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2012

Oleh :

NINA MELINA GINTING 100100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN KADAR NATRIUM DARAH DENGAN DERAJAT FUNCTIONAL CLASS PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

NINA MELINA GINTING NIM : 100100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Hubungan Kadar Natrium Darah dengan Derajat Functional Class pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

NAMA : Nina Melina Ginting NIM : 100100162

Pembimbing Penguji I

(dr. Andika Sitepu, Sp.JP (K)) (dr. Sake Juli Martina, Sp.FK) NIP : 197911122008011004 NIP : 197807272003122003

Penguji II

(dr. Sri Amelia, M.Kes) NIP : 197409132003122001

Medan, Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP : 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang : Semakin tinggi derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif, semakin meningkat tingkat plasma arginine vasopressin (AVP) yang dimiliki pasien tersebut. Hal ini mengakibatkan retensi air dan

menimbulkan hiponatremia.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2011-2012.

Metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Populasi penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat

functional class NYHA di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012. Sebanyak 194 sampel dipilih dengan teknik konsekutif. Pengumpulan data menggunakan rekam medis. Data dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS.

Hasil : Hasil penelitian dengan uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan bermakna antara kadar natrium darah dengan derajat functional class dengan nilai p<0.0001 dan memiliki korelasi negatif antara kedua variabel tersebut (r = - 0.36). Sebagian besar sampel mengalami normonatremia (62.4%). Derajat functional class pada sebagian besar sampel adalah NYHA II (45%). Sampel dengan derajat NYHA IV hampir seluruhnya mengalami hiponatremia (95.2%). Sedangkan sampel dengan derajat NYHA I, NYHA II, dan NYHA III lebih banyak mengalami normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%).

Kesimpulan : Semakin tinggi derajat functional class NYHA pasien gagal jantung kongestif, semakin rendah kadar natrium darahnya.


(5)

ABSTRACT

Background : More higher of functional class in congestive heart failure patient, there is more higher of arginine vasopressin plasma (AVP) that patient’s had. This causes water retention and become hyponatremia.

Objective : To find out the relationship between serum sodium and functional class degree in congestive heart failure patient in RSUP H. Adam Malik Medan during the year of 2011-2012.

Method : This research is an analytic study with cross sectional design. The population used in this research congestive heart failure patients according to NYHA functional class degree in RSUP H. Adam Malik Medan during the year of 2011-2012. One hundred and ninety four samples were selected by using consecutive sampling method. Data were retrieved from medical records and analyzed by using the SPSS programme.

Results : The results of research by Spearman Corelation test shows there is a significant relationship between sodium and functional class degree with p value <0.0001 and has a negative correlation between the variables (r = -0.36). Most of the samples had normonatremia (62.4%). Functional class degree in most of the samples was NYHA II (45%). Almost all of samples with NYHA IV degree had hyponatremia (95.2%). But most of samples with NYHA I, NYHA II, and NYHA III degree had normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%).

Conclusion : More higher of NYHA functional class degree in congestive heart failure, more lower of serum sodium that patient’s had.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian yang telah dilaksanakan ini berjudul “Hubungan Kadar Natrium Darah dengan Derajat

Functional Class pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2012”

Dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Andika Sitepu, Sp.JP (K), selaku dosen pembimbing, terima kasih banyak atas arahan, ilmu dan waktu yang telah diluangkan untuk membimbing penulis.

3. dr. Sake Juli Martina, Sp.FK, selaku dosen penguji I yang telah bersedia menjadi penguji dan memberi pengarahan dan masukan dalam penelitian ini. 4. dr. Sri Amelia, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah bersedia menjadi

penguji dan memberi pengarahan dan masukan dalam penelitian ini.

5. Orangtua penulis, Drs. Agus Ginting, M.Si dan Maria Tri Liasna Purba, SE, dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Teman-teman seangkatan penulis yang telah memberikan dukungan, saran, dan bantuan selama penulis menyiapkan karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan dan penulisan karya tulis ilmiah ini.


(7)

8. Seluruh staf pegawai di RSUP H. Adam Malik Medan khususnya Instalasi Rekam Medis yang telah sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki ke arah sempurna. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 8 Desember 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ... ... ... i

ABSTRAK ... ... ... ... ii

ABSTRACT ... ... ... ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... ... 1

1. 2. Rumusan Masalah ... 4

1. 3. Tujuan Penelitian ... 4

1. 4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2. 1. Gagal Jantung ... 5

2. 1. 1. Definisi ... 5

2. 1. 2. Epidemiologi ... 5

2. 1. 3. Etiologi ... 6

2. 1. 4. Mekanisme Kompensasi ... 7

2. 1. 5. Klasifikasi ... 10

2. 2. Natrium ... 11

2. 2. 1. Fisiologi ... 11

2. 2. 2. Etiologi Hiponatremia ... 12

2. 3. Hubungan Kadar Natrium dengan Gagal Jantung Kongestif ... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3. 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 18

3. 2. Definisi Operasional dan Variabel ... 18


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... ... 20

4. 1. Jenis Penelitian ... 20

4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4. 3. Populasi dan Sampel ... 20

4. 4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. 5. Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

5. 2. Karakteristik Individu dan Hasil ... 23

5. 3. Pembahasan ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6. 1. Kesimpulan ... 32

6. 2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Gagal 24 Jantung Kongestif

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kadar 25 Natrium dan Derajat Functional Class NYHA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Pompa Natrium-Kalium ... ... 11 Gambar 2. Proses Transpor Sepanjang Nefron ... 12 Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian ... 18


(12)

DAFTAR SINGKATAN

ACE : Angiotensin-Converting Enzyme

ACTIV in CHF : Acute and Chronic Therapeutic Impact of a

Vasopressin Antagonist in Congestive Heart Failure ADHERE-US : Acute Decompensated Heart Failure National Registry-

United States

ADHERE-I : Acute Decompensated Heart Failure National Registry- International

AHA : American Heart Association

ANP : Atrial Natriuretic Peptide

AVP : Arginine Vasopressin

BNP : B-type Natriuretic Peptide

CAD : Coronary Artery Disease

CHD : Coronary Heart Disease

CHF : Congestive Heart Failure

Depkes : Departemen Kesehatan HHD : Hypertensive Heart Disease

MAGGIC : Meta-Analysis Global Group in Chronic heart failure

MUSIC : MUerte Subita en Insuficiencia Cardiaca

NHLBI : National Heart, Lung, and Blood Institute

NT-proBNP : Amino-Terminal pro-B-type Natriuretic Peptide

NYHA : New York Heart Association

OPTIME-CHF : Outcomes of a Prospective Trial of Intravenous Milrinone for Exacerbations of Chronic Heart Failure

PJT : Penyakit Jantung Tiroid

PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronik RSUP H. : Rumah Sakit Umum Pusat Haji


(13)

SPSS : Stastical Product and Service Solution

VHD : Valvular Heart Disease


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Data Penelitian

Lampiran 3. Hasil Analisa Data SPSS Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clearance) Lampiran 6. Lembar Kegiatan Bimbingan Hasil Penelitian


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang : Semakin tinggi derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif, semakin meningkat tingkat plasma arginine vasopressin (AVP) yang dimiliki pasien tersebut. Hal ini mengakibatkan retensi air dan

menimbulkan hiponatremia.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2011-2012.

Metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Populasi penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat

functional class NYHA di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012. Sebanyak 194 sampel dipilih dengan teknik konsekutif. Pengumpulan data menggunakan rekam medis. Data dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS.

Hasil : Hasil penelitian dengan uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan bermakna antara kadar natrium darah dengan derajat functional class dengan nilai p<0.0001 dan memiliki korelasi negatif antara kedua variabel tersebut (r = - 0.36). Sebagian besar sampel mengalami normonatremia (62.4%). Derajat functional class pada sebagian besar sampel adalah NYHA II (45%). Sampel dengan derajat NYHA IV hampir seluruhnya mengalami hiponatremia (95.2%). Sedangkan sampel dengan derajat NYHA I, NYHA II, dan NYHA III lebih banyak mengalami normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%).

Kesimpulan : Semakin tinggi derajat functional class NYHA pasien gagal jantung kongestif, semakin rendah kadar natrium darahnya.


(16)

ABSTRACT

Background : More higher of functional class in congestive heart failure patient, there is more higher of arginine vasopressin plasma (AVP) that patient’s had. This causes water retention and become hyponatremia.

Objective : To find out the relationship between serum sodium and functional class degree in congestive heart failure patient in RSUP H. Adam Malik Medan during the year of 2011-2012.

Method : This research is an analytic study with cross sectional design. The population used in this research congestive heart failure patients according to NYHA functional class degree in RSUP H. Adam Malik Medan during the year of 2011-2012. One hundred and ninety four samples were selected by using consecutive sampling method. Data were retrieved from medical records and analyzed by using the SPSS programme.

Results : The results of research by Spearman Corelation test shows there is a significant relationship between sodium and functional class degree with p value <0.0001 and has a negative correlation between the variables (r = -0.36). Most of the samples had normonatremia (62.4%). Functional class degree in most of the samples was NYHA II (45%). Almost all of samples with NYHA IV degree had hyponatremia (95.2%). But most of samples with NYHA I, NYHA II, and NYHA III degree had normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%).

Conclusion : More higher of NYHA functional class degree in congestive heart failure, more lower of serum sodium that patient’s had.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung (Manurung, 2009). Menurut laporan dari AHA, sekitar 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami gagal jantung (Lloyd-Jones et al., 2010). Menurut Depkes Indonesia (2009), pada tahun 2007, terdapat 13.395 pasien rawat inap dan 16.431 pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia mengalami gagal jantung pada tahun 2007 dengan Case Fatality Rate 13,42% (peringkat kedua terbanyak setelah infark miokard akut dengan Case Fatality Rate 13,49%).

Ketika terjadi penurunan cardiac output yang kronis, volume darah dalam sistem kardiovaskular akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan penambahan cairan dalam tubuh yang berlebihan, dimana retensi cairan yang berlebihan yang dikombinasikan dengan gagal jantung disebut dengan gagal jantung kongestif (Mason, 1980).

Menurut WHO (2004), terdapat insidensi gagal jantung kongestif sebanyak 5,7 juta di dunia dan sebanyak 1,4 juta di Asia Tenggara. Prevalensi gagal jantung kongestif diantara penduduk Amerika Serikat tahun 2005 adalah 2,5% dengan prevalensi pada laki-laki sebanyak 2,8% dan pada perempuan sebanyak 2,2% (Golanty dan Edlin, 2009). Pada tahun 2011, terdapat 755 pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia ≥ 20 tahun) di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan (Waty dan Hasan, 2013).

Bentuk spesifik dari kerusakan fungsi jantung yang mengakibatkan gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk yang umum, yaitu berkurangnya kekuatan dari kontraksi ventrikel, kegagalan mekanik pada pengisian ventrikel selama fase diastol pada siklus jantung, dan overloading dari ventrikel selama kontraksi jantung. Ketika aktivitas pompa jantung terganggu


(18)

dan mulai menjadi malfungsi, apakah melalui penyakit otot jantung primer atau melalui overloading kronis dari volume darah dan tekanan darah, tubuh sendiri menyediakan pertolongan darurat dalam bentuk mekanisme kompensasi (Mason, 1980). Mekanisme ini termasuk mekanisme Frank-Starling, perubahan neurohormonal, dan perkembangan dari hipertrofi ventrikel dan remodeling

(Chatterjee dan Fifer, 2011). Mekanisme ini dirancang untuk membantu ventrikel menangani fungsinya dan mempertahankan tingkat cardiac output

yang normal. Gagal jantung kongestif dekompensasi terjadi ketika aksi penuh mekanisme adaptif pun gagal untuk mempertahankan cardiac output dalam tingkat normal (Mason, 1980).

Ketika cardiac output rendah, banyak refleks sirkulasi diaktivasi dengan seketika. Yang paling terkenal adalah refleks baroreseptor, dimana diaktivasi oleh penurunan tekanan arteri (Guyton, 2006). Vasokonstriksi dan retensi natrium merupakan respon yang tepat terhadap kehilangan volume sirkulasi. Pada gagal jantung, ginjal bereaksi terhadap kehilangan cairan ekstraselular dan volume plasma.

Pada tahap akhir dari gagal jantung, retensi air dan garam ditingkatkan oleh karena efek dari aldosteron dan angiotensin II pada ginjal. Berdasarkan prevalensi dari gejala dan tanda spesifik di gagal jantung sistolik dan diastolik, prevalensi edema adalah 30% pada gagal jantung diastolik dan 40% pada gagal jantung sistolik (Zile dan Brutsaert, 2002). Edema cairan ekstraseluler terjadi ketika ada penambahan cairan yang berlebih dalam ruang ekstraseluler. Komponen terbanyak dalam cairan ektraselular adalah ion natrium, dimana terdapat paling banyak di plasma (142 mOsm/L H2O) daripada di interstisial (139 mOsm/L H2O) (Guyton, 2006).

Pada beberapa kasus, vasopressin dikeluarkan, mengakibatkan reabsorbsi air bebas lebih jauh lagi. Dalam waktu yang cepat, peninggian resistensi sistemik, kongesti sistemik, edema dan hiponatremia menjadi manifestasi klinis (Francis, 2002). Pada pasien gagal jantung, aktivasi neurohormonal yang berlebihan termasuk arginine vasopressin (AVP), dimana mengakibatkan retensi air, akan menimbulkan hiponatremia yang juga merupakan tanda dari terganggunya


(19)

perfusi ginjal (Madan, Novak, dan Rich, 2011). Dalam gagal jantung, beberapa atau semua keperluan untuk ekskresi dari urin yang diencerkan maksimal mungkin terganggu, membuka jalan menuju hiponatremia (Sica, 2005). Hiponatremia merupakan komplikasi umum pada gagal jantung kongestif dan merupakan abnormalitas elektrolit yang paling banyak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Prevalensi hiponatremia pada pasien gagal jantung yang dihospitalisasi telah dilaporkan sebanyak 20-25%. Pada pasien gagal jantung yang dihospitalisasi, hiponatremia telah menjadi prediktor poten dari outcome yang buruk (Balling et al., 2011).

Menurut Nakamura et al. (2006), semakin parah derajat functional class

pada pasien gagal jantung kongestif, semakin meningkat tingkat plasma arginine vasopressin (AVP) yang dimiliki pasien tersebut. Pada pasien gagal jantung, aktivasi neurohormonal yang berlebihan termasuk AVP, dimana mengakibatkan retensi air, akan menimbulkan hiponatremia yang juga merupakan tanda dari terganggunya perfusi ginjal (Madan, Novak, dan Rich, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Balling dan kawan-kawan, pasien gagal jantung dengan derajat functional class III-IV lebih banyak mengalami hiponatremia dibandingkan dengan mengalami normonatremia (Balling et al., 2011). Pada penelitian Meta-Analysis Global Group in Chronic heart failure (MAGGIC), pasien gagal jantung dengan derajat functional class NYHA II lebih banyak mengalami normonatremia dibandingkan dengan yang mengalami hiponatremia (Rusinaru et al., 2011). Akan tetapi pada penelitian International Collaborative of NT-proBNP ditemukan pasien dengan kelompok derajat NYHA III dan

NYHA IV lebih banyak mengalami normonatremia dibandingkan dengan yang

mengalami hiponatremia (Mohammed et al., 2010).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2011-2012.


(20)

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar natrium darah dengan derajat

functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien gagal jantung kongestif berdasarkan etiologi.

2. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan terutama di RSUP H. Adam Malik Medan, untuk mengetahui angka kejadian hiponatremia pada pasien gagal jantung kongestif.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian selanjutnya mengenai gagal jantung kongestif.

3. Sebagai wawasan tambahan bagi pembaca dan peneliti sendiri tentang hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada gagal jantung kongestif.

4. Sebagai sarana bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah ini di lapangan kelak.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Gagal Jantung 2. 1. 1. Definisi

Menurut Panggabean (2009) gagal jantung adalah suatu sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Secara umum, definisi dari gagal jantung adalah suatu kondisi dimana ada fungsi jantung yang abnormal yang bertanggung jawab atas gagalnya jantung untuk memompa darah pada keadaan seimbang dengan keperluan metabolik jaringan (Francis et al., 2008).

Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom klinis yang kompleks dengan karakter disfungsi ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dan dihasilkan perubahan dalam pengaturan neurohormonal (Deedwania dan Carbajal, 2009). Menurut Dorland (2010), gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai adanya kesulitan bernapas serta retensi abnormal natrium dan air, yang sering menyebabkan edema.

2. 1. 2. Epidemiologi

Kejadian gagal jantung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah. Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun (Ghanie, 2009). Dari data NHLBI, insidensi gagal jantung mendekati 10 per 1000 populasi setelah umur 65 tahun dimana tujuh puluh lima persen dari kasus gagal jantung mempunyai riwayat hipertensi terlebih dahulu (Lloyd-Jones et al., 2010). Penelitian terakhir menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (Alwi, 2011). Pada tahun 2006, kematian akibat gagal jantung di Amerika Serikat sebanyak 282.754 dimana laki-laki sebanyak 159.167 sedangkan perempuan sebanyak 123.587 (Lloyd-Jones et al., 2010).


(22)

Tiap tahun, kasus gagal jantung kongestif yang baru berkembang sekitar 550,000 pasien.Pada studi jantung Framingharm menunjukkan bahwa laki-laki, yang mempunyai simptom klinis dari gagal jantung kongestif yang berkembang, mendapat probabilitas kematian 62% dalam waktu 5 tahun dari onset simptom. Studi lain menunjukkan bahwa pasien dengan gagal jantung kongestif dengan derajat fungsional NYHA (New York Heart Association) kelas IV mempunyai angka kematian 40-50% tiap tahun (Deedwania dan Carbajal, 2009).

2. 1. 3. Etiologi

Pada gagal jantung akut terdapat banyak penyebab dan faktor pencetus, antara lain (Gheorghiade, Filippatos, dan Felker, 2012) :

1) Penyakit jantung iskemik a) Sindrom koroner akut

b) Komplikasi mekanik dari infark akut c) Infark ventrikel kanan

2) Valvular

a) Stenosis valvular b) Regurgitasi valvular c) Endokarditis d) Diseksi aorta 3) Miopati

a) Post-partum kardiomiopati b) Miokarditis akut

4) Hipertensi/aritmia a) Hipertensi b) Aritmia akut 5) Gagal sirkulasi

a) Septikemia b) Tiroktoksikosis c) Anemia


(23)

e) Tamponade f) Emboli paru

6) Dekompensasi pada gagal jantung kronik a) Tidak patuh minum obat

b) Volume overload

c) Infeksi, terutama pneumonia d) Gangguan cerebrovaskular e) Operasi

f) Disfungsi ginjal g) Asma/PPOK

h) Penyalahgunaan obat atau alkohol

2. 1. 4. Mekanisme Kompensasi

Pada pasien gagal jantung kongestif ada tiga variabel yang terganggu, yaitu : (1) relaksasi dan pengisian ventrikel (fungsi diastolik), (2) kontraktilitas jantung, dan (3) afterload (Figueroa dan Peters, 2006). Hal tersebut mengakibatkan penurunan cardiac output sebagai respon awal hemodinamik. Penurunan cardiac output mengakibatkan terjadinya mekanisme kompensasi (Ramani et al., 2010). Beberapa mekanisme kompensasi alami bekerja pada pasien dengan gagal jantung untuk mengatasi menurunnya volume sekuncup dan membantu mempertahankan tekanan darah secukupnya untuk perfusi organ vital (Chatterjee dan Fifer, 2011). Kompensasi ini termasuk :

1) Mekanisme Frank-Starling

Pengurangan volume sekuncup menghasilkan pengosongan ruang yang tidak komplit, sehingga darah yang terakumulasi pada ventrikel selama diastol lebih tinggi daripada normal. Hal ini meningkatkan serat jantung, bertindak lewat mekanisme Frank-Starling, menginduksi volume sekuncup yang lebih besar pada kontraksi selanjutnya, yang mana membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar dan memelihara forward cardiac output


(24)

Tetapi mekanisme ini mempunyai batas, dimana pada kasus gagal jantung yang berat dengan kontraktilitas yang menurun, kurvanya mungkin mendekati datar pada volume diastolik yang tinggi. Secara bersamaan pada sirkumtansi, peningkatan bermakna dari volume diastolik akhir dan tekanan (dimana ditransmisikan secara retrograd ke atrium kiri, vena pulmonar, dan kapiler) dapat menghasilkan kongesti paru dan edema (Chatterjee dan Fifer, 2011). 2) Perubahan neurohormonal

Istilah neurohormonal merefleksikan bahwa banyak molekul berelaborasi pada pada gagal jantung, diproduksi oleh sistem neuroendokrin (Mann, 2012). Sebagai respon penurunan cardiac output, mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan. Mekanisme ini berjalan untuk meningkatkan tahanan perifer sistemik, yang membantu untuk mempertahankan perfusi arteri ke organ vital walaupun cardiac output berkurang. Peningkatan tahanan perifer total yang diinduksi oleh mekanisme kompensasi ini dapat hampir menyeimbangkan turunnya cardiac output, dan pada derajat awal gagal jantung dapat mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal (Chatterjee dan Fifer, 2011).

a) Sistem saraf adrenergik

Menurunnya cardiac output pada gagal jantung dideteksi oleh baroreseptor pada sinus carotis dan lengkung aorta. Reseptor ini mengurangi tingkat pemberian sinyal dalam proporsi untuk penurunan tekanan darah, dan sinyal ditransmisikan oleh saraf kranial ke-9 dan ke-10 ke pusat pengaturan kardiovaskular di medula. Hasilnya, keluaran simpatetik ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat (Chatterjee dan Fifer, 2011). Aktivasi sistem saraf simpatik terjadi bersamaan dengan penurunan kekuatan parasimpatis (Mann, 2012). Ada 3 konsekuensi segera, yaitu : (1) peningkatan denyut jantung, (2) penambahan kontraktilitas ventrikel,dan (3) vasokonstriksi akibat dari stimulasi reseptor-α pada vena dan arteri sistemik (Chatterjee dan Fifer, 2011).

b) Sistem renin-angiotensin-aldosteron

Rangsangan utama pada sekresi renin dari sel jukstaglomerular adalah berkurangnya tekanan perfusi arteri renal akibat penurunan cardiac output.


(25)

Renin adalah enzim yang memecah angiotensin menjadi angiotensin I, dimana secara cepat dipecah lagi oleh enzim angiotensin-converting (ACE) untuk membentuk angiotensin II. Peningkatan angiotensin II mengkonstriksi arteriol dan meningkatkan tahanan perifer sistemik (Chatterjee dan Fifer, 2011). Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal (Francis et al., 2008). Aldosteron mengakibatkan reabsorpsi natrium dari tubulus kontortus distal ke ginjal, mengakibatkan penambahan volume intravaskular (Chatterjee dan Fifer, 2011).

c) Hormon antidiuretik

Hormon ini berkontribusi dalam peningkatan volume intravaskular karena meningkatkan retensi air pada nefron distal. Peningkatan volume intravaskular mengakibatkan penambahan preload ventrikel kiri dan cardiac output. Peningkatan angiotensin II dan aldosteron yang kronis dapat menimbulkan produksi sitokin, aktivasi makrofag, dan stimulasi fibroblas, mengakibatkan fibrosis dan adverse remodeling jantung (Chatterjee dan Fifer, 2011).

d) Peptida natriuretik

Peptida natriuretik adalah hormon yang menguntungkan, dimana disekresi pada gagal jantung sebagai respon meningkatnya tekanan intrakardiak (Chatterjee dan Fifer, 2011). Peptida natriuretik meningkat pada pasien gagal jantung. ANP (Atrial Natriuretic Peptide) normalnya disintesis dan disimpan di atrium, serta dilepas ke sirkulasi selama distensi atrium (Francis et al, 2008). Kerja dari peptida natriuretik ini menghasilkan ekskresi pada garam dan air, vasodilatasi, inhibisi sekresi renin dan antagonis efek angiotensin II pada aldosteron dan vasopressin (Chatterjee dan Fifer, 2011). BNP (B-type Natriuretic Peptide) paling banyak disintesis oleh ventrikel dan dilepas pada saat disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung tahap awal. ANP dan BNP mengakibatkan vasodilatasi dan natriuresis lewat aktivasi reseptor guanylate cyclase (Francis et al., 2008).

3) Hipertrofi ventrikel dan remodeling

Hipertrofi miosit miokardiak terjadi untuk memenuhi kebutuhan dari meningkatnya penggunaan energi mekanis. Pada dasarnya hal ini merupakan


(26)

respon dari overloading hemodinamik jantung, bisa volume atau tekanan, ataupun kombinasi dari keduanya (Francis et al., 2008). Proses remodeling dari ventrikel kiri juga penting dalam mempengaruhi miosit kardiak, volume komponen miosit dan nonmiosit pada miokardiak, serta geometri dan susunan ruang ventrikel kiri (Mann, 2012).

Peningkatan yang mendukung dalam tekanan dinding (bersamaan dengan neurohormonal dan perubahan sitokin) menstimulasi perkembangan hipertrofi miokardiak dan deposisi matriks ekstraseluler. Peningkatan masa dari serat otot ini membantu mempertahankan kekuatan kontraksi dan meniadakan tekanan dinding ventrikel. Akan tetapi karena meningkatnya kekakuan dari dinding yang hipertrofi, keuntungan ini datang pada saat peningkatan tekanan ventrikel diastolik daripada saat normal, yang mana ditransmisikan ke atrium kiri dan vaskularisasi pulmonal (Chatterjee dan Fijer, 2011).

2. 1. 5. Klasifikasi

Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association

(NYHA) (McMurray et al., 2012). 1. Kelas I

Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dispnea.

2. Kelas II

Ada sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik yang biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dispnea.

3. Kelas III

Ada keterbatasan aktivitas fisik yang nyata. Aktivitas fisik yang sedikit saja menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dispnea.

4. Kelas IV

Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa ketidaknyamanan. Gejala insufisiensi jantung saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, ketidaknyamanan meningkat.


(27)

2. 2. Natrium 2. 2. 1. Fisiologi

Natrium merupakan kation terbanyak yang terdapat pada cairan ekstraseluler (Guyton, 2006). Karena natrium merupakan kompartemen ekstraseluler yang terbanyak, jumlah natrium dalam tubuh merefleksikan volume cairan ekstraseluler. Mekanisme pengaturan volume normal memastikan pengeluaran natrium seimbang dengan pemasukan natrium. Perubahan pada konsentrasi natrium umumnya menunjukkan terganggunya homeostatis air, sedangkan perubahan pada kadar natrium bermanifestasi menjadi berkurangnya atau bertambahnya volume cairan ekstraseluler dan secara tidak langsung keseimbangan natrium menjadi abnormal (Singer dan Brenner, 2005).

Gambar 1. Pompa Natrium-Kalium Sumber : Kjell Lundin, 2012

Pemasukan diet natrium menghasilkan penambahan volume cairan ekstraseluler, yang mana akan ditingkatkan ekskresi natrium pada ginjal untuk mempertahankan keseimbangan natrium (Singer dan Brenner, 2005). Ekskresi natrium terutama dilakukan di ginjal. Nilai rujukan kadar natrium pada serum


(28)

anak dan dewasa adalah 135-145 mmol/L, sedangkan pada urin anak dan dewasa adalah 40-220 mmol/24 jam (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Gambar 2. Proses Transpor Sepanjang Nefron Sumber : Color Atlas of Physiology, 2003

2. 3. 2. Etiologi Hiponatremia

Hiponatremia, umumnya didefinisikan sebagai konsentrasi serum natrium <135mmol/L ( Madan, Novak dan Rich, 2011). Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma (Yaswir dan Ferawati, 2012). Hiponatremia disebabkan oleh banyak penyebab, antara lain :

a. Pseudohiponatremia

i. Osmolalitas plasma normal a. Hiperlipidemia b. Hiperproteinemia

c. Reseksi pasca transuretral tumor prostat ii. Osmolalitas plasma meningkat


(29)

b. Manitol

b. Hiponatremia hipoosmolalitas

i. Kehilangan natrium primer (penambahan air sekunder) a. Dari kulit : keringat, luka bakar

b. Dari saluran cerna : muntah, drainase selang, fistula, diare, obstruksi

c. Dari ginjal : diuretik, osmosis diuresis, hipoaldosteronisme, nekrosis tubular akut non-oligurik

ii. Penambahan air primer (kehilangan natrium sekunder) a. Polidipsi primer

b. Menurunnya pemasukan natrium c. Pelepasan hormon antidiuretik d. Defisiensi glukokortikoid e. Hipotiroidisme

f. Insufisiensi ginjal kronik

iii. Penambahan natrium primer (dilewati oleh penambahan air sekunder) a. Gagal jantung

b. Sirosis hepar c. Sindrom nefrotik

Penyebab hiponatremia paling banyak bersamaan dengan osmolalitas plasma yang rendah (Singer dan Brenner, 2005).

2. 3. Hubungan Kadar Natrium dengan Gagal Jantung Kongestif

Dari semua pasien yang diterima di rumah sakit dengan diagnosa gagal jantung, 18-27% akan mengalami hiponatremia pada awal penerimaan (Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011). Kadar natrium darah dikenal sebagai prediktor outcome pada pasien gagal jantung kronik.Pada percobaan ACTIV in CHF (Acute and Chronic Therapeutic Impact of a Vasopressin Antagonist in Congestive Heart Failure), 21% pasien yang dihospitalisasi karena gagal jantung dekompensata akut mengalami hiponatremia pada batas bawah (Gheorgiade et al., 2007). Hiponatremia merupakan faktor risiko dari keburukan


(30)

hemodinamik, hospitalisasi yang lama, meningginya tingkat rehospitalisasi dan mortalitas (Madan, Novak, dan Rich, 2011). Hiponatremia dapat mengidentifikasi sebuah populasi dengan profil patofisiologi yang berbeda dari pasien normonatremia. Hal ini menunjukkan banyaknya aktivasi renin-angiotensin-aldosteron atau sistem saraf simpatis dan/atau pelepasan vasopressin

(Gheorghiade et al., 2007).

Pada gagal jantung kongestif, umumnya terjadi hiponatremia dilusional yang hipervolemik akibat kelebihan cairan (Abraham, 2008). Pada umumnya, mekanisme utamanya adalah hiponatremia dilusional yang dipicu oleh osmolalitas yang independen pada sekresi AVP (Tada et al., 2011). Sedangkan pada pemakaian obat-obatan yang mengurangi cairan ekstraseluler yang mengakibatkan pengurangan garam yang berlebih, seperti diuretik, dapat mengakibatkan hiponatremia deplesional (Abraham, 2008).

Pada gagal jantung, pengurangan pengisian arteri yang efektif mengakibatkan penurunan pada regangan baroreseptor, sebuah mekanisme yang memediasi pelepasan vasopressin (Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012). Pada gagal jantung kongestif, hiponatremia terjadi bersamaan dengan berlebihnya aktivasi hormon baroreceptor-mediated, termasuk arginine vasopressin (AVP), katekolamin, dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (Tada

et al., 2011). AVP disintesis di nukleus supraoptik dan paraventrikular pada hipotalamus dan disimpan di lobus posterior kelenjar pituitari. Efek utama pada ginjal adalah meningkatkan permeabilitas air pada membran luminal dari tubulus kolektivus kortikal dan medula, yang mana mengakibatkan reabsorpsi air. Stimulus utama dari AVP adalah hiperosmolaritas dan pengurangan volume sirkulasi. Pelepasan AVP berkurang dengan terjadinya hipoosmolalitas. Peningkatan AVP mengakibatkan hiponatremia pada pasien gagal jantung, dimana bersamaan dengan dua mekanisme penyebab, yaitu : (i) mekanisme

feedback yang abnormal dan (ii) baroreceptor feedback. Peningkatan sekresi AVP dan pengikatan terhadap reseptor V2 menghasilkan retensi air bebas dan hiponatremia.Pada pasien gagal jantung kongestif, ada deviasi pada mekanisme


(31)

AVP secara signifikan meningkat menurut tingkat keparahan dari kelas NYHA, dimana pada NYHA I: 4.9 +/- 0.8 pmol/l, pada NYHA II: 5.5 +/-0.9 pmol/l, pada NYHA III: 13.4 +/- 2.6 pmol/l, sedangkan pada NYHA IV: 26.9 +/- 5.6 pmol/l (Nakamura et al., 2006).

Remodeling miokardium sebagai respon terhadap reabsorpsi air yang berlebihan, dimana mengembangkan preload ventrikular dan mengubah fungsi

gap junction, dapat berkontribusi terhadap osmolalitas yang rendah pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Dalam kondisi ini, meskipun kadar natrium darah tetap rendah, kadar natrium tubuh total meningkat dan ada peningkatan volume cairan ekstraseluler (Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012). Hiponatremia pada gagal jantung juga merupakan tanda terganggunya perfusi ginjal (Madan, Novak, dan Rich, 2011).

Obat diuretik meningkatkan ekskresi air dan natrium, dengan demikian dapat mengurangi gejala kongestif dan secara teori membantu mengoptimalkan kontraktilitas jantung (Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011). Pada umumnya, NYHA dengan kelas yang lebih tinggi, bersamaan dengan meningkatnya penggunaan loop diuretic dan keperluan dosis, merupakan karakteristik pasien dengan hiponatremia (Balling et al., 2011). Pada populasi umum, diuretik yang menginduksi hiponatremia sangat banyak, dengan thiazid dihitung atas 63% dari kasus hiponatremia yang parah, loop diuretic atas 6%, dan spironolakton atas 1% (Romanovsky, Bagshaw, dan Rosner, 2011). Umumnya, pasien yang menerima thiazid, aktivitas AVP yang berlebihan, hipokalemia, dan pemasukan air yang berlebihan ditemukan baik, secara tunggal atau bersamaan, muncul untuk berkontribusi dalam perkembangan hiponatremia.

Loop diuretic, dimana bekerja pada medula dan korteks dari ansa henle asenden tebal, sering memperburuk hiponatermia oleh karena diuresis isotonik dengan hilangnya garam (Kumar et al., 2007).

Pada studi Outcomes of a Prospective Trial of Intravenous Milrinone for Exacerbations of Chronic Heart Failure (OPTIME-CHF), kadar natrium darah rendah dalam kuartil pertama (101.90–141.50 mmol/L) banyak terdapat pada NYHA Class IV dibandingkan dengan NYHA Class III (Klein et al., 2005).


(32)

Sedangkan pada studi MUSIC (MUerte Subita en Insuficiencia Cardiaca) dengan jumlah pasien gagal jantung kronik sebanyak 992 orang, ditemukan lebih banyak pasien dengan NYHA kelas II (78,4%) dibandingkan dengan NYHA kelas III (21,6%) dengan kadar natrium darah ≤ 138 mmol/L (Vazquez et al, 2009). Menurut De Wolfe et al. (2008), rata-rata pasien memiliki derajat fungsional NYHA kelas II dengan kadar serum natrium normal lebih banyak (87%) dibandingkan dengan kadar serum natrium yang rendah (13%).Subjek penelitian yang mengalami hiponatremia mempunyai WHO functional class

yang buruk, dimana hiponatremia terjadi pada 85% subjek penelitian yang mempunyai derajat III-IV dan pada grup dengan kadar natrium yang normal mempunyai proporsi yang sama pada kelas I-II dan III-IV (Forfia et al., 2008).

Pada pasien gagal jantung yang dihospitalisasi, hiponatremia juga tejadi bersamaan dengan tekanan darah sistolik yang rendah, BNP yang meninggi, dan kemungkinan penggunaan agen inotropik yang meninggi (Chrysohoou, Tousoulis, dan Stefanadis, 2012). Menurut Balling et al. (2011), pasien gagal jantung dengan hiponatremia, secara signifikan mempunyai detak jantung dan tekanan darah sistolik rata-rata yang rendah. Gejala yang parah dengan NYHA kelas III-IV lebih sering terjadi pada pasien hiponatremia dibandingkan dengan pasien normonatremia.

Pada penelitian Meta-Analysis Global Group in Chronic heart failure

(MAGGIC), pasien dengan hiponatremia adalah pasien yang lebih tua, lebih sering terkena diabetes mellitus dan fibrilasi atrium, dan mempunyai status klinis yang buruk, yaitu derajat functional class NYHA yang lebih besar (NYHA kelas III-IV), dibandingkan dengan pasien tanpa hiponatremia. Pasien gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi lebih lebih banyak tidak terjadi hiponatremia pada NYHA kelas I-II, sedangkan terjadinya hiponatremia lebih banyak terjadi pada NYHA kelas III-IV (Rusinaru et al., 2012). Pada penelitian International Collaborative of NT-proBNP Study, ditemukan pasien yang mempunya gejala NYHA kelas IV dengan hiponatremia, tidak menunjukkan tanda overload cairan, seperti meningkatnya tekanan vena jugularis, ritme gallop, edema perifer atau ronki paru, dan temuan foto toraks (Mohammed et al., 2010).


(33)

Pada penelitian International Collaborative of NT-proBNP juga ditemukan, kadar natrium darah rendah sangat banyak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang parah dengan tingkat NT-proBNP (amino-terminal pro-B-type natriuretic peptide). Efek pengobatan seperti diuretik dalam pembentukan hiponatremia juga telah didiskusikan, meskipun pasien dengan natrium yang rendah pada studi ini tidak cenderung memakai loop diuretic saat presentasi. Menariknya, meskipun pasien dengan hiponatremia pada analisis mereka lebih banyak dengan gejala kelas IV dan NT-proBNP yang meningkat, mereka cenderung tidak menunjukkan tanda overload cairan pada riwayat penyakit mereka dan pemeriksaan fisik atau gambaran radiografi, dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar natrium normal (Mohammed et al., 2010).

Hiponatremia juga merupakan tanda meningkatnya kematian jangka pendek dan jangka panjang pada pasien dengan gagal jantung (Madan, Novak dan Rich, 2011). Suatu studi menemukan adanya hubungan bermakna antara kematian dalam rumah sakit pada pasien gagal jantung dengan kadar natrium 135-138 mmol/L, sedangkan studi lain menemukan konsentrasi natrium darah rata-rata 138 mmol/L atau kurang merupakan prediktor mortalitas karena gagalnya pemompaan pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang (Abraham, 2008). Pada penelitian OPTIMIZE-HF, risiko mortalitas secara signifikan mulai meningkat pada kadar natrium darah 138 mmol/L dan dua kali lipat pada pasien dengan kadar natrium darah pada tingkat 132-135 mmol/L (Gheorghiade et al, 2007). Menurut Tribouilloy et al. (2010) dalam Jao dan Chiong (2010), pada penelitian kohort prospektif (n=735) pasien gagal jantung kongestif yang baru pertama kali dihospitalisasi dengan derajat NYHA II-IV, nilai kadar natrium darah saat admisi adalah <136 meq/L, dimana merupakan prediktor independen dari 7-year mortality.


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3. 1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

3. 2. Definisi Operasional dan Variabel 3. 2. 1. Gagal Jantung Kongestif

Definisi : Pasien gagal jantung kongestif adalah pasien yang dinyatakan menderita gagal jantung kongestif oleh dokter RSUP Haji Adam Malik Medan yang dicatat di rekam

medik.

Cara Ukur : Melihat hasil diagnosis pasien oleh dokter pada rekam medik yang telah dikelompokkan berdasarkan derajat functional class NYHA

Alat ukur : Rekam medik

Hasil ukur : NYHA 1 : Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik NYHA 2 : Keterbatasan aktivitas fisik sedikit, dimana terjadi dispnea dan kelelahan saat aktivitas biasa. NYHA 3 : Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata, dimana

terjadi dispnea dan kelelahan saat aktivitas yang minimal.

NYHA 4 : Keterbatasan aktivitas fisik yang berat, dimana gejala muncul saat istirahat.

Kadar Natrium NYHA 1

NYHA 2 NYHA 3 NYHA 4 Gagal Jantung


(35)

Skala ukur : Ordinal 3. 2. 2. Kadar Natrium

Definisi : Kadar natrium darah pada pasein gagal jantung kongestif yang diperiksa pada awal penerimaan pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dicatat di rekam medik.

Cara ukur : Melihat hasil pemeriksaan kadar natrium darah yang diperiksa dengan alat elektroda Bayer di rekam medik. Alat ukur : Rekam medik

Hasil ukur : Hiponatremia jika kadar natrium darah <135 mmol/l, normonatremia jika kadar natrium darah 135-145 mmol/l Skala ukur : Numerik

3. 3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif.


(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik yang menilai hubungan kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana pengumpulan data dilakukan pada suatu saat dengan cara mengambil data rekam medik pasien gagal jantung kongestif RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012 .

4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit pendidikan dan rujukan di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai November 2013.

4. 3. Populasi dan Sampel 4. 3. 1. Populasi

Populasi target penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012, sedangkan populasi terjangkau penelitian adalah pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012.

4. 3. 2. Sampel a. Besar Sampel

Besar sampel minimum adalah sebanyak 194 orang, dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel untuk penelitian uji hipotesis satu populasi (Wahyuni, 2007) :

{Z1-α/2 √Po (1-Po) + Z1-β√Pa (1-Pa)}2

n = --- (Pa- Po)2


(37)

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = nilaidistribusi normal baku (tabel z) pada α tertentu Digunakan α = 0,05, pada rumus : 1,96

Z1-β = distribusi normal baku (tabel z) pada β tertentu Digunakan β = 0,20, pada rumus : 0,842 Po = proporsi di populasi, pada rumus : 0,5

Pa = perkiraan proporsi di populasi, pada rumus : 0,4

Pa- Po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi, pada rumus : 0,1

{1,96 x √0,5 (1-0,5) + 0,842 x √0,4 (1-0,4)}2 n = --- (0,4- 0,5)2

n = 193,90 orang ≃ 194 orang

Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel minimal adalah 194 orang.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling. Pada metode ini, dihitung terlebih dahulu jumlah subjek dalam populasi yang akan dipilih sampelnya (sebanyak 1620 orang pada penelitian ini). Lalu, subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian. Tiap subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Jenis pengambilan sampel ini merupakan teknik yang paling baik dari non-probability sampling karena hampir dapat menyerupai probability sampling, namun harus dalam kurun waktu yang tidak begitu singkat (Wahyuni, 2007).

Kriteria Inklusi:

Semua rekam medis pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat

functional class NYHA yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar natrium darah di departemen kardiologi RSUP H. Adam Malik Medan


(38)

Kriteria Eksklusi:

Semua rekam medis pasien gagal jantung kongestif yang mempunyai riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat hospitalisasi di rumah sakit lain.

4. 4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitan ini adalah data sekunder, yaitu rekam medik pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 sampai Desember 2012. Data diperoleh dari bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Dari tiap sampel diteliti derajat functional class pasien, kadar natrium darah, etiologi, dan riwayat pengobatan serta riwayat hospitalisasi sebelumnya.

4. 5. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang diperoleh dari observasi rekam medis, akan dianalisis secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik yang digunakan untuk menilai hubungan antara variabel kadar natrium darah dengan variabel derajat functional class pada gagal jantung kongestif adalah uji non parametrik Spearman Correlation. Proses pemasukan data dan pengolahan data menggunakan program komputer Stastical Product and Service Solution (SPSS).


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan yang berada di jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990, sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, dan sebagai pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

5.2. Karakteristik Individu dan Hasil

Dalam penelitian ini, sampel yang didapatkan adalah sebanyak 218 orang yang didiagnosa Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure/CHF) di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012. Gambaran karakteristik sampel yang diamati meliputi : jenis kelamin, usia, derajat functional class NYHA, etiologi dan kadar natrium.


(40)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Gagal Jantung Kongestif

Karakteristik Sampel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 155 71.1

Perempuan 63 28.9

Total 218 100

Kelompok Usia

≤ 39 tahun 20 9.2

40 – 59 tahun 93 42.7

≥ 60 tahun 105 48.1

Total 218 100

Derajat NYHA

NYHA I 5 2.3

NYHA II 98 45

NYHA III 94 43.1

NYHA IV 21 9.6

Total 218 100

Etiologi

CAD 99 45.4

HHD 34 15.6

CAD dan HHD 57 26.1

VHD 25 11.5

PJT 3 1.4

Total 218 100

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin sampel yang terbanyak adalah laki-laki, yaitu sebanyak 155 orang (71.1%), sedangkan sampel yang paling sedikit adalah perempuan, yaitu sebanyak 19 orang (23.2%).

Berdasarkan hasil penelitian, kelompok usia sampel yang terbanyak adalah kelompok usia ≥ 60 tahun, yaitu sebanyak 105 orang (48.1%), sedangkan kelompok usia ≤ 39 tahun merupakan kelompok usia sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak 20 orang (9.2%). Umur rata-rata sampel adalah 57.52 tahun. Umur sampel paling muda adalah 7 tahun, sedangkan umur sampel paling tua adalah 85 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, derajat functional class NYHA sampel yang terbanyak adalah kelompok derajat NYHA II, yaitu sebanyak 98 orang (45%), sedangkan kelompok derajat NYHA I merupakan kelompok derajat functional class NYHA sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak lima orang (2.3%).


(41)

Berdasarkan hasil penelitian, etiologi sampel yang terbanyak adalah kelompok etiologi CAD, yaitu sebanyak 99 orang (45.4%), sedangkan kelompok etiologi PJT merupakan kelompok etiologi sampel yang paling sedikit, yaitu sebanyak tiga orang (1.4%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kadar Natrium dan Derajat Functional Class NYHA

Derajat Nyha

NYHA I NYHA II NYHA III NYHA IV

f % f % F % f %

Kadar Natrium

Hipo-natremia

0 0 24 24.5 38 40.4 20 95.2

Normo-natremia

5 100 74 75.5 56 59.6 1 4.8

Total 5 100 98 100 94 100 21 100

Berdasarkan tabel 5.2., pasien gagal jantung kongestif dengan kelompok derajat NYHA IV lebih banyak mengalami hiponatremia (95.2%), sedangkan pada kelompok derajat NYHA I, NYHA II, dan NYHA III lebih banyak mengalami normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%).

Berdasarkan analisa non parametrik Spearman Correlation antara variabel kadar natrium dengan derajat functional class NYHA sampel dari tabel 5.6, didapati nilai p adalah 0.000 (< 0.0001), dimana bila didapati nilai p< 0.05 maka ada korelasi yang signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa antara kadar natrium dengan derajat functional class NYHA didapati hubungan yang signifikan. Selain itu, didapati koefisien korelasi (r) antara kadar natrium dengan derajat functional class NYHA sebesar -0.36 (r = -0.36), artinya kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup tetapi tidak searah. Maka dapat disimpulkan jika derajat


(42)

5.3. Pembahasan

Pada tabel 5.1, hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa laki-laki merupakan sampel terbanyak (71.1%) dibandingkan dengan perempuan (28.9%). Hal ini sejalan dengan penelitian De Wolfe et al. (2010), dimana gagal jantung kongestif lebih banyak didapatkan pada laki-laki (62.9%) dibandingkan pada perempuan (37.1%). Hal ini mungkin karena pada penelitian ini, etiologi gagal jantung kongestif yang terbanyak adalah CAD dan pada penelitian Lam et al. (2012), pasien laki-laki yang menderita gagal jantung lebih cenderung mempunyai etiologi iskemik jantung.

Akan tetapi, hal ini tidak sejalan dengan penelitian West et al. (2011), dimana kejadian gagal jantung pada pasien dari studi ADHERE-US dan ADHERE-I lebih banyak tejadi pada perempuan (61.8% pada ADHERE-US dan 54.7% pada ADHERE-I). Hal ini mungkin diakibatkan oleh efek estrogen yang mempengaruhi sintesis kolagen, degradasi dan hambat sistem renin-angiotensin, dimana pada wanita postmenopause kehilangan mekanisme protektif dari estrogen membuat jantung dari wanita postmenopause lebih rentan (Regitz-Zagrosek, Brokat, dan Tschope, 2007).

Pada tabel 5.1, hasil penelitian berdasarkan usia, didapatkan bahwa kelompok usia usia ≥ 60 tahun merupakan kelompok yang paling banyak didapati pada gagal jantung kongestif (48.1%). Hal ini mirip dengan penelitian Tsutsui,Tsuchihashi-Makaya, dan Kinugawa (2010), dimana pasien dengan gagal jantung yang usianya diatas 65 tahun merupakan sampel terbanyak (69.3%). Berbeda dengan penelitian penelitian Waty dan Hasan (2012), gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada kelompok usia 50-59 tahun (37%).

Pada penelitian ini didapati rata-rata umur sampel adalah 57.5 tahun. Sedangkan pada penelitian Balling et al. (2011), rata-rata usia penderita gagal jantung kronik pada usia 68 tahun dan pada penelitian Novack et al. (2010), rata-rata usia penderita gagal jantung adalah 75.6 tahun. Dari semua penelitian diatas, semua penderita gagal jantung rata-rata adalah pasien dengan umur yang tua. Hal ini mungkin karena pada pasien yang lebih tua cenderung menggambarkan efek


(43)

penuaan dari struktur miokardium (Tsutsui,Tsuchihashi-Makaya, dan Kinugawa, 2010).

Pada tabel 5.1, hasil penelitian berdasarkan derajat functional class NYHA, didapatkan bahwa kelompok derajat NYHA II merupakan kelompok yang paling banyak (45%). Hal ini sejalan dengan penelitian Vazquez et al. (2009), dimana penderita gagal jantung kongestif banyak terdapat pada kelompok derajat NYHA

II (78.4%). Hal ini juga sejalan dengan penelitian O’Connor et al. (2012), dimana

pasien gagal jantung lebih banyak terdapat pada kelompok derajat NYHA II (63%)

diikuti kelompok derajat NYHA III (36%). Pada pasien dengan NYHA II, III, dan

IV telah menunjukkan adanya gejala baik ringan, sedang, maupun berat (McMurray et al., 2012). Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini pasien gagal jantung kongestif derajat NYHA II, III, dan IV merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan dimana ketika pasien sudah mengalami gejala, maka pasien cenderung mencari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

Pasien dengan derajat kelas NYHA I tidak mempunyai gejala yang diakibatkan oleh penyakit jantung dan tidak ada keterbatasan fisik yang dialami

pasien (McMurray et al., 2012). Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa

pada penelitian ini pasien gagal jantung kongestif derajat NYHA I merupakan kelompok yang paling sedikit dimana ketika pasien belum mengalami gejala, maka pasien cenderung tidak mencari pelayanan kesehatan. Dibandingkan dengan pasien gagal jantung dengan NYHA I dan II, pasien gagal jantung dengan NYHA III dan IV lebih cenderung usia tua, wanita, dan menggunakan diuretik (Ahmed, Aronow, dan Fleg, 2009). Pada penelitian ini pasien gagal jantung yang mempunyai riwayat pengobatan, termasuk diuretik, tidak dimasukkan kedalam kriteria inklusi penelitian.

Pada tabel 5.1, hasil penelitian berdasarkan etiologi, didapatkan bahwa CAD merupakan etiologi gagal jantung kongestif yang paling banyak dijumpai (45.4%). Hal ini sejalan dengan penelitian West et al. (2011), dimana CAD merupakan etiologi gagal jantung terbanyak di Amerika Serikat (54.1%). Pada negara industrialisasi, seperti Amerika Serikat, CAD merupakan penyebab yang


(44)

paling dominan, dan berperan dalam 60% - 75% dari kasus gagal jantung (Mann, 2012). Mungkin ini juga disebabkan karena penyakit jantung iskemik merupakan penyakit jantung yang paling banyak ditemukan. Hal ini sesuai dengan laporan Depkes Indonesia (2009), dimana penyakit jantung iskemik merupakan penyakit jantung yang paling banyak ditemukan. Hal ini juga mungkin berkaitan dengan laki-laki yang cenderung mengalami CAD, dimana pada penelitian ini laki-laki merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan.

Pada penelitian Lee et al. (2009), pasien gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi lebih banyak dijumpai (59%), dimana seseorang dengan gagal jantung pengurangan fraksi ejeksi lebih banyak terdapat pada laki-laki (60%). Gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi dapat disebabkan oleh terganggunya kontraktilitas, dimana salah satu penyebabnya adalah CAD (Chatterjee dan Fifer, 2011). Iskemik jantung akut menyebabkan terganggunya kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) dan meningkatnya kekakuan otot jantung (disfungsi diastolik), dimana keduanya dapat menimbulkan gejala klinis gagal jantung (Rhee, Sabatine, dan Lilly, 2011). Pada laporan AHA mengenai statisitik penyakit jantung dan stroke, insidensi coronary heart disease (CHD) adalah lebih dari setengah dari semua penyakit kardiovaskuler pada pria dan wanita berumur dibawah 75 tahun (Roger et al., 2010).

Hal ini berbeda dengan penelitian Adebayo et al. (2009), dimana hipertensi merupakan penyebab paling sering pada kelompok gagal jantung, yaitu

sekitar 75.7%. Efek utama hipertensi terhadap jantung adalah hipertrofi ventrikel

kiri, dimana tekanan arteri yang tinggi (peningkatan afterload) meningkatkan tekanan dinding ventrikel kiri yang dikompensasi dengan hipertofi (Chatterjee dan Fifer, 2011). Pada penelitian Adebayo et al. (2009), pasien gagal jantung lebih cenderung mempunyai masa ventrikel kiri yang tinggi dan dilatasi ventrikel kiri. Peningkatan tekanan darah yang lebih parah dapat memperburuk resiko terjadinya gagal jantung. Resiko seumur hidup terjadinya gagal jantung bagi seseorang dengan tekanan darah ≥ 160/90 mmHg adalah dua kali lipat dibandingkan dengan seseorang dengan tekanan darah < 140/90 mmHg (Bui, Horwich, dan Fonarow, 2012).


(45)

Pada tabel 5.2, hasil penelitian berdasarkan kadar natrium dan derajat functional class NYHA, pada kelompok NYHA IV lebih banyak mengalami hiponatremia (95.2%), sedangkan pada kelompok NYHA I, NYHA II, dan NYHA III lebih banyak mengalami normonatremia (100%, 75.5%, 59.6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Balling et al. (2011), pasien dengan derajat NYHA III-IV lebih sering mengalami hiponatremia (43.7%). Berdasarkan penelitian

Rusinaru et al. (2012), pasien dengan derajat NYHA II lebih banyak mengalami

normonatremia (45%). Hal ini mungkin diakibatkan karena semakin tinggi derajat NYHA pasien tersebut, semakin rendah kadar natriumnya dan semakin tinggi kecenderungan pasien tersebut mengalami hiponatremia.

Pada gagal jantung kongestif, umumnya terjadi hiponatremia dilusional yang hipervolemik akibat kelebihan cairan (Abraham, 2008). Pada umumnya, mekanisme utamanya adalah hiponatremia dilusional yang dipicu oleh osmolalitas yang independen pada sekresi AVP. Pada penelitian ini pasien gagal jantung kongestif cenderung lebih tua. Hal ini dapat dijelaskan pada penelitian Tada et al. (2011) dimana usia yang lebih tua mempunyai hubungan dengan hiponatremia dan mungkin merupakan faktor lain penyebab meningkatnya AVP plasma.

Pasien gagal jantung dengan hiponatremia mempunyai profil patofisiologi yang berbeda dengan pasien gagal jantung dengan normonatremia, karena hal tersebut mencerminkan aktivasi dari aksis renin-angiotensin-aldosteron yang lebih berat, pengaturan sistem saraf simpatis, dan berlebihnya pelepasan vasopressin (Mohammed et al., 2010). Kebanyakan kasus gagal jantung cenderung mengalami hiponatremia hipervolemik. Sindrom ini dikarakteristikkan dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Patofisologi dasarnya belum sepenuhnya dipahami, akan tetapi disregulasi neurohormonal jelas terlibat dalam terjadinya hiponatremia pada gagal jantung. Ada suatu hubungan saling mempengaruhi antara meningkatnya aktivitas sistem renin-angiotensin dengan sistem saraf simpatis, dimana cenderung berhubungan dengan berkembangnya hiponatremia

berdasarkan derajat keparahan gagal jantung (Balling et al., 2011).

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Mohammed et al. (2010), dimana


(46)

mengalami normonatremia. Adanya perbedaan hasil penelitian dengan penelitian ini mungkin disebabkan karena bedanya jumlah sampel yang digunakan, dimana pada penelitian lain jumlah sampel lebih banyak dibandingkan dengan penelitian; penentuan kadar natrium yang dikatakan rendah atau normal dan penentuan kelompok derajat NYHA.

Pada penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan antara kadar natrium darah dengan derajat NYHA (p < 0.0001). Hal ini sejalan dengan

penelitian Balling et al. (2011) dan Rusinaru et al. (2012), dimana terdapat

hubungan antara kadar natrium dengan derajat NYHA merupakan hubungan yang signifikan (p < 0.0001). Hal ini mungkin dikarenakan tingkat AVP plasma yang secara signifikan meningkat berdasarkan derajat keparahan kelas NYHA dimana

telah dinyatakan dalam penelitian Nakamura et al. (2006) dengan nilai p < 0.0001.

Tingkat AVP pada gagal jantung juga berhubungan dengan derajat keparahan

gagal jantung (Balling et al., 2011), dimana AVP juga berperan dalam terjadinya

hiponatremia (Tada et al., 2011). Tingkat AVP dalam sirkulasi dua sampai tiga

kali lipat lebih besar pada pasien gagal jantung dengan hiponatremia dibandingkan dengan pada subjek yang normal (Jao dan Chiong, 2010).

Akan tetapi, pada penelitian Mohammed et al. (2010), ditemukan tidak

ada hubungan antara kadar natrium dengan derajat keparahan yang dinilai dari

klasifikasi NYHA. Meskipun pada penelitian tersebut kecenderungan untuk

mengalami gejala NYHA IV tinggi, pasien dengan hiponatremia tidak cenderung memperlihatkan tanda kelebihan volume, seperti meningkatnya tekanan vena jugularis, ritme gallop, edema perifer atau ronki paru, dan hasil radiografi thoraks, dimana sama diantara kelompok hiponatremia dengan normonatremia. Hal ini

juga tidak sejalan dengan penelitian DeWolfe et al. (2010), hubungan antara kadar

natrium dengan derajat NYHA merupakan hubungan yang tidak signifikan,

dimana p value nya adalah 0.21.

Tidak hanya dari patofisiologi gagal jantung itu sendiri, efek dari pengobatan seperti diuretik dalam proses terjadinya hiponatremia juga telah didiskusikan pada penelitian Mohammed et al. (2010). Penggunaan loop diuretics


(47)

persisten, dimana pengunaan diuretik yang lama dapat berkontribusi terhadap status hiponatremia persisten. Pengamatan ini mungkin berhubungan dengan meningkatnya ekskresi natrium yang terjadi akibat penggunaan diuretik dan spironolakton, atau semakin meningkat penggunaan obat-obat tersebut, semakin meningkat derajat keparahan penyakit (Gheorghiade et al., 2007).


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara kadar natrium darah dengan derajat functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara kadar natrium darah dengan derajat

functional class pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012. Hal ini dapat dilihat dari analisa non parametrik Spearman Correlation yang menunjukkan nilai p = < 0.0001. 2. Jika derajat functional class NYHA tinggi, maka kadar natriumnya rendah,

hal ini dapat dilihat dari analisa non parametrik Spearman Correlation

yang menunjukkan nilai r = -0.36 dimana kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup tetapi tidak searah.

3. Coronary Artery Disease (CAD) merupakan etiologi yang paling banyak dijumpai pada pasien gagal jantung kongestif di penelitian ini.

4. Pasien dengan derajat functional class NYHA II merupakan sampel terbanyak pada penelitian ini.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain :

1. Pasien gagal jantung kongestif berdasarkan derajat functional class NYHA penting dilakukan pemeriksaan kadar natrium darahnya agar keadaan hiponatremia yang terdapat pada pasien gagal jantung kongestif dapat dicegah ataupun ditanggulangi, sehingga keadaan tersebut tidak memperburuk penyakit pasien.

2. Untuk para petugas kesehatan sebaiknya melakukan pemeriksaan kadar natrium darah semua pasien gagal jantung kongestif saat pertama kali


(49)

masuk ke rumah sakit agar dapat menangani dan mencegah terjadinya hiponatremia secepat mungkin.

3. Untuk pihak RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya yang bertanggung jawab dalam kelengkapan data rekam medis seperti dokter dan paramedis diharapkan untuk mencantumkan semua hasil pemeriksaan pasien dan interpretasinya dengan jelas sehingga tidak ada data yang hilang sehingga pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat.

4. Untuk penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan faktor-faktor lain dalam mencari hubungan antara kadar natrium darah dengan derajat

functional class pada pasien gagal jantung kongestif, misalnya etiologi, usia ataupun jenis kelamin.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, W.T., 2008. Managing Hyponatremia in Heart Failure. Division of Cardiovascular Medicine: Ohio State University College of Medicine. USA. Available from:

htttp://www.touchcardiology.com/articles/managing- hyponatremia-heart-failure

Adebayo, A.K., 2009. Characterisation of Heart Failure with Normal Ejection [Accessed 06 May 2013]

Fraction in A Tertiary Hospital in Nigeria. BMC Cardiovascular Disorders

9(52): 4-5

Ahmed, A., Aronow, W.S., dan Fleg, J.L., 2009. Higher New York Heart Association Classes and Increased Mortality and Hospitalization in Heart Failure Patients with Preserved Left Ventricular Function. Am Heart J. 151(2): 3

Alwi, I., 2011. TatalaksanaHolistik Penyakit Kardiovaskular. Edisi Pertama. Jakarta: Interna Publishing

Balling, L., Schou, M., Videbaek, L., Hildebrandt, P., Wiggers, H., dan Gustafsson, F., 2011. Prevalence and Prognostic Significance of Hyponatraemia in Outpatients with Chronic Heart Failure. European Journal of Heart Failure 13: 968-972

Bui. A.L., Horwich, T.B., dan Fonarow, G.C., 2012. Epidemiology and Risk Profile of Heart Failure. Nat Rev Cardiol 8(1): 9

Chatterjee N.A. dan Fifer M.A., 2011. Heart Failure. In: Lilly L.S., eds. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 224; 226-230

Chrysohoou, C., Tousoulis, D., dan Stefanadis, C., 2012. Significance of Hyponatremia in Heart Failure. Hospital Chronicles 7(2): 93

Deedwania, P.C. dan Carbajal E.V., 2009. Congestive Heart Failure. In:


(51)

USA: Mc Graw-Hill Companies, 203

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Depkes RI. Jakarta

Despopoulos, A., dan Silbernagl, S., 2003. Color Atlas of Physiology. 5th ed. USA: Thieme

DeWolfe, A., Lopez, B., Arcement, L.M., dan Hebert, K., 2008. Low Serum Sodium as a Poor Prognostic Indicator for Mortality in Congestive Heart Failure Patients. Clin. Cardiol 33: e14-e15

Dorland, W.A.N., 2007. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 31st ed. Elsevier Inc. Singapore. Terjemahan Elseria R.N., et al., 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. EGC. Jakarta

Francis, G.S., 2002. Pathophysiology of The Heart Failure Clinical Syndrome. In: Topol, E.J., eds. Textbook of Cardiovascular Medicine. 2nd ed.

Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 1942

Francis, G.S., Sonnenblick, E.H., Tang, W.H.H., dan Poole-Wilson, 2008. Pathophysiology of Heart Failure. In: Fuster, V., eds. Hurst”s The Heart. 12th ed. USA: Mc Graw-Hill Companies, 691, 702, 705

Freda, B.J., Davidson, M.B., dan Hall, P.M., 2004. Evaluation of Hyponatremia: A Little Physiology Goes A Long Way. Cleveland Clinic Jornal of

Medicine 71(8): 641

Figueroa, M.S., dan Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care. Respiratory Care 51(4): 404-405

Forfia, P.R., et al., 2008. Hyponatremia Predicts Right Heart Failure and Poor Survival in Pulmonary Arterial Hypertension. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine 177: 1365

Ghanie, A., 2009. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K., M., Setiati, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing,


(52)

1596

Gheorgiade, M., et al., 2007. Characterization and Prognostic Value of Persistent Hyponatremia in Patients With Severe Heart Failure in the ESCAPE Trial. Arch Intern Med 167(18): 2003

Gheorgiade, M., et al., 2007. Relationship Between Admission Serum Sodium Concentration and Clinical Outcomes in Patients Hospitalized for Heart Failure: An Analysis from The OPTIMIZE-HF Registry. European Heart Journal 28: 980-982, 985

Gheorghiade, M., Filippatos, G.S., dan Felker, G.M., 2012. Diagnosis and Management of Acute Heart Failure Syndromes. In: Bonow, R.O., Mann, D.L., Zipes, D.P., dan Libby, P., eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine . 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 517

Golanty, E. Dan Edlin, G., 2009. Heart Disease: Prevalence and Mortality. Jones & Bartlett’s Health Statistics Web Site. Available from :

http: // health. jbpub.com/statistics/chapter.cfm?CID=3292

Guyton, A.C. dan Hall, J.E., 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. [Accessed 11 April 2013]

Philadelphia: Elsevier Saunders

Jao, G.T, dan Chiong, J.R., 2010. Hyponatremia in Acute Decompensated Heart Failure: Mechanisms, Prognosis, and Treatment Options. Clinical Cardiol 33: 667

Klein, L., et al., 2005. Lower Serum Sodium Is Associated With Increased Short-Term Mortality in Hospitalized Patients With Worsening Heart Failure : Results From the Outcomes of a Prospective Trial of Intravenous Milrinone for Exacerbations of Chronic Heart Failure (OPTIME-CHF) Study. Circulation 111: 2456

Kumar, S., Rubin, S., Mather, P.J., dan Whellan D.J., 2007. Hyponatremia and Vasopressin Antagonism in Congestive Heart Failure. Clinical Cardiology 30: 547-549


(53)

Lam, C.S., et al., 2012. Sex Differences in Clinical Characteristics and Outcomes in Elderly Patients with Heart Failure and Preserved Ejection Fraction: The Irbesartan in Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (I-PRESERVE) Trial. Circulation 5: 574

Lee, D.S., et al., 2009. Relation of Disease Pathogenesis and Risk Factors to Heart Failure with Preserved or Heart, Lung, and Blood Institute Reduced Ejection Fraction: Insights from the Framingham Heart Study of the National. Circulation 119: 3072

Lloyd-Jones, D., et al., 2010. Heart Disease and Stroke Statistics--2010 Update : A Report From the American Heart Association. Circulation 121: e56, e129, e130

Lundin, K., 2012. The Sodium-Potassium Pump. Aarhus University. Available from:

readmore/thepump/

Madan, V.D., Novak, E., dan Rich M.W., 2011. Impact of Change in Serum [Accessed 28 May 2013]

Sodium Concentration on Mortality in Patients Hospitalized With Heart Failure and Hyponatremia. Circulation 4: 637; 640

Mann, D.L., 2012. Pathophysiology of Heart Failure. In: Bonow, R.O., Mann, D.L., Zipes, D.P., dan Libby, P., eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine . 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 487; 517

Manurung, D., 2009. Gagal Jantung Akut. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K., M., Setiati, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing, 1586

Mason, D.T., 1980. Congestive Heart Failure. In: Hurley, R.E., eds. Heartbook. 1st ed. USA: AHA, 200-202

McMurray, J.J.V., et al., 2012. ESC Guidelines for The Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 . European Heart Journal 33:


(54)

1793-1794

Mohammed, A.A., et al., 2010. Hyponatremia, Natriuretic Peptides, and Outcomes in Acutely Decompensated Heart Failure : Results From the International Collaborative of NT-proBNP Study. Circulation 3: 355-357 Nakamura, T., et al., 2006. Possible Vascular Role of Increased Plasma Arginine Vasopressin in Congestive Heart Failure. Japan: Int J Cardiol. Available from:

2013]

[Accessed 21May

Novack, V., et al., 2010. Routine Laboratory Results and Thirty Day and One- Year Mortality Risk Following Hospitalization with Acute Decompensated Heart Failure. Plos ONE 5(8): 3

O’Connor, C.M., et al., 2012. Factors Related to Morbidity and Mortality in Patients with Chronic Heart Failure with Systolic Dysfunction: The HF ACTION Predictive Risk Score Model. Circulation 5: 64

Panggabean, M.M., 2009. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K., M., Setiati, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing, 1583

Ramani, G.V., Uber, P.A., Pharm D. dan Mehra, M.R., 2010. Chronic Heart Failure: Contemporary Diagnosis and Management. Mayo Clinic Proceedings 85(2): 182

Failure with Normal Left Ventricular Ejection Fraction. Berlin: Prog Cardiovasc Dis. Available from:

http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/ 17185112

Rhee, J.W., Sabatine, M.S., dan Lilly, L.S., 2011. Acute Coronary Syndrome. In: [Accessed 3 December 2013]

Lilly L.S., eds. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 185


(55)

Roger, V.L., et al., 2012. Heart Disease and Stroke Statistics--2012 Update : A Report From the American Heart Association. Circulation 125: e55

Romanovsky, A., Bagshaw, S., dan Rosner, M.H., 2011. Hyponatremia and Congestive Heart Failure: AMarker of Increased Mortality and a Target for Therapy. International Journal of Nephrology 2011: 2-3

Rusinaru, D., et al., 2012. Relationship of Serum Sodium Concentration to Mortality in A Wide Spectrum of Heart Failure Patients with Preserved and with Reduced Ejection Fraction: An Individual Patient Data Meta-Analysis. European Journal of Heart Failure 14: 1142-1143

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat. Jakarta: Sagung Seto

Sica, D.A., 2005. Hyponatremia and Heart Failure—Pathophysiology and Implications. CHF, Inc.11: 275

Singer, G.G., dan Brenner, B.M., 2005. Fluid and Electrolyte Disturbances. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., dan Jameson, J.L. eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: Mc Graw-Hill Companies, 252-253

Tada, Y., et al., 2011. Early Development of Hyponatremia Implicates Short and Long-Term Outcomes in ST-Elevation Acute Myocardial Infarction

Circulation Journal 75: 1927

Tribouilloy C., et al., 2010. Long-Term Outcome After A First Episode of Heart Failure: A Prospective 7-year Study. Quoted in: Jao, G.T, dan Chiong, J.R., 2010. Hyponatremia in Acute Decompensated Heart Failure: Mechanisms, Prognosis, and Treatment Options. Clinical Cardiol 33: 668

Tsutsui, H., Tsuchihashi-Makaya, M., dan Kinugawa, S., 2010. Clinical Characteristics and Outcomes of Heart Failure with Preserved Ejection

Fraction: Lessons from Epidemiological Studies. Journal of Cardiology 55:

15; 17


(56)

Predicting Mortality in Ambulatory Patients with Chronic Heart Failure. European Heart Journal 30: 1090

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication

Waty, M., dan Hasan, H., 2013. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP H.Adam Malik. E-Journal FK USU 1(1): 2-3

West, R., et al., 2011. Characterization of Heart Failure Patients with Preserved Ejection Fraction: A Comparison between ADHERE-US Registry and ADHERE International Registry. European Journal of Heart Failure 13: 946-947

World Heart Organization, 2008. The global burden of disease: 2004 update. WHO. Geneva

Yaswir, R., dan Ferawati, I., 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 1(2): 81

Zile, M.R., dan Brutsaert, 2002. New Concepts in Diastolic Dysfunction and Diastolic Heart Failure: Part I : Diagnosis, Prognosis, and Measurements of Diastolic Function. Circulation 105: 1389


(57)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nina Melina Ginting

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 16 September 1992 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jamin Ginting No.319, Medan Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Santo Antonius 2 Medan (1998-2004)

2. Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1 Medan (2004-2007) 3. Sekolah Menengah Atas Santo Thomas 1 Medan (2007-2010) Riwayat Organisasi :

1. Koordinator Seksi Konsumsi Perayaan Natal FK USU tahun 2012 2. Anggota Seksi Acara Scripta Research Festival FK USU tahun 2013

3. Anggota Seksi Administrasi dan Kesekretariatan Regional Medical Olympiad Wilayah I FK USU tahun 2013


(58)

Lampiran 2. Data Penelitian

No mor

Tahun Nomor RM Jeni s Kela min Usia (tah un)

NYHA Etiologi Kadar Na (mmol/ L) Usia Kelompok Kadar Natrium Kelompok

1 2012 00.54.2 7.63

L 44 NYHA

II

CAD 130 40-59 thn Hiponatrem ia

2 2012 00.54.2 0.15

L 81 NYHA

III

CAD 136 ≥ 60 thn Normonatre

mia 3 2012 00.54.1

6.97

P 18 NYHA

II

VHD 135 ≤ 39 thn Normonatre

mia 4 2012 00.54.1

9.66

L 39 NYHA

IV

CAD & HHD

127 ≤ 39 thn Hiponatrem

ia 5 2012 00.53.2

1.21

P 34 NYHA

IV

CAD 134 ≤ 39 thn Hiponatrem

ia 6 2012 00.53.3

1.35

L 60 NYHA

II

CAD 138 ≥ 60 thn Normonatre

mia 7 2012 00.53.4

0.22

L 55 NYHA

II

CAD 137 40-59 thn Normonatre mia

8 2012 00.53.6 4.32

P 60 NYHA

II

CAD & HHD

138 ≥ 60 thn Normonatre mia

9 2012 00.53.4 0.20

L 67 NYHA

II

CAD & HHD

140 ≥ 60 thn Normonatre

mia 10 2012 00.53.1

1.74

P 82 NYHA

III

HHD 135 ≥ 60 thn Normonatre

mia 11 2012 00.53.7

8.56

P 47 NYHA

II

CAD 138 40-59 thn Normonatre mia

12 2012 00.53.7 0.42

L 45 NYHA

III

HHD 136 40-59 thn Normonatre mia

13 2012 00.53.3 4.74

L 39 NYHA

III

HHD 134 ≤ 39 thn Hiponatrem

ia 14 2012 00.53.2

9.93

L 47 NYHA

I

CAD 137 40-59 thn Normonatre mia

15 2011 00.47.9 8.28

L 37 NYHA

II

CAD 141 ≤ 39 thn Normonatre

mia 16 2011 00.48.6

5.72

P 77 NYHA

III

CAD 138 ≥ 60 thn Normonatre

mia 17 2011 00.47.9

2.50

P 65 NYHA

II

CAD 139 ≥ 60 thn Normonatre

mia 18 2011 00.47.2

8.63

L 19 NYHA

III

VHD 130 ≤ 39 thn Hiponatrem

ia


(1)

Lampiran 3. Hasil Analisa Data SPSS

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 155 71.1 71.1 71.1

perempuan 63 28.9 28.9 100.0

Total 218 100.0 100.0

Usia Kelompok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <=39 tahun 20 9.2 9.2 9.2

40-59 tahun 93 42.7 42.7 51.8

>= 60 tahun 105 48.2 48.2 100.0

Total 218 100.0 100.0

Derajat NYHA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid NYHA 1 5 2.3 2.3 2.3

NYHA 2 98 45.0 45.0 47.2

NYHA 3 94 43.1 43.1 90.4

NYHA 4 21 9.6 9.6 100.0


(2)

Etiologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid CAD 99 45.4 45.4 45.4

HHD 34 15.6 15.6 61.0

CAD&HHD 57 26.1 26.1 87.2

VHD 25 11.5 11.5 98.6

PJT 3 1.4 1.4 100.0

Total 218 100.0 100.0

Statistics

Usia Kadar Natrium

N Valid 218 218

Missing 0 0

Mean 57.52 135.00

Std. Error of Mean .936 .280

Median 59.00 135.00

Mode 52a 135

Std. Deviation 13.824 4.134

Variance 191.090 17.092

Range 78 30

Minimum 7 115

Maximum 85 145


(3)

kadar natrium kelompok * Derajat NYHA Crosstabulation

Derajat NYHA

Total NYHA 1 NYHA 2 NYHA 3 NYHA 4

kadar natrium kelompok Hiponatremia Count 0 24 38 20 82

% within kadar natrium kelompok

.0% 29.3% 46.3% 24.4% 100.0%

% within Derajat NYHA .0% 24.5% 40.4% 95.2% 37.6%

% of Total .0% 11.0% 17.4% 9.2% 37.6%

Normonatremia Count 5 74 56 1 136

% within kadar natrium kelompok

3.7% 54.4% 41.2% .7% 100.0%

% within Derajat NYHA 100.0% 75.5% 59.6% 4.8% 62.4%

% of Total 2.3% 33.9% 25.7% .5% 62.4%

Total Count 5 98 94 21 218

% within kadar natrium kelompok

2.3% 45.0% 43.1% 9.6% 100.0%

% within Derajat NYHA 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 2.3% 45.0% 43.1% 9.6% 100.0%

Correlations

Derajat NYHA

kadar natrium kelompok

Spearman's rho Derajat NYHA Correlation Coefficient 1.000 -.365**

Sig. (2-tailed) . .000

N 218 218

kadar natrium kelompok Correlation Coefficient -.365** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 218 218


(4)

(5)

(6)