Olahraga Anaerobik dan Aerobik

1.3. Olahraga Anaerobik dan Aerobik

Pembagian kedua tipe olahraga ini didasari oleh cara penghasilan energi serta metabolisme dan konsumsi oksigennya. Olahraga anaerobik sering juga disebut sebagai latihan kekuatanstrength training sementara olahraga aerobik disebut sebagai latihan ketahananendurance training. Yang termasuk olahraga anaerobik adalah angkat beban, lari sprint, berenang 50 meter, dll. Sedangkan yang termasuk olahraga aerobik adalah lari jarak jauhmarathon, basket, sepak bola, berenang jarak jauh, jogging, dll. Olahraga Anaerobik merupakan aktivitas fisik yang memerlukan letupan energi relatif besar dalam waktu singkat, keadaan ini menuntut penghasilan energi yang cepat melalui proses glikolisis tanpa memerlukan oksigen. Tanpa suplai dan utilisasi oksigen yang adekuat, hidrogen yang terbentuk dari proses glikolisis gagal teroksidasi; pada keadaan ini, piruvat akan bereaksi dengan hidrogen membentuk laktat. Keadaan ini memungkinkan penghasilan ATP berkesinambungan dengan fosforilasi anaerobik pada tingkat substrat. Glikogen pada aktivitas fisik anaerobik ini dapat digolongkan sebagai “bahan bakar cadangan” yang diaktivasi saat perbandingan kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen mencapai 1:0 Katch, 2011. Pada individu yang terlatih dalam olahraga anaerobik, terjadi peningkatan ambang batas kenaikan asam laktat darah, peningkatan ini berarti bahwa individu tersebut dapat melakukan aktivitas anaerobik lebih sebelum mengalami letupan peningkatan asam laktat darah. Asam laktat yang diproduksi otot ini dapat ditransfer ke otot lain untuk dikonversi kembali menjadi piruvat atau bahkan diikutkan ke proses aerob, keadaan ini memungkinkan satu sel otot mensuplai substrat penghasil energi ke sel otot lainnya Katch, 2011. Jadi sebagian besar laktat akan dioksidasi otot sebelum memasuki peredaran darah, hal ini menjelaskan fenomena peningkatan ambang batas laktat pada individu yang melakukan latihan kekuatan dimana otot cenderung mengalami hipertrofi sehingga kapasitas oksidasi dan penampungan laktat relatif lebih besar. Selain dioksidasi di otot, laktat dalam aliran darah akan direaksikan kembali menjadi glukosa dalam hati. Olahraga aerobik, berbeda dengan olahraga anaerobik, membutuhkan penghasilan energi yang relatif kecil namun berkesinambungan dalam jangka waktu lebih lama lebih dari 2 atau 3 menit. Untuk memenuhi kebutuhan ini tubuh mengambil jalur metabolisme aerobik yang menghasilkan lebih banyak ATP per substrat yang dibutuhkan. Pada individu yang terlatih dalam olahraga aerobik, pemakaian oksigen akan lebih efisien karena tubuh memasuki fase konsumsi oksigen stabil lebih cepat daripada individu tidak terlatih. Fase konsumsi oksigen stabil yang lebih cepat dicapai ini berarti hanya terjadi sintesis ATP anaerobik yang singkat, sehingga individu terlatih mengkonsumsi oksigen lebih banyak dengan penghasilan energi yang lebih efisien dan defisit oksigen lebih sedikit dibanding individu tak terlatih. Peningkatan fungsi aerob ini merupakan perubahan dari beberapa sistem seperti serabut otot yang lebih efisien terjadi peningkatan vaskularisasi dan jumlah serta ukuran mitokondria, kapasitas pernafasan yang lebih besar dan efisien untuk menunjang kebutuhan oksigen, sistem kardiovaskuler, dll Tipton,2003. Salah satu mekanisme kompensasi untuk membantu utilisasi dan suplai oksigen ke otot adalah peningkatan penyimpanan oksigen otot dalam myoglobin serta transpor oksigen melalui hemoglobin – eritrosit. Perubahan- perubahan ini secara teoritis lebih signifikan pada orang yang terlatih dalam olahraga aerobik dibandingkan olahraga anaerobik Katch, 2011. Tingkat olahraga dapat diukur melalui frekuensi, intensitas dan durasi aktivitas yang dilakukan. Idealnya olahraga dilakukan tiga sampai lima sesi dalam satu minggu dengan durasi 30 sampai 60 menit tiap sesinya. Intensitas atau beratnya olahraga memegang peranan besar dalam olahraga yang dilakukan, agar menimbulkan hasil yang optimal diperlukan latihan dengan intensitas tinggi yang umumnya diukur dengan detak jantung yang dicapai. Perhitungan ini dilakukan dengan mengukur detak jantung maksimal yang merupakan 220kalimenit dikurangi umur individu yang melakukan olahraga, lalu hasil yang didapat dikalikan 80. Hasil akhir tersebut adalah target detak jantung yang dicapai dan dipertahankan saat individu melakukan olahraga Michelli, 2011.

1.4. Perubahan Sistemik Akibat Olahraga