Kepercayaan Kaharingan Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu
A. Kepercayaan Kaharingan Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu
Kaharingan merupakan kepercayaan yang telah dianut oleh Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu sejak zaman bahari/ nenek moyang (sebelum kolonialis
masuk ke Indonesia). 135 Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu memaknai Kaharingan sebagai keyakinan yang mempercayai keberadaan dari Ning Bhatara
Langit sebagai penguasa atas langit dan bumi sekaligus pemberi rezeki kepada manusia.
Selain Ning Bhatara Langit , ajaran Kaharingan juga mempercayai keberadaan dari Pasarupa (roh para leluhur/manusia yang hidup tetapi tidak terlihat oleh kasat mata). Para pasarupa dianggap sebagai leluhur-leluhur yang sedang berada dalam perjalanan menuju Surga (Balai Maratus) . Selain itu,
Zaman atau masa-masa yang dikenal dan diketahui oleh Masyarakat Adat Balai Kiyu terbagi dalam 5 (lima) fase, yaitu : zaman bahari (nenek moyang), zaman kerajaan, zaman penjajah, zaman kemerdekaan (sering dikenal dengan istilah zaman Soekarno) dan masa sekarang – Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan perwakilan Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu pada tanggal 12 Mei 2016.
Pasarupa oleh masyarakat dianggap juga sebagai pihak perantara antara manusia dengan Ning Bhatara Langit dalam hal penyampaian rezeki yang diwujudkan
dalam bentuk mimpi sekaligus mengawasi seluruh kegiatan para penganut Kaharingan. 136
Penulis menilai dengan adanya hubungan antara manusia, Ning Bhatara Langit dan Pasarupa menunjukkan adanya konsep Participerend Cosmich. Bushar Muhammad menyebut bahwa Participerend Cosmich memiliki pengertian bahwa pikiran, perasaan dan tindakan masyarakat hukum adat didorong oleh kesadaran bahwa setiap hal di dunia (kosmos) memiliki kekuatan yang saling
menjaga dan menciptakan suatu kondisi keseimbangan ( 137 participate) .
Dalam arti lain, masyarakat hukum adat memiliki hak dan kewajiban tidak sebatas pada sesama manusia, tetapi juga terhadap roh leluhur yang dianggap hidup bersama dengan mereka. Pada kasus ini, menunjukkan bahwa antara Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu sebagai penganut Kaharingan memiliki hubungan erat antara Ning Bhatara Langit dan Pasarupa .
Ajaran-ajaran Kaharingan diperoleh secara turun-temurun oleh para penganutnya. Pemangku adat dan perwakilan Masyarakat Hukum Adat Balai
136 Ibid.
Bushar Muhammad, 1961, op.cit, hlm. 45
Kiyu menceritakan bagaimana ajaran Kaharingan dipahami secara turun-temurun dalam cerita berikut: 138
“Ajaran Kaharingan bermula dari adanya pertemuan antara Ayuh dan Bambang Basuarah yang memiliki keyakinan berbeda. Ayuh menganut kepercayaan Kaharingan, sementara Bambang Basuarah menganut agama Islam. Mereka merupakan orang-orang yang sedang membawa ajaran dan kitab masing-masing. Saat mereka ingin melewati sungai, mereka memiliki cara masing- masing untuk membawa kitab mereka.”
“Bambang Basuarah membungkus kitabnya dengan kain dan plastik agar tidak basah dan rusak. Di lain sisi, Ayuh memiliki cara lain untuk membawa kitabnya. Ayuh menghancurkan kitab yang ia bawa, lalu kitab yang hancur diteguk dan ditelan habis masuk kedalam tubuhnya. Kitab suci yang ditelan oleh Ayuh merupakan cara agar Ayuh tetap dapat menyampaikan ajaran Kaharingan kep ada orang lain.”
“Ajaran-ajaran Kaharingan pada kitab suci yang ditelan oleh Ayuh akhirnya menyatu dengan seluruh tubuh Ayuh. Ayuh menyebut bahwa ajaran yang dia sampaikan merupakan ajaran yang termuat dalam kitab suci yang ia
telan.”
Cerita diatas membuat para penganut Kaharingan percaya bahwa ajaran yang disampaikan oleh Ayuh secara turun-temurun sampai saat ini merupakan ajaran Kaharingan.
Untuk memperdalam pengetahuan terkait Kaharingan, penganut Kaharingan diwajibkan untuk Mangaji . Mangaji merupakan proses mengkaji ajaran yang terdapat dalam Kaharingan dan dibimbing oleh seorang Balian. Bila proses Mangaji yang dilakukan seorang penganut Kaharingan telah mencapai tingkat yang tinggi, maka orang tersebut dapat diangkat menjadi seorang Balian . Mangaji
Hasil diskusi dengan perwakilan Masyarakat Hukum Adat Balai Kiyu yang dilakukan pada tanggal 12 Mei 2016.
sangat diharuskan bagi penganut Kaharingan yang ingin menjadi seorang Balian , karena Balian merupakan orang yang akan meneruskan ajaran-ajaran Kaharingan kepada para penganut Kaharingan.
Ajaran-ajaran Kaharingan memuat norma-norma yang wajib dipatuhi oleh para penganutnya. Norma-norma dalam Kaharingan dianggap sebagai pedoman dan batasan hidup bagi mereka. Contoh dari norma tersebut adalah adanya larangan saling membunuh dan kewajiban untuk saling menghormati dan menghargai sesama manusia.
Selain norma-norma, ajaran Kaharingan meliputi kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka sejak zaman bahari. Kebiasaan- kebiasaan tersebut adalah ritual adat yang dilakukan pada pelaksanaan pembukaan lahan maupun pada saat proses perkawinan. Norma dan kebiasaan yang telah dijalani secara turun-temurun membuat anggapan bahwa seluruh adat/hukum adat yang terdapat di Balai Kiyu merupakan bagian dari ajaran Kaharingan.