Teori Receptio in Complexu dan Receptie
D. Teori Receptio in Complexu dan Receptie
1. Receptio in Complexu
Pembicaraan tentang teori receptio in complexu , diawali dengan sejarah tercetusnya teori ini. Teori ini bermula dari eksistensi kerajaan Islam sebelum para kolonialis masuk ke Indonesia. Kerajaan-kerajaan Islam memberlakukan hukum yang memuat unsur-unsur Islam sebagai aturan bagi penduduknya yang mayoritas Muslim. Setelah kolonialis masuk ke nusantara pada akhir tahun 1596, hukum Islam masih mendapatkan tempat dan apresiasi yang cukup baik dari pemerintah
kolonial Belanda. 74
Salomon Keyzer menyebut sejak tahun 1800 Pemerintah Kolonial Belanda mengetahui bahwa peradilan yang berlaku bagi penduduk asli Indonesia banyak
73 Hilman Hadikusuma, 1990, op.cit, hlm. 98
74 Muhammad Daud Ali, 2000, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Di Indonesia (cetakan ke-8), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 217 74 Muhammad Daud Ali, 2000, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Di Indonesia (cetakan ke-8), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 217
dasar teori Van Den Berg untuk merumuskan teori receptio in complexu yang memiliki arti "bagi masyarakat Indonesia berlaku hukum apa yang menjadi
keyakinan agama mereka". 76 Teori receptio in complexu menganggap bahwa hukum Islam benar-benar berlaku sepenuhnya kepada semua penduduk Islam
yang terdapat di Indonesia, walaupun terdapat beberapa penyimpangan- penyimpangan.
Van Den Berg menunjukkan teori yang ia cetuskan dengan memperlihatkan peristiwa perkawinan dan kewarisan Islam yang dilaksanakan oleh hakim-hakim Belanda banyak dibantu oleh penghulu/kadhi Islam. Hal tersebut dikuatkan dengan ketentuan dalam pasal 75 RR (Regeeringsreglement) tahun 1855 ayat 3 yang berbunyi: “Oleh hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang- undang agama (godsdienstige wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia.”
Pada masa tersebut keluar juga Staatsblaad. 1882 No. 152 tentang pembentukan pengadilan agama (Priesterraad) di samping pengadilan negeri (Landraad) , yang sebelumnya didahului dengan penyusunan kitab yang berisi
75 Salomon Keyzer (1823 – 1868) merupakan ahli Bahasa dan Kebudayaan Hindia Belanda yang
banyak menulis tentang Islam di Jawa dan menuliskan masa awal teori receptio in complexu. Hal tersebut termaktub dalam buku pedoman bagi hukum Islam (1853) serta brosur tentang pengembalian hak milik tanah di Jawa berdasarkan ajaran Islam murni - Lihat Cornelis Van Vollenhoven, 1987, Penemuan Hukum Adat, Penerbit Djambatan, Jakarta, hlm. 89-90
76 Van Den Berg (1845-1927) merupakan Penasihat Pemerintah Kolonial Belanda sebelum Snouck Hurgronje yang menggambarkan keadaan Indonesia dengan teori receptio in complexu yang
tertuang pada bukunya yaitu le hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel indien (Batavia : Imprimerie du Gouvernement, 1886) – Lihat Van Den Berg, 2010, Orang Arab di Nusantara, Komunitas Bambu, Jakarta, hlm. 14 tertuang pada bukunya yaitu le hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel indien (Batavia : Imprimerie du Gouvernement, 1886) – Lihat Van Den Berg, 2010, Orang Arab di Nusantara, Komunitas Bambu, Jakarta, hlm. 14
Freijer 77 pada tahun 1761. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa hukum Islam benar-benar berlaku bagi orang Islam dan menjadi hukum adat yang berlaku di
masyarakat tersebut sehingga teori receptio in complexu terlihat nyata.
2. Receptie
Setelah bertahun-tahun teori receptio in complexu digunakan, persepsi Pemerintahan Kolonial Belanda terhadap teori tersebut hilang setelah munculnya antitesis terhadap teori receptio in complexu . Teori tersebut dikenal dengan nama
teori 78 receptie yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Snouck merupakan pemikir yang membuat strategi untuk mengadu domba kesetiaan Masyarakat
Aceh terhadap agama dan adatnya. 79
Hasil dari penyelidikan Snouck terkait hukum adat dan hukum Islam di Aceh merupakan pijakan dasar dari teori receptie yang tertuang dalam Buku “ De Atjehers” dan “Het Gajoland”. Teori receptie memandang hukum Islam dapat berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum adat. Persetujuan dan
77 Snouck Hurgronje, 1910, De Islam in Nederlandsch Indie (Diterjemahkan oleh S.Gunawan - Islam di Hindia Belanda), Bhatara, Jakarta, hlm. 10
78 Snouck Hurgronje (1857-1933) merupakan Penasihat Pemerintah Kolonial Belanda yang ditugaskan untuk menyelidiki Islam. Dirinya sempat mempelajari agama Islam secara lebih
mendalam ke Mekkah dengan nama samaran “Abdul Gaffar” Sebagai penasehat Pemerintah Kolonial Belanda, Snouck terkenal dengan "Islam Policy" nya – Lihat Ibid, hlm. 232 dan Sajuti Thalib, op.cit, hlm. 19-21.
79 Adu domba yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje adalah dengan mempertentangkan kesetiaan Masyarakat Aceh pada agama Islam dengan adatnya. Sehingga dengan politik adu domba tersebut,
masyarakat Aceh menjadi terpecah dan takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda – Lihat Sajuti Thalib, op.cit, hlm. 22 masyarakat Aceh menjadi terpecah dan takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda – Lihat Sajuti Thalib, op.cit, hlm. 22
Teori receptie oleh Pemerintah Kolonial Belanda digunakan untuk membuat Undang-Undang Dasar Hindia Belanda pengganti RR yang disebut Wet Op De Staat Snrichting Van Nederlands Indie, yang disingkat Indische Staat Regeering (IS) pada tahun 1929. Hal tersebut tertuang dalam pasal 134 ayat (2) yang berbunyi :
"Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam diselesaikan oleh hakim agama Islam, hukum adat dapat berlaku apabila mereka menghendaki untuk menggunakan hukum adat tersebut dan sejauh tidak ditentuka n lain dengan suatu ordonansi.”
Hazairin dan Sajuti Thalib menganggap bahwa teori receptie merupakan teori yang digunakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk meruntuhkan dan menghambat pelaksanaan hukum Islam, mereka menyebut teori receptie sebagai
“teori iblis”. 81
Kurnia Warman menyebut bahwa teori receptie memuat pemahaman sebagai berikut: 82
a. Pada umumnya, orang Islam di Indonesia takluk kepada hukum adat;
b. Hukum Islam dituruti sepanjang telah diresepsi oleh hukum adat setempat; dan
c. Hukum Islam yang telah diresepsi meliputi hukum perkawinan, hukum waris dan hukum wakaf.
80 Hazairin,1974, Tujuh Serangkai tentang Hukum (Cetakan I), Tintamas, Jakarta, hlm. 101 81 Ibid , hlm. 15 82 Kurnia Warman, 2010, Hukum Agraria dalam Masyarakat Majemuk, HuMA- KITLV Jakarta -
Van Vollenhoven Institute, Jakarta, hlm. 54