Sikap Informan atas Kehadiran RAM
Tabel 5 Sikap Informan atas Kehadiran RAM
No Nama Dosen di
Sikap atas
Memberi catatan atas
Kehadiran RAM
Sumber: Peneliti
Pertama, periset kualitatif hendaknya masing-masing periset tidak terjebak dalam tidak sembarangan dalam melakukan riset.
pemikiran dalam paradigmanya sendiri jika Ada tahapan yang harus diikuti dalam riset
menilai riset dengan paradigma yang lain. kualitatif agar hasil risetnya bisa diterima
STR menerima Multiparadigma, tetapi secara ilmiah. Menurut BRT, hasil riset
mengingatkan bahwa akuntansi berawal kualitatif terkesan masih kurang baik ka-
dari matematika (lihat juga Warsono, 2011). rena tahapan risetnya mungkin tidak diikuti
Ketika beliau masih menolak RAM, dia dengan baik. Kedua, sepertinya para periset
menyangsikan apakah empat paradigma non-positism kurang bersungguh-sungguh,
tersebut (positif, interpretif, kritis, dan MFS mengungkapkan secara eksplisit. BRT
posmodernis) bisa dipahami sekaligus oleh sampai beranggapan bahwa kaum non-
mahasiswa dalam waktu tertentu selama positif adalah seperti orang yang sedang
masa studi. Tetapi karena kebijakan BSB mencari jati diri, dan belum berhasil.
yang saat itu menjadi Dekan, maka STR bisa Dalam pandangan peneliti, apa yang
menerima kehadiran RAM. Ontologi men- diungkapkan oleh Burrell and Morgan
jadi penyebab penolakan RAM oleh STR, (1979) merupakan item yang perlu dipikir-
sementara kemapanan cara riset membuat kan baik tentang kontinum subyektif-
(epistemologi) STR dan hampir semua obyektif maupun tentang kondisi sosial
informan memilih orientasi riset akuntansi masyarakat. Tujuan riset akuntansi dalam
positif. BSB menerima RAM dengan catatan suatu paradigma, tentu berbeda dengan
tentang ontologi; yang di riset harus akun- tujuan riset dengan paradigma lainnya.
tansi, dan kebebasan memilih paradigma. Perbedaan tujuan tersebut juga terlihat jelas
BRT mengungkapkannya dengan me- jika dikembangkan pemikiran ontology,
ngatakan bahwa kehadiran dan perkemba- epistemology, human nature, dan methodology
ngan riset kualitatif tidak bisa pesat karena (Burrell and Morgan, 1979) sebagaimana
keterbatasan medianya. Di Indonesia, lebih tampak dalam table 2 di atas. Sebaiknya
banyak jurnal yang bisa menerima artikel
Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 429
riset positif daripada artikel riset non- Proses mengambil sikap menolak atau positif. Lebih banyak jurnal yang memuat
menerima pandangan baru bisa melalui artikel riset positif akan membuka jalan
tahap memperhatikan, memahami, dan me- yang lebih bagi para periset dengan orien-
ngambil sikap. Persuasi dari pembawa tasi positif untuk mencapai kedudukan
pandangan riset akuntansi yang baru perlu akademik yang tinggi, sebagaimana yang
diperhatikan agar bisa dipahami, setelah itu diungkapkan oleh Hopwood (2008), Mer-
baru yang bersangkutan mengambil sikap chant (2008) dan Fraser (2012). Kebijakan
(Azwar, 2010). Beberapa dari informan riset institusi menjadi salah satu hal yang di-
ini baru sampai tahap memperhatikan atau ungkapkan secara eksplisit atau implisit
tidak memperhatikan, belum sampai pada oleh informan sebagai penyebab utama para
tahap memahami. Jika seseorang belum informan memilih paradigmanya masing-
memahami dan dihadapkan pada keputu- masing. Alasan ini bisa juga peneliti analisis
san sikap, biasanya yang bersangkutan dan baca sebagai cara untuk mengatakan
bersikap menolak (Azwar, 2010). menolak kehadiran RAM. Sikap BRT menurut peneliti tidak lepas
SIMPULAN DAN SARAN
dari pemikirannya Merchant (2008) tentang Pemikiran RAM seringkali diartikan kurang relevannya hasil penelitian riset
sebagai pemikiran riset akuntansi kualitatif. non-positif (IAR), dan tidak banyak kontri-
Sebenarnya RAM terdiri atas berbagai para- businya. Di samping itu cara berkomunikasi
digma riset, termasuk paradigma positif, para periset akuntansi non-positif amat ber-
dan non-positif seperti paradigma interpre- beda sekali dengan cara yang biasa dilaku-
tif, kritis dan lainnya. Dalam situs penelitian kannya. Tidak mudah mencari motivasi
di UGM dan UA, sebagian besar periset riset, tujuan riset dan sebagainya dalam
menggunakan kata riset kuantitatif untuk laporan hasil riset kualitatif. Laporan yang
riset dengan paradigma positif dan riset ditulis panjang lebar ditambah dengan
kualitatif untuk riset dengan paradigma jargon (Merchant, 2008) justru memperbesar
lainnya. Bagi periset yang tidak mendalami gap pemikiran di dua kubu yang berbeda.
makna RAM, kata tersebut diidentikkan Namun, jika SNA menjadi ajang untuk
dengan riset kualitatif.
menilai, dari sisi peneliti riset Non-positif Para periset akuntansi paradigma posi tidak mudah untuk menyusun laporan riset
tif tidak menolak kehadiran periset dengan nya dalam halaman yang terbatas. Beberapa
paradigma non-positif. Akan tetapi agar elaborasi yang dihilangkan akan membuat
tetap bisa berdampingan dalam mengem- pembaca yang beraliran mainstream bisa
bangkan riset akutantansi di Indonesia, para kehilangan arah.
periset dengan paradigma positif menyaran Akhirnya, memahami perbedaan pemi-
kan agar periset akuntansi non-positif mem- kiran para periset di tiga situs dalam riset
perbaiki cara risetnya(epistemologi) dengan ini memang bukan untuk digeneralisasi.
mengikuti protokol atau langkah-langkah Tujuan riset ini memang memahami feno-
riset non-positif yang benar. Saran ini mena sikap periset positivist dalam men
peneliti simpulkan sebagai indikator bahwa dampingi kehadiran RAM. Beberapa keter-
ada perbedaan realitas akuntansi (ontologi) batasan yang muncul dalam benak pembaca
dan cara riset (epistemologi). Di lain sisi, sebaiknya dilihat dari sisi paradigma yang
saran itu juga bisa dianggap sebagai bentuk sama. Keterbatasan riset positif-kuantitatif
menerima kehadiran riset akuntansi kuali- hendaknya dibaca dari sisi paradigma
tatif dengan syarat tertentu di Indonesia. positif, keterbatasan studi kasus ini hen-
Peneliti menengarai pola pikir positivist daknya dibaca dari sisi paradigma inter-
masih digunakan dalam menyikapi kehadi- pretif dan seterusnya.
ran pemikiran RAM (Merchant, 2008).
Dengan demikian ada celah untuk riset berikutnya.
Academic life experience , kekuatan insti tusi, protokol dalam riset akuntansi positif yang mapan, membuat kukuh dan kokoh posisi seseorang dam dunia riset akuntansi. Di samping itu lebih terbukanya media bagi hasil riset positif, serta sistem kenaikan karir dosen, juga bisa menyebabkan pilihan pe- riset jatuh pada paradigma positif (Mer- chant, 2008 ; Hopwood, 2008). Zona nyaman ini menyebabkan para periset positif enggan untuk mencoba mempelajari dan mema- hami paradigma lain, apalagi berpindah paradigma. Dengan demikian, mereka be- lum mengenal betul bagaimana riset akun- tansi non-positif dilaksanakan. Jika kesada- ran diri dalam hubungan manusia dengan alam telah muncul, tentu muncul keinginan untuk mendalami riset kualitatif (Guba, 1990), proses pemahaman akan berlangsung lebih cepat.
Dialog atau sonjo-sonjo merupakan usu- lan dari beberapa informan untuk menga- tasi perbedaan pemikiran atas riset akun- tansi. Tanpa diadakan dialog, bisa saja proses hegemoni aliran riset tetap akan terjadi baik disengaja atau tidak disengaja (Hopwood 2007, 2008;. Monism, sebagai mana yang diungkapkan olah SWD bisa terjadi terus menerus jika dialog belum pernah dilakukan. Namun, menjadi peringa tan SWD bagi periset akuntansi untuk tidak menghasilkan laporan riset akuntansi kontemporer.
Walaupun demikian, para periset tidak perlu ragu untuk melakukan penelitian akuntansi lebih banyak dalam konteks akuntansi Indonesia. Peneliti juga men- dorong periset akuntansi untuk melakukan penelitian tidak hanya di hilir pengetahuan akuntansi, tetapi juga ke arah hulu penge- tahuan akuntansi di Indonesia agar pemi- kiran periset Indonesia dari berbagai Perguruan Tinggi di Indoensia, misalnya Prof. Hadibroto, Prof. Zaki Baridwan, Prof. Katjep A, Prof. Bambang Sudibyo, Prof. Roni K Muntoro, Prof. Suwardjono, Prof.
Tjiptohadi, Prof. Sidharta dan lain-lainnya, tidak hilang ditelan masa. Sejarah pemi- kiran mereka, di manapun orientasi riset akuntansi mereka, bisa memicu perkemba ngan pemikiran riset akuntansi di Indo- nesia. Selain itu, hal tersebut juga akan menjadi kebanggaan bangsa, khususnya bagi profesi akuntan di berbagai bidang.
Pemikiran JGH dan ungkapan Imam Syafi’i yang digunakan ZN merupakan kristalisasi pemikirannya setelah mem- pelajari berbagai paradigma riset. Khusus ZN, ada dialog pemikiran riset akuntansi dibenaknya setelah dia melahap berbagai pemikiran riset sosial (Burrell and Morgan, 1979; Chua, 1986, 2010; Sarantakos, 1993, Neuman, 2011) dan berbagai ulasan kritis mengenai Interdiciplanary
Accounting Research (Mechant, 2008; Willmott, 2008; Williams, 2009; Bisman 2010). Pemilihan orientasi paradigma positif, diputuskannya setelah dia bergerak “ke atas” untuk me- mahami berbagai paradigma riset, sehingga dia menjadi seorang periset dengan orien- tasi positif yang mendampingi periset non- positif karena dia memahami berbagai paradigma riset. Menurut peneliti hal ini bisa menjadi sarana menuju titik temu bagi kedua kubu pemikiran riset akuntansi, dalam dialog pemikiran riset akuntansi. Dalam konteks ini jalan yang telah di- tempuh ZN juga dilakukan oleh beberapa orang yang peneliti kenal. Artinya, ini sah untuk dilakukan oleh orang lain.