PERMASALAHAN, INDIKATOR, DAN TARGET

Bab III PERMASALAHAN, INDIKATOR, DAN TARGET

3.1 Isu Strategis Nasional

  Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, 2 (dua) hal utama yang secara nasional dihadapi sebagai isu strategis yang berkaitan dengan menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan hidup adalah :

  1. Menurunnya kemampuan ekosistem untuk menjaga keseimbangan siklus

  air Uraian dan data-data sebelumnya menunjukkan bahwa siklus hidrologi,

  terutama di Jawa dan Sumatera sudah sangat terganggu. Bencana alam yang semakin sering terjadi merupakan salah satu indikasi yang dapat dirujuk. Ekosistem tidak lagi mampu menampung dan menyalurkan air dengan semestinya.

  Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup ke depan harus dapat menjamin pulihnya kemampuan ekosistem untuk menyerap, menahan, menyimpan dan mengatur distribusi air. Daerah-daerah yang menjadi resapan air harus dilindungi ekosistemnya, dipulihkan kerusakannya, dan ditingkatkan kualitas tutupan hutannya. Sedangkan daerah-daerah yang merupakan penyimpan air alami harus dipulihkan dan dibebaskan dari area terbangun.

  2. Berkurangnya luasan lahan pangan kualitas tinggi di daerah-daerah

  lumbung pangan tradisional Berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia diproyeksikan akan dihuni

  oleh ± 305,6 juta jiwa pada tahun 2035. Diperlukan produksi pangan yang besar untuk dapat mendukung jumlah penduduk tersebut, yang selama ini dipasok dari lahan-lahan sawah tradisional di Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Perkembangan pembangunan yang pesat, terutama di Jawa dan Sumatera, menyebabkan banyak lahan-lahan pangan produktif berubah fungsi menjadi perumahan, kawasan indutri, jalan tol, atau area terbangun lainnya.

  Untuk mendorong penyelesaian isu tersebut, pengelolaan lingkungan hidup ke depan harus mampu melindungi lahan-lahan pangan produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian, dan memperketat penggunaan lahan yang potensial untuk pangan menjadi daerah-daerah terbangun. Disamping Untuk mendorong penyelesaian isu tersebut, pengelolaan lingkungan hidup ke depan harus mampu melindungi lahan-lahan pangan produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian, dan memperketat penggunaan lahan yang potensial untuk pangan menjadi daerah-daerah terbangun. Disamping

3.2 Isu Pokok Nasional

  Dari ke-dua isu strategis nasional tersebut, belum adanya alternatif lain untuk pemenuhan kebutuhan air selain bersumber dari jasa lingkungan penyedia air dan pengatur tata aliran air dan banjir, maka keberlangsungan jasa lingkungan tersebut ditetapkan sebagai isu pokok Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional 2017 - 2047.

3.3 Indikator Keberhasilan

a. Indikator daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional;

b. Indikator kualitas lingkungan hidup nasional;

  Sejak tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangakan suatu indeks lingkungan berbasis provinsi yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada periode tertentu. Indeks kualitas lingkungan ini merupakan dasar bagi para pemangku kepentingan untuk melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Indeks kualitas lingkungan hidup atau disingkat IKLH sendiri disusun untuk memenuhi kebutuhan sasaran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 yang memuat sasaran dan arah kebijakan yang terkait Isu Strategi berupa Peningkatan Keekonomian Keanekaragaman Hayati dan Kualitas Lingkungan Hdup.

  Tujuan dari disusunnya IKLH adalah untuk memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di tingkat nasional dan daerah khususnya tingkat provinsi sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam fungsinya sebagai pendukung kebijakan, IKLH dapat menentukan derajat permasalahan lingkungan dan sumber permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup. IKLH disusun menggunakan kualitas air sungai, kualitas air udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga dapat Tujuan dari disusunnya IKLH adalah untuk memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di tingkat nasional dan daerah khususnya tingkat provinsi sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam fungsinya sebagai pendukung kebijakan, IKLH dapat menentukan derajat permasalahan lingkungan dan sumber permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup. IKLH disusun menggunakan kualitas air sungai, kualitas air udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga dapat

  Tabel 3.1 Parameter Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)

  2 Kualitas Air

  TSS

  30 Dihitung Indeks

  Sungai

  DO

  Pencemaran Air

  BOD

  (IPA)

  COD Total Fosfat Fecal-Coli Total Coliform

  3 Tutupan

  Luas Hutan

  Hutan

  Sumber : KLH, IKLH 2014 IKLH memiliki 5 indikator penilaian, Sangat Baik (82 < x ≤ 90), Baik (74 < x

  ≤ 82), Cukup (66 < x ≤ 74), Kurang (58 < x ≤ 66), Sangat Kurang (50 < x ≤ 58), dan Waspada (x ≤ 50). Berdasarkan trend IKLH dari tahun 2011 – 2014 tersebut, dapat diliat bahwa secara nasional kualitas lingkungan hidup Indonesia berada pada rentang kondisi Kurang dan menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun 2011 hingga tahun 2014 (Gambar

  3.1). Padahal sasaran IKLH dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebesar 66.5-

  68.5. Untuk mencapai target ini, diperlukan aksi nyata dari semua pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

  Sumber : KLH, IKLH 2011 - 2014 Gambar 3.1 Trend IKLH Nasional tahun 2011 - 2014

  Dalam dokumen RPPLH Nasional tahun 2017-2047, diperlukan target riil untuk dapat mencapai kondisi lingkungan hidup yang diinginkan di tahun 2047. Untuk itu, RPPLH Nasional 2017-2047 menggunakan IKLH sebagai indikator capaian dari keberlanjutan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional. Target peningkatan IKLH mencakup seluruh sektor pembangunan yang tercermin pada meningkatnya kualitas air, udara serta tutupan hutan untuk mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam lingkungan yang bersih dan sehat. Target IKLH yang diterjemahkan dalam angka adalah untuk memudahkan semua pemangku kepentingan untuk memahami kualitas lingkungan hidupnya. Dengan mengetahui kualitas lingkungan hidupnya, maka sumber daya alam dapat dialokasikan secara lebih akurat sehingga akan lebih efektif dan efisien. Target IKLH dalam dokumen RPPLH Nasional diterjemahkan setiap 10 tahun sekali dengan baseline data tahun 2014 dijabarkan dalam Tabel 3.2 berikut :

  Tabel 3.2 Target IKLH 2015 - 2045

  Kualitas Air

  Kualitas Udara

  Tutupan Hutan

  Sumber : KLH, IKLH 2011 - 2014

c. Indikator keberlangsungan fungsi ekosistem

d. Indikator mitigasi perubahan iklim nasional GRK GRK

  Guna mencapai kondisi lingkungan hidup yang ideal diperlukanlah perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang tidak hanya mengatur kondisi lingkungan hidup namun juga pengelolaan sumber daya alam secara efektif dan efisien. Kondisi lingkungan hidup yang akan dicapai melalui penerapan dokumen RPPLH Nasional 2017-2047, antara lain :

  1. Pembangunan nasional yang sejalan dan diselenggarakan berdasarkan

  pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

  Selama ini pembangunan nasional di Indonesia masih menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, terutama di wilayah terisolir. Pembangunan nasional di Indonesia belum mempertimbangkan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah tersebut, selain kawasan lindung yang dilarang untuk dibangun, pada kawasan budidaya tidak ada pembatasan pembangunan sama sekali. Padahal hampir seluruh masyarakat bermukim di kawasan budidaya, sehingga membutuhkan keseimbangan kondisi jasa lingkungan.

  Pembangunan infrastruktur secara besar-besaran tentunya tidak dapat dihentikan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah sehingga demand terhadap pembangunan semakin tinggi, untuk mengharmonisasikan antara demand yang tinggi dengan kondisi lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi agar kondisi lingkungan tidak semakin parah, salah satu caranya adalah pengembangan green cities atau kota hijau di wilayah-wilayah yang berjasa lingkungan tinggi dengan salah satu programnya adalah infrastruktur hijau.

  Selain penerapan program kota hijau, pengendalian tata ruang, terutama di perkotaan untuk menjaga kondisi daya dukung dan daya tampungnya perlu diintensifkan, dengan cara membatasi perubahan penggunaan lahan di kawasan jasa lingkungan tinggi dan memperbanyak RTH. Kemudian untuk menjaga cadangan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup, maka harus ada upaya untuk mengganti sumber energi fosil menjadi non fosil sebagai sumber energi baru terbarukan.

  Untuk menjalankan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang kita inginkan, maka pembagian dan perimbangan anggaran antara pembangunan infrastruktur dengan pemulihan dan pelestarian kondisi lingkungan hidup harus dapat lebih proporsional.

  Terkait hal ini, sebelum tahun 2025 seluruh Provinsi dan KabupatenKota memiliki Perda RPPLH yang terverifikasi dan tersinkronisasi, dan diimplementasikandiintegrasikan dalam RPJMD Provinsi dan KabupatenKota selama periode 30 berikutnya.

  2. Kualitas dan fungsi lingkungan hidup berada pada kondisi yang optimum

  dalam mendukung kehidupan bermasyarakat yang sejahtera;

  Kondisi lingkungan hidup dikatakan layak dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat apabila : kondisi sungai-sungai tidak melebihi ambang batas baku pencemaran, kawasan hutan dapat dipertahankan dan ditingkatkan luasannya, perbaikan sistem tata kelola perindustrian untuk menghindari terjadinya pencemaran air, udara dan tanah, serta kawasan-kawasan rentan dan bernilai penting (karst, gambut, dan mangrove) tetap terjaga, serta berkurangnya kejadian bencana alam, penyakit, dan bencana lain yang disebabkan oleh rusaknya kondisi lingkungan.

  Dalam 30 tahun ke depan diharapkan terjadi : 1) Peningkatan kualitas air sebesar 5 tiap 10 tahun terutama pada sungai-sungai utama di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali – Nusa Tenggara dari kondisi saat ini; 2) Peningkatan kualitas udara, di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar sebesar 7 tiap 10 tahun dan menjaga penurunan kualitas udara di kota- kota baru sampai tingkat dibawah 5 dari kondisi saat ini; 3) Peningkatan luas Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung sebanyak 20 dari luasan tahun 2015 dengan seluruh KabupatenKota memiliki Taman Hutan Raya yang dikelola secara baik, dan 4) Berkurangnya laju perubahan lahan pertanian ke non pertanian hingga dibawah 2 dalam 30 tahun serta bertambahnya lahan pertanian baru pada daerah-daerah dengan jasa lingkungan penyedia pangan tinggi, terutama di Kalimantan dan Papua.

  3. Kerja sama pengelolaan lingkungan hidup antar daerah dalam mewujudkan

  kelestarian lingkungan; Sebagai sebuah kesatuan ekoregion, kerjasama antar daerah dalam

  pengelolaan lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya alam, maupun kegiatan lain yang berbasis lahan merupakan sebuah keharusan. Hubungan sebab akibat dan pengaruh mempengaruhi dari perubahan pada suatu bentang lahan, dapat menimbulkan konflik kepentingan, baik horizontal maupun vertikal, yang menyebabkan inefisiensi pemanfaatan sumberdaya yang berujung pada rusaknya lingkungan hidup.

  4. Kepedulian dan kewaspadaan negara dan masyarakat dalam menjaga kondisi dan kualitas lingkungan hidup harus menjadi gaya hidupkebiasaanbudaya.

  Kearifan lokal masyarakat yang memperhatikan kelestarian dalam mengelola sumberdaya alam merupakan budaya yang selama ini mengakar dalam kehidupan masyarakat di nusantara. Masuknya kepentingan ekonomi yang besar banyak menggerus budaya ramah lingkungan ini pada beberapa kelompok masyarakat, sehingga pada beberapa dekade terakhir nilai-nilai kearifan lokal ini hampir tidak dipedulikan. Ke depan, budaya ini harus dimunculkan kembali, dibina dan dihargai sehingga menjadi gaya hidup generasi muda. Pendidikan, penyuluhan dan pelatihan dari mulai tingkat paling dasar pada pendidikan formal maupun non formal serta pengembangan organisasi kemasyarakatan, paguyuban, dan atau kelompok masyarakat peduli lingkungan lainnya harus menjadi prioritas dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional.

  Meningkatnya keterlibatan negara, swasta, dan masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang antara lain ditandai dengan meningkatnya anggaran lingkungan hidup minimal 5 dari APBDAPBN, 80 produk-produk industri bersertifikat ramah lingkungan, serta meningkatnya kelompok masyarakat peduli lingkungan sampai pada tingkat RTRW.

b. Target Capaian 10 Tahunan

  Selain menetapkan target 30 tahun, RPPLH nasional juga menetapkan target antara sesuai dengan skenario 10 tahunan. Target tersebut ditetapkan sebagai acuan sekaligus pertimbangan dalam penyesuaianperbaikan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat nasional.

  Target capaian 10 tahunan, di tetapkan sesuai dengan Fokus Kinerja pada

  Skenario perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047 (Bab IV B)