Draf RPPLH Nasional

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I KETENTUAN UMUM

  Pasal 1

  Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

  dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

  2. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang

  memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategis pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

  3. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang

  selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.

  4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan

  kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

  5. Fungsi lingkungan hidup adalah hasil kegunaan lingkungan hidup yang

  mencakup jasa lingkungan hidup, sumber daya, ruang, dan kapasitas penyerapan yang ditujukan untuk perlindungan dan budidaya pemanfaatan.

  6. Jasa lingkungan hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan

  hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.

  7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

  untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.

  8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

  untuk menyerap zat, energy, danatau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

  9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas

  sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

  10. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,

  tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.

  11. RPPLH Nasional adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh Menteri

  dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional.

  12. RPPLH Provinsi adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh Gubernur

  dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup provinsi.

  13. RPPLH KabupatenKota adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh

  BupatiWalikota dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupatenkota.

  14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di

  bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

  Pasal 2

  (1) Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

  dilaksanakan melalui tahapan :

  a. inventarisasi lingkungan hidup;

  b. penetapan wilayah ekoregion; dan

  c. penyusunan RPPLH (2) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

  a dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi sumber daya alam (3) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b

  dilakukan oleh Menteri sebelum menyusun RPPLH Nasional. (4) Inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan wilayah ekoregion

  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan untuk menentukan :

  a. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan

  b. cadangan sumber daya alam

  (5) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

  didasarkan pada hasil inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

  (6) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan

  untuk menentukan rencana tentang :

  a. Pemanfaatan danatau pencadangan sumber daya alam;

  b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas danatau fungsi lingkungan

  hidup;

  c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian

  sumber daya alam; dan

  d. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

  Pasal 3

  (1) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana

  pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

  (2) RPPLH disusun oleh :

  a. Menteri, untuk RPPLH nasional;

  b. Gubernur, untuk RPPLH provinsi; dan

  c. bupatiwalikota, untuk RPPLH kabupatenkota (3) RPPLH nasional menjadi dasar penyusunan RPPLH provinsi (4) RPPLH provinsi menjadi dasar penyusunan RPPLH kabupatenkota (5) Dalam hal RPPLH provinsi belum tersusun, maka RPPLH nasional menjadi

  dasar penyusunan RPPLH kabupatenkota

  Pasal 4

  (1) RPPLH Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (2) RPPLH provinsi ditetapkandengan Peraturan Daerah provinsi (3) RPPLH kabupatenkota ditetapkandengan Peraturan Daerah

  kabupatenkota.

BAB II TATA CARA INVENTARISASI LINGKUNGAN HIDUP DAN PENETAPAN EKOREGION

Paragraf Kesatu

  Pasal 5

  (1) Inventarisasi lingkungan hidup tingkat nasional, tingkat pulaukepulauan

  dan tingkat wilayah ekoregion meliputi inventarisasi potensi, keberadaan, kondisi dan pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistem

  (2) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

  mempertimbangkan informasi tentang :

  a. Sumber, bentuk dan besaran pencemaran dan kerusakan lingkungan

  hidup;

  b. Berjalan atau tidak berjalannya fungsi-fungsi dan jasa lingkungan

  hidup;

  c. Pola sosial, ekonomi dan budaya masyarakat;

  d. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan; serta

  e. Dampak, kondisi, dan resiko perubahan iklim beserta proyeksinya. (3) Hasil inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

  digunakan untuk penetapan ekoregion dan menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta cadangan sumber daya alam

  (4) Mekanisme dan tata cara inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan

  sesuai peraturan perundangan dibidangnya. (5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (4) belum tersedia, maka

  mekanisme dan tata cara inventarisasi lingkungan hidup mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Paragraf Kedua Tatacara Penetapan Ekoregion

  Pasal 6

  Wilayah ekoregion didasarkan pada pembentukan pulau dan kepulauan Indonesia, yaitu:

  a. Sejarah pembentukan geologi;

  b. Pengaruh iklim; dan

  c. Proses pembentukan geomorfologi.

  Pasal 7

  Wilayah Ekoregion tersebut pada Pasal 6 dimuat dalam Peta Ekoregion dengan skala informasi minimal 1:500.000, yang meliputi:

  a. Pulau Sumatera dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;

  b. Pulau Jawa dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;

  c. Pulau Kalimantan dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;

  d. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;

  e. Pulau Papua dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;

  f. Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara;

  g. Kepulauan Maluku, dan;

  h. Wilayah Perairan Laut Indonesia.

  Pasal 8

  Batas satuan Ekoregion bersifat :

  a. Umum dan indikatif;

  b. Menggambarkan karakteristik bentang alam dominan;

  b. Tidak mengintervensi penetapan batas ekosistem yang telah diatur dengan

  peraturan perundangan.

  Pasal 9

  Satuan ekoregion digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan :

  1 Inventarisasi lingkungan hidup diwilayah ekoregionnya;

  2 Pengukuran daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  3 Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  (RPPLH); dan

  4 Pemetaan karakteristik ekoregion.

  Pasal 10

  (1) Tatacara inventarisasi lingkungan hidup diwilayah ekoregion diatur lebih

  lanjut dengan Peraturan Menteri. (2) Peta ekoregion sebagaimana dimaksud Pasal 6 ditetapkan oleh Menteri.

BAB III TATA CARA PENYUSUNAN RPPLH

  Bagian Kesatu Tahapan Penyusunan RPPLH

  Pasal 11

  Tahapan penyusunan RPPLH, meliputi :

  a. Inventarisasi lingkungan hidup

  b. Pengolahan data dan informasi hasil inventarisasi lingkungan hidup

  c. Penentuan isu strategis lingkungan hidup

  d. Penentuan target dan indikator perlindungan dan pengelolaan

  lingkungan hidup

  e. Penyusunan muatan rencana perlindungan dan pengelolaan

  lingkungan hidup

  Pasal 12

  (1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 11

  huruf a dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi dari KementerianLembaga, Dinas Daerah serta sumber-sumber lain.

  (2) Pengelolaan data dan informasi inventarisasi lingkungan hidup

  dilakukan untuk memperoleh potensi, kondisi dan permasalahan lingkungan hidup.

  (3) Penentuan isu strategis lingkungan hidup dilakukan dengan

  musyawarah dan diskusi kelompok terarah serta mengacu pada hasil data dan informasi sebagaimana ayat (2) dan indikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

  (4) Target dan indikator perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

  menggunakan indeks kualitas lingkungan hidup.

  (5) Penyusunan muatan rencana dan perlindungan dan pengelolaan

  lingkungan hidup dilakukan untuk menyelesaikan isu strategis serta pencapaian target dan indikator.

  (6) Tata cara penentuan indeks kualitas lingkungan hidup diatur lebih

  lanjut dalam Peraturan Menteri. (7) Tata cara penulisan RPPLH diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri

BAB IV RPPLH NASIONAL

  Pasal 13

  (1) RPPLH Nasional memuat rencana :

  a. pemanfaatan danatau pencadangan sumber daya alam;

  b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas danatau fungsi lingkungan

  hidup;

  c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian

  sumber daya alam; dan

  d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. (2) Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk

  kebijakan nasional yang meliputi:

  a. kebijakan umum nasional;

  b. kebijakan tingkat pulaukepulauan; (3) Muatan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk jangka

  waktu pelaksanaan 30 (tiga puluh) tahun.

Bagian Kesatu Kebijakan Umum Nasional Pasal 14

  Kebijakan Umum Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a memuat:

  a. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 –

  b. Sasaran dan dampak yang diinginkan dari perlindungan dan pengelolaan

  lingkungan hidup nasional 2017 – 2047; lingkungan hidup nasional 2017 – 2047;

  2047; dan

  d. Skenario perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 –

  Pasal 15

  (1) Tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a

  meliputi :

  a. Mengharmonisasikan pembangunan nasional dengan kemampuan daya

  dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  b. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi keberlanjutan

  fungsi lingkungan hidup;

  c. Menguatkan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat

  untuk pengendalian, pemantauan, dan pendayagunaan lingkungan hidup;

  d. Meningkatkan ketahanan dan kesiapan dalam menghadapi perubahan

  iklim

  (2) Sasaran dan dampak yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

  14 huruf b meliputi :

  a. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan

  secara berkelanjutan;

  b. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan dan

  energi bersih secara berkelanjutan;

  c. Terjaminnya keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di perairan

  dan daratan;

  d. Minimnya resiko dan dampak lingkungan hidup negatif yang ditanggung

  warga masyarakat; dan

  e. Meratanya manfaat sumber daya alam bagi warga masyarakat

  (3) Strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi : (3) Strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi :

  b. Strategi pengelolaan kualitas lingkungan hidup; dan

  c. Strategi pengelolaan ekosistem;

  (4) Skenario sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi:

  a. Skenario penurunan laju penyusutan sumber daya alam dan laju

  penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun pertama;

  b. Skenario pemulihan sumber daya alam dan peningkatan daya dukung

  dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun kedua; dan

  c. Skenario perubahan pola produksi dan konsumsi serta penerapan

  teknologi pada periode 10 tahun ketiga;

  (5) Tujuan, sasaran dan dampak yang diinginkan dari perlindungan dan

  pengelolaan lingkungan hidup nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijabarkan dalam indikator dan target capaian RPPLH Nasional

Paragraf Kesatu Indikator dan Target Capaian RPPLH Nasional Pasal 16

  Indikator dan target capaian RPPLH Nasional adalah ukuran-ukuran tujuan, sasaran, dan dampak yang diinginkan dari RPPLH Nasional yang menjadi dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPPLH Nasional.

  Pasal 17

  (1) Indikator RPPLH Nasional meliputi:

  a. Indikator daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional;

  b. Indikator kualitas lingkungan hidup nasional;

  c. Indikator keberlangsungan fungsi ekosistem; dan

  d. Indikator mitigasi perubahan iklim nasional (2) Target capaian RPPLH Nasional meliputi :

  a. Target pencapaian sasaran (outcomes) diakhir masa perencanaan; dan

  b. Target pencapaian sasaran bagi setiap periode skenario

Paragraf Kedua Strategi RPPLH Nasional Pasal 18

  (1) Strategi pengendalian dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

  dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a meliputi :

  a. Harmonisasi perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang

  berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  b. Penerapan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan

  c. Penguatan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan dalam

  pengendalian pembangunan, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

  (2) Strategi pengelolaan kualitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

  dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b meliputi :

  a. Pemeliharaan dan perlindungan wilayah-wilayah penyedia jasa

  lingkungan hidup; dan

  b. Pemulihan dan peningkatan kualitas air, udara, dan tanah (3) Strategi pengelolaan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat b. Pemulihan dan peningkatan kualitas air, udara, dan tanah (3) Strategi pengelolaan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat

  b. Perlindungan dan pengelolaan ekosistem penting dan esensial;

  c. Perluasan kawasan hutan milik Negara yang berasal dari areal

  penggunan lain yang memiliki jasa lingkungan tinggi. (4) Pelaksanaan muatan strategi pengendalian dampak lingkungan hidup,

  pengelolaan kualitas lingkungan hidup, dan pengelolaan ekosistem mengacu pada peraturan perundangan dibidangnya.

Paragraf Ketiga Skenario RPPLH Nasional Pasal 19

  (1) Skenario penurunan laju penyusutan sumber daya alam serta laju

  penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup periode 10 tahun pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) huruf a meliputi :

  a. Penerapan strategi RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal

  18; dan

  b. Penyelesaian RPPLH Provinsi dan RPPLH KabupatenKota, perencanaan

  kehutanan, perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem, perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup serta perencanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

  (2) Perencanaan kehutanan, perencanaan perlindungan dan pengelolaan

  ekosistem, perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup serta perencanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada peraturan perundangan.

  (3) Skenario pemulihan sumber daya alam serta peningkatan daya dukung dan

  daya tampung lingkungan hidup periode 10 tahun kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b meliputi: daya tampung lingkungan hidup periode 10 tahun kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b meliputi:

  18; dan

  b. Penguatan dunia usaha dan kelembagaan masyarakat dalam mendorong

  perbaikan pola produksi dan konsumsi. (4) Skenario perubahan pola produksi dan konsumsi serta penerapan teknologi

  pada periode 10 tahun ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf c meliputi:

  a. Penerapan strategi RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal

  18; dan

  b. Perpindahan pola produksi dan konsumsi dunia usaha dan masyarakat

  sesuai kriteria penerapan ekonomi hijau dan teknologi hijau sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan

Bagian Kedua Kebijakan Tingkat PulauKepulauan Pasal 20

  (1) Kebijakan tingkat pulaukepulauan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat

  (2) huruf b meliputi tujuan, sasaran, dan strategi untuk :

  a. Pulau Sumatera;

  b. Pulau Jawa;

  c. Pulau Kalimantan

  d. Pulau Sulawesi d. Pulau Sulawesi

  f. Kepulauan Maluku

  g. Pulau Papua (2) Tujuan dan sasaran kebijakan tingkat pulaukepulauan merupakan

  penjabaran dari tujuan dan sasaran kebijakan umum nasional

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)

  (3) Strategi tingkat pulaukepulauan memuat :

  a. Penjabaran strategi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

  dengan memuat prioritas lokus; dan

  b. Pengelompokkan pelaksanaan strategi berdasarkan skenario nasional

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang prioritas dan jenis

  upayanya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pulaukepulauan;

Bagian Ketiga Dokumen RPPLH Nasional

  Pasal 21

  Dokumen RPPLH Nasional Tahun 2017 - 2047 sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Pemerintah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

BAB V RPPLH PROVINSI DAN KABUPATENKOTA

  (1) Isu strategis RPPLH Provinsi dan KabupatenKota mengacu pada Isu

  strategis RPPLH Nasional. (2) Provinsi dan KabupatenKota dapat menambah isu strategis sesuai dengan

  karakter dan permasalahan masing-masing daerah. (3) Muatan RPPLH Provinsi dan RPPLH KabupatenKota mengacu pada

  kebijakan tingkat pulaukepulauan dalam dokumen RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

  (4) Dalam hal Provinsi danatau KabupatenKota tidak dapat mengikuti

  ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada :

  a. Menteri, untuk RPPLH Provinsi; atau

  b. Gubernur, untuk RPPLH KabupatenKota (5) Menteri mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan sebagaimana

  dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada Pejabat yang ditunjuk. (6) Gubernur mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan

  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b kepada pejabat yang membidangi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya.

  Pasal 23

  Dokumen hasil perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem serta dokumen hasil perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup merupakan bagian dari RPPLH sesuai dengan lingkup kewenangannya

  Pasal 24

  Petunjuk Teknis penyusunan RPPLH Provinsi dan KabupatenKota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

BAB VI PELAKSANAAN RPPLH

  Pasal 25

  (1) Materi RPPLH Nasional yang menjadi dasar dan dimuat dalam RPJPN dan

  RPJMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah:

  a. Isu pokok RPPLH Nasional tentang Penyelamatan Air dan Pangan;

  b. Muatan arahan RPPLH Nasional yang berupa skenario 10 Tahunan;

  c. Target dan indikator RPPLH Nasional. (2) Menteri yang membidangi urusan Perencanaan Pembangunan Nasional

  berkoordinasi dengan Menteri untuk mengintegrasikan muatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, b, dan c.

  (3) Apabila terdapat ketidaksesuaian muatan RPJM dengan RPPLH maka

  RPJM wajib di revisi paling lama 2 (dua) tahun sejak ditemukan adanya ketidaksesuaian.

  Pasal 26

  (1) Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat

  dan pelaku usaha dimasukkan dalam perhitungan keberhasilan pencapaian indikator RPPLH.

  (2) Pemerintah, Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada pihak-

  pihak yang berhasil meningkatkan pencapaian indikator RPPLH dimaksud ayat (1).

  (3) Petunjuk teknis tata cara menghitung keberhasilan pencapaian indikator

  RPPLH diatur oleh Menteri, Gubernur dan BupatiWalikota.

BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASI

  Pasal 27

  (1) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPPLH dilaksanakan oleh:

  a. Menteri berkoordinasi dengan menteri yang membidangi perencanaan

  pembangunan untuk RPPLH Nasional dan RPPLH Provinsi;

  b. Gubernur untuk RPPLH Provinsi dan KabupatenKota; dan

  c. BupatiWalikota untuk RPPLH KabupatenKota (2) Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan saat penyusunan dan pelaksanaan

  (3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana ayat (2) adalah untuk mengetahui

  capaian target dan indikator RPPLH.

BAB VIII MASA BERLAKU Pasal 28

  RPPLH disusun untuk kurun waktu berlaku 30 (tiga puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.

BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 29

  Pembiayaan penyusunan dan pelaksanaan RPPLH dibebankan kepada :

  a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi RPPLH Nasional; dan

  b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bagi RPPLH Provinsi dan RPPLH

  KabupatenKota;

  c. Sumber Anggaran Lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB X PENUTUP Pasal 30

  (1) RPPLH Provinsi dan RPPLH KabupatenKota yang telah ditetapkan dengan

  Peraturan Daerah sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dinyatakan tetap berlaku.

  (2) Dalam hal muatan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum

  sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini, Gubernur atau BupatiWalikota wajib melakukan penyesuaian dalam jangka waktu paling

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR …. TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

  I. UMUM

  Sesuai amanat Pasal 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai, RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Di dalam Pasal 9 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut mengatur bahwa RPPLH terdiri atas RPPLH nasional, RPPLH provinsi dan RPPLH kabupatenkota.

  RPPLH nasional disusun berdasarkan inventarisasi nasional, RPPLH provinsi disusun berdasarkan RPPLH nasional, inventarisasi tingkat pulaukepulauan; dan inventarisasi tingkat ekoregion.

  RPPLH kabupatenkota disusun berdasarkan RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat pulaukepulauan dan inventarisasi tingkat ekoregion.

  Selanjutnya didalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa RPPLH disusun oleh Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya.Penyusunan RPPLH memperhatikan: a. keragaman karakter dan fungsi ekologis; b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d. kearifan lokal;e. aspirasi masyarakat; danf. perubahan iklim.

  RPPLH diatur dengan: a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;

  b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan c. peraturan daerah kabupatenkota untukRPPLH kabupatenkota.

  RPPLH memuat rencana tentang: a. pemanfaatan danatau pencadangan sumber daya alam; b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas danatau fungsi lingkungan hidup; c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

  RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

  Disadari bahwa kawasan yang secara alami menjadi penyimpan karbon dan regulator air telah berubah menjadi kawasan hunian penduduk, eksploitasi hutan, ekspansi perkebunan dan areal tambang terbuka, perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun menyebabkan lingkungan hidup menjadi rentan dan telah menempatkan keberlanjutan pembangunan nasional pada kondisi yang membahayakan.

  Dengan pertimbangan tersebut, diperlukan strategi langkah-langkah perencanaan pembangunan di tingkat pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangannya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

  Pasal 1 Cukup Jelas

  Pasal 2 Cukup Jelas

  Pasal 3 Cukup Jelas

  Pasal 4 Cukup Jelas

  Pasal 5 Cukup Jelas

  Pasal 6 Cukup Jelas

  Pasal 7 Cukup Jelas

  Pasal 8 Cukup Jelas

  Pasal 9 Cukup Jelas

  Pasal 10 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas

  Pasal 11 Cukup Jelas

  Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud sumber sumber lain adalah, data informasi dari lembaga

  penilitian dari Perguruan Tinggi dan Organisasi Non-Pemerintah yang berbadan hukum, baik nasional maupun internasional.

  Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Diskusi kelompok terarah dilaksanakan dengan melibatkan sekurang-

  kurangnya unsur KL, Dinas Daerah, Akademisi dan Organisasi Non- Pemerintah.

  Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas

  Pasal 13 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas

  Ayat (3) Tenggang waktu 30 tahun merupakan tenggang waktu yang dianggap

  cukup untuk melihat dampak pembangunan terhadap perbaikankondisi lingkungan serta untuk menjaga kesinambungan arah pembangunan lingkungan hidup.

  Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Skenario 10 (sepuluh) tahunan bukan merupakan urutan skenario yang

  dimuat dalam RPPLH. Untuk masing-masing Provinsi dan KabupatenKota dapat

  melaksanakan skenario periode 10 (sepuluh) tahun pertama, 10 ( sepuluh) tahun kedua dan 10 (sepuluh) tahun ketiga, secara serentak tergantung pada kondisi wilayah masing-masing, atau dimulai dari skenario 10 (sepuluh) tahun kedua danatau 10 (sepuluh) tahun ketiga.

  Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)

  Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 (Perlu penjelasan oleh Ibu Direktur)

  Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29

  Pasal 30 Cukup Jelas

  Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO

  Diundangkan di Jakarta Pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

  YASONNA H. LAOLY Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor ...

  LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR …. TAHUN…. RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL 2017 - 2047

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Indonesia mengalami masa keemasan perekonomian antara tahun 70-an sampai dengan 80-an, antara lain didorong oleh suksesnya pemanfaatan sumber daya alam nasional dalam skala besar. Perkembangan ekonomi yang sangat cepat tersebut terus mendorong pemanfaatan sumberdaya yang semakin besar, yang pada akhirnya tidak dapat lagi diimbangi oleh kemampuan alam untuk memulihkan diri.

  Pembangunan ekonomi yang berlandaskan sumber daya alam, memberikan keuntungan yang sangat besar namun dilain pihak juga akan memberikan dampak negative yang cukup siknifikan. Tidak dapat disangkal, bahwa dengan adanya suatu pembangunan telah memberikan peluang-peluang berbagai usaha yang membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. namun sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki keterbatasan daya dukung.

  Berpijak dari hal tersebut, pembangunan nasional perlu mendasarkan pada isu pembangunan berkelanjutan sebagai isu utama, dimana aspek pengelolaan lingkungan hidup dijadikan dasar dalam mengembangkan kebijakan pembangunan nasional dengan sasaran akhir : (1) mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup untuk menunjang keberlanjutan pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan untuk generasi sekarang dan akan datang; (2) mempertahankan dan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk mendukung kualitas

  kehidupan; (3) mempertahankan dan meningkatkan pemeliharaan dalam

  pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.

  Oleh karena itu, diperlukan adanya strategi dan penjabaran lebih lanjut ke dalam langkah-langkah perencanaan pembangunan dalam kurun waktu yang lebih operasional dan dapat diimplementasikan secara konkrit di tingkat pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangannya. Strategi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan penjabarannya dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

B. Peran dan Posisi RPPLH

  Peran RPPLH

  1. Dari sisi perencanaan pembangunan nasional, RPPLH merupakan rencana

  yang bersifat umum dan lintas sektoral dari perencanaan sektor lainnya.

  2. RPPLH terstruktur dari tingkat Nasional yang dijabarkan dalam tingkat

  Provinsi serta KabupatenKota.

  3. RPPLH Nasional merupakan bagian dari kerangka perencanaan

  pembangunan nasional, yang materi muatannya, harus menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJPM) dan merupakan bagian yang integral dalam pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perencanaan KL. dan pemerintah daerah dalam menyusun RPPLH Daerahnya.

  4. RPPLH menjadi dasar dan dimuat dalam rencana pembangunan, serta

  menjadi masukan utama dan bagian integral dari dokumen perencanaan pembangunan nasional agar pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam lebih terkontrol.

  5. RPPLH menjadi acuan bagi dokumen-dokumen perencanaan sumberdaya

  lainnya yang lebih spesifik, seperti pengelolaan gambut, karst, mangrove, termasuk perencanaan pengembangan pulau-pulau kecil.

  Posisi RPPLH

  1. Rencana pengendalian pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) adalah

  perencanaan tertulis yang memuat potensi, persoalan lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaanya dalam kurun waktu tertentu.

  2. Penyusunan RPPLH merupakan mandat UU No 322009 tentang

  Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota.

  3. RPPLH Nasional merupakan perencanaan yang berbasis ekoregion, yang

  diharapkan dapat mengatur upaya penyelesaian masalah lingkungan hidup yang bervariasi pada setiap ekoregion (Seperti diketahui, daratan Indonesia dibagi kedalam 7 (tujuh) Ekoregion PulauKepulauan. Ketujuh kawasan ekoregion tersebut adalah ekoregion pulau Jawa, ekoregion pulau Sumatera, ekorogion pulau Kalimantan, ekoregion pulau Sulawesi, ekoregion pulau Papua, ekoregion kepulauan Bali Nusa Tenggara dan ekoregion kepulauan Maluku).

  4. RPPLH Nasional mengarahkan upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan

  lingkungan hidup per pulau yang diharapkan dapat diadopsi dan diimplementasikan oleh KementerianLembaga dan Pemerintah Daerah dalam penyusunan program-program pembangunan sektoral dan daerah yang ramah lingkungan.

  Perencanaan pada KL yang telah diwarnai oleh RPPLH, secara lebih detail dapat dilihat pada gambar 1.1.

  Gambar 1.1 Keterkaitan RPPLH dengan RPJM

C. Tujuan dan Sasaran

  Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disusun dengan tujuan antara lain untuk :

  1 Mengharmonisasikan pembangunan nasional dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

  2 Mempertahankan danatau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

  3 Mempertahankan danatau menguatkan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan, dan pendayagunaan lingkungan hidup;

  4 Mempertahankan danatau meningkatkan ketahanan dan kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim

  Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional 2017 – 2047 adalah :

  a. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara

  berkelanjutan;

  b. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan dan energi

  bersih secara berkelanjutan;

  c. Terjaminnya keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di perairan dan

  daratan;

  d. Minimnya resiko dan dampak lingkungan hidup negatif yang ditanggung

  warga masyarakat; dan

  e. Meratanya manfaat sumber daya alam bagi warga masyarakat

D. Landasan Hukum RPPLH

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

  Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

  2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

E. Prinsip RPPLH

  1. Pembangunan Berkelanjutan : Pembangunan Ekonomi dan Sosial tidak mengorbankan Lingkungan Hidup dan mengintegrasikan perlindungan lingkungan dari lingkungan paling kecil (lokal dan regional);

  2. Pembangunan Rendah Karbon : pelaksanaan pembangunan pada KabupatenKota yang rendah karbon dan hemat energy, serta menciptakan harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan perlindungan ekologi;

  3. Partisipasi Publik : Melibatkan publik dalam seluruh proses, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

  4. Kerjasama antar Daerah : Mengutamakan kerjasama antar daerah dalam satu Ekoregion dan antar ekoregion sebagai keniscayaan untuk mendorong keberhasilan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

Bab II KONDISI DAN INDIKASI DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

  Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat, perairan tawar maupun laut, yang bersifat terbarukan dan tak terbarukan. Mineral merupakan salah satu jenis sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dalam jumlah besar, di antaranya emas, tembaga, perak, nikel, batubara, bauksit, dan lainnya. Potensi sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia tersebut, menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen emas, tembaga dan batubara penting di dunia. Selain sumber daya alam tak terbarukan tersebut, Indonesa juga memiliki sumber daya hutan yang melimpah, dengan potensi produksi kayu yang besar, keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, disamping sebagai penyimpan karbon dan pengendali hidro-orologi.

  Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia seharusnya dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keberlanjutan, keterpaduan, dan demokratis, sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi selanjutnya, serta memberikan keuntungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada masa sekarang, maupun pada masa mendatang. Dari sisi energi, pasokan energi Indonesia masa mendatang akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan skenario yang diuraikan Energi Outlook 2013 1 , bauran pasokan energi tahun 2030 menjadi: batubara 51, minyak bumi 22,2, gas bumi 20,4 dan sisanya 6,1 EBT. Pada Skenario Mitigasi, bauran pasokan energi tahun 2030 adalah : batubara 29,5, gas bumi 31,4, minyak bumi 24,6, dan sisanya 14,5 EBT; dengan jenis EBT yang menonjol adalah BB Nabati (5,8), tenaga air (2,9) panas bumi (3,5) dan biomassa non rumah tangga (2,9).

  Berdasarkan dari hasil inventarisasi MenESDM (2013) distribusi sumberdaya dan cadangan batubara terbanyak di Sumatera dan terbanyak kedua di Kalimantan. Data MenESDM tersebut menunjukkan bahwa jumlah total sumberdaya batubara secara nasional sebesar 161 Milyar ton yang terdiri dari 120 Milyar Ton Open Pit, 41 Milyar Ton Tambang Dalam, sedangkan jumlah total cadangan batuba sebesar 28 Milyar ton. Adapun masalah ketimpangan Berdasarkan dari hasil inventarisasi MenESDM (2013) distribusi sumberdaya dan cadangan batubara terbanyak di Sumatera dan terbanyak kedua di Kalimantan. Data MenESDM tersebut menunjukkan bahwa jumlah total sumberdaya batubara secara nasional sebesar 161 Milyar ton yang terdiri dari 120 Milyar Ton Open Pit, 41 Milyar Ton Tambang Dalam, sedangkan jumlah total cadangan batuba sebesar 28 Milyar ton. Adapun masalah ketimpangan

  Kebutuhan akan lahan pertanian dapat digambarkan dengan tingkat produksi padi dan luas panen padi nasional. Berdasakan hasil Studi Pendahuluan RPJM 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian diketahui bahwa produksi padi dan luas panennya bertambah terus sejak tahun 2008 sampai tahun 2012. Produksi padi pada tahun 2008 sebesar 60.325.925 ton GKG atau setara dengan beras 38.005.333 ton. Pada tahun 2012 meningkat menjadi 69.045.141 ton GKG atau setara dengan beras 43.498.439 ton. Sedangan luas panen tahun 2008 12.327.425 Ha meningkat menjadi 13.443.443 Ha.

  Berdasarkan data Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011, total potensi perikanan laut Indonesia mencapai 6.520.200 tontahun. Angka tertinggi potensi perikanan laut terdapat pada ikan pelagis ikan kecil mencapai 3.645.600 tontahun dan terendah mencapai 4.800 tontahun. Potensi perikanan tangkap terbagi dalam 11 Wilayah Perikanan Penangkapan (WPP) dimana yang terbesar terdapat pada WPP 711 Laut Cina Selatan. Selain untuk tujuan budidaya ataupun konsumsi, potensi perikanan juga perlu dikonservasi pada sebagian wilayah Indonesia, dimana lokasi tersebut tumpang tindih dengan konsesi gas dan gas bumi.

  Ketersediaan air di Indonesia mencapai 16.800 m3 per kapita per tahun. Jumlah ini jauh lebih besar dari ketersediaan air rata-rata di dunia, yang hanya 8.000 m3 per kapita per tahun (KLH, 2011). Namun informasi dari Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pada saat ini, ketersediaan air tidak tersebar merata, baik secara kewilayahan maupun waktu sedangkan distribusi air di setiap pulau tidak sebanding dengan sebaran jumlah penduduknya. Kalimantan memiliki total potensi air terbesar, tetapi populasinya sedikit. Sebaliknya, Pulau Jawa dengan populasi yang besar memiliki total potensi air yang kecil. Dengan kondisi tersebut, Indonesia sering menghadapi masalah ketersediaan air (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012).

  Menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, sebagaimana disampaikan dalam SLHI 2012, pada tahun 2000

  ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 m 3 per kapita setiap tahun. Angka itu akan terus menurun hingga 1.200 m 3 per kapita setiap tahun pada 2020.

  menggambarkan ketersediaan air pada musim hujan sangat banyak, terutama

  di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua; masing-masing sebesar 384.744,40 m 3 , 389.689,30 m 3 dan 381.763,90 m 3 . Sementara kebutuhan air di tiga pulau itu hanya 9.485,80 m 3 di Sumatera; 2.505,80 m 3 di Kalimantan; dan di Papua

  hanya 117,10 m 3 . Kebutuhan air terbanyak terdapat di Pulau Jawa, yaitu 31.487,10 m 3 (KLH, 2011).

  Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia sangat berlimpah dikaruniai berbagai tipe ekosistem yang sangat kaya. Indonesia menyimpan 17 persen dari total spesies di muka Bumi yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara terpenting di dunia. Tidak kurang dari 52 tipe vegetasi yang bisa ditemukan di Nusantara: mulai dari vegetasi salju di Puncak Jaya Wijaya, alpina, sub-alpina, hutan hujan pegunungan, dataran rendah, hutan pantai, savana, mangrove sampai rawa gambut (Kartawinata, 2006). Garis pantai Nusantara yang membentang hampir 81.000 km dilindungi ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Tipe-tipe vegetasi dihuni aneka spesies tumbuhan, hewan, dan jasad renik, yang membentuk ekosistem unik dan kompleks. Sedikitnya 35.000 - 40.000 spesies tumbuhan (11-15 persen); 707 spesies mamalia (12 persen); 350 spesies amfibia dan reptil (15 persen); 1.602 spesies burung (17 persen) dan 2.184 spesies ikan air tawar (37 persen) (LIPI, 2012). Sementara di perairan laut, tidak kurang dari 2.500 spesies molluska; 2.000 spesies krustasea; 6 spesies penyu laut; 30 mamalia laut; dan lebih 2.500 spesies ikan laut.

  Keunggulan lainnya, Indonesia punya spesies endemik.Spesies endemik tersebut terdiri dari: 14.800 jenis tumbuhan (nomor 5 dunia), di antaranya 225 jenis palem endemik (no 1 dunia); 201 jenis mamalia (nomor 2 dunia); 150 jenis reptilia (nomor 4 dunia); 397 jenis burung (nomor 5 dunia); 100 jenis amfibia; 35 jenis primat; dan 121 jenis kupu-kupu. Endemisme sangat penting karena makhluk hidup itu tidak dapat ditemukan di belahan bumi lain (LIPI. 2012).

A. Kondisi Jasa Lingkungan

  Upaya untuk mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan akan mendapatkan tantangan yang besar dari kondisi dan letak geografis Indonesia, Upaya untuk mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan akan mendapatkan tantangan yang besar dari kondisi dan letak geografis Indonesia,

  Salah satu indikasi semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup adalah dengan semakin seringnya terjadi bencana, terutama bencana yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan menurunnya kualitas jasa ekosistem yang dihasilkan oleh lingkungan. Menurut data BNPB, sejak Tahun 1815 telah terjadi lebih dari 20.400 kejadian bencana di Indonesia. Dari sejumlah kejadian tersebut, 84 kejadian merupakan bencana alam sedangkan 79 diantaranya terkait langsung dengan kerusakan lingkungan hidup. Data tersebut semakin mengkhawatirkan mengingat trend bencana alam terus meningkat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana.

  Sejumlah bencana yang kerap terjadi, seperti Banjir, longsor, dan kekeringan, frekuensinya cenderung semakin meningkat. Perubahan pola iklim dunia akibat pemanasan global yang diantaranya menyebabkan terjadinya fenomena el nino dan la nina, berdampak cukup besar di wilayah Indonesia. Akan tetapi, menurunnya kualitas jasa lingkungan hidup saat ini diyakini merupakan faktor utama yang memicu meningkatnya kejadian tersebut dan mendorong perluasan dampak yang ditimbulkannya.

  Jasa Lingkungan merupakan pendefinisian dari Jasa Ekosistem dalam terminologi Millennium Ecosystem Assessment (MEA). Jasa ekosistem adalah manfaat bagi manusia yang didapat dari ekosistem (MEA, 2005; SCBD 2004), meliputi jasa penyediaan seperti pangan dan air; jasa pengaturan seperti pengendalian banjir dan penyakit; jasa budaya seperti manfaat budaya, rekreasi dan spiritual; dan jasa pendukung seperti siklus nutrisi yang menjaga kondisi kehidupan di bumi. Konsep “barang dan jasa ekosistem” sinonim dengan jasa ekosistem. MEA melakukan klasifikasi jasa ekosistem menggunakan empat kategori jasa: Penyediaan (provisioning), pengaturan (regulating), budaya (cultural), dan pendukung (supporting) Beberapa jasa lingkungan yang saat ini sedang mengalami tekanan hebat adalah Jasa Regulator Air, Jasa PenyediaPenyimpan Air dan Jasa Penyedia Pangan. Kegiatan pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi, mendorong pemanfaatan sumberdaya alam melewati batas pemulihannya. Pembukaan wilayah hutan, pertambangan-pertambangan terbuka, pengembangan infrastruktur dan perluasan area permukiman hingga wilayah- wilayah terpencil telah mereduksi secara besar-besaran daerah-daerah dengan

  Pulau Jawa dan Sumatera merupakan pulau yang kondisi lingkungan hidupnya mendapat tekanan paling besar. Pengembangan infrastruktur dan perkebunan yang makin meluas dan pertambahan penduduk yang sangat cepat telah menghilangkan sebagian besar daerah-daerah regulator air tinggi di kawasan pegunungan Jawa dan pegunungan sepanjang Bukit Barisan Sumatera serta daerah penyedia pangan di pulau Jawa.

  Kondisi yang hampir serupa juga terjadi di Kalimantan dan Sulawesi, meskipun belum mencapai tahap mengkhawatirkan seperti di Jawa dan Sumatera. Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang secara luas dikenal sebagai wilayah yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati dan bahan tambang, mulai mempercepat pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur konektivitas antar daerah dan pengembangan kawasan ekonomi khusus, terutama di sekitar perbatasan. Meningkatnya kejadian banjir di beberapa tempat di Kalimantan merupakan dampak nyata dari mulai menurunnya kualitas jasa regulator air akibat eksploitasi hutan, meningkatnya areal pertambangan, dan meluasnya perkebunan-perkebunan sawit selama beberapa tahun terakhir. Dengan meningkatnya konektivitas wilayah, beberapa wilayah dengan Jasa Regulator dan Penyimpan Air Tinggi di sepanjang Pegunungan Muller Schwaner, Pegunungan Meratus, kawasan Gambut yang luas di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, dan kawasan ekosistem Karst diperkirakan akan menjadi kawasan paling beresiko untuk mengalami degradasi.

  Selanjutnya, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam beberapa tahun telah mengembangkan diri dan memacu kegiatan ekonomi berbasis pariwisata. Bali dan Nusa Tenggara Barat merupakan kawasan penting secara nasional dari sisi suplai pangan karena merupakan salah satu Lumbung Pangan Nasional. Kondisi Jasa Pangan Tinggi, terutama pada daerah-daerah pertanian tradisional di Nusa Tenggara Barat mulai mendapat tekanan dari pesatnya perkembangan perkotaan sedangkan daerah Jasa Regulator Air Tinggi mendapat tekanan dari perluasan pemukiman di perdesaan dan tumbuhnya kawasan wisata baru.

  Sementara itu, Pulau Papua dalam perkembangannya sampai saat ini masih mampu menjaga kualitas maupun kuantitas Jasa Lingkungan Tinggi untuk regulator dan penyimpan air. Tutupan Hutan yang masih luas dan rapat, perkembangan infrastruktur dan kawasan pengembangan yang belum secepat Sementara itu, Pulau Papua dalam perkembangannya sampai saat ini masih mampu menjaga kualitas maupun kuantitas Jasa Lingkungan Tinggi untuk regulator dan penyimpan air. Tutupan Hutan yang masih luas dan rapat, perkembangan infrastruktur dan kawasan pengembangan yang belum secepat

B. Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup

  Dari waktu ke waktu, pemakaian energi fosil di Indonesia menunjukan tren yang terus meningkat di semua sektor. Selama 1990 – 2000 meningkatnya konsumsi energi pada sektor domestik terus menunjukkan peningkatan meskipun tidak terlalu besar dibandingkan sektor industri dan transportasi.

  Transportasi menjadi salah satu sektor yang paling banyak menggunakan bahan bakar fosil. Sektor ini terus menunjukkan tren naik di semua jenis transportasi : darat, udara dan air (SLHI 2010). Peningkatan terbesar terjadi pada transportasi darat, dengan kenaikan total kendaraan bermotor berkisar

  10 persen (BPS, 2012). Sepeda motor merupakan merupakan moda transportasi darat yang mengalami peningkatan paling tinggi dan terjadi merata hampir di seluruh provinsi.

  Dampak dari pemakaian energi fosil sangat besar pengaruhnya pada kualitas udara. Pencemar udara yang umum dihasilkan dari proses pembakaran, termasuk bahan bakar fosil, adalah Nitrogen oksida (NOx), Karbon monoksida

  (CO), Sulfur dioksida (SO 2 ), debu diameter 10 mikron dan 2,5 mikron ke

  bawah (PM 10 dan PM 2,5 ), dan hidrokarbon (HC). Proses-proses lain dapat

  menghasilkan pencemar, seperti H 2 S dan NH 3 , logam berat, aerosol dan gas

  sekunder, seperti ozon (O 3 ).