Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Tiap Ekoregion
D. Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Tiap Ekoregion
D.1 Kawasan Ekoregion Pulau Jawa
Ekoregion Pulau Jawa dipengaruhi proses vulkanik, struktural, denudasional (pelapukan dan erosi) dan solusional (pelarutan batu gamping), serta fluvial. Kawasan ekoregion Pulau Jawa memiliki berbagai tipe ekosistem alami dan buatan. Ekosistem alami didominasi oleh ekosistem hujan tropika di dataran pegununganperbukitan vulkanik, pegununganperbukitan struktural yang tersebar di bagian tengah serta beberapa bagian di selatan Jawa. Ekosistem Ekoregion Pulau Jawa dipengaruhi proses vulkanik, struktural, denudasional (pelapukan dan erosi) dan solusional (pelarutan batu gamping), serta fluvial. Kawasan ekoregion Pulau Jawa memiliki berbagai tipe ekosistem alami dan buatan. Ekosistem alami didominasi oleh ekosistem hujan tropika di dataran pegununganperbukitan vulkanik, pegununganperbukitan struktural yang tersebar di bagian tengah serta beberapa bagian di selatan Jawa. Ekosistem
Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion, 2013
Gambar 2.14 Peta Ekoregion Pulau Jawa
D.1.a Layanan Jasa Lingkungan Pulau Jawa
Ekoregion pulau Jawa memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut: • Jasa Penyimpan air,
• Jasa Pengaturan Tata Air dan Banjir • Jasa Penyedia pangan
Wilayah jasa penyimpan air di Pulau Jawa tersebar di 1) dataran fluvial di pesisir utara Jawa Barat, di sebagian pesisir utara jawa tengah dan banten, 2) pegunungan vulkanik di jawa barat, jawa tengah, jawa timur dan 3) pegunungan solusional karst di sebagian pesisir selatan jawa tengah.
Sedangkan untuk Jasa Tata Air dan Banjir tinggi di Ekoregion Pulau Jawa tersebar di daerah pegununganperbukitan vulkanik di pulau Jawa yang saat ini masih berstatus sebagai kawasan hutan. Sebagai catchment area, wilayah- wilayah tersebut akan menahan air hujan dan menyalurkan air ke daerah hilir secara bertahap.
Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung berapi aktif, menjadikan ekoregionnya didominasi oleh dataran vulkanik dan fluvial yang sangat subur untuk dijadikan lahan sawah dan tanaman semusim lainnya. Secara umum hampir seluruh Ekoregion Jawa memiliki jasa lingkungan penyedia bahan pangan, baik dari lahan kering maupun lahan basah. Ekoregion Jawa memiliki kawasan budidaya yang luas, untuk persawahan terhampar pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran vulkanik. Sedangkan kawasan budidaya lahan kering terhampar pada ekoregion dengan karakteristik perbukitan.
Ekoregion Jawa memiliki luas sawah 3,44 juta ha atau 42,35 dari luas sawah nasional, dengan produktifitas paling tinggi sebesar 57,4 kuha, dan dalam satu tahun menghasilkan padi sebanyak 37,49 juta ton atau 52,59 dari produksi nasional (BPS, 2014). Kawasan persawahan mayoritas terletak pada dataran fluvial dan dataran pantai atau di Ekoregion Jawa bagian Utara, sedangkan persawahan yang terletak di daerah perbukitan luasannya relatif lebih kecil dan tersebar pada Ekoregion Jawa bagian Tengah. Namun demikian jasa lingkungan ini terancam keberadaannya, terutama untuk pertanian lahan basah di dataran fluvial, dataran vulkanik, dan dataran pantai karena alih fungsi lahan. Jasa lingkungan penyedia pangan Pulau Jawa hampir sama lokasinya dengan jasa lingkungan penyedia air, umumnya kawasan budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi dan air berlimpah.
D.1.b Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
Luas ekoregion Jawa yang hanya berkisar 6,5 dari luas daratan di Indonesia tapi menampung hampir 57 dari total penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk bermukim di dataran fluvial dan dataran vulkanik yang memiliki tanah subur dan tersedia air yang melimpah, hal ini menjadikan ekoregion Jawa memiliki tekanan lingkungan yang tinggi karena populasi manusia-nya.
Permasalahan alih fungsi lahan terjadi di daerah perbatasan antara hutan dengan kawasan budidaya dan kawasan budidaya dengan kawasan pemukiman. Lokasi yang memiliki potensi besar terjadinya alih fungsi lahan di Ekoregion Jawa memiliki ciri lokasi sebagai berikut : Permasalahan alih fungsi lahan terjadi di daerah perbatasan antara hutan dengan kawasan budidaya dan kawasan budidaya dengan kawasan pemukiman. Lokasi yang memiliki potensi besar terjadinya alih fungsi lahan di Ekoregion Jawa memiliki ciri lokasi sebagai berikut :
o Banten di Kawasan Utara Cilegon-Serang-Pandeglang. o Jawa Barat di Kawasan Bogor-Cianjur-Sukabumi, Kawasan Jawa Barat
Selatan. o Jawa Tengah di Kawasan Utara Purwokerto – Purbalingga, Kawasan
Timur Wonosobo, Kawasan Magelang – Temanggung – Unggaran, Kawasan Utara Sleman, Kawasan Lereng Gn. Merapi dan Merbabu di Wonogiri – Magetan – Sragen- Karanganyar.
o Jawa Timur di Kawasan Batu, Kawasan Selatan Mojokerto, Kawasan
Utara Lumajang – Jembar.
• Alih fungsi lahan dari kawasan budidaya menjadi kawasan
industripemukiman mayoritas terjadi pada dataran fluvial, dataran pantai, dataran struktural dan dataran vulkanik. Dataran fluvial pada umumnya merupakan kawasan budidaya lahan basah (persawahan), sedangkan di dataran pantai pada umumnya merupakan kawasan budidaya pertambakan. Kawasan yang memiliki potensi besar terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan budidaya menjadi kawasan industripemukiman diantaranya berada di :
o Dataran vulkanik, dataran fluvial dan dataran pantai di Kawasan Pantai
Utara mulai dari Cilegon hingga Pekalongan o Dataran fluvial dan dataran pantai di Kawasan Pantai Utara dari Kendal
– Semarang – Demak – Jepara – Kudus – Pati – Rembang - Purwodadi. o Dataran Struktural, dataran fluvial, dan dataran pantai di Kawasan
Lamongan – Gresik –Surabaya- Sidoarjo. o Dataran Vulkanik di Jawa Timur pada Kawasan Madiun – Ngawi
-Ponorogo, Nganjuk - Kediri – Tulungagung – Blitar - Jombang, Kepanjen – Malang – Purworejo – Probolinggo, Lumajang-Jembar, Bondowoso, dan Banyuwangi.
o Dataran Vulkanik di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Kawasan Bantul
– Yogyakarta – Klaten – Surakarta –Sragen. o Dataran fluvial di Jawa Tengah pada Kawasan Kebumen-Purworejo,
Purbalingga-Purworejo.
dan Tasikmalaya – Ciamis. o Perbukitan vulkanik di Jawa Barat di Kawasan Bogor-Cianjur-
Sukabumi.
Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:
1. Wilayah permukiman bertambuh hampir sebesar 200 ribu hektar
Perkembangan wilayah pemukiman ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk dan juga perkembangan kawasan industri sekundertersier. Perkembangan wilayah pemukiman yang sangat signifikan terdapat di kawasan Jabodetabek, kota Yogayakarta dan Surabaya serta pesisir utara Tuban. Sementara perkembangan kota Bandung dan Semarang terlihat sedang.
2. Alih fungsi hutan primer menjadi hutan sekunder serta lahan pertanian
kering mencapai 274 ribu hektar. Alih fungsi hutan primer terbanyak terjadi Provinsi Jawa Timur di kawasan kota Malang dan sekitarnya. Adapun beberapa kawasan hutan seperti dikawasan Bogor-Puncak-Cianjur dan kawasan pegunungan di Jawa Tengah sudah mengalami kondisi mengkhawatirkan sejak tahun 2000.
3. Peningkatan luasan lahan pertanian kering yang berasal dari tanah terbuka
dan juga kawasan hutan sebesar hampir 300 ribu hektar.
4. Ketersedian sawah sebagai lumbung pangan di pulau Jawa tidak
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Namun demikian konversi sawah menjadi areal penggunaan lain mencapai 203 ribu hektar dari total 3,9 juta hektar
D.2 Kawasan Ekoregion Pulau Sumatera
Ekoregion pulau Sumatera dipengaruhi proses vulkanik (letusan gunung api), struktural (pengangkatan dan pelipatan), dan fluvial (aliran sungai), serta beriklim tropika basah dan banyak memiliki dataran organik (gambut).
Kawasan ekoregion Pulau Sumatera masih didominasi oleh ekosistem alami, ekosistem yang didominasi oleh hujan tropika di kawasan pegunungan Bukit Barisan dan lahan gambut di pesisir timur Sumatera. Pulau Sumatera memiliki daerah pegunungan bukit barisan yang memanjang dari Aceh hingga Lampung dengan ketinggian di atas 1000 m dpl yang sangat tinggi curah hujannya dibandingkan dengan evapotranspirasi potensialnya.
Sumber : KLHK, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau Kepulauan, 2013
Gambar. 2.16 Peta Ekoregion Pulau Sumatera
D.2.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Sumatera
Ekoregion Pulau Sumatera memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:
• Penyimpan Air;
• Pendukung Sumberdaya Genetik; • Tata Air dan Banjir; • Penyimpan Karbon.
Wilayah-wilayah di pulau Sumatera yang memberikan jasa penyimpan air adalah 1) lahan gambut yang banyak terdapat di bagian timur Pulau Sumatera, 2) pegununganperbukitan vulkanik di beberapa wilayah di rangkaian pegunungan vulkanik dan 3) dataran fluvial di beberapa wilayah bagian tengah Pulau Sumatera. Pulau Sumatera yang memiliki luasan hutan primer yang masih cukup signifikan, memiliki keragaman spesies flora dan fauna (biodiversity). Beberapa spesies sudah terancam punah sehingga patut dilindungi seperti Gajah dan Harimau. Kedua spesies ini memerlukan luasan habitat yang cukup besar berupa hutan primer untuk koridor migrasinya. Selain hutan primer, lahan gambut Sumatera juga merupakan tempat bernaungnya beragam habitat.
Kondisi karakteristik ekoregion Sumatera merupakan wilayah penghasil bahan pangan, material mentah hasil perkebunan, dan kayu. Jasa lingkungan penghasil bahan pangan di Ekoregion Sumatera disokong oleh pertanian lahan basah berupa sawah seluas 2,22 juta ha, dengan produktivitasnya 41,0 kuha, dan setiap tahunnya menghasilkan 167,7 ton padi (BPS,2014). Jasa lingkungan penyedia pangan yang tinggi mayoritas terdistribusi pada dataran di Ekoregion Sumatera bagian timur, walaupun beberapa bagian di pantai bagian barat juga tersedia jasa tersebut.
Wilayah penyedia pangan Pulau Sumatera berada di zona vulkanik serta fluvial. Zona fluvial merupakan hasil sedimentasi dari zona vulkanik sehingga memiliki unsur hara tinggi dan tersedimentasi di daerah hilir. Budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi selain air berlimpah. Berbeda halnya dengan lahan gambut yang juga merupakan pemberi jasa penyedia air namun tidak memberikan unsur hara yang cukup dan bersifat asam sehingga tidak sesuai untuk lahan pertanian pangan.
Jasa lingkungan pengatur tata air dan banjir di pulau Sumatera tersebar di daerah pegunungan bukit barisan yang memiliki kerapatan hutan yang cukup tinggi sebagai catchment area. Kerapatan hutan tersebut berkontribusi untuk menahan air hujan dan menyalurkan melalui badan sungai dalam satu DAS ke daerah hilir secara bertahap. Selain hutan di pegunungan bukit barisan, Jasa lingkungan pengatur tata air dan banjir di pulau Sumatera tersebar di daerah pegunungan bukit barisan yang memiliki kerapatan hutan yang cukup tinggi sebagai catchment area. Kerapatan hutan tersebut berkontribusi untuk menahan air hujan dan menyalurkan melalui badan sungai dalam satu DAS ke daerah hilir secara bertahap. Selain hutan di pegunungan bukit barisan,
Sebagai pulau yang memiliki kerapatan hutan hujan tropis yang tinggi, pulau Sumatera memiliki fungsi layanan penyerap penyimpan karbon yang tinggi. Begitu pula lahan gambut pada hakikatnya merupakan tempat cadangan karbon sangat besar. Alih fungsi lahan terhadap kedua jenis lahan ini tentunya akan mengemisikan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
D.2.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:
1. Perubahan alih fungsi hutan rawa primer menjadi lahan perkebunan
sangat signifikan terjadi di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Dominasi perkebunan sawit dan karet yang memberikan manfaat ekonomi menjadi pendorong utama.
2. Alih fungsi hutan sekunder menjadi lahan pertanian kering terjadi
cukup masif di beberapa kawasan di provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Riau.
3. Alih fungsi kawasan hutan primer masih terbilang rendah. Namun
karena sebagian besar hutan primer ini berada di kawasan pegunungan bukit barisan yang juga memiliki potensi bahan mineral tinggi, maka akan menarik kegiatan pertambangan.
4. Perkembangan wilayah pemukiman di beberapa kota besar di Sumatera
seperti Medan, Palembang serta Tanjung Karang terjadi cukup pesat akibat pertumbuhan industri. Perkembangan wilayah pemukiman ini mengkonversi lahan persawahan sebagai penyedia pangan ataupun kawasan rawa-rawa sebagai reservoir air baku.
D.3 Kawasan Ekoregion Pulau Kalimantan
Ekoregion Pulau Kalimantan dipengaruhi proses denudasional, fluvial, gambut dan marin. Perbukitan dan pegunungan berasal dari proses vulkanik tua. Besarnya pengaruh pelapukan menyebabkan tanahnya relatif miskin hara dan tidak sesubur Sumatera dan Jawa, namun banyak mengandung deposit batubara. Pulau ini terlindungi dari zona subduksi lempeng benua.
Kawasan ekoregion Pulau Kalimantan masih didominasi oleh ekosistem alami yang didominasi oleh ekosistem hujan tropika di sebagian besar wilayah dan lahan gambut di belahan selatan. Ekosistem buatan didominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan hutan sekunder. Wilayah pemukiman terkonsenterasi di beberapa kota besar di Ibukota Provinsi namun keberadaannya belum signifikan.
D.3.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Kalimantan
Ekoregion pulau Kalimantan memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut: • Penyimpan Air;
• Penyedia energi;
• Pendukung Sumberdaya Genetik; • Pengatur tata air; • Penyimpan Karbon; • Penyedia Pangan. •
Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion PulauKepulauan
Gambar 2.18 Peta ekoregion Pulau Kalimantan
Wilayah-wilayah di pulau Kalimantan yang memberikan jasa penyimpan Air bertumpu kepada lahan Gambut yang merupakan hilir dari DAS – DAS besar. Pulau Kalimantan yang memiliki kerapatan hutan hujan tropis yang tinggi sehingga berfungsi sebagai pemberi layanan jasa lingkungan penyerap penyimpan karbon yang tinggi. Begitu pula lahan gambut pada hakikatnya merupakan tempat cadangan karbon yang sangat besar. Alih fungsi lahan terhadap kedua jenis lahan ini akan mengemisikan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Besarnya kawasan hutan hujan tropis dengan kerapatan canopi yang tinggi di Pulau Kalimantan menjadikan pulau ini memiliki keberagaman spesies fauna Besarnya kawasan hutan hujan tropis dengan kerapatan canopi yang tinggi di Pulau Kalimantan menjadikan pulau ini memiliki keberagaman spesies fauna
Wilayah-wilayah yang menjadi pengatur tata air di Pulau Kalimantan adalah kawasan pegunungan dengan kerapatan vegetasi tinggi di bagian tengah dan lahan-lahan gambut di Kalimantan.
Ekoregion perbukitan dan pegunungan vulkanik yang ada di Pulau Kalimantan merupakan vulkanik tua, yang terkonsentrasi di bagian Tengah. Iklimnya yang termasuk tropika basah dengan curah hujan cukup tinggi dan air sungainya yang mengalir sepanjang tahun membuat ketersediaan airnya cukup melimpah. Kondisi iklim yang demikian mengakibatkan proses pelapukan batuan di pulau ini berlangsung sangat intensif, sehingga banyak terbentuk ekoregion dengan karakteristik dataran denudasional dengan jenis tanah Podsolik dan Spodosol yang miskin akan hara tanaman. Selain itu, ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran gambutnya tidak sesubur di Sumatera karena bahan induknya berpasir kuarsa.
D.3.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:
1. Konversi lahan hutan primer menjadi hutan sekunder. Alih fungsi lahan
ini tentunya menurunkan daya dukung habitat sehingga mengancam keragaman biodiversity di Kalimantan, selain itu juga berakibat menurunkan fungsi tata air yang menyebabkan sering terjadi banjir di daerah hilir dan tingginya laju sedimentasi.
2. Perkembangan wilayah pemukiman yang tinggi hanya terjadi di ibukota-
ibukota provinsi dan kota Balikpapan. Mengingat penyebaran penduduk di Kalimantan sebagian besar masih berada di pedesaan (rural) maka perkembangan wilayah pemukiman belum terlalu mengkhawatirkan dalam 20 tahun ke depan.
3. Konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan sawit terjadi cukup
masif di semua provinsi di Kalimantan. Di sisi lain, lahan gambut memiliki fungsi tinggi dalam menyimpan air dengan demikian fungsi penyedia air bagi kelima provinsi akan terganggu. Banjir di musim hujan dan kelangkaan air di musim kemarau.
4. Perkembangan wilayah pertambangan batubara sangat masif di
Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur. Kegiatan pertambangan tentunya akan merubah ekosistem alami tempat bernaungnya spesies habitat. Pembukaan kawasan hutan untuk pertambangan juga menyebabkan menurunnya fungsi tata air di Kalimantan.
5. Pembukaan wilayah-wilayah perbatasan dan terpencil di utara Pulau
Kalimantan yang bersinggungan langsung dengan taman nasional dan kawasan hutan, otomatis mengurangi besarnya luas wilayah jasa pengatur air di Pulau Kalimantan. Selain itu, pembukaan wilayah kawasan hutan yang selama ini terisolir mengakibatkan mudahnya alih fungsi lahan terjadi di kawasan-kawasan lindung.
D.4 Kawasan Ekoregion Pulau Sulawesi
Ekoregion Pulau Sulawesi terdiri dari daerah perbukitan dan pegunungan vulkanik aktif dengan kelerengan curam yang mengandung banyak mineral di bagian utara, serta vulkanik tua dan perbukitan solusionalkarst di selatan. Memiliki wilayah fluvial yang cukup subur walau lebih sempit dari pulau lainnya.
Kawasan ekoregion Pulau Sulawesi masih didominasi oleh ekosistem alami yang didominasi oleh ekosistem hujan tropika di daerah pegunungan Kawasan ekoregion Pulau Sulawesi masih didominasi oleh ekosistem alami yang didominasi oleh ekosistem hujan tropika di daerah pegunungan
Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion PulauKepulauan, 2013
Gambar 2.20 Peta ekoregion Pulau Sulawesi
D.4.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Sulawesi
Ekoregion pulau Sulawesi memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:
•
Penyedia Energi;
•
Penyimpan Air;
•
Pendukung Sumberdaya Genetik;
•
Penyedia Pangan;
•
Pengatur Tata Air.
Pulau Sulawesi sebagai pulau yang memiliki cadangan gas alam yang cukup besar setelah Kalimantan dan Sumatera. Cadangan gas terbesar berada di daerah Sengkang dan Donggi Senoro Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada Ekoregion Sulawesi, kawasan dengan karakteristik pegunungan struktural memiliki peranan yang sangat penting dalam jasa pengaturan air. Ekoregion pegunungan struktural yang membentang dari mulai Enrekang- Mamasa – Makale – Lasolo – Bungku Tengah – Luwuk hingga Palu dan Palu hingga Minahasa Selatan, setidaknya menjadi kawasan hulu bagi lebih dari 1000 DAS di hampir seluruh ekoregion Sulawesi, dan Jasa lingkungan untuk menyediakan air baku di Ekorgion Sulawesi pada umumnya memiliki kondisi yang baik dengan kemampuan yang tinggi dalam menyediakan air bersih.
Pulau Sulawesi juga memiliki hutan primer yang cukup besar bahkan beberapa kawasan merupakan taman nasional dan hutan konservasi. Hutan primer menjadi tempat ideal untuk bernaungnya beragam spesies fauna dan flora. Bahkan beberapa species di Pulau Sulawesi merupakan species yang unik dan tidak berada di tempat lain.
Pada Ekoregion Sulawesi ditemukan juga dataran fluvial dan dataran vulkanik yang subur, walaupun relatif sempit daripada di Jawa dan Sumatera. Jasa lingkungan penyedia pangan yang cukup tinggi di Ekoregion Sulawesi umumnya terdapat pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial, dan perbukitan karst. Persawahan di Ekoregion Sulawesi luasannya sebesar 919,9 ribu ha dengan produksi beras per tahun 5 juta ton (BPS,2014). Lokasi sawah yang berada pada dataran fuvial sedikit tidak menguntungkan karena kawasan yang berkembang menjadi pemukiman dan perkotaan umumnya berada pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran pantai.
D.4.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:
1. Konversi hutan primer menjadi hutan sekunder terlihat cukup banyak
terjadi. Kemampuan hutan sekunder dalam fungsi layanan tata air yang lebih rendah dibanding hutan alami berdampak kepada kelangkaan air di musim kemarau dan banjir di musim penghujan.
2. Terjadi penambahan luasan sawah sebagai lumbung pangan yang
signifikan. Berdasarkan peta ekoregion terlihat bahwa pegembangan areal persawahan menempati lahan fluvial yang subur namun sempit. Hal ini berdampak kepada peningkatan daya dukung penyediaan pangan pulau Sulawesi.
3. Perkembangan wilayah pemukiman yang tinggi hanya terjadi di ibukota-
ibukota provinsi. Pertumbuhan yang paling tinggi terjadi Kota Manado dan Makasar. Mengingat penyebaran penduduk di Sulawesi sebagian besar masih berada di pedesaan (rural) maka perkembangan wilayah pemukiman belum terlalu mengkhawatirkan dalam 20 tahun ke depan.
D.5 Kawasan Ekoregion Kepulauan Bali Nusa Tenggara
Bali dipengaruhi proses vulkanik, fluvial, dan marin (proses yang berkaitan dengan lingkungan laut) sehingga memiliki banyak perbukitan dengan tanah subur dan banyak air, walau iklimnya lebih kering. Sedangkan Nusa Tenggara lebih banyak dipengaruhi proses marin dengan banyaknya bahan organik dari koral yang ditumbuhi padang rumput. Seperti halnya Sumatera dan Jawa, daerah ini berada dalam jalur subduksi lempeng benua.
Kawasan ekoregion Kepulauan Bali-Nusa Tenggara memiliki perbedaan yang cukup signifikan untuk setiap pulau-pulau besarnya. Pulau Bali memiliki kawasan ekosistem alami kawasan hutan hujan tropis yang terbatas di daerah pegunungan. Namun daerah dataran rendah umumnya menjadi daerah pemukiman, persawahan dan pertanian lahan kering (campuran). Sementara kawasan ekosistem alami provinsi NTB dan NTT didominasi dengan semak belukar dan hutan sekunder dengan tingkat kerapatan sedang hingga rendah.
D.5.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Bali Nusa Tenggara
Ekoregion Bali Nusa Tenggara memberikan jasa lingkungan sebagai berikut: • Penyimpan Air;
• Produksi Pangan; • Pengatur Tata Air dan Banjir.
Selain di bagian selatan dan tengah di Pulau Bali dan bagian selatan Pulau Lombok, wilayah kepulauan Bali-Nusa Tenggara memberikan jasa penyimpan air yang sangat terbatas.
Ekoregion Bali-Nusa Tenggara memiliki karakter lahan yang beragam. Pulau Bali memiliki karakteristik beriklim agak basah dan sebagian besar merupakan dataran perbukitan dan pegunungan vulkanik. Oleh karenanya Pulau Bali memiliki tanah yang subur dengan ketersedian air yang melimpah, sehingga banyak dimanfaatkan untuk lahan sawah dan tanaman semusim lainnya. Berbeda halnya dengan bagian Nusa Tenggara, karena kondisi iklimnya lebih kering, pertanian lahan sawah di Nusa Tenggara tidak sebaik di Bali. Di Nusa Tenggara banyak dijumpai ekoregion dengan karakteristik berbahan organik (karang) yang ditumbuhi padang rumput savana dan bebatuan pada permukaan tanahnya, yang banyak dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan sapi.
Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion PulauKepulauan, 2013
Gambar 2.22 Peta ekoregion Kepulauan Bali Nusa Tenggara
Penutup lahan yang dominan pada Ekoregion Bali-Nusa Tenggara adalah lahan kering (berupa savana, semak belukar dan padang alang-alang) hingga mencapai 45, hutan 23,31, dan perkebunan 9,68. Berbeda dengan ekoregion lain, yang mengandalkan jasa ekosistem penyedia pangan dari persawahan dan perkebunan, selain persawahan di Bali pada Ekoregion Bali-
Nusa Tenggara mengandalkan peternakan yang memanfaatkan lahan kering. Produksi padi ekoregion Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,8 juta ton, dari luas sawah sebesar 462 ribu ha (BPS, 2014).
Bali bagian tengah terdiri dari ekoregion dengan karakteristik pegunungan dan perbukitan struktral, sedangkan di Bali bagian barat terdiri dari pegunungan dan perbukitan vulkanik yang merupakan ekosistem penting dalam menjaga fungsi lingkungan hidup terutama jasa lingkungan pengaturan air. Kawasan pegunungan dan perbukitan struktural di Bali bagian barat merupakan kawasan konservasi yang menjadi kawasan hulu setidaknya bagi 23 DAS. Sedangkan untuk kawasan perbukitan dan pegunungan vulkanik di Bali bagian tengah setidaknya menjadi kawasan hulu bagi 40 DAS.
Ekoregion pada Pulau Lombok terdiri dari pegunungan vulkanik yang berada disekitar Gn. Rinjani dan merupakan ekosistem penting dan merupakan kawasan hulu bagi setidaknya 25 daerah aliran sungai. Sedangkan pada Pulau Sumbawa, ekoregionnya terdiri dari pegunungan struktural dan pegunungan vulkanik yang merupakan ekosistem penting bagi jasa ekosistem pengaturan air, hampir seluruh daerah alisan sungai di pulau ini berhulu di kawasan tersebut
Pulau Flores memiliki ekoregion dengan karakteristik pegunungan struktural yang merupakan ekosistem penting dalam jasa pengaturan air. Pulau Sumba memiliki pegunungan struktural dan perbukitan solusional merupakan ekosistem penting dalam pengaturan air, air permukaan tersedia dengan baik, namum pada saat kemarau menjadi sangat terbatas dan air tanah terakumulasi pada sungai bawah tanah. Pulau Timor memiliki ekoregion pegunungan denundasional sebagai ekosistem penting dalam pengaturan air.
D.5.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
1. Alih fungsi hutan primer di Pulau Bali menjadi areal persawahan,
pertanian lahan kering dan tanah terbuka mencapai 18.54. Sementara di provinsi NTB dan NTT secara berturut-turut memiliki laju deforestasi hutan primer dalam 14 tahun sebesar 11.53 dan 26.2. Provinsi NTT memiliki laju tertinggi, bahkan konversi hutan sekunder menjadi area penggunaan lain mencapai 33.
2. Seiring dengan pembukaan kawasan hutan, terjadi peningkatan kawasan
pertanian lahan kering (campuran) khususnya di pulau Flores, Timor dan Sumba. Laju pertumbuhan kawasan tersebut dalam 14 tahun mencapai
82 sehingga saat ini provinsi NTT memiliki lahan pertanian kering (campuran) berkisar 400 ribu hektar.
3. Laju pertumbuhan wilayah pemukiman di ketiga provinsi mencapai
16.38. Laju terbesar terdapat di Provinsi NTB khususnya pulau Lombok. Saat ini luasan areal pemukiman di kepulauan Bali-Nusra mencapai 82,500 hektar.
4. Provinsi NTB memiliki potensi mineral dan bahan galian yang tinggi. Hal
ini berdampak kepada laju pertumbuhan area pertambangan cukup tinggi (67). Memang luasan area pertambangan 0.02 dari luasan total provinsi, namun mengingat kegiatan pertambangan memiliki dampak lingkungan yang besar tentunya hal ini harus menjadi perhatian.
D.6 Kawasan Ekoregion Kepulauan Maluku
Kawasan ekoregion Kepulauan Maluku sebagian besar terbangun dari batuan vulkanik dan bahan organik karang dengan iklim kering, yang kemudian muncul sebagai pulau-pulau kecil. Air sungainya cepat terbuang ke laut sehingga miskin air tanah dan hara. Kawasan ekoregion kepulauan Maluku terdiri dari ekosistem pesisir dan ekosistem pegunungan dengan kawasan hutan alami di beberapa pulau berukuran medium seperti Seram, Buru, Halmahera dan Sula.
Kepulauan Maluku memiliki iklim monsoon timur yang relative kering dan monsoon barat yang relative basah. Curah hujan tahunan secara rata-rata di provinsi Maluku berkisar 2000 – 3000 mm begitu pula curah hujan di provinsi Maluku utara. Di beberapa lokasi seperti di timur Wetar, kepulauan Arafura dan pulau Buru sebelah timur memiliki curah hujan antara 1000-2000 mm.
Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion PulauKepulauan, 2013
Gambar 2.24 Peta ekoregion Kepulauan Maluku
D.6.a. Layanan Jasa Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion Kepulauan Maluku memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:
• Penyimpan air; • Penyedia Pangan;
• Tata Air dan Banjir; • Pendukung Sumber Daya Genetik.
Wilayah Kepulauan Maluku yang memberikan jasa penyimpan air adalah bagian utara pulau Halmahera, bagian utara pulau Seram, kabupaten Seram Timur, bagian timur pulau Sula, pulau Aru serta pulau-pulau vulkanik kecil.
Wilayah penyedia pangan kepulauan Maluku terdapat di bagian utara Halmahera, utara Kabupaten Seram timur, timur Pulau Buru dan Pulau Aru. Selain sebagai penyedia pangan, wilayah-wilayah ini juga berfungsi sebagai penyedia air karena umumnya kawasan budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi dan air berlimpah. Dataran fluvial yang merupakan hasil sedimentasi dari zona vulkanik membawa unsur hara yang memberikan kesuburan tanah.
Ekoregion Maluku memiliki luas persawahan sebanyak 22,7 ribu ha, dengan produksi pertahun sebesar 174,2 ribu ton (BPS, 2014). Sifat Ekoregion Kepulauan Maluku yang terdiri atas pulau-pulau yang relative kecil, luasan persawahan pun relative kecil dan terpisah-pisah (patchy) sehingga cenderung rentan terhadap perubahan lahan. Hal ini terlihat juga pada sebaran distribusi jasa lingkungan untuk penyedia bahan pangan.
Ekoregion Kepulauan Maluku merupakan kepulauan yang unik, masing- masing punya keunikan dalam hal jasa lingkungan pengaturan air. Secara umum di Ekorgion Kepulauan Maluku, jasa lingkungan pengaturan air berada pada kondisi yang baik (cukup tinggi), namun karakternya rentan karena bentuk dan besaran dari jasa lingkungan ini relatif kecil. Sehingga distribusi jasa lingkungan pengaturan air di Ekoregion Maluku saat ini berada pada kondisi tertekan dan sangat rentan dihampir semua pulau karena banyaknya perizinan kegiatan yang dikeluarkan.
D.6.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014
Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:
1. Alih fungsi hutan primer menjadi lahan perkebunan, hutan sekunder
dan lain-lain mencapai 18. Umumya hutan primer yang terletak di kawasan pegunungan memiliki fungsi sebagai resapan air hujan. Saat ini luasan hutan primer dan hutan sekunder di kepulauan Maluku mencapai 885 ribu hektar (11) dan 3,9 juta hektar (50,75).
2. Pertumbuhan kawasan pemukiman yang umumnya terletak di daerah
pesisir mencapai 15.55. Sebagai wilayah kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau berukuran sedang dan ribuan pulau-pulau kecil bermorfologi pegunungan atau perbukitan, ketersediaan lahan pemukiman dan budidaya tentunya menjadi terbatas.
3. Hutan mangrove baik primer maupun sekunder mengalami
pertumbuhan positif sepanjang 14 tahun. Sebagai wilayah kepulauan dengan banyak pulau-pulau kecil keberadaan hutan mangrove ini sangat bermanfaat untuk mencegah abrasi pantai serta tempat penyedia habitat spesies aquatic.
4. Pertumbuhan lahan pertanian kering campuran yang berfungsi sebagai
penyedia pangan mencapai 29 dengan total luasan pada tahun 2014 sebesar 1,1 juta hektar. Namun luasan pertanian lahan kering mengalami penurunan sebesar 19 menjadi sekitar 214 ribu hektar.
D.7 Kawasan Ekoregion Pulau Papua
Ekoregion pulau Papua berada diatas lempeng Australia yang sebagian besar merupakan dataran marin dan rawa gambut, dan pegunungan struktural yang kaya mineral. Iklimnya basah sehingga air melimpah, namun tanahnya relatif miskin hara karena intensifnya pelapukan batuan vulkanik tua.
Kawasan ekoregion Pulau Papua masih didominasi oleh ekosistem alami, seperti Hutan hujan tropis yang merupakan tempat bernaungnya habitat termasuk sebagian besar penduduk asli Papua. Penduduk asli Papua ini masih berketergantungan secara langsung dengan keberadaan ekosistem hutan hujan tersebut. Di bagian tengah pulau Papua terdapat pegunungan Jayawijaya yang salah satu puncaknya berada di atas ketinggian 4500 m sehingga membentuk ekosistem tersendiri. Adapun keberadaan ekosistem buatan seperti pertambangan, pemukiman, perkebunan dan pertambangan masih sangat sedikit dibanding total luasan pulau Papua tersebut.