KOREA SELATAN
IV. KOREA SELATAN
Efek Beragun Aset telah banyak dibicarakan di Korea Selatan sebelum tahun 1997. Namun pembicaraan tidak berlanjut pada perkembangan yang nyata karena situasi ekonomi saat itu yang mana tidak adanya kerangka hukum yang jelas dan masih mudahnya mendapatkan kredit dari perbankan. Pada saat tersebut, Efek Beragun Aset telah berkembang dengan pesat dikawasan Asia dimotori oleh Jepang, Hongkong, dan Thailand.
Pada bulan September 1998, Korea Selatan mengeluarkan paket perundang-undangan mengenai restrukturisasi lembaga keuangan yang Pada bulan September 1998, Korea Selatan mengeluarkan paket perundang-undangan mengenai restrukturisasi lembaga keuangan yang
Tidak lama setelah dikeluarkannya undang-undang tentang Efek Beragun Aset, pada akhir 1998 Korean Export Import Bank (KEXIM) melakukan sekuritisasi atas asetnya. KEXIM adalah bank yang bergerak dibidang pembiayaan atas ekpor impor perusahaan-perusahaan di Korea Selatan. KEXIM melakukan sekuritisasi atas tagihannya senilai total USD 265 juta yang terdiri dari wesel tagih (promissory notes) yang diterbitkan oleh nasabahnya. Efek Beragun Aset yang diterbitkan ini mendapatkan rating AAA dengan suku bunga 1.5% diatas London Inter Bank Offered Rate (LIBOR).
Pada tahun 1999, kegiatan sekuritisasi mengalami peningkatan yang menggembirakan dengan diterbitkannya Efek Beragun Aset senilai total 6.8 trilyun won. Pada tahun yang sama Korea Selatan juga mengeluarkan Mortgage Backed Securitisation Law. Undang-undang ini memberikan keleluasaan bagi perusahaan Korea Selatan untuk mengembangkan dan memperdagangkan mortgage-back certificates, mortgage bond, dan real estate investment trust (REIT). Pertumbuhan Efek Beragun Aset di Korea Selatan terlihat dalam grafik berikut ini.
ABS di Korea
Sumber: Korean Financial Supervisory Service ( dalam trilyun Won Korean)
Untuk lebih menggairahkan penerbitan Efek Beragun Aset, Pemerintah Korea melalui Ministry of Finance and Economy (MoFE) melakukan revisi atas undang-undang Efek Beragun Aset yang diterbitkan setahun sebelumnya yang memberikan jalan bagi pihak-pihak yang selama ini tidak terlibat dalam penerbitan Efek Beragun Aset seperti Korean Deposit Insurance Corporation, perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perwaliamanatan (trust companies), bank-bank yang menyediakan kredit perumahan (mortgage bank), dan pemerintah-pemerintah daerah.
Satu lagi langkah penting yang diambil Pemerintah Korea pada tahun yang sama adalah pendirian mortgage securitization body yaitu badan usaha pemerintah yang bergerak dibidang sekuritisasi tagihan-tagihan kredit perumahan. Badan usaha tersebut, yang bernama Korea Mortgage Corp (KOMOCO), dibentuk dengan sistem joint-venture dengan International Finance Corporation (IFC) yang merupakan anak perusahaan Bank Dunia.
Pada periode tahun 2000, Efek Beragun Aset mengalami pertumbuhan yang luar biasa dikarenakan melesunya bursa saham di Korea sehingga dalam semester pertama saja telah diterbitkan Efek Beragun Aset senilai 24,6 trilyun Won. Kemudian pada bulan Juli 2000, Korea Asset Management Company (Kamco) menerbitkan Efek Beragun Aset senilai total USD 367 juta dengan tingkat imbal hasil 2% diatas LIBOR.
Penerbitan ini dilakukan bekerjasama dengan Deutsche Bank dan USB Warburg dengan masa jatuh tempo 8,5 tahun. Dengan perolehan rating dari lembaga-lembaga rating nasional Korea Baa2/BBB+/BBB, Efek Beragun Aset adalah Efek Beragun Aset pertama dengan sistem jual putus (true sale) sejak diterbitkannya undang-undang Efek Beragun Aset di Korea. Rating yang tinggi ini diperoleh karena sebagian besar underlying asset dari Efek Beragun Aset ini berasal dari bank pemerintah yaitu Korean Development Bank (KDB).
Pada bulan Agustus 2000 muncul lagi instrumen yang baru yaitu Assets Backed Commercial Paper (ABCP). ABCP adalah sekuritisasi dari tagihan atas surat berharga atau aset sejenis yang sebenarnya merupakan jaminan atas pinjaman kepada bank. LG Capital sebagai pemain utama dalam bisnis kartu kredit di Korea adalah penerbit pertama ABCP senilai total 502,7 milyar Won. Hasil yang diperoleh dari penawaran ini akan dipergunakan untuk membayar Efek Beragun Aset yang dimiliki yang telah jatuh tempo.
Kemudian pada bulan Nopember 2000, Kamco melakukan sekuritisasi atas non-performing loans (NPLs) yang mereka miliki. Sekuritisasi ini adalah sekuritisasi NPL pertama yang dilakukan oleh lembaga pemerintah. Prosesnya sendiri melibatkan dua special purpose vehicles (SPV), satu dibentuk di Korea dan satu lagi di Cayman Island. Dalam hal ini Kamco menjual portofolio NPL dengan denominasi Dollar Amerika dan Yen Jepang kepada SPV yang dibentuk di Korea. SPV ini kemudian menjual lagi kepada SPV yang dibentuk di Cayman Island yang kemudian meluncurkan notes yang dijamin dengan notes yang dikeluarkan oleh SPV Korea dan NPL dari Kamco. Sekuritisasi ini juga merupakan sekuritisasi berskala internasional pertama yang dilakukan oleh Kamco.
Pada awal tahun 2001 Korea kembali mengambil langkah baru dengan diterbitkannya sekuritisasi atas kredit mobil oleh Samsung Capital, Pada awal tahun 2001 Korea kembali mengambil langkah baru dengan diterbitkannya sekuritisasi atas kredit mobil oleh Samsung Capital,
Secara berturut-turut kemudian perusahaan-perusahaan Korea, baik yang dimiliki swasta maupun pemerintah, terlibat aktif dalam penerbitan Efek Beragun Aset. Sehingga tidak heran kalau perkembangan Efek Beragun Aset pada tahun 2001 mencapai puncaknya di Korea. Efek Beragun Aset ini tidak saja diterbitkan dalam skala nasional tapi juga dalam skala internasional. Kecuali Jepang, pada tahun 2002 Korea memimpin dalam hal penerbitan Efek Beragun Aset dikawasan Asia. Dari total USD 5,56 milyar Efek Beragun Aset yang diterbitkan dengan melibatkan negara lain, Korea memberikan kontribusi senilai total USD 3,72 milyar.
Dari uraian tersebut diatas, dapat dilihat bahwa Korea menuai sukses dalam beberapa tahun terakhir dalam hal penerbitan Efek Beragun Aset. Dengan diterbitkannya Undang-Undang mengenai Efek Beragun Aset pada tahun 1998, para pelaku mendapatkan pedoman dan dasar yang jelas bagi kegiatan sekuritisasi. Sukes ini tidak saja dalam skala nasional, tapi juga dalam skala internasional.
Sukses yang diraih oleh Korea ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan beragamnya jenis underlying assets . Pada tahap pertama, pertumbuhan dipicu oleh banyaknya NPL yang tersedia sebagai akibat dari aturan pemerintah menyangkut rasio kecukupan modal (CAR). NPL ini berasal dari bank-bank kelas atas menyusul krisis moneter pada tahun 1997 dan jatuhnya dinasti Daewoo Group. Salah satu titik sukses
Efek Beragun Aset pada tahap ini ditandai dengan sekuritisasi NPL dari perbankan yang dilakukan oleh Kamco senilai total USD 367 juta.
Kemudian pada tahap kedua ditandai dengan aktifnya penerbitan Efek Beragun Aset yang mempunyai underlying aset berupa pinjaman, obligasi, obligasi konversi dan obligasi lain oleh perusahaan kecil dan menengah di Korea. Dalam hal ini penerbitan Efek Beragun Aset berperan membantu pemerintah dalam menyediakan kredit dan bantuan likuiditas kepada perusahaan-perusahaan dalam skala kecil tersebut.