2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin
Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450
kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L
Light Polipeptida dan Tipe H Heavy Polipeptida, dimana masing - masing memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL
berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi di kromosom 11.
39,40,41
Feritin mengandung sekitar 23 besi. Setiap satu kompleks feritin bisa menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe
3+
di dalamnya. Feritin bisa ditemukan atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang.
Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang
tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange
helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.
39,41
Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species ROS
Universitas Sumatera Utara
melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi
feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel.
39,40,41
2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP
Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah, pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang
terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi berhubungan dengan kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan perubahan kadar
feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang
dapat digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru
menunjukkan penanda protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive Protein.
42
Protein fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang kompleks. Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan
selama proses inflamasi akut misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk menentukan penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat digunakan untuk
mengamati progresivitas dari inflamasi serta melihat respon terapi dengan
Universitas Sumatera Utara
menilai kapan protein fase akut mulai meningkat dan kapan kadar yang tertinggi tercapai.
43
Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi
interleukin-6 IL-6 didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan
kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat
penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati akan
mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi
dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi
makrofag akan terpengaruh.
44
2.2. Donor darah
Donor Darah adalah proses dimana penyumbang darah secara suka rela diambil darahnya untuk disimpan di bank darah atau di UTD, dan
sewaktu-waktu dapat dipakai pada transfusi darah.
1,2,45,46
Mengenai pendonor darah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 7
tahun 2011 tentang pelayanan darah, Bab VI pasal 28-33.
45
Universitas Sumatera Utara