Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor

(1)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN

PADA PENDONOR REGULER DENGAN BUKAN

PENDONOR

T E S I S

NOVIANTI FLORENTINA PANGGABEAN

097111007 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI

KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2013


(2)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA

PENDONOR REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di

Bidang Patologi Klinik / M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

NOVIANTI FLORENTINA PANGGABEAN

097111007 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI

KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN


(3)

Judul Penelitian : Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor

Nama Mahasiswa : Novianti Florentina Panggabean Nomor Induk Mahasiswa : 097111007

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing : Pembimbing Pertama

NIP : 195306081981092001 dr.Tapisari Tambunan,SpPK-K

Pembimbing Kedua

NIP : 195611011983021002 dr.Zulfikar Lubis, SpPK-K

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan

NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

NIP. 19487111979032001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 07 November 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Herman Hariman,PhD, SpPK-KH (...)

Anggota : 1. Prof. DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...)

2. dr.Tapisari Tambunan, SpPK-K (...)

3. dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K (...)

4. dr. Ricke Loesnihari,Mked-Clin.Path,SpPK-K (...)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sumber kekuatan dalam hidup saya.. Hanya karena anugerah dan karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan

dapat menyelesaikan Karya tulis (tesis) yang berjudul : “Perbandingan

Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan

Pendonor”. Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked (Clin. Path) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

1. Yth, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-K, sebagai pembimbing I saya, yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan, sampai selesainya tesis ini dan juga telah banyak


(6)

membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.

2. Yth, dr Zulfikar Lubis, SpPK-K, sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.. 3. Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikaan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya dalam pendidikan serta memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik . 4. Prof. DR. Dr Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua

Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya dalam pendidikan.

5. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH selaku Wakil

Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya dalam pendidikan.

6. Yth, Dr. Ricke Loesnihari SpPK-Kselaku ,Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas


(7)

Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikannya. 7. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama

pendidikan.

8. Yth, Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, dan Dr Nelly Elfrida SpPK, semua guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini.

9. Yth, Yustian Sinaga, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan. 10.

11.

Yth, seluruh teman sejawat PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis dan pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan.

Kepada sahabat baikku kelompok Sero (dr. Dewiyanti, dr. Lindayanti, dr. Tut Wuri Handayani, dr. Budi Sembiring, dr.Fernando, dr. Pardamean, dr. Nindia, dr. Yasmine Mashabi, dr. Abdul Gani, dr. Dian, dr. Dina, dr. Rosmadewi) terima kasih atas


(8)

kebersamaan kita. selama ini dalam suka dan duka. Semoga menjadi kenangan yang indah buat kita semua.

12. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

13. Sembah sujud dan terimakasih yang tak terhingga dan setulus-tulus nya saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang saya

cintai, kepada bapak G.H. Panggabean dan mama R. Lumban

Batu, yang selama kehidupannya mencurahkan segenap kasih sayang dan berjuang menyekolahkan saya, perkenankanlah anakmu ini mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga. Semoga Tuhan Yesus Kristus membalas semua budi baik dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak mertua B. Nababan yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih dan penghormatan yang tak terhingga saya sampaikan kepada suami saya tercinta Drs. Victor Nababan yang mendampingi saya dengan penuh kesetiaan, pengertian, perhatian, dan memberikan dorongan serta pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah


(9)

kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Demikian juga pada kedua permata hati saya Angelina Victoria Nababan dan Zefanya Teodora Nababan yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan.

14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh keluarga besar saya yang tidak henti-hentinya memberikan

semangat selama saya mengikuti pendidikan.

Sebagai manusia saya menyadari akan keterbatasan dan

kekurangan serta tidak terlepas dari tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Januari 2014 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi………. viii

Daftar Tabel……….. xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran …... xvi

Daftar Singkatan ... xvii

Abstrak ... xix

BAB 1. PENDAHULUAN

…... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Hipotesa penelitian ... 4

1.4 Tujuan penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

... 6

2.1 Metabolisme Besi ... 6

2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh ... 6

2.1.2. Kebutuhan zat besi ... 8

2.1.3. Absorbsi besi ... 10


(11)

2.1.5. Transport zat besi ... 13

2.1.5.1. Transferin ... 13

2.1.5.2. Reseptor transferin ... 15

2.1.5.3. Soluble transferin reseptor ... 16

2.16. Erythropoiesis ... 16

2.1.7. Feritin ………... 19

2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin ... 20

2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP ... 21

2.2. Donor Darah ... 22

2.2.1. Jenis donor darah ... 23

2.2.2. Pendonor regular ... 23

2.2.3 Syarat-syarat menjadi donor darah ... 24

2.2.3.1. Pada saat kapan menjadi pendonor darah ... 24

2.2.4. Pengambilan dan pengumpulan darah ... 25

2.2.4.1. Informasi untuk ... 25

2.2.4.2. Pengambilan darah ... 26

2.2.4.3. Penyimpanan darah ... 26

2.2.4.4. Reaksi selama dan sesudah donasi ... 27

2.2.5. Interval donor darah ... 27

2.2.6. Prosedur donor darah ... 27

2.2.6.1. Flebotomi ... 28

2.2.6.2. Hemaferesis ... 29

2.2.6.3. Plasmaferesis ... 29

2.2.6.4. Sitaferesis ... 29

2.2.6.5. Plateleferesis/Tromboferesis ... 29

2.2.6.6. Transfusi autolog ……… 30

2.2.7. Volume darah donasi ... 30

2.2.8. Komponen darah ……….. 30


(12)

2.4. Penyebab defisiensi pada pendonor regular ………… 32

2.5. Pemeriksaan laboratorium ……… 36

2.5.1. Alat dan prinsip kerja ...………... 38

2.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap .…………... 38

2.5.1.1.1. Prinsip pemeriksaan hemoglobin …. 38

2.5.1.1.2. Prinsip pemeriksaan hematokrit .... 39

2.5.1.1.3. Prinsip pemeriksaan jumlah eritrosit ... 39

2.5.1.2. Pemeriksaan feritin ………... 40

2.5.1.3. CRP ...………. 41

BAB 3. KERANGKA KONSEP

... 43

3.1 Kerangka konsep penelitian ... 43

3.2 Definisi operasional ... 44

BAB 4. METODE PENELITIAN

...………... 45

4.1 Desain penelitian …….. ... ………. 45

4.2. Tempat dan waktu penelitian ... 45

4.3. Populasi dan subjek penelitian ... …….. 45

4.3.1. Populasi penelitian ... …….. 45

4.3.2. Subjek penelitian ... 46

4.3.2.1. Kriteria Inklusi ... 46

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi……….. 46

4.4. Perkiraan Besaran Sampel ………. 47

4.5. Analisa Data ……… 48

4.6. Bahan dan Cara Kerja ……… 48

4.6.1. Pendonor laki-laki... 48

4.6.2. Anamnese ... ……….. 49

4.6.3 Pengambilan dan pengolahan sampel ... ………. 49

4.6.4. Cara kerja……… 51

. 4.6.4.1 Pemeriksaan darah lengkap………. 51

4.6.4.2 CRP ... ... 51


(13)

4.6.5 Pemantapan Mutu... 53

4.6.5.1. Kalibrasi pemeriksaan laboratorium... 53

4.6.5.1.1. Kalibrasi Sysmex XT-2000i... 53

4.6.5.1.2. Kalibrasi feritin... 53

4.6.5.2. Kontrol pemeriksaan laboratorium... 53

4.6.5.2.1. Pemeriksaan darah lengkap... 54

4.6.5.2.2. Pemeriksaan feritin... 54

4.6.5.2.3. Pemeriksaan CRP... 56

BAB 5. HASIL PENELITIAN

...

58

BAB 6. PEMBAHASAN

... 69

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

... 84

7.1. Kesimpulan... 84

7.2. Saran... 85

BAB 8. RINGKASAN

... 86

8.1. Ringkasan………. 86

8.2. Daftar Pustaka ………..……… 89


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kompartemen zat besi dalam tubuh... ……. 7

Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita…….. 9

Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi……… 33

Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi………. 36

Tabel 4.1. Hasil Kalibrasi feritin………. 53

Tabel 4.2. Hasil kontrol pemeriksaan Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC……… 54

Tabel 4.3. Hasil kontrol feritin no Lot. 16833400……… 55

Tabel 5.1. Hasil pemeriksaan laboratorium feritin pada kelompok kontrol dan kelompok pendonor regular……… 59

Tabel 5.2. Hasil Uji Anova kadar serum feritin………. 60

Tabel 5.3. Hasil Uji Post Hock kadar serum feritin……… 61

Tabel 5.4. Gambaran Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC………. 62

Tabel 5.5. Perbedaan kadar feritin berdasarkan durasi dan frekwensi donor ……… 63 Tabel 5.6. Uji Post Hock kelompok A (1-2 th), kelompok B (3-4 th), kelompok


(15)

C (5->5th) terhadap kelompok dengan frekwensi donasi 3x/th….65

Tabel 5.7. Uji Post Hock kelompok A (1-2 th), kelompok B (3-4 th), kelompok C (5->5 th) terhadap kelompok dengan frekwensi donasi 4x/th...66

Tabel 5.8. Uji Post Hock kelompok A (durasi donasi 1-2 th) dengan frekwensi donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th……… 67 Tabel 5.9. Uji Post Hock kelompok B (durasi donasi 3-4 th) dengan frekwensi

Donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th……….. 68


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Distribusi besi dalam tubuh dewasa……… 10

Gambar 2.2. Absorpsi zat besi ……… 12

Gambar 2.3. Siklus Transferin……….. 15

Gambar 2.4. Erythropoiesis……….... 18

Gambar 4.1. Grafik kontrol kualitas feritin………. 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

.

Lembaran penjelasan kepada calon subjek penelitian…… 94

Lampiran 2. Formulir persetujuan setelah penjelasan ……… 95

Lampiran 3. Status pendonor……… 96 Lampiran 4. Data pendonor ...………. 97 Lampiran 5. Surat Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ... 105 Lampiran 6. Riwayat Hidup Penulis ... 106


(18)

DAFTAR SINGKATAN

• RS. HAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

• UTD : Unit Transfusi Darah

• PMI : Palang Merah Indonesia

• WHO : World Health Organisation (Organisasi Kesehatan

Dunia)

• Reutilization : Dimanfaatkan kembali

• FEP : Free Erythrocyt Porphyrin

• DCYTB : Duodenal Cytochrom b-like

• RES : Retikulo Endotelial System DMT 1 : Divalent Metal Transporter 1

• ROS : Reactive Oxygen Species

• CFU-E : Colony Forming Unit-Erytroid

• BFU-E : Burst Forming Unit-Erytroid

• Tfr : Transferin receptor


(19)

• TIBC : Total Iron Binding Capacity

• STfR : Soluble Transferin Receptor

• kD : kilo Dalton

• FTL : Feritin Tipe Light

• FTH : Feritin Tipe Heavy

• ng : nanogram

• Hb : Hemoglobin

• Fe2+ : Fero

• Fe3+

• Senescence : Proses penuaan pada eritrosit : Feri


(20)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA PENDONOR

REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

Panggabean N, Tambunan T, Lubis Z

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor khususnya pendonor reguler. Seringnya donasi bagi para pendonor regular memiliki resiko terjadinya penurunan kadar serum feritin.

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Juni-Agustus 2013. Subjeknya adalah pendonor baru dan pendonor regular yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 75 orang, dibagi atas 5 kelompok : kelompok kontrol (bukan pendonor :pertama kali donor), kelompok 1(donasi 1x/th), kelompok 2 (donasi 2x/th), kelompok 3 (donasi 3x/th), kelompok 4 (donasi 4x/th).

Hasil : Secara statistik didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dengan kelompok 3 (p=0,000), kelompok kontrol dengan

kelompok 4 (p=0,000), kelompok 1 dengan kelompok 3 (p=0,019), kelompok

1 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 2 dengan kelompok 3 (p=0,023),

kelompok 2 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 3 dengan kelompok 4

(p=0,026).

Kesimpulan : Semakin banyak frekwensi donasi maka akan semakin

berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kadar serum feritin. Kata kunci : Feritin serum, pendonor reguler, bukan pendonor


(21)

COMPARISON OF SERUM FERITIN LEVEL BETWEEN

REGULAR DONORS AND NON DONORS

Panggabean N , Tambunan T , Lubis Z

Department of Clinical Pathology Medical School University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Blood donors donating blood is an activity that is done voluntarily for the purpose of blood transfusion for patients who need it . Expected blood supply is from donors especially regular donors . Frequent donations for regular donors have decreased the risk of serum ferritin levels . Objective: To determine differences in serum ferritin levels among regular donors and non donors

Methods : A cross-sectional study was carried out , starting from June to August 2013. Donor subjects consist of new donors and reguler donors, divided into 5 groups : control group (non donors: the first time donor) , group 1 (donated once /year ) , group 2 ( donated two time/year ) , group 3 (donated three time/year ) , group 4 ( donated four time/year ) .

Results : Statistically significant difference found between the control group with group 3 (p= 0.000) , control group with group 4 (p=0.000) , group 1 with

group 3 (p=0.019) , group 1 to group 4 (p=0.000) , group 2 with group 3

(p=0.023) , group 2 with group 4 (p=0.000) , group 3 with group 4 (p=0.026) Conclusion : The more the frequency of donation it will be the effect on the decline in serum ferritin levels .


(22)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA PENDONOR

REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

Panggabean N, Tambunan T, Lubis Z

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor khususnya pendonor reguler. Seringnya donasi bagi para pendonor regular memiliki resiko terjadinya penurunan kadar serum feritin.

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Juni-Agustus 2013. Subjeknya adalah pendonor baru dan pendonor regular yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 75 orang, dibagi atas 5 kelompok : kelompok kontrol (bukan pendonor :pertama kali donor), kelompok 1(donasi 1x/th), kelompok 2 (donasi 2x/th), kelompok 3 (donasi 3x/th), kelompok 4 (donasi 4x/th).

Hasil : Secara statistik didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dengan kelompok 3 (p=0,000), kelompok kontrol dengan

kelompok 4 (p=0,000), kelompok 1 dengan kelompok 3 (p=0,019), kelompok

1 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 2 dengan kelompok 3 (p=0,023),

kelompok 2 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 3 dengan kelompok 4

(p=0,026).

Kesimpulan : Semakin banyak frekwensi donasi maka akan semakin

berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kadar serum feritin. Kata kunci : Feritin serum, pendonor reguler, bukan pendonor


(23)

COMPARISON OF SERUM FERITIN LEVEL BETWEEN

REGULAR DONORS AND NON DONORS

Panggabean N , Tambunan T , Lubis Z

Department of Clinical Pathology Medical School University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Blood donors donating blood is an activity that is done voluntarily for the purpose of blood transfusion for patients who need it . Expected blood supply is from donors especially regular donors . Frequent donations for regular donors have decreased the risk of serum ferritin levels . Objective: To determine differences in serum ferritin levels among regular donors and non donors

Methods : A cross-sectional study was carried out , starting from June to August 2013. Donor subjects consist of new donors and reguler donors, divided into 5 groups : control group (non donors: the first time donor) , group 1 (donated once /year ) , group 2 ( donated two time/year ) , group 3 (donated three time/year ) , group 4 ( donated four time/year ) .

Results : Statistically significant difference found between the control group with group 3 (p= 0.000) , control group with group 4 (p=0.000) , group 1 with

group 3 (p=0.019) , group 1 to group 4 (p=0.000) , group 2 with group 3

(p=0.023) , group 2 with group 4 (p=0.000) , group 3 with group 4 (p=0.026) Conclusion : The more the frequency of donation it will be the effect on the decline in serum ferritin levels .


(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Palang Merah Indonesia, menyatakan bahwa kebutuhan darah di Indonesia semakin meningkat sehingga semakin banyaklah pasokan darah yang diperlukan. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor. Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Karena sifatnya yang sukarela inilah maka keberhasilan mendapatkan pasokan darah sangat bergantung pada kampanye

penyadaran dan kegiatan-kegiatan penggalangan.1

Banyaknya promosi dilakukan baik berupa pemasangan reklame di papan iklan dengan menampilkan slogan seperti “Setetes Darah Sejuta Kasih”, “Setetes darahmu menyelamatkan jiwa manusia “ , “Donor Darah Bukti Cinta Untuk Sesama”, “Setetes Darah Anda Nyawa Mereka” dan membuat selebaran yang menarik berisikan manfaat menjadi pendonor.

1,2

Menjadi pendonor harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh PMI. Syarat menjadi pendonor salah satunya adalah pemeriksaan Semuanya itu bertujuan mengajak orang untuk mendonorkan darahnya. Tetapi tidak disebutkan akibat yang mungkin akan didapatkan oleh pendonor.


(25)

hemoglobin tetapi pada pendonor tidak pernah dilakukan pemeriksaan status besi. Pemeriksaan status besi penting dilakukan pada pendonor untuk mencegah terjadinya defisiensi besi. Defisiensi zat besi pada pendonor darah regular masih merupakan masalah umum. Untuk menilai status besi salah satunya, perlu mengukur kadar feritin. Pemeriksaan kadar serum feritin saat ini sudah banyak dikerjakan untuk mendiagnosa defisiensi besi karena terbukti kadar serum feritin sebagai indikator yang paling dini, menurun pada keadaan dimana cadangan besi tubuh berkurang.

Pada manusia normal nilai feritin sebanding dengan cadangan besi tubuh, 1 µg/feritin serum berhubungan dengan 8-10 mg besi tubuh. Apabila didapatkan serum feritin sebesar 30 mg dalam setiap 1 desiliter sel darah merah berarti didalam hati terdapat 30x10 mg=300 mg feritin. WHO merekomendasikan konsentrasi feritin <15 µg/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada orang dewasa.

Beberapa penelitian tentang kadar serum feritin pada pendonor regular menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan seperti pada penelitian Simon T.L dkk, Mexico (1981) yang membandingkan antara pendonor regular 1 kali donasi/tahun dengan pendonor regular 2-6 kali donasi/tahun (p=0.003).

3

4 Badar A, Karachi (1996) membandingkan antara pendonor baru

dengan pendonor 1-7x donasi dalam 2 tahun terakhir didapat pendonor dengan 4-7x donasi dengan p value < 0,05.5 Mozaheb Z dkk, Iran (2010) yang membandingkan pendonor reguler (1kali donasi/thn) dengan pendonor


(26)

reguler 2-3 kali donasi/thn (p=0.000).6 Okpokam dkk, Nigeria (2011) membandingkan pendonor regular 1 kali donasi/tahun dengan pendonor regular 2-5 kali donasi/thn (p<0.05).7

Sebaliknya ada peneliti lain yang menyatakan tidak terdapat perbedaan signifikan kadar serum feritin pada pendonor regular, seperti pada penelitian Norashikin dkk, Malaysia (2005) membandingkan antara pendonor yang baru pertama kali donasi dengan pendonor regular (2-4 kali donasi) didapat

p value=0.06.

8 Abdullah S.M , Saudi Arabia (2009) membandingkan antara

pendonor baru dengan pendonor regular 1 kali donasi/tahun (p=0.131).

Di Medan, penelitian tentang perbandingan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor belum pernah dilakukan. Hasil yang berbeda pada penelitian sebelumnya membuat saya tertarik untuk melakukan penelitian ini.

9

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

“ Apakah terdapat perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan yang bukan pendonor.


(27)

1.3. Hipotesa Penelitian

Terdapat perbedaan kadar serum feritin antara pendonor reguler dengan yang bukan pendonor.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan yang bukan pendonor.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan status feritin pada pendonor b. Menggambarkan status hemoglobin pada pendonor c. Menggambarkan nilai hematokrit pada pendonor

d. Menggambarkan nilai indeks eritrosit (MCV,MCH,MCHC) pada pendonor

1.5. Manfaat Penelitian

1. Untuk institusi

Jika diketahui adanya perbedaan penurunan kadar serum feritin akan menjadi masukan kepada Palang Merah Indonesia/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap terjadinya defisiensi besi walaupun pada pendonor belum terjadi anemia.


(28)

2. Untuk klinisi

Memberikan masukan bagi para klinisi untuk menganjurkan pemeriksaan feritin pada pendonor khususnya pendonor reguler.

3. Untuk pendonor

Lebih menjaga kesehatan dengan asupan gizi yang baik dan mengkonsumsi suplemen besi.


(29)

B A B 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Metabolisme besi

Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.10-13

2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh.

Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu: a. Zat besi dalam hemoglobin.

12-15

b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.

d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapa enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.


(30)

Tabel 2.1.Kompartemen zat besi dalam tubuh.12

Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk kedalam mitikondria untuk diprroses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Sejalan dengan maturasi eritrosit baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas kedalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita anemia defisiensi besi.

Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus- menerus. Sebagian besar zat besi


(31)

yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.11,19,22,31

2.1.2. Kebutuhan zat besi.

Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini tergantung pada umur, sex, berat badan dan keadaan individu masing- masing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan, kenaikan berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita.

Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari, sedangkan wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara 0,5 -1 mg / hari. Pada wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg / hari dan tergantung pada tuanya kehamilan. Pada seorang laki laki normal dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat 10-20 mg zat besi setiap harinya.

16,17,19

Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap harinya, tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk feritin dan sisanya 5 – 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain.


(32)

Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh membutuhkannya.

Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis besi dan juga merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk mengevaluasi status besi dan secara khusus penting untuk mendeteksi defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan wanita berbeda, pada laki-laki dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml , pada wanita premonoupase kurang dari 200 ng/ml.

24-26

Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

27,29,32

20


(33)

Gambar 2.1. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

2.1.3. Absorbsi besi

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:26,29

1. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme

dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan,

tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme


(34)

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

2. Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses

yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block

(mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus)

3. Fase Korporeal

Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.


(35)

Gambar 2.2. Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med. 341:1986-1995, Copyright © 1999 Massachusetts Medical Society. All rights

reserved.

2.1.4. Mekanisme regulasi absorbsi besi

Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:25,26,29

1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan (besi heme atau non heme), adanya penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan. 2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya


(36)

3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis. Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti.

2.1.5. Transport zat besi.

2.1.5.1. Transferin

Transferin adalah β1 globulin (protein fase akut negatif), merupakan glikoprotein dengan berat molekul 79570 dalton, terdiri dari polypeptide rantai tunggal dengan 679 asam amino dalam dua domain homolog. N-terminal dan

C-terminal masing-masing mempunyai satu tempat ikatan dengan Fe3+. Satu

molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+). Transferin akan berikatan

dengan reseptor transferin, setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin12,17,28,32

Transferin terutama disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di otak, ovarium, dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari.

Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu17,33 1. Solubilisasi Fe3+, mengikat besi dengan afinitas tinggi 2. Mengantar besi ke sel

3. Berinteraksi dengan reseptor membran

Jumlah transferin dinyatakan dalam jumlah besi yang terikat disebut

sebagai Total Iron Binding Capacity (TIBC). Pada orang dewasa normal


(37)

µmol setara dengan 300 µg/dL. Dengan demikian hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal ini penting dalam diagnosis gangguan metabolisme besi.17,34,35

Besi (Fe3+) di dalam plasma yang berikatan dengan apotransferin (Tf), Fe-Tf akan berikatan dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan sel. Kompleks TfR dan Fe3+ -Tf bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami invaginasi membentuk endosom. Pompa proton di dalam endosom akan

menurunkan pH menjadi asam (5,5) mengakibatkan ikatan antara Fe3+ dan

apotransferin terlepas. Apotransferin tetap berikatan dengan TfR di

permukaan sel, sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar melalui DMT 1

mitokondria dan disimpan. Besi dengan protoporfirin selanjutnya dipergunakan untuk pembentukan heme. Besi yang berlebih akan disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat pH ekstrasel 7,4 ikatan antara apotransferin TfR di permukaan sel akan terlepas. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai

pengangkut besi, sedangkan TfR akan menjadi Truncated Transferin


(38)

Gambar 2.3. Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

2.1.5.2. Reseptor Transferin

Reseptor Transferin merupakan protein transmembran homodimer terdiri dari 2 molekul monomer yang identik, terikat pada 2 ikatan sulfide pada residu sitein 89 dan 92, terletak ekstraseluler. Tiap monomer mempunyai berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu asam amino dengan 3 domain, yaitu protease-like domain (A) berikatan dengan aminopeptidase,

apical domain (B), dan helical domain (C). Setiap monomer mengikat 1 molekul transferin yang telah mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan reseptor transferin. 10,13,17,36


(39)

2.1.5.3. Soluble Transferin Receptor (sTfR)

Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin, memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut, kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis. 10,11,17

2.1.6. Erythropoiesis

Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan prekursor eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang berfungsi sebagai pembawa oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid, kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E.

Prekursor eritroid dalam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast,

berkembang menjadi basophilic selanjutnya polychromatophilic normoblast

dan acidophilic (late) normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi erotrosit dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang.18,23,26


(40)

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem enzim (pyruvat kinase dan G6PD) dan hemoglobin (alat angkut oksigen).11,26,29

Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari heme (gabungan protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta). Besi didapat dari transferin. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Jumlah eritrosit normal dalam tubuh kita berkisar antara 4-5 juta/µl (pada wanita) atau 5-6 juta/µl (pada pria). 15,16,18,23


(41)

Gambar 2.4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and Weiss et al. N Engl J Med.2005

Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam

transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin.Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi

yang terikat pada β-globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil

aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan eritroblas membentuk hemoglobin.11,18,23,34


(42)

(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang gizi, gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya kadar transferin dalam darah.15-23,34

2.1.7. Feritin

Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses metebolisme besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi dalam tubuh berada dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel yang larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin merupakan cadangan besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami degradasi sebagian, terdapat terutama di sumsum tulang, bersifat tidak larut di dalam air. 13,15,38

Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam intraseluler yang nantinya dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan sesuai dengan kebutuhan. Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi pada orang sehat. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk defisiensi zat besi, yang berarti bila semua cadangan besi habis, dapat dianggap sebagai diagnostik untuk defisiensi zat besi. 24,26,38


(43)

2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin

Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450 kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light) Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi di kromosom 11.39,40,41

Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa

menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa

ditemukan atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.39,41

Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan


(44)

melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel. 39,40,41

2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP

Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah, pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi berhubungan dengan kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang dapat digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan penanda protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive Protein.42

Protein fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang kompleks. Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan selama proses inflamasi akut misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk menentukan penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat digunakan untuk mengamati progresivitas dari inflamasi serta melihat respon terapi dengan


(45)

menilai kapan protein fase akut mulai meningkat dan kapan kadar yang tertinggi tercapai.43

Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL-6) didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk

memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat

penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati akan mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi makrofag akan terpengaruh.44

2.2. Donor darah

Donor Darah adalah proses dimana penyumbang darah secara suka rela diambil darahnya untuk disimpan di bank darah atau di UTD, dan sewaktu-waktu dapat dipakai pada transfusi darah.1,2,45,46 Mengenai pendonor darah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 7 tahun 2011 tentang pelayanan darah, Bab VI pasal 28-33.45


(46)

2.2.1. Jenis donor darah

Pada dasarnya ada 3 macam donor darah, yaitu .45,46

1. Donor keluarga atau donor pengganti : darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.

2. Donor komersial: menerima uang/hadiah untuk darah yang disumbangkannya (bukan oleh keinginan menolong orang lain).

3.

Donor sukarela: orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya atas kerelaan sendiri tanpa menerima pembayaran.

2.2.2. Pendonor regular :

Seorang donor yang memenuhi kriteria dibawah ini dapat dimasukkan dalam registerasi donor regular.1,45,46

1. Telah setuju mendonasikan darahnya secara teratur, yaitu :

paling sedikit 1 kali sampai dengan 4 kali dalam satu tahun untuk pria 4 kali dan 3 kali untuk wanita.

2. Telah mendonasikan darahnya dalam satu tahun terakhir

apabila diminta.

3. Tidak pernah menunjukkan suatu masalah selama donasi

darah, seperti pingsan atau memiliki perangai yang tidak baik.


(47)

4. Pada umumnya dalam keadaan sehat.

5. Dapat dengan mudah dihubungi oleh UTD dan dapat datang

ke UTD tanpa kesulitan.

2.2.3. Syarat-syarat menjadi donor darah 1,2,45,46

• Umur 18-60 tahun ( usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila

mendapat izin tertulis dari orang tua)

• Berat badan minimal 45 kg

• Tidak memiliki penyakit jantung, paru-paru, kanker, tekanan darah

tinggi, Diabetes Melitus, Epilepsi, Hepatitis B atau C, Sifilis, dan HIV serta berprilaku beresiko tinggi.

• Tekanan darah baik sistole antara 100-180 mmHg, diastole antara

60-100 mmHg

• Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50 – 100 kali/ menit

• Hemoglobin pria minimal 13 g/dL sedangkan perempuan minimal 12

g/dL.

• Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah

sebelumnya (maksimal 5x dalam setahun).

2.2.3.1. Pada saat kapan harus menjadi pendonor darah yaitu2,46 :


(48)

2. Setelah operasi kecil, tunggu hingga 6 bulan. 3. Setelah operasi besar, tunggu hingga 12 bulan. 4. Setelah transfusi, tunggu hingga 12 bulan.

5. Setelah tato, tindik, tusuk jarum, dan transplantasi, tunggu 12 bulan. 6. Bila kontak erat dengan penderita hepatitis tunggu hingga 12 bulan. 7. Sedang hamil, tunggu 6 bulan setelah melahirkan.

8. Sedang menyusui, tunggu hingga 3 bulan setelah berhenti menyusui. 9. Setelah penyakit malaria tunggu hingga 3 tahun setelah bebas dari

gejala malaria. Bila tinggal di area endemis malaria selama 5 tahun, sebaiknya tunggu 3 tahun setelah keluar dari area endemis.

10. Bila sakit tifus tunggu 6 bulan setelah sembuh. 11. Setelah vaksin, tunggu 8 minggu.

12. Ada gejala alergi, tunggu selama 1 tahun setelah sembuh.

13. Ada infeksi kulit pada daerah yang akan ditusuk, tunggu 1 minggu setelah sembuh.

2.2.4. Pengambilan dan pengumpulan darah

2.2.4.1. Informasi untuk donor.

Setiap donor harus terlebih dahulu mendapatkan46:


(49)

b. Pengisian daftar isian donor

c. Penandatanganan persetujuan tundakan medis (informed consent) d. Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari penimbangan berat badan, Hb,

golongan darah dan pemeriksaan fisik oleh dokter.

2.2.4.2. Pengambilan Darah

Pengambilan darah donor dilakukan pada donor yang telah lolos seleksi. Seluruh proses pengambilan darah harus terdokumentasi dengan baik. Darah harus disadap secara aseptis menggunakan alat steril dan dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dan terlatih dalam hal pengambilan darah.46-49

2.2.4.3. Penyimpanan Darah

Darah disimpan dalam kantong plastik yang mengandung larutan Acid Citrate Dextrose ( ACD ) atau Citrate Phosphat Dextrose ( CPD ) dan

disimpan di lemari pendingin dengan suhu 40C. ACD dan CPD merupakan

anti koagulan yang banyak dipakai untuk menyimpan darah. Sitrat dalam larutan berperan sebagai anti koagulan sedangkan dextrose berguna untuk sumber energi bagi sel darah merah. Anti koagulan yang lain adalah heparin, karena mempunyai waktu paruh yang singkat (4 jam), jarang digunakan. Darah lengkap dengan anti koagulan ACD dan CPD masa simpan 21 hari


(50)

setelah penyadapan dan darah lengkap dengan anti koagulan CPD-Adenin masa simpan 35 hari setelah penyadapan.46

2.2.4.4. Reaksi selama dan sesudah donasi.

Reaksi pada donor jarang terjadi yaitu :46-48

1. Ringan : gejala vasovagal tanpa kehilangan kesadaran.

2. Sedang: gejala yang sama seperti pada reaksi ringan dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran.

3. Berat : semua gejala diatas disertai dengan kejang-.kejang

Donor darah sebaiknya dilakukan secara rutin 3 bulan sekali. Hal ini dilakukan karena proses pergantian sel darah merah membutuhkan waktu kurang lebih 120 hari (3 bulan), sehingga, diharapkan setelah 3 bulan, sel-sel telah kembali matur atau dewasa.1,46

2.2.5. Interval donor darah

Semua donor harus mendapat informed consent beserta penjelasan

mengenai resiko transfusi. Donor harus dijelaskan bahwa darah akan diuji terhadap penyakit infeksi seperti hepatitis, sifilis dan HIV. 45-48

2.2.6 Prosedur donor darah


(51)

2.2.6.1.

• Flebotomi meliputi penusukan vena dan pengambilan darah.

Dilakukan dengan standard umum. Donor diletakkan dengan posisi setengah berbaring/berbaring. Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan preparat yodium. Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena. Pengambilan 300 ml darah dilakukan 10-15 menit. Setelah jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester. Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk, biasanya dalam 1-2 menit..1,46,47

Flebotomi.

• Donor kemudian diminta untuk tidak melepas plester dan menghindari

mengangkat beban berat selama beberapa jam, jangan merokok selama 1 jam dan tidak minum minuman keras selama 3 jam, diminta menambah asupan cairan selama 2 hari dan dianjurkan makan

makanan yang seimbang selama 2 minggu.1,46

• Label pada kantong darah dan tabung harus diperiksa dengan teliti

sebelum dan sesudah pendonoran untuk mencegah terjadinya kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi resipien.1,46,47,48,49


(52)

2.2.6.2. Hemaferesis.

Hemaferesis adalah istilah umum yang merujuk kepada pengambilan

whole blood dari seorang donor atau pasien, pemisahan menjadi komponen-komponen darah, penyimpanan komponen-komponen yang diinginkan dan pengembalian elemen yang tersisa ke donor atau pasien.46,47

2.2.6.3. Plasmaferesis.

Prosedur dimana sejumlah unit darah dari donor diambil untuk mendapatkan mendapatkan plasmanya, diikuti dengan penginfusan kembali sel-sel darah merah donor. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan plasma atau fresh frozen plasma.46,47

2.2.6.4. Sitaferesis.

Sejumlah besar trombosit atau leukosit dapat dikoleksi dari donor tunggal menggunakan sentrifugasi aliran intermiten atau kontinyu.46,47

2.2.6.5. Plateleferesis/Tromboferesis.


(53)

2.2.6.6. Transfusi autolog

Transfusi autolog adalah transfusi darah yang paling aman, dimana donor juga berlaku sebagai resipien sehingga menghilangkan resiko terjadi ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. 45,47

2.2.7. Volume darah donasi

Jumlah darah yang akan disumbangkan bervariasi, tergantung volume kantong dan berat badan pendonor. Volume kantong ada yang 250 cc, 350 cc, 450 cc, 500 cc. Ketika donasi berarti memberikan 10% dari total volume darah didalam tubuh. Volume darah maksimal yang bisa diambil adalah 10,5 cc/ kg BB..1,46,47

2.2.8. Komponen Darah

Dari satu kantong darah dapat dihasilkan komponen darah yaitu: darah lengkap, darah merah pekat, trombosit pekat, plasma segar beku, plasma cair, dan cryoprecipitate. 1,2,45,46

2.3. Kadar serum feritin pada pendonor

Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar serum

feritin pada pendonor khususnya pada pendonor regular. Retrovirus

Epidemiology Donor Study-II (REDS-II) Donor Iron Status Evaluation (RISE) study of the National Heart, Lung, and Blood Institute melakukan peneltian


(54)

terhadap 2425 wanita dan pria, didapati dua pertiga pendonor reguler perempuan (66%) dan pendonor reguler laki-laki (49%) menderita defisiensi besi.50 Mittal dkk juga mendapatkan bahwa dari populasi pendonor laki-laki, 49% didapati defisiensi besi pada pendonor regular dengan donasi

3-4x/tahun.51 Toby L. Simon dkk di Mexico (1981) meneliti terhadap 516

pendonor wanita dan 505 pendonor laki-laki. Pendonor wanita dan laki-laki dibagi atas 2 kelompok, yang pertama kali donasi, dan 2-6 kali donasi/tahun. Hasilnya antara kelompok 1 dan 2 pendonor wanita dan pria terdapat perbedaan kadar serum feritin yang signifikan (p=0,0003) dan (p=0.0001).4 Zahra Mozaheb dkk, Iran (2010) meneliti terhadap 235 pendonor laki-laki yang dibagi 3 kelompok yaitu yang bukan pendonor sebagai kelompok kontrol, 2-3 kali donasi/thn sebagai kelompok kasus. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara kelompok kontrol dan

kasus (p=0,0000).6 Okpokam dkk, Nigeria (2011) meneliti terhadap 163

pendonor laki-laki yang dibagi atas 1 kali donasi/kontrol, 2 kali donasi/thn, 3 kali donasi /thn, 4kali donasi/thn. Didapatkan adanya perbedaan yang signifikan kadar serum feritin ((p<0.05).7 Norashikin dkk, Malaysia (2005) meneliti sebanyak 211 pendonor laki-laki dengan membandingkan 3 kelompok yaitu 1 kali donasi, 2-4 kali donasi, dan >5 kali donasi dalam 2 tahun terakhir. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara 1 kali donasi dengan >5 kali donasi(p=0,001) .8 Saleh M. Abdullah, Saudi Arabia (2009) melakukan penelitian pada 182 pendonor


(55)

laki-laki, di bagi atas : kelompok 1: pendonor baru, kelompok 2 : 1kali donasi/ 3 tahun, kelompok 3 : 2-5 kali / 3 tahun. Hasilnya didapatkan adanya perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara kelompok 1 dan 3 (p=0,000).9

Beberapa peneliti di atas ada yang membandingkan pendonor regular

yang mengkonsumsi zat besi dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi

(Simon T.L ,Mozaheb Z).4,6 Ternyata didapati bahwa pada pendonor regular

yang mengkonsumsi zat besi terdapat penurunan kadar serum feritin yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi.

2.4. Penyebab defisiensi besi pada pendonor reguler

Defisiensi besi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. 27-31

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena26,29:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: tukak peptik, pemakaian salisilat b. Saluran kemih: hematuria.

c. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang rendah.


(56)

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005) menyebutkan penyebab terjadinya defisiensi besi salah satunya berhubungan dengan frekwensi donor darah.54

Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi54

Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005)

Pada orang sehat, satu kali donor darah sebanyak 400-500 ml dapat mengeluarkan 225 mg besi karena setiap 1,0 ml darah mengandung 0,5 mg


(57)

besi. Besi yang dikeluarkan berbeda pada laki dan perempuan, pada laki-laki 236 mg sedangkan pada perempuan 213 mg. Besi yang tersimpan pada perempuan 30% lebih rendah daripada laki-laki (Simon TL,Finch CA).52,53

Telah diketahui bahwa di dalam darah terdapat komponen-komponen darah dimana jumlahnya 45% dari volume darah sedangkan plasma

jumlahnya 55% dari volume darah. Feritin dalam plasma, jumlahnya sangat

kecil yaitu sebanding dengan konsentrasi feritin didalam tubuh atau apabila terdapat 1µg feritin serum setara dengan 10 mg simpanan besi dan setiap 1ml eritrosit mengandung 1,1 mg besi.13,14,16 Jika dalam 1 ml darah terdapat 0,5 mg besi maka setiap kali donasi sebanyak 300 ml darah, zat besi yang akan keluar adalah sebanyak 150 mg sehingga kebutuhan akan zat besi harus terpenuhi untuk aktivitas eritropoiesis.

Bila kebutuhan zat besi didalam darah tidak terpenuhi maka feritin akan melepas besi dalam jumlah yang banyak dan bila kebutuhan untuk pembuatan hemoglobin meningkat maka cadangan besi akan di mobilisir

secara cepat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan cadangan

besi dan bila berlanjut terus akhirnya cadangan besi menjadi kosong dan aktivitas eritropoiesis akan menurun.11,13,15

Berbeda pada keadaan seperti infeksi, inflamasi atau proses keganasan, pemakaian zat besi sebagai hasil pemecahan oleh sel-sel sistem retikulo endothelial berjalan lebih perlahan disebabkan karena adanya perubahan kemampuan pelepasan zat besi menurun mengakibatkan


(58)

pelepasan zat besi ke eritroid menjadi kurang, transport zat besi dari pool plasma ke sum-sum tulang menjadi kurang, konsentrasi plasma zat besi menurun dan aktivitas eritropoiesis menurun sehingga dijumpai feritin yang meningkat pada keadaan ini.11,23,29

Di PMI cabang Medan, setelah melakukan donor darah pada institusi tertentu atau lembaga sosial kemasyarakatan selalu membagikan suplemen besi 1 hari sekali dalam 3 hari. Pertanyaannya adalah apakah suplemen besi tersebut cukup dikonsumsi memenuhi kebutuhan besi dalam tubuh sampai pada masa donasi kembali. Apabila pendonor tidak memenuhi kebutuhan zat besinya sendiri baik melalui makanan dan suplemen besi maka akan beresiko terjadinya penurunan kadar serum feritin, hingga terjadinya defisiensi besi sampai anemi defisiensi besi..

Klasifikasi defisiensi besi :21,24,29,36

1. Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.

2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.


(59)

Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi55

Iron status Stored iron Transport iron Functional iron Iron deficiency anemi Low Low Low

Iron deficient erythropoiesis Low Low Normal Iron depletion Low Normal Normal Normal Normal Normal Normal Iron overload High High Normal

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention,

1998.Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

Untuk itulah betapa pentingnya memperhatikan kebutuhan zat besi khususnya pada pendonor reguler dengan frekwensi 3-4 kali/tahun karena lebih beresiko mengalami defisiensi besi.

Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan feritin, hemoglobin dan hematokrit. CRP diperiksa untuk menghindari adanya bias karena inflamasi dapat menyebabkan cadangan zat besi bertambah.

2.5. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan komponen simpanan besi

• Feritin serum . Kadar feritin dalam serum sangat kecil, secara garis besar sebanding dengan simpanan besi sehingga dapat membantu


(60)

untuk evaluasi status besi termasuk menegakkan diagnosa defisiensi besi.27-31

2. Pemeriksaan komponen transport besi30,31,34,36

• TIBC : pemeriksaan untuk melihat kapasitas ikatan besi dalam serum,

jadi TIBC akan meningkat pada konsentrasi besi rendah dan menurun pada besi serum yang tinggi.

• Saturasi transferin adalah transferin yang terikat dengan besi. Pada saturasi transferin yang rendah merupakan indikasi tingginya proporsi iron binding site yang kosong.

• Kadar besi serum (SI) adalah pemeriksaan jumlah total besi dalam

serum.

3. Pemeriksaan komponen pada eritrosit.34-37

Eritrosit protophorphirin (Ep) adalah suatu prekursor dari hemoglobin sehingga konsentrasi Ep didalam darah meningkat ketika produksi hemoglobin terjadi kekurangan besi dan merupakan indikator awal terjadinya anemi defisiensi besi.

• Hemoglobin dan hematokrit. Merupakan refleksi jumlah besi fungsional dimana pada mikronutrien besi, perubahan kadar hemoglobin dan hematokrit hanya terjadi pada stadium defisiensi besi (spesifik menentukan anemi defisiensi besi).


(61)

Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom < 30%.

2.5.1. Alat dan prinsip kerja

2.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap

Dengan alat automated cell counting Sysmex XT 2000i.57 2.5.1.1.1 Prinsip pemeriksaan hemoglobin.

Membran sel darah merah dilisis oleh Sysmex XT 2000i, kemudian molekul hemoglobin dilepas. Ion ferro dalam molekul hemoglobin oleh

Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dirubah menjadi ferri yang disebut methemoglobin. Methemoglobin dengan SLS membentuk komplek disebut


(62)

SLS-Hb, komplek tersebut dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.27,57

2.5.1.1.2. Prinsip pemeriksaan hematokrit.

Sampel darah EDTA dihisap, kemudian dicampur dengan reagen

cellpack, kemudian dilewatkan tabung yang dilengkapi dengan tranducer dan

sensor start-sensor stop. Tranducer akan mengukur tinggi pulsa yang dengan

volume sel darah merah, start sensor-stop sensor mengukur volume whole

blood.57

2.5.1.1.3. Prinsip pemeriksaan jumlah eritrosit

Electrical Impedance

• Sel lewat melalui apertura sehingga ketika terjadi perbedaan resistensi melalui apertura itu, maka tertangkap sebagai sinyal listrik. Besarnya sinyal yang ditangkap tersebut menentukan jumlah dan ukuran sel yang lewat 27,57

Spesimen : darah EDTA

2.5.1.2. Pemeriksaan feritin58


(63)

Alat: Cobas E 601 dengan metode ECLIA (Electrochemiluminiscence Immunoassay) atau analyzer immunoassay.

Prinsip kerja27,58 :

Serum yang mengandung feritin ditambahkan dengan antibody

monoklonal untuk feritin (yang berasal dari tikus) yang dilekatkan pada biotin.

Setelah itu ditambahkan antibodimonoklonal yang telah dilabel

dengan ruthenium sehingga terbentuk komplek sandwich.

Kemudian ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin,

komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan streptavidin.

Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel

secara magnet ditangkap pada permukaan elektroda.  Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui procell.

Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda menginduksi emisi

chemiluminescence (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium dengan TPA (trypropylamin) yang distimulasi secara elektrik untuk menghasilkan emisi cahaya.

Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit


(64)

Reagent-working solutions27,58 :

 Reagen M berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mL, dengan preservatif.

 Reagen R1 merupakan konjugat yang terdiri dari biotinylated

monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) 3 mg/L yang dilabel dengan ruthenium 3 mg/L dalam bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif.

 Reagen R2 berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang

dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif.

 Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada

penyimpanan 2-80C. 2.5.1.3. CRP59

Prinsip pemeriksaan CRP berdasarkan prinsip aglutinasi latex dimana antibody (serum) ditambahkan dengan reagen CRP akan terjadi aglutinasi (partikel latex dapat memberi gumpalan dengan y globulin). Bila serum

mengandung ≥ 0,8 mg/dl CRP maka akan terjadi aglutinasi dapat mendeteksi


(65)

Komposisi reagent : 59

1. CRP latex reagent : suspense dari polystyrene yang uniform dengan

antihuman CRP monospesifik (dari kambing) dalam glycine buffer.

2. CRP kontrol positif.

3. CRP kontrol negatif.


(66)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka konsep penelitian

Populasi

Bukan pendonor

(kontrol)

Pendonor reguler

Feritin

Frekwensi donasi


(67)

3.2. Definisi Operasional

1. Feritin : adalah protein intra sel yang larut dalam air, merupakan protein fase akut. Penurunan kadar feritin merupakan fase awal dari defisiensi besi.

2. Populasi yang diteliti:

a. Kelompok kontrol : yang baru pertama donasi (kontrol)

b. Kelompok 1: pendonor laki-laki dengan 1x donasi/ tahun

c. Kelompok 2: pendonor laki-laki dengan donasi 2x/tahun

d. Kelompok 3 : pendonor laki-laki dengan donasi 3x/tahun


(68)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan observasional analitik dengan cara cross-sectional (potong lintang) untuk membandingkan kadar serum feritin pada empat kelompok pendonor regular (1kali donasi/th, 2 kali donasi/th, 3 kali donasi/th, 4 kali donasi/th) dengan kelompok kontrol (bukan pendonor).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan dan tempat–tempat diselenggarakannya kegiatan donor darah. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal telah tercapai.

4.3. Populasi dan Subjek Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pendonor laki-laki yang memenuhi syarat menjadi pendonor. Seluruh peserta yang ikut dalam penelitian ini diberikan informed consent dan telah mendapat penjelasan tentang prosedur


(69)

penelitian dan kemungkinan efek yang kurang menyenangkan yang mungkin timbul meskipun kecil.

4.3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pendonor laki-laki yang baru pertama kali donasi sebagai kontrol, pendonor regular 1 kali donasi/th, 2 kali donasi/th, 3 kali donasi/th, 4 kali donasi/thn.

4.3.2.1.Kriteria Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian

2. Telah memenuhi syarat menjadi pendonor

3. Pendonor reguler dimana pada kelompok 1: jarak donasi sebelumnya adalah 12 bulan, kelompok 2 : jarak donasi sebelumnya adalah 6 bulan, kelompok 3: jarak donasi sebelumnya adalah 4 bulan, kelompok 4 : jarak donasi sebelumnya adalah 3 bulan.

4. Untuk kelompok kontrol adalah yang telah memenuhi syarat sebagai pendonor, tetapi belum pernah mendonor sebelumnya.

4.3.2.2.Kriteria Eksklusi

1. Pendonor dengan CRP (+).

2. Pendonor yang mengkomsumsi tablet besi selama 1 bulan sebelum penelitian.


(70)

4.4. Perkiraan Besaran sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar

sampel minimum dari subyek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis terhadap rerata lima populasi independent.

Besar sampel ditentukan dengan rumus :

n1=n2 =n3=n=4 2�

2 (�1̷�/2 +�1̷�)2 (�0 ̷��)2

Keterangan :

n = Besar sampel minimum

�1 ̷�/2 = nilai baku normal dari table Z untuk α =0,05, Zα=1,96

�1 ̷� = nilai baku norma dari table Z untuk β =20% (0,2) Z β =0,841

�2 = harga varians di populasi (literatur)=14,5 dari jurnal

Ahmed Badar dan kawan-kawan di Karachi (1996)

�0 ̷�� = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di populasi=15

n1=n2 =n3=n4=n5= 2�14,5

2 (�1̷1,96/2 +�1̷0,841)2 (15)2

n1=n2=n3=n4=n5= 15


(71)

4.5. Analisa data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik

komputerisasi program SPSS 17 for windows. Gambaran hemoglobin,

hematokrit, indeks eritrosit (MCV,MCH, MCHC) disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Kemaknaan perbedaan kadar feritin antara pendonor regular dengan bukan pendonor dilakukan uji statistik ANOVA dan dilanjutkan dengan Analisis Multiple Comparison test (Post Hock).

4.6. Bahan dan Cara Kerja

4.6.1. Pendonor laki-laki

 Dikelompokkan menjadi 5 :

1. Kelompok kontrol : bukan pendonor

2. Kelompok 1: 1xdonasi/th, dengan jarak 12 bulan/x donor

3. Kelompok 2 : 2xdonasi/th, dengan jarak 6 bulan/x donor

4. Kelompok 3 : 3xdonasi/th, dengan jarak 4 bulan/x donor

5. Kelompok 4 : 4xdonasi/th, dengan jarak 3 bulan/x donor atau

minimal 10 minggu

 Pemeriksaan yang akan dilakukan adalah :

1. Darah lengkap yaitu Hb, Hct, MCV, MCH, MCHC 2. Feritin


(72)

4 .6.2. Anamnese

Anamnesa dilakukan pada kelima kelompok yang akan diteliti dengan cara wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan dan keterangan yang ada pada status.

4.6.3. Pengambilan dan pengolahan sampel

Sampel darah adalah darah vena, diambil pada saat donasi. Donor dalam posisi berbaring.45,46

 Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%.

 Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena.

 Pengambilan 300 ml darah dari donor ke kantong darah dilakukan

10-15 menit. 1,241,42

 Sampel darah diambil dari selang kantong transfusi dengan cara

setelah kantong darah penuh, selang yang menghubungkan ke vena pendonor, di klem agar menghambat darah keluar dari selang kemudian digunting. Selang yang menghubungkan ke kantong darah langsung diikatkan. Setelah itu klem yang dipasang dekat vena tadi dibuka dan sampel darah ditampung dalam 2 tabung .

• Tabung 1 : Dimasukkan darah hingga 2 ml dalam tabung yang


(73)

• Tabung 2: Dimasukkan darah sebanyak 3 ml (tanpa antikoagulan).

 Jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan

dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester.

 Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk, biasanya dalam 1-2 menit.45,46

 Sampel yang terkumpul dibawa ke laboratorium Patologi Klinik RS.

HAM, sampel pada tabung pertama segera diperiksa dengan memakai alat Sysmex XT 2000i, tabung 2 dibiarkan dalam suhu kamar selama 30 menit, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit, serum dibagi 2, pertama untuk pemeriksaan CRP (segera dikerjakan), dan sisanya untuk pemeriksaan feritin, disimpan dalam freezer -200C sampai sampel telah mencukupi (1,5 bulan).

4.6.4. Cara kerja

4.6.4.1. Pemeriksaan darah lengkap

Automated hematology analyzer digunakan untuk pemeriksaan Hb, Hct, MCV, MCH, MCHC dan sebelumya alat sudah dikalibrasi dan diprogram. Sampel darah EDTA dibuat homogen, tabung sampel tersebut diletakkan pada tempat pengambilan sampel. Alat penghisap akan


(74)

mengambil darah, ditunggu selama 60 detik maka akan didapatkanlah hasil

pemeriksaan. 27,56,57. Dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan pembuatan

sediaan apus darah tepi dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.

4.6.4.2. CRP59

1. Reagent dan spesimen dibiarkan pada temperature kamar.

2. Letakkan 1 tetes (50µl) CRP kontrol positif pada lingkaran 1, 1 tetes CRP kontrol negatif pada lingkaran 2, dan serum pasien pada lingkaran berikutnya.

3. Aduk suspense CRP latex reagent, dan tambahkan masing-masing 1

tetes (50µl) pada tiap-tiap lingkaran.

4. Aduk dengan menggunakan pengaduk hingga tercampur. Putar slide

selama 3 menit.

Interpretasi

• Reaksi negatif ditandai dengan suspense seperti susu yang uniform

tanpa aglutinasi dan dibandingkan dengan kontrol negatif.

• Reaksi positif ditandai dengan aglutinasi yang dapat dilihat pada

campuran. Reaksi spesimen harus dibandingkan dengan kontrol positif.


(75)

4.6.4.3.Pemeriksaan feritin27,58

1. Inkubasi pertama: 10 ul sampel, antibodi spesifik feritin monoclonal biotinylasi, dan antibody spesifik feritin yang dilabel dengan komplek ruthenium membentuk kompleks sandwich.

2. Inkubasi kedua: setelah ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan streptavidin.

3. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda. Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui Procell. Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda kemudian menginduksi emisi chemiluminescent yang diukur oleh photomultiplier.

4. Hasil ditetapkan melalui kurva kalibrasi yang merupakan instrument yang dihasilkan secara khusus oleh kalibrasi 2 titik dan master kurva dihasilkan melalui reagen barcode.

4.6.5. Pemantapan Mutu

Pemantapan mutu dilakukan untuk menjamin dan mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Sebelum diakukan pemeriksaan terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat.


(76)

4.6.5.1. Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium

4.6.5.1.1. Kalibrasi sysmex XT-2000i

Dilakukan langsung oleh teknisi. Kalibrasi CBC dengan menggunakan cairan Level 1,2,3 dengan nilai target dan dilakukan setiap awal tahun.

4.6.5.1.2. Kalibrasi feritin

Dilakukan dengan menggunakan The Elecsys Ferritin Assay dengan

Calibrator Lot 16833400. Kalibrasi dilakukan setiap pemakaian reagen baru.

Tabel 4.1. Hasil kalibrasi feritin

Kalibrator Uu/ml Absorbansi

CAL 1 9,40 2367

CAL 2 297 56952

4.6.5.2. Kontrol Kualitas Pemeriksaan Laboratorium

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan kontrol. Kontrol dilakukan untuk mendapatkan nilai pemeriksaan yang baik.

4.6.5.2.1. Pemeriksaan darah lengkap ( Sysmex XT-2000i)

Kontrol dilakukan setiap hari denganmemakai kontrol normal, kontrol rendah dan tinggi.


(77)

Tabel 4.2. Hasil kontrol pemeriksaan Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC

No Tanggal Kelompok Pemeriksaan

Nilai kontrol Nilai target

1 2 3 4 15-6-2013 24-6-2013 29-6-2013 14-7-2013 N= 75

Level 1 : 6

Hb

Level 2 : 12,45 Level 3 : 17,1

Level 1 : 18,4

Hematokrit

Level 2 : 36,95 Level 3: 49,65

Level 1 : 80,75

MCV

Level 2 : 84,35 Level 3: 93,25

Level 1 : 26,2

MCH

Level 2 : 28,4 Level 3 : 32

Level 1 : 32,45

MCHC

Level 2 : 33,65 Level 3 : 34,3

Level 1 : 5,9-6,1

Hb

Level 2 : 12,4-12,5 Level 3: 16,9-17,3

Level 1: 18,2-18,6

Hematokrit

Level 2 : 36,8-37,1 Level 3 : 49,2-50,1

Level 1 : 80,3-81,2

MCV

Level 2 : 83,9-84,8 Level 3 : 92,9-93,6

Level 1 : 25,8-26,6

MCH

Level 2 : 28,3-28,5 Level 3 : 31,6-32,4

Level 1 : 31,7-33,2

MCHC

Level 2 : 33,6-33,7 Level 3 : 33,7-34,9


(78)

4.6.5.2.2. Pemeriksaan Feritin

Kontrol untuk feritin dilakukan dengan Elecsys Tumor marker 1 dan 2. Kontrol dilakukan diawal sebelum melakukan pemeriksaan, setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai kalibrasi. Untuk kontrol feritin

digunakan Elycsys Preci Control Tumor Marker 1 dan Tumor marker 2. Nilai

konsentrasi kontrol harus masuk dalam range yang ditetapkan untuk menjamin akurasi assay feritin. Pemeriksaan feritin dilakukan serentak satu kali pemeriksaan untuk semua sampel sehingga kontrol hanya dilakukan satu kali.

Tabel 4.3. Hasil kontrol feritin no Lot 16833400

Bulan Kontrol Mean SD CV(%) Hasil Pemeriksaan

Juli TM 1 30,78 13,69 44,47 25,44


(79)

Grafik 4.1. Kontrol feritin

4.6.5.2.3. Pemeriksaan CRP

Dengan mengikutkan kontrol CRP positif dan negatif pada setiap melakukan pemeriksaan.


(80)

Kerangka Kerja

Pendonor laki-laki

Anamnese riwayat donor Riwayat

penyakit

Konsumsi tab besi Eksklusi

4x donasi/th 3x

donasi/th 2x

donasi/th 1x

donasi/th Kelompok

kontrol

Diambil sampel darah 5 cc dari selang transfusi

EDTA 2 ml Serum 3ml

Hb,Hct,MCV,

MCH,MCHC Feritin

CRP (+)

Bandingkan Uji Anova

Eksklusi


(1)

DATA PENELITIAN PENDONOR REGULER 4x/Th

NO NAMA UMUR PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP FERRITIN Donasi Lama mendonor

(th) Hb MCV MCH MCHC HCT

1 S 43 14 82,3 28,7 34,9 40,1 73,55 4 1

2 Ang 26 15,2 85,9 30,2 35,1 43,3 54,17 4 1

3 Su 35 15,1 91,6 31,9 34,8 43,4 91,94 5 2

4 DS 36 14,4 83 27,7 33,4 43,1 89 6 2

5 SC 23 14,8 81,3 28,2 34,7 42,7 61,11 10 3

6 Aw 20 16,4 82,2 28,7 34,9 47 24,82 10 3

7 J 35 14,2 68,1 22,0 32,3 43,9 70,24 11 3

8 A 21 14,4 86,6 28,9 33,3 43,2 43,37 12 3

9 CZ 40 14,3 91,4 32,4 35,5 40,3 84,37 15 4

10 MH 40 14,1 89 30,5 34,3 41,1 69,03 16 4

11 An 40 13,9 86,7 28,5 32,9 42,3 55,9 16 4

12 EW 30 14,9 84,3 28,5 33,9 44 20,75 35 >5 13 DA 54 14,1 93,1 31,3 33,7 41,9 55,17 41 >5 14 FL 50 15,6 87,2 29,1 33,3 46,8 35,95 50 >5 15 Sa 49 14,4 83 27,5 33,1 43,5 20,41 51 >5


(2)

(3)

RIWAYAT HIDUP PENULIS IDENTITAS

Nama : dr. Novianti Florentina Panggabean Tempat/Tgl. Lahir : Pangkalan Brandan / 20 Agustus 1973 Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Pintu Air IV no: 211 Simalingkar B, Kelurahan Kwala Bekala, Medan

Nama Ayah : German Hatorangan Panggabean Nama Ibu : Riamin Lumban Batu

Nama Suami : Drs. Victor Nababan

Nama Anak : Angelina Victoria Nababan Zefanya Teodora Nababan

PENDIDIKAN

1. SD I PERTAMINA, Pangkalan Brandan 1980-1986 2. SMPN I, Pangkalan Brandan tahun 1987 – 1989 3. SMAN Pangkalan Brandan, tahun 1990 – 1992


(4)

5. Mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan, mulai : 1 Juli 2009 s/d Sekarang.

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter paska PTT, tahun 2004- 2005 2. Dokter PNS, tahun 2006 – Sekarang

3. PPDS Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan, mulai : 1 Juli 2009 s/d sekarang.

PERKUMPULAN PROFESI

1. IDI Medan

2. Anggota muda PDS-Patklin Cabang Medan

ORAL PRESENTER

1. Pertemuan Ilmiah Tahunan X (PIT X), Pontianak, 2011

2. The 7th National Convention of the Indonesian Society of Haematology and Blood Transfusion (PHTDI) : “The Malacca Strait Haematology-Oncology Symposia”, Medan, 2011.

JOURNAL READING

1. Erythromycin resistence group a streptococcus associated with acut tonsillitis and pharyngitis.


(5)

3. Prognostic Value of reticulosit haemoglobin content to diagnose iron deficiency in 6 – 24 mounth old children

4. Multi center study evaluating the role of enterococci in secondary bacterial peritonitis

5. Incidence of fector VIII inhibitors throughout life in severe haemophilia A in the United Kingdom

6. The prevalence of diabetic nephropathy in diabetic patients 7. Screening dipstick urinalysis: A time to change

TULISAN

1. Penelitian pola kuman dan sensitifitas anti mikroba pada kultur darah di RSUHAM periode 1 juli 2009- 31 Des. 2009

2. Cell mediated immunity 3. Paraproteinemia

4. Ensefalitis yang disebabkan Streptococcus Beta Hemolitikus 5. Respon Imun Terhadap Kanker

6. GGK yang disebabkan Nefropathy Diabetikum 7. Pemantapan kwalitas Eksternal internal

8. Feokromasitoma

9. Pemeriksaan Laboratorium Kelainan Fungsi Ginjal

KEGIATAN ILMIAH

1. Symposium: A Paradigm Change In The Hematology Laboratory Testing, Medan, 2010.

2. Workshop Biomolekuler: Pemeriksaan Biomolekuler dengan Teknik Lightcycler Realtime PCR, Medan, 2010.


(6)

4. Seminar bridging the clinical pathology sciences after 35 years of being the education center in Indonesia, Medan, 2011.

5. Pertemuan Ilmiah Tahunan X (PIT X), Pontianak, 2011

6. The 7th PHTDI - Workshop: Hemophilia and Supportive Treatment in Cancer, Medan, 2011.

7. The 7th PHTDI - Workshop: Thalassemia and Blood Transfusion, Medan, 2011.

8. The 7th National Convention of the Indonesian Society of Haematology and Blood Transfusion (PHTDI) : “The Malacca Strait Haematology-Oncology Symposia”, Medan, 2011.

9. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Patologi Klinik Regional Sumbagut: “Hemostasis” dan”Infectious Disease”, Medan, 2012.

10. Symposium & Workshop Dies Natalis FK USU:” Update on Diagnosis & Management Of Common Clinical Problems”, Medan, 2012.

11. Gastroenterologi-Hepatologi Update X 2012 Simposium & Workshop, Medan, 2012

12. KONKER VII&PIT XI PDS PATKLIN INDONESIA, Surabaya, 2012 13. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Patologi Klinik Regional

Sumbagut II 2013: “Better Laboratory Practice for Better Diagnosis”, Padang, 2013.

14. The 8th National Congress The 12thAnnual Scientfic Meeting Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical Equipment Exhibition, Yogyakarta, 2013