ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UNIT USAHA DENGAN
4.7. ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UNIT USAHA DENGAN
PENGAMBILAN KREDIT
Sub bahasan ini akan memberikan informasi mengenai bagaimana hubungan antara karakteristik unit usaha dengan pengambilan kredit perbankan. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada hubungan (perbedaan) pengambilan kredit perbankan berdasarkan karakteristik unit usaha yang yang diamati. Hal tersebut dianggap penting untuk memperkaya informasi yang lebih lengkap dalam rangka perumusan kebijakan perbankan di masa yang akan datang, khususnya di Sulsel dan Sulbar .
4.7.1. Hubungan antara skala usaha dengan status debitur
Seperti yang telah dideskriptifkan sebelumnya, di antara 400 unit usaha (sampel) yang terpilih nampak bahwa sebahagian besar (70,25 %) unit usaha tidak berstatus sebagai debitur (gagal memperoleh kredit dan tidak berminat mengambil kredit) dan sisanya (29,75 %) mengambil kredit. Jika hal tersebut dikaitkan dengan skala usaha, maka nampak bahwa semakin kecil skala usaha, maka semakin besar kecenderungan tidak mengambil kredit (Tabel 4.18.). Dari 200 unit usaha mikro terdapat 81,50 % di antaranya non debitur, sementara skala usaha menengah hanya 45,71 % diantaranya merupakan non debitur.
Tabel 4.18. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Status Usaha
Persentase Skala Usaha
Status Debitur
Debitur
Non Debitur
(400) Sumber: Data primer (diolah)
Jika diuji secara statistika, maka berdasarkan uji nilai statistik Khi-Kuadrat (Chi- Square) nampak bahwa ada perbedaan yang signifikan pengambilan kredit perbankan antara skala usaha mikro, kecil dan menengah. Hal tersebut ditandai dengan nilai statistik (Chi- Square hitung, χ 2
h = 33,32) lebih besar dibanding dengan nilai statistik (Chi-Square tabel = 5,99) pada tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, bahwa modal usaha mikro sebagian besar (71,00 %) berasal dari modal pribadi dan selebihnya hanya (29,00 %) berasal dari teman/keluarga dan lainnya (Bank Indonesia, 2005 : 38).
Namun demikian perlu dipahami bahwa adanya kecenderungan rendahnya pengambilan kredit pada skala usaha mikro, bukan semata-mata karena sumber permodalannya cukup dari modal pribadi, teman dan keluarga, tetapi lebih banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan usaha mikro mengakses kredit perbankan. Hal tersebut nampak bahwa diantara 113 unit usaha mikro yang mengajukan kredit sebahagian besar diantaranya (67.26 %) gagal mendapatkan kredit (Tabel 4.13).
4.7.2. Hubungan antara status izin usaha dengan status debitur
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa terdapat sebagian besar unit usaha (UMKM) tidak memiliki surat izin usaha, yakni 353 (88,25 %) unit usaha di antara 400 sampel terpilih (Lampiran 1). Nampak bahwa unit usaha yang memiliki surat izin usaha cenderung sebagai debitur perbankan, sebaliknya unit usaha yang tidak memiliki surat izin usaha cenderung tidak sebagai debitur. Hal tersebut nampak bahwa 65,96 % debitur yang memiliki surat izin usaha, sebaliknya 75,07 % non debitur adalah unit usaha yang tidak memiliki surat usaha (Tabel 4.19.). Hal tersebut memberi indikasi bahwa unit usaha yang memiliki surat izin usaha relatif lebih mudah mendapatkan kredit perbankan dibanding dengan yang tidak memiliki surat izin usaha.
Hal penelitian ini ada kaitannya dengan hasil penelitian sebelumnya, bahwa unit usaha yang memiliki NPWP, TDP, SIUP, dan HO sebagian kecil menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam pengurusan kredit perbankan (Bank Indonesia, 2005 : 40).
Tabel 4.19. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Status Izin Usaha
Persentase Izin Usaha
Status Debitur
Debitur
Non Debitur
(N)
Memiliki
100 (47) Tidak Memiliki
(400) Sumber: Data primer (diolah) Jika kita analisis lebih jauh, maka terdapat hubungan (perbedaan) yang signifikan antara proporsi pengambilan kredit perbankan berdasarkan status izin usaha yang dimiliki oleh unit usaha. Hubungan tersebut signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Hal tersebut ditandai
dengan nilai statistik (Chi-Square hitung, χ 2
h = 27,19) lebih besar dibanding dengan nilai statistik (Chi-Square tabel = 3,84).
4.7.3. Hubungan antara manajemen unit usaha dengan status debitur
Manajemen unit usaha diukur dengan apakah pengelolaannya lebih banyak didominasi oleh keluarga sendiri atau bukan anggota keluarga (Lampiran I) menunjukkan bahwa 72,00 % unit usaha pengelolaannya lebih didominasi oleh anggota keluarga sendiri. Kemudian Tabel
4.20. menujukkan bahwa status debitur atau non debitur ada kaitan yang cukup berarti berdasarkan manajemen pengelolaan unit usaha. Nampak bahwa unit usaha yang dikelola anggota keluarga secara penuh dengan unit usaha yang tidak dikelola anggota kekeluarga secara penuh (lainnya) proporsi status berbeda nyata. Dimana diantara 288 unit usaha yang seluruhnya dikelola oleh anggota keluarga terdapat 73,61 % adalah bukan debitur. Sebaliknya unit usaha yang seluruhnya tidak dikelola oleh anggota keluarga hanya terdapat 66,67 % bukan debitur perbankan.
Tabel 4.20. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Manajemen Unit Usaha
Persentase Manajemen Pengelolaan Unit Usaha
Status Debitur
Debitur
Non Debitur (N)
Seluruhnya angg. keluarga
100 (288) Sebagian besar angg. keluarga
100 (38) Sebagian kecil angg. keluarga
100 (32) Seluruhnya bukan angg. keluarga
(400) Sumber: Data primer (diolah) Dengan demikian kemungkinan tingginya persentase unit usaha berstatus sebagai non debitur bukan semata-mata karena unit usaha dikelola secara kekeluargaan, tetapi dimungkinkan karena sumber pemodalannya cukup dari anggota keluarga sendiri, sehingga tidak perlu melakukan pinjaman ke bank.
Hal tersebut terdapat kesesuaian bahwa unit usaha yang bermitra cenderung tidak mengambil kredit perbankan (non debitur), yakni 76,47 % unit usaha yang bermitra berstatus bukan debitur. Memberi indikasi bahwa bentuk kemitraan dalam unit usaha UMKM, merupakan kemitraan dalam hal permodalan yang bersumber dari anggota keluarga sendiri dan teman.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, bahwa untuk usaha mikro dan kecil, di luar modal sendiri dan modal keluarga sumber pembiayaan berasal dari pinjaman dari teman/saudara/keluarga. Sedangkan untuk usaha menengah, selain dari modal Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, bahwa untuk usaha mikro dan kecil, di luar modal sendiri dan modal keluarga sumber pembiayaan berasal dari pinjaman dari teman/saudara/keluarga. Sedangkan untuk usaha menengah, selain dari modal
Tabel 4.21. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Status Kemitraan
Persentase Status Kemitraan
Status Debitur
Debitur
Non. Debitur
(N)
Bermitra
100 (34) Tidak Bermitra
(400) Sumber: Data primer (diolah)
Analisis secara inferensial menyatakan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara kemitraan dengan status debitur. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai statistik (Chi-Square hitung, χ 2
h = 0,69) lebih kecil dibanding dengan nilai statistik (Chi-Square tabel = 3,84) pada tingkat signifikansi 5%. Hubungan yang tidak signifikan tersebut menunjukkan bahwa bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara unit usaha yang bermitra dengan dengan status debitur dalam pengambilan kredit perbankan.
4.7.4. Hubungan antara bidang usaha dengan status debitur
Jika kita perhatikan Tabel 4.22., nampak bahwa bidang usaha (pertanian & pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, jasa angkutan, real estate, komunikasi, jasa kemasyarakatan dan lainnya) tidak memiliki pola proporsi penerimaan kredit perbankan (status debitur) antar bidang usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa oleh pihak perbankan tidak mendiskriditkan (membedakan) persetujuan pemberian kredit antar bidang usaha.
Tabel 4.22. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Bidang Usaha
Persentase Bidang Usaha
Status Debitur
Debitur
Non Debitur
(N)
Pertanian & pertambangan
100 (38) Industri pengolahan
100 (271) Pengangkutan, lembaga Keuangan, real estate dan jasa
(400) Sumber: Data primer (diolah)
Jika dianalisis lebih jauh, maka nampak tidak ada hubungan (perbedaan) yang signifikan antara proporsi pengambilan kredit perbankan berdasarkan bidang usaha yang dimilki oleh unit usaha pada tingkat signifikansi 5%. Hal tersebut ditandai dengan nilai statistik (Chi-
Square hitung, χ 2
h = 2,18) lebih kecil dibanding dengan nilai statistik (Chi-Square tabel = 7,81). Hubungan yang tidak signifikan tersebut menunjukkan bahwa pihak perbankan tidak pernah membedakan unit usaha berdasarkan bidang usahadalam hal pemberian kredit perbankan.
4.7.5. Hubungan antara suku pemilik/manajer unit usaha dengan status debitur
Jika status debitur dihubungkan dengan suku (perilaku budaya), maka nampak bahwa ada kecenderungan bahwa suku Makassar (45,65 %) memilki kesempatan mengambil kredit Jika status debitur dihubungkan dengan suku (perilaku budaya), maka nampak bahwa ada kecenderungan bahwa suku Makassar (45,65 %) memilki kesempatan mengambil kredit
Tabel 4.23. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Status Debitur
dan Suku Debitur
Jumlah Suku
Status Debitur
Debitur
Non Debitur (N)
(400) Sumber: Data primer (diolah)
Tabel 4.24. Distribusi Persentase Unit Usaha Menurut Suku Debitur
dan Skala Usaha
Jumlah Suku
Skala Usaha
Mikro
Kecil
Menengah (N)
(400) Sumber: Data primer (diolah) Di sisi lain, berdasarkan hasil wawancara pihak perbankan bahwa pertimbangan pemberian kredit bukan hanya berdasarkan kinerja unit usaha, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga adalah ”kinerja masa lalu (track record) pemilik usaha”.