Hasil Penelitian
A. Hasil Penelitian
Jagung merupakan salah satu potensi daerah Kabupaten Grobogan. Hal ini dikarenakan jagung cocok dibudidayakan di lahan-lahan petanian di Kabupaten Grobogan yang sulit memperoleh pengairan karena sifat tanaman jagung yang mudah untuk dibudidayakan bahkan bisa ditanaman di lahan dengan kondisi kurang air. Selain itu, tidak ada bagian dari tanaman jagung yang dibuang. Setelah panen, pohon dan kulit jagung dimanfatkan untuk pakan kerbau dan sapi, bonggol jagung untuk kayu bakar sehingga bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Grobogan. Jagung merupakan salah satu produk unggulan di Kabupaten Grobogan. Produk unggulan adalah produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi sehingga dapat mendatangkan keuntungan bagi investor dan masyarakat sekitarnya, mempunyai kandungan lokal (baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik) sehingga membuat harga lebih bersaing, mempunyai jaminan pemasaran yang luas, baik untuk keperluan domestik maupun untuk ekspor, mempunyai keterkaitan dengan produk yang lain atau digunakan untuk produk-produk lainnya. Jadi jagung merupakan produk yang mempunyai keunggulan baik dari sisi biaya produksi maupun nilai bagi konsumen sehingga diterima oleh masyarakat maupun investor.
Kabupaten Grobogan dengan wilayah yang cukup luas sebesar 1.975,86 Km 2 , memiliki iklim yang cocok untuk berkembangnya usaha pertanian secara luas salah satunya jagung. Jagung di Kabupaten Grobogan di usahakan di 3 jenis lahan yaitu lahan irigasi teknis, lahan sawah tadah hujan dan lahan hutan. Petani akan menyesuaikan pola tanam jagung sesuai dengan ketersediaan air di areal tanamnya. Di lahan irigasi teknis pola tanam yang dilakukan yaitu padi-padi-palawija/hortikultura. Petani banyak yang memanfaatkan lahan sawah pada saat musim ketiga setelah tanam padi untuk ditanami jagung, namun ada pula petani yang memanfaatkan lahan mereka
commit to user
tembakau. Di lahan sawah tadah hujan dengan pola palawija-padi-palawija sedangkan di lahan hutan dengan pola palawija-palawija-palawija yaitu jagung karena sifat tanaman jagung yang cocok dengan kondisi lahan hutan. Budidaya jagung di hutan dilakukan petani dengan cara memanfaatkan lahan- lahan hutan yang telah disediakan oleh PERHUTANI untuk budidaya jagung dan memanfaatkan lahan-lahan hutan yang telah selesai dilakukan penebangan yang selanjutnya akan digunakan untuk penanaman kembali. Mengingat pada lahan-lahan tersebut sangat memungkinkan untuk ditanami jagung. Lahan hutan yang dimanfaatkan yaitu di Kecamatan Geyer, Kecamatan Karangrayung dan Kecamatan Kedungjati
Petani jagung di Kabupaten Grobogan juga memperhatikan masalah penggunaan input dalam usahatani mereka. Benih yang digunakan oleh petani jagung yaitu benih jagung hibrida dengan berbagai macam merek seperti P21, BISI dan DKLB. Benih jagung diperoleh dari toko-toko saprodi pertanian. Dalam budidaya jagung, selain penngunaan input yang baik juga perlu pemeliharaan yang baik pula. Namun para petani jagung disana kurang begitu memperhatikan masalah penyiangan dan penyulaman tanaman, padahal kegiatan ini berguna untuk mengurangi persaingan dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman pokok. Kegiatan pemupukan menjadi suatu hal penting dlam budidaya jagung, hal ini dikarenakan pupuk merupakan sumber tambahan hara bagi pertumbuhan tanaman jagung. Pupuk yang biasa digunakan oleh petani di Kabupaten Grobogan yaitu Urea, SP36 dan NPK, dengan jumlah perbadingan urea dan SP36 sebesar 450gr:200gr per hektar dan 300gr per hektar untuk NPK. Selain pemeliharaan dengan cara tersebut, petani juga menggunakan pestisida sebagai salah satu cara untuk mengurangi serangan hama penyakit berupa hama ulat tanah, ulat daun dan penyakit bulai pada jagung. Setelah masak jagung di panen secara manual yaitu dengan memutar buah dan kelobotnya hingga terpisah dari batangnya dengan menggunakan tangan. Lalu kemudian setelah dipanen jagung segera dijemur sampai kering benar, sehingga beratnya tidak akan susut lagi. Teknologi
commit to user
jagung yang disewa oleh para petani agar lebih efisien. Jagung yang telah dipipil dan dikeringkan kemudian di tawarkan ke pedagang pengumpul, industri-industri berbahan baku jagung dan pabrik pakan ternak di sekitar Kabupaten Grobogan salah satunya Comfeed.
Semakin banyaknya pabrik-pabrik agroindustri berbahan baku jagung dan pabrik pakan ternak yang mengambil bahan bakunya dari Kabupaten Grobogan mengakibatkan tingginya permintaan jagung di Kabupaten Grobogan. Agroindustri yang memperoleh bahan baku di Kabupaten Grobogan yaitu Pabrik pakan ternak Rosary Feed di Kecamatan Wirosari, Pabrik pakan ternak COMFEED di Kecamatan Godong, perusahaan emping jagung UPPKS Mekar Abadi di Kecamatan Klambu dan banyak pedagang pengumpul yang kemudian menyalurkan hasil jagungnya ke wilayah-wilayah lain diluar kabupaten Grobogan seperti Semarang dan Sragen. Banyakna pedagang pengumpul menyebabkan harga yang diterima petani tidak begitu tinggi dibandingkan apabila langsung disalurkan ke pabrik-pabrik agroindustri berbahan baku jagung.
Walaupun permintaan jagung di Kabupaten Grobogan meningkat namun jagung yang ditawarkan oleh para petani jagung di Kabupaten Grobogan kepada konsumen pada kenyataanya bersifat fluktuatif. Selain itu sifat komoditi pertanian yang mengalami penurunan harga pada saat panen raya juga mempengaruhi petani dalam menawarkan hasil panen mereka sehingga berdasarkan keadaan tersebut dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan langsung yaitu dengan pendekatan jumlah produksi dengan variabel-variabel yang disajikan di bawah ini.
1. Harga Jagung
Harga jagung yang digunakan sebagai variabel adalah harga jagung yang diterima petani yang sudah dideflasikan, dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Di dalam pendeflasian tersebut
commit to user
Untuk mengetahui perkembangan harga jagung di Kabupaten Grobogan selama tahun 1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Perkembangan Harga Jagung di Kabupaten Grobogan Pada
Tahun 1993-2009
Tahun
Harga Sebelum Dideflasi
(Rp/Kg)
IHK (1996=100)
Harga Setelah Dideflasi
(Rp/Kg)
Perkembangan Harga Dideflasi
(Rp/Kg) (%)
Sumber : Analisis Data Sekunder Dinas Pertanian Kabupa ten Grobogan Tabel 5.1. menunjukan perkembangan harga jagung di Kabupaten Grobogan mulai tahun 1993-2009. Harga jagung setelah dideflasi tertinggi yaitu pada tahun 2008 sebesar Rp 855,89 per kilogram sedangkan harga terendah pada tahun 1993 sebesar Rp 261,50. berdasarkan nilai tersebut kita dapat mengetahui bahwa tingkat perubahan harga jagung setelah dideflasi mencapai rata-rata 7,53 %. Peningkatan ini menunjukkan bahwa harga jagung di Kabupaten Grobogan cenderung mengalami peningkatan.
commit to user
Gambar 5.1 Grafik Perkembangan Harga Jagung di Kabupaten Grobogan
Pada Tahun 1993-2009 Gambar 5.1. menunjukan perbandingan perkembangan harga
jagung sebelum dideflasi dan setelah dideflasi. Peningkatan yang sangat tajam terjadi pada tahun 1998 hingga mencapai 78,98% hal ini terjadi karena permintaan jagung yang tinggi dan mulai meningkatnya permintaan jagung untuk industri pakan ternak baik di dalam maupun luar Kabupaten Grobogan. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan harga yang drastis. Sedangkan penurunan harga jagung yang paling tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu mencapai -19,06%. Hal ini terjadi karena kualitas jagung yang ditawarkan pada tahun tersebut rendah akibat curah hujan yang tinggi sehingga permintaannya menurun yang berakibat pada menurunnya harga jagung. Rata-rata perkembangan harga jagung dari tahun pengamatan adalah sebesar Rp 597,32,- dengan prosentase perkembangan sebesar 7,53 %. Peningkatan harga jagung pada suatu tahun akan diikuti pula oleh peningkatan luas panen dan produksi jagung di tahun berikutnya. Semakin tinggi harga maka jumlah yang akan diproduksi juga akan semakin meningkat begitupula sebaliknya.
2. Jumlah Produksi Jagung
Jumlah produksi jagung yang dihasilkan berpengaruh terhadap jumlah jagung yang ditawarkan di Kabupaten Grobogan. Jenis jagung dalam penelitian ini adalah jagung kuning dalam bentuk pipilan. Untuk
Harga Jagung Sebelum Dideflasi Harga Jagung Setelah Dideflasi
commit to user
tahun 1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Jumlah Produksi Jagung dan Perkembangan Jumlah Produksi
Jagung, di Kabupaten Grobogan Pada Tahun 1993-2009
Sumber : Analisis Data Sekunder BPS Kabupaten Grobogan
Berdasarkan Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa Kabupaten Grobogan dapat menghasilkan jagung rata-rata 446.762,9 ton tiap tahun dalam kurun waktu 1993-2009. Jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 723.747 ton, sedangkan jumlah produksi terendah pada tahun 1994 sebesar 216.365 ton. Produksi jagung cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena para petani jagung selalu berupaya meningkatkan kualitas budidaya pada tanaman jagung dengan cara penggunaan bibit jagung hibrida unggul, penggunaan pupuk berimbang berupa tepat dosis pupuk, macam pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung, waktu pemberian dan cara pemberian yang tepat, serta pemeliharaan yang baik sehingga mempengaruhi jumlah produksi jagung yang semakin meningkat dengan kualitas yang baik. Hal ini menjadi alasan mengapa jagung dapat
Tahun
Jumlah Produksi
Jagung
(ton)
Perkembangan Jumlah Produksi
(ton)
(%)
1993
285.716
1994
216.365
-69.351 24,27
1995
409.697
193.332 89,35
1996
368.454
-41.243 -10,07
1997
243.389
-125.065 -33,94
1998
384.311
140.992 57,93
1999
341.184
-43.127 -11,22
2000
460.912
119.728 35,09
2001
461.085
173 0,04
2002
301.662
-159.423 -34,58
2003
612.661
310.992 103,09
2004
483.560
-129.101 -21,07
2005
653.742
170.182 35,19
2006
424.117
-229.625 -35,12
2007
518.676
94.559 22,30
2008
723.747
205.071 39,54
2009
705.691
-18.056 -2,45
Jumlah
7.594.969
420.038 157,25
Rata-rata
446.762,9
24.708,12 12,09
commit to user
Perkembangan jumlah produksi jagung di Kabupaten Grobogan dapat dilihat melalui grafik pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Grafik Perkembangan Jumlah Produksi Jagung di Kabupaten Grobogan Pada Tahun 1993-2009 Gambar 5.2. menunjukan bahwa perkembangan jumlah produksi
jagung di Kabupaten Grobogan mengalami fluktuasi. Jumlah produksi tersebut berkembang rata-rata 24.708,12 ton per tahun atau sebesar 12,09%. Perkembangan jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 30,97% dari tahun 2002. Peningkatan jumlah produksi jagung ini dikarenakan para petani dipengaruhi oleh harga yang terus meningkat pula tiap tahunnya. Harga jagung yang meningkat mempengaruhi petani untuk meningkatkan pula produksi jagung mereka dengan harapan harga akan semakin meningkat maka keuntungan juga akan semakin meningkat. Kecenderungan ini dapat disebabkan karena produsen menduga bahwa harga pada periode berikutnya sama dengan harga sekarang, sehingga petani membuat rencana produksi yang didasarkan pada hal tersebut.
Selain itu peningkatan produksi tiap tahunnya terjadi karena adanya suatu program pemerintah untuk tetap menjadikan jagung menjadi salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Grobogan sehingga mempengaruhi petani untuk meningkatkan jumlah produksi jagung mereka. Sedangkan perkembangan terendah terjadi penurunan jumlah produksi pada tahun 2006 yaitu sebesar -35,12%. Penurunan tersebut terjadinya karena
Jumlah Produksi
commit to user
pada tahun 2006. Luas areal panen yang kecil akan bepengaruh terhadap produksi yang dihasilkan oleh petani.
3. Luas Areal Panen Jagung
Luas areal panen dapat berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi jagung. Adapun luas areal panen jagung di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Perkembangan Luas Areal Panen Jagung di Kabupaten
Grobogan Pada Tahun 1993-2009
Sumber : Analisis Data Sekunder BPS Kabupaten Grobogan
Berdasarkan Tabel 5.3. dapat diketahui bahwa luas areal panen jagung tertinggi di Kabupaten Grobogan terjadi pada tahun 2008 sebesar 133.137 ha, sedangkan luas areal panen terendah terjadi pada tahun 2002
sebesar 66154 ha. Pada tahun 1997 terjadi penurunan perkembangan luas areal panen jagung yang cukup besar yaitu sebesar 35,16% atau berkurang seluas 36.134 ha dari tahun 2001. Penurunan ini disebabkan minimnya perawatan jagung oleh petani karena dirasa jagung dapat
Tahun
Luas Areal Panen (ha)
Perkembangan Luas Areal Panen
(ha)
(%)
1993
99.511
1994
73.115
-26.396
26,53
1995
135.683
62.568
85,57
1996
102.775
-32.908
-24,25
1997
66.641
-36.134
-35,16
1998
109.806
43.165
64,77
1999
81.841
-27.965
-25,47
2000
108.001
26.160
31,96
2001
102.010
-5.991
-5,55
2002
66.154
-35.856
-35,15
2003
111.596
45.442
68,69
2004
94.243
-17.353
-15,55
2005
120.151
25.908
27,49
2006
86.305
-33.846
-28,17
2007
105.297
18.992
22,01
2008
133.137
27.840
26,44
2009
132.302
-835
-0,63
Jumlah
1.728.568
32.791
95,68
Rata-rata
101.680,47
1.928,88
6,83
commit to user
peningkatan perkembangan luas areal panen sebesar 68,69% dari tahun sebelumnya atau seluas 45.442 ha. Adapun grafik perkembangan luas areal panen jagung di Kabupaten Grobogan pada tahun 1994-2009 dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik Perkembangan Luas Areal Panen Jagung di Kabupaten Grobogan Pada Tahun 1993-2009
Dari Gambar 5.3. dapat dilihat bahwa perkembangan luas areal panen jagung di Kabupaten Grobogan cukup fluktuatif. Naik turunnya luas areal panen jagung di Kabupaten Grobogan dipengaruhi oleh pertimbangan petani dalam hal pembudidayaan jagung. Semakin meningkatnya harga jagung akan mempengaruhi petani untuk menambah hasil produksinya melalui peningkatan luas panen mereka. Peningkatan luas areal panen dapat dilakukan dengan penggunaan input yang berkulitas dan melakukan program intensifikasi pertanian mulai tahap budidaya hingga pasca panen.
Petani akan meningkatkan luas areal panen mereka dengan harapan produksi yang dihasilkan juga semakin meningkat sehingga keuntungan yang diperoleh juga meningkat. Namun, apabila budidaya jagung dirasa tidak memberikan keuntungan yang cukup besar maka petani akan cenderung mengurangi luas areal panennya salah satunya dengan pengurangan penggunaan input dalam budidaya jagung.
Luas Areal Panen
commit to user
Kabupaten Gobogan sudah menyadari bahwa usahatani jagung mempunyai prospek perekonomian yang baik, serta didukung dengan kondisi alam Kabupaten yang cocok untuk pertumbuhan jagung. Apalagi beberapa tahun terahir permintaan jagung tidak hanya untuk konsumen dalam Kabupaten Grobogan saja melainkan konsumen di luar Kabupaten Grobogan seperti Semarang dan Sragen sehingga permintaanya cenderung tinggi. Keadaan ini meyebabkan banyak petani mulai meningkatkan luas panen jagung mereka.
4. Harga Pupuk Urea
Produksi jagung dapat dipengaruhi salah satunya oleh penggunaan input dalam budidayanya. Salah satu input yang diinginkan yaitu pupuk sebagai unsur tambahan bagi pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil panen yang maksimal. Pemberian pupuk selain dapat meningkatkan hasil panen jagung secara kuantitatif juga dapat meningkatkan kualitas hasilnya. Penyerapan unsur hara oleh tanaman jagung relatif lambat pada awal pertumbuhan, kemudian meningkat setelah tanaman jagung tumbuh dan berkembang. Persediaan unsur hara yang cukup pada fase pertumbuhan merupakan syarat utama untuk pertumbuhan yang baik.
Pupuk yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah pupuk urea. Pupuk urea digunakan sebagai variabel input untuk produksi jagung di Kabupaten Grobogan karena penggunaannya lebih besar daripada pupuk anorganik lainnya seperti SP36 dan NPK. Kandungan hara nitrogen (N) dalam urea merupakan faktor yang menentukan dalam usaha peningkatan produksi. Unsur nitrogen berperan dalam perkembangbiakan fase vegetatif dan juga fase generatif tanaman jagung meliputi peningkatan pertumbuhan akar dan batang yang kuat, daun yang hijau, peningkatan jumlah anakan, pertumbuhan tongkol dan biji jagung. Selain itu kandunan nitrogen dalam urea juga berguna dalam meningkatkan kandungan protein dalam tanaman. Penambahan unusur hara yang lain seperti fosfat (P) dan kalium (K) bersama-sama dengan
commit to user
pupuk urea di Kabupaten Grobogan selama tahun 1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Perkembangan Harga Pupuk Urea di Kabupaten Grobogan
Pada Tahun 1993-2009
Tahun
Harga Sebelum Dideflasi
(Rp/Kg)
IHK (1996=100)
Harga Setelah Dideflasi
(Rp/Kg)
Perkembangan Harga Dideflasi
(Rp/Kg) (%)
Sumber : Analisis Data Sekunder DISPERINDAGTAM Kab.Grobogan Berdasarkan Tabel 5.4. dapat diketahui bahwa rata-rata harga pupuk urea setelah dideflasi di Kabupaten Grobogan tahun 1993-2009 sebesar Rp. 597,30 per kilogram. Harga pupuk urea setelah dideflasi tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar Rp. 807,36 per kilogram. Sedangkan harga pupuk urea setelah terdefalsi terendah pada tahun 1993 sebesar Rp. 429,21 per kilogram. Adapun grafik perkembangan harga pupuk urea di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Gambar 5.4.
commit to user
Gambar 5.4. Grafik Perkembangan Harga Pupuk Urea di Kabupaten Grobogan Pada Tahun 1993-2009
Dari Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan perkembangan harga pupuk urea sebelum dan setelah dideflasi. Harga pupuk urea sebelum dideflasi berkisar antara Rp. 325 - Rp. 1.400 per kilogram. Sedangkan harga pupuk urea setelah dideflasi berkisar antara Rp. 429,21 - Rp. 807,36 per kilogram. Rata-rata perkembangan harga pupuk urea sebesar 2,67% atau Rp 8,71 per kilogram per tahun. Perkembangan harga pupuk urea dideflasi tertinggi pada tahun 2000 sebesar 41,38%. Peningkatan harga pupuk urea tiap tahunnya terjadi kaitannya dengan berkurangnya jumlah subsidi pupuk yang disediakan oleh pemerintah dalam APBN di tahun yang bersangkutan. Peningkatan luas areal panen setiap tahun menyebabkan kebutuhan pupuk urea juga semakin bertambah sehingga dana subsidi yang disediakan oleh pemerintah cenderung berkurang, kondisi berpengaruh terhadap naiknya harga pupuk urea di tingkat petani. Selain itu adanya spekulasi dari penyalur dan pengecer pupuk untuk menimbun pupuk dan memasarkannya ke Kabupaten lain sehingga menyebabkan kelangkaan yang berakibat pada naiknya harga pupuk. Meningkatnya harga pupuk juga dipengaruhi oleh naiknya biaya produksi dan harga bahan baku pupuk itu sendiri. Seperti misalnya gas alam untuk pembuatan pupuk urea.
Harga Pupuk Urea Sebelum Dideflasi
Harga Pupuk Urea Setelah Dideflasi
commit to user
Tinggi rendahnya curah hujan di suatu daerah akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Begitu pula pada tanaman jagung di Kabupaten Grobogan. Berikut rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Grobogan pada tahun 1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.5 Rata-rata Jumlah Curah Hujan di Kabupaten Grobogan Pada
Tahun 1993-2009
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan Berdasarkan Tabel 5.5. dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah curah hujan tertinggi di Kabupaten Grobogan dari 1993-2009 terjadi pada tahun 2000 sebesar 2.064 mm/tahun. Sedangkan rata-rata jumlah curah hujan terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 1.218 mm/tahun. Adapun perkembangan rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Grobogan tiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Tahun
Rata-rata Curah Hujan (mm/tahun)
1993
1.850
1994
1.277
1995
1.866
1996
1.781
1997
1.218
1998
2.011
1999
1.924
2000
2.064
2001
1.730
2002
1484
2003
1.495
2004
1.838
2005
1.716
2006
1.726
2007
1.726
2008
1.805
2009
1.700
commit to user
Gambar 5.5 Grafik Perkembangan Rata-rata Jumlah Curah Hujan di Kabupaten Grobogan Pada Tahun 1993-2009 Dari Gambar 5.5. dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan di
Kabupaten Grobogan pada tahun 1993-2009 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Besarnya rata-rata curah hujan berkisar antara 1.218-2.064 mm/tahun. Kondisi ini cocok untuk budidaya jagung dimana curah hujan normal untuk budidaya jagung adalah sekitar 250mm/tahun sampai 2000mm/tahun, dan yang paling penting adalah distribusinya pada setiap tahap pertumbuhan (Warisno, 2009:31). Distribusi yang kurang pada tahap pertumbuhan akan mempengaruhi jagung yang dihasilkan.
Tingkat curah hujan di Kabupaten Grobogan dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi Kabupaten Grobogan dimana Kabupaten Grobogan termasuk dalam tipe iklim D yang bersifat 1 s/d 6 Bulan kering dan 1 s/d 6 Bulan Basah dengan suhu minimum 26ºC. Daerah Kabupaten Grobogan pada umumnya berhawa panas di mana udara dataran rendah berkisar antara 25°C - 30°C. Kondisi ini cocok untuk budidaya tanaman jagung dimana suhu yang dikehendaki tanaman jagung adalah antara 21ºC-30ºC. Akan tetapi, suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah antara 23ºC - 27ºC (Warisno, 2009:30).
rata-rata curah hujan
commit to user
Penelitian ini dengan menggunakan data time series selama kurun waktu 17 tahun yaitu dari tahun 1993 sampai 2009. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan adalah harga jagung pada tahun sebelumnya, jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun tanam, harga urea pada tahun tanam dan rata-rata jumlah curah hujan pada tahun tanam, yang dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Rekapitulasi Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
Tahun
Q t P t-1 Q t-1 A t P ureat W t 1993
Sumber : Diolah Dari Lampiran 1 Berdasarkan hasil analisis data, maka diperoleh model fungsi penawaran jagung di Kabupaten Grobogan sebagai berikut : t Q = -114341.251 + 441.379 P t-1 + 0.111 Q t-1 + 5.208 A t - 97.910 Pu t -122.999 W t
Keterangan :
A t : Penawaran jagung pada tahun t (Ha) P t-1 : Harga jagung pada tahun sebelumnya (Rp/kilogram) Q t-1 : Jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya (Ton)
A t : Luas areal panen jagung pada tahun tanam (Ha) P Ut : Harga pupuk urea pada tahun t (Rp/kilogram) W t : Rata-rata jumlah curah hujan pada tahun t (mm/tahun)
commit to user
a. Uji R 2 Adjusted ( 2 )
R 2 Adjusted ( 2 ) digunakan untuk mengetahui besarnya proporsi variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel-varabel
tak bebasnya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai ( 2 ) sebesar 0,886. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sebesar 88,6% penawaran
jagung di Kabupaten Grobogan dapat dijelaskan oleh variabel harga jagung pada tahun sebelumnya, jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun tanam, harga urea pada tahun tanam dan rata-rata jumlah curah hujan pada tahun tanam sedangkan sisanya sekitar 11,4% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
b. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Hasil uji F disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Analisis Varian Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Penawaran Jagung di Kabupaten Grobogan
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F Sig
Regression Residual Total
Sumber : Analisis Data Keterangan:
: signifikan pada tingkat kepercayaan 90% ** : signifikan pada tingkat kepercayaan 95% *** : signifikan pada tingkat kepercayaan 99%
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 25,833. Pada tingkat kepercayaan 99%, nilai signifikasi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,01. Hal ini menunjukan bahwa semua variabel yang diamati yaitu harga jagung pada tahun sebelumnya, jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun tanam, harga urea pada tahun tanam dan rata-rata jumlah curah hujan pada tahun tanam secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
commit to user
hipotesis pertama bahwa harga jagung pada tahun sebelumnya, jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun tanam, harga pupuk urea pada tahun tanam dan rata-rata curah hujan pada tahun tanam secara bersama-sama mempengaruhi penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
c. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Pengaruh Masing-masing Varibel Bebas Terhadap Penawaran
Jagung di Kabupaten Grobogan
Model
Koefisisen Regresi
t hitung Sig
Konstanta Harga Jagung Pada Tahun Sebelumnya (P t-1 ) Jumlah Produksi Jagung Pada Tahun Sebelumnya (Q t-1 ) Luas Areal Panen Jagung Pada Tahun Tanam (A t ) Harga Pupuk Urea Pada Tahun Tanam (Pu t ) Rata-rata Jumlah Curah Hujan Pada Tahun Tanam (W t )
5,208 -97,910 -122,999
Sumber : Analisis Data Keterangan:
: signifikan pada tingkat kepercayaan 90%
**
: signifikan pada tingkat kepercayaan 95% *** : signifikan pada tingkat kepercayaan 99%
ns : tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa harga jagung tahun sebelumnya, luas areal panen jagung pada tahun tanam dan rata-rata curah hujan pada tahun tanam berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan pada tingkat kepercayaan 90%. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari nilai α yang digunakan. Nilai α yang digunakan adalah 0,1. Hasil nilai
commit to user
panen pada tahun tanam sebesar 0,000 dan rata-rata curah hujan pada tahun tanam sebesar 0,093. Sedangkan jumlah produksi pada tahun sebelumnya dan harga pupuk urea pada tahun tanam tidak memberikan pengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan karena hasil nilai signifikansi keduanya lebih besar dari α sebesar 0,10 pada tingkat kepercayaan 90%. Pada tingkat kepercayaan 95% variabel yang signifikan yaitu varibel harga jagung pada tahun sebelumnya sedangkan pada tingkat kepercayaan 99% varibel yang signifikan yaitu varibel curah hujan pada tahun tanam.
d. Variabel Bebas yang Paling Berpengaruh Nilai standar koefisien regresi menunjukan variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Semakin besar nilai koefisien regresi, maka semakin besar pula pengaruh variabel bebas tersebut terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Tabel 5.9 Nilai Standar Koefisisen Regresi Variabel yang Berpengaruh
Terhadap Penawaran Jagung di Kabupaten Grobogan
Variabel
Standar Koefisien Regresi
Peringkat
Luas Areal Panen Jagung Pada Tahun Tanam (A t ) Harga Jagung Pada Tahun Sebelumnya (P t-1 ) Rata-rata Jumlah Curah Hujan Pada Tahun Tanam (W t )
3 Sumber : Analisis Data
Berdasarkan Tabel 5.9 diatas menunjukan bahwa luas areal panen pada tahun tanam memiliki nilai koefisien regresi tertinggi yaitu sebesar 0,73. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel luas areal panen pada tahun tanam merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Nilai koefisien regresi sebesar 0,73 satuan menunjukan bahwa pengaruh yang diberikan positif, dimana setiap penambahan 1 satuan luas panen jagung pada tahun tanam di
commit to user
Grobogan sebesar 0,73 satuan. Harga jagung pada tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap penawaran jagung pada peringkat kedua dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,55 satuan kemudian nilai curah hujan pada urutan ketiga dengan nilai -0,184 satuan.
Penjelasan mengenai pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Harga Jagung Pada Tahun Sebelumnya
Pada tingkat kepercayaan 95%, nilai signifikansi harga jagung pada tahun sebelumnya lebih kecil dari α (0,005<0,05) yang berarti
H 0 ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel harga jagung pada tahun sebelumnya secara individu berpengaruh nyata dan mempunyai hubungan positif terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Nilai koefisien regresi sebesar 441,38 menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga jagung sebesar 1 Rp/Kg maka akan meningkatkan produksi jagung sebesar 441,38 ton. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel harga berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Apabila harga jagung tinggi maka jumlah jagung yang akan ditawarkan juga akan meningkat seiring dengan naiknya harga jagung.
Hal ini sesuai dengan teori Cobweb, menurut Sudiyono (2002:54) dalam teori ini adanya anggapan kaitan antara jumlah yang diproduksi dipengaruhi oleh harga yang diharapkan. Harga yang tinggi akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi dan penawarannya. Jumlah penawaran yang besar menyebabkan harga turun (jatuh), selanjutnya harga rendah diikuti penawaran yang rendah dan seterusnya.
Hasil ini selain sesuai dengan teori Cobweb juga sesuai dengan hukum penawaran. Menurut Boediono (2002:44) hukum
commit to user
semakin banyak jumlah barang tersebut yang ditawarkan dipasar. Harga tinggi akan mendorong petani meningkatkan produksinya dengan harapan harga pada panen yang akan datang setinggi harga yang dihadapi sekarang, sehingga kuantitas jagung yang dijual meningkat dan akhirnya penawaran jagung juga meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian ini berlaku teori Cobweb dan hukum penawaran dimana harga yang tinggi akan mendorong petani jagung di Kabupaten Grobogan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan dengan harapan kuantitas yang tinggi dapat memberikan keuntungan yang tinggi pula sedangkan semakin meningkatnya kualitas akan semakin meningkatkan permintaan jagung berkualitas dilihat dari bentuk biji dan kadar air pada jagung. Bentuk jagung yang rusak dan semakin tingginya kadar air dalam jagung mengakibatkan harga jagung juga akan semakin rendah.
Para petani di Kabupaten Grobogan lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jagung apabila harga jagung tinggi. Terlebih lagi semakin banyak permintaan jagung dari produsen agroindustri yang berbahan baku jagung di sekitar Kabupaten Grobogan seperti Pabrik pakan ternak Rosary Feed di Kecamatan Wirosari, Pabrik pakan ternak COMFEED di Kecamatan Godong, perusahaan emping jagung UPPKS Mekar Abadi di Kecamatan Klambu dan banyak pedagang pengumpul yang kemudian menyalurkan hasil jagungnya ke wilayah-wilayah lain diluar kabupaten Grobogan seperti Semarang dan Sragen. Hal ini juga mendorong para petani jagung karena adanya suatu jaminan pasar jagung dengan harga tinggi untuk para petani.
commit to user
Berdasarkan hasil uji t, nilai signifikansi jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya lebih besar dari α (0,355>0,1) yang berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
Jumlah produksi jagung pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh terhadap jumlah jagung yang ditawarakan di Kabupaten Grobogan. Hal ini dikarenakan berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa perkembangan jagung dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Penurunan yang terjadi tidak terlalu besar sehinga kecenderungan tersebut membuat para petani jagung terus berupaya membudidayakan jagung walaupun terjadi penurunan produksi jagung di tahun sebelumnya dengan harapan harga jagung terus mengalami peningkatan sehingga lebih menguntungkan.
Selain itu, produksi tahun sebelumnya tidak berpengaruh karena petani akan mengolah lahannya sesuai dengan pola tanam disana apakah padi-padi-palawija pada lahan irigasi teknis, palawija- padi-palawija pada lahan sawah tadah hujan atau palawija-palawija- palawija pada lahan hutan. Jadi apabila petani tidak mengolah lahan yang dimiliki maka pendapatan petani akan menurun. Oleh sebab itu petani akan mengolah lahan yang dimiliki untuk budidaya jagung dengan tujuan memperoleh pendapatan.
Penurunan produksi jagung pada tahun sebelumnya cenderung akan mendorong petani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi jagung berikutnya dengan cara antara lain menggunakan benih jagung yang berkualitas dan perlakuan budidaya jagung yang lebih intensif seperti peningkatan unsur hara tanaman dengan menggunakan pupuk sesuai dosis, pengairan cukup saat pertumbuhan vegetatif dan pencegahan berkembangnya hama dan penyakit pada
commit to user
harapan perlakuan tersebut akan meningkatkan produksi jagung yang dihasilkan.
3. Luas Areal Panen Pada Tahun Tanam
Berdasarkan hasil uji t, pada tingkat kepercayaan 99%, nilai signifikansi luas areal panen pada tahun tanam lebih besar dari nilai α (0,000<0,10). Hal ini berarti H 0 ditolak dan H 1 diterima, artinya variabel luas areal panen pada tahun tanam secara individu berpengaruh nyata dan mempunyai hubungan positif terhadap terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Artinya jika terjadi peningkatan luas areal panen jagung tahun tanam maka akan meningkatkan penawaran jagung pada tahun tanam. Berdasarkan nilai koefisien regresi didapat hasil bahwa luas areal panen pada tahun tanam merupakan variabel yang dominan dalam penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
Semakin meningkatnya luas areal panen akan berpengaruh terhadap meningkatnya produksi jagung. Salah satu upaya para petani untuk meningkatkan jumlah yang ditawarkan yaitu dengan cara ekstensifikasi/perluasan luas areal yang ditanami jagung apabila mungkin untuk dilakukan, pemakaian input berupa benih yang unggul yaitu P21, BISI dan DKLB dan perlakuan budidaya yang intensif sehingga luas panen juga dapat meningkat. Upaya peningkatan luas areal panen dengan perlakuan budidaya yang intensif berupa pemeliharaan tanaman dengan pembersihan gulma untuk mengurangi persaingan penyerapan hara bagi tanaman, penggunaan pupuk berimbang berupa ketepatan dosis pupuk, macam pupuk, waktu pemberian dan cara pemberian yang tepat serta pemberantasan hama penyakit.
Selain budidaya yang intensif, dilakukan pula upaya rehabilitasi lahan dengan cara perbaikan kesuburan lahan masam dengan pemberian kapur. Kegiatan tesebut diharapkan dapat
commit to user
juga akan mengalami peningkatan. Diversifikasi komoditas jagung melalui penggantian tanaman lain ke tanaman jagung dan tumpang sari jagung dengan kedelai juga dilakukan petani untuk meningkatkan luas areal panen jagung mereka.
Apabila petani mengurangi luas areal panen jagung maka jumlah yang ditawarkan juga akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya jumlah produksi sehingga akan berpengaruh terhadap menurunnya penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
4. Harga Pupuk Urea Pada Tahun Tanam
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 90%, nilai signifikansi harga pupuk urea pada tahun tanam lebih besar dari nilai α (0,617>0,10). Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya variabel harga pupuk urea pada tahun tanam secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga pupuk urea pada tahun tanam secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
Menurut Soekartawi (1993:149), besar kecilnya harga input juga akan mempengaruhi besar kecilnya input yang dipakai. Namun, pada kenyataannya penggunaan pupuk untuk budidaya jagung oleh para petani di Kabupaten Grobogan tidak terlalu dipengaruhi oleh kenaikan maupun penurunan harga pupuk urea. Hal tersebut dikarenakan pemupukan untuk tanaman jagung dibatasi oleh waktu yang tepat yaitu pemberian pupuk bersamaan dengan waktu tanam (pupuk dasar), setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam (pupuk susulan I) dan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar (pupuk susulan II). Hal ini bertujuan agar diperoleh produksi jagung yang optimal antara 11-15
commit to user
Kabupaten Grobogan untuk meningkatkan hasil panen mereka, sehingga mereka cenderung akan mencari pupuk urea untuk usahatani mereka sesuai dengan harga yang terjadi. Petani tidak kemudian meningkatkan penggunaan pupuk saat harga murah ataupun menguranginya pada saat harga meningkat sehingga berpengaruh terhadap
jumlah yang
ditawarkan karena penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Selama pupuk urea tersedia di pasar petani tetap akan menggunakan pupuk urea untuk produksinya. Sehingga harga pupuk pada tahun tanam tidak berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
5. Rata-rata Curah Hujan Pada Tahun Tanam
Berdasarkan hasil penelitian dnegan menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 90%, nilai signifikansi rata-rata curah hujan pada tahun tanam lebih be sar dari nilai α (0,093>0,10). Hal ini berarti
H 0 ditolak dan H 1 diterima, artinya variabel rata-rata curah hujan pada tahun tanam secara individu berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
Menurut Warisno (2009:31), hujan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit merupakan faktor penghambat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Hujan yang terlalu banyak jatuh menyebabkan air yang diterima oleh tanaman juga semain besar. Pengairan yang terlalu banyak pada saat pertumbuhan tanaman dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif seperi pertumbuhan batang dan daun yang panjang sehingga umur tanaman menjadi bertambah panjang. Hujan yang banyak jatuh sebelum berbunga mengakibatkan banyak tumbuh anakan yang tidak produktif. Hujan yang banyak jatuh pada saat berbunga akan berakibat tongkol jagung terbuka/tidak tertutup oleh kelobotnya. Sedangkan hujan yang banyak jatuh pada
commit to user
menurunkan kualitas hasil panen.
Bila hujan sangat kurang dan keadaan ini berlangsung agak lama, akan menyebabkan biji jagung mengkerut, daun-daun jagung menggulung ke atas, mengering dan akhirnya mati. Hujan yang sangat kurang, pada saat keluar malai dan rambut pada tongkol, dapat menyebabkan gagalnya penyerbukan dan merusak daun. Hujan yang kurang pada saat pemasakan biji mengakibatkan pembuahan yang terjadi sedikit sehingga pengisian biji tidak sempurna dan jagung menjadi ompong.
Dengan rendahnya kualitas jagung yang dihasilkan maka akan mengakibatkan harga yang diterima petani rendah pula. Semakin rendah kulitas jagung maka harga yang ditawarkan juga semakin rendah. Dengan harga yang semakin rendah maka produksi yang akan dihasilkan juga semakin berkurang kaitannya dengan harga jagung. Sehingga curah hujan mempengaruhi kualitas produksi jagung yang nantinya berpengaruh tingkat harga sehingga bepengaruh pula terhadap jumlah jagung di Kabupaten Grobogan.
2. Pengujian Asumsi Klasik
a. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi apabila nilai Matrik Pearson Correlation lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa diantara variabel-variabel bebas yang diteliti terjadi multikolinearitas Berdasarkan nilai Matrik Pearson Correlation pada lampiran 2 dapat diketahui bahwa korelasi antar variabel bebas tidak ada yang bernilai lebih besar dari 0,8. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel bebas yang mempengaruhi penawaran jagung di Kabupaten Grobogan.
commit to user
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan statistik d-Durbin Watson dan dari hasil analisis pada lampiran 2 diperoleh nilai d sebesar 1,716. Karena nilai d yang diperoleh terletak pada 1,65<DW<2,35 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan diagram scatterplot. Dari hasil analisis diketahui bahwa titik-titik yang ada dalam diagram menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang berarti tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama atau terjadi homoskedastisitas.
3. Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran mengukur tanggapan jumlah yang ditawarkan terhadap perubahan salah satu dari berbagai variabel yang mempengaruhinya (Lipsey, 1995:92). Selain harga, dalam penelitian ini juga ingin diketahui pengaruh elastisitas penawaran terhadap variabel yang mempengaruhinya secara signifikan.
Dalam penelitian ini elatisitas yang dikaji yaitu berupa elatisitas jangka pendek dan elaististas jangka panjang. Hal ini berhubungan erat dengan pengaturan kembali dalam penyaluran sumber-sumber ekonomi yang dikuasai oleh petani. Dalam jangka pendek petani tidak dapat menambah kapasitas produksi. Petani hanya dapat menaikkan produksi dengan kapasitas yang tersedia dengan menggunakan faktor-faktor yang dimiliki secara lebih intensif. Tetapi dalam jangka panjang petani dapat menambah produksi dan jumlah komoditi yang ditawarkan dengan melakukan penyesuaian faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap usahataninya.
commit to user
koefisien regresi variabel bebas dengan hasil bagi antara nilai rata-rata variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Dalam jangka panjang dapat dilakukan penyesuaian sebagai akibat perubahan variabel-variabel yang digunakan sehingga untuk mengetahui elastisitas jangka panjang digunakan koefisien penyesuaian unutk mengetahui nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas jangka panjang merupakan nilai elastisitas jangka pendek
setelah dibagi dengan 1 – b 2 Q t-1 (koefisien penyesuaian parsial untuk produksi jagung) sebesar 0,889. Nilai elastisitas variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penawaran jagung di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 5.10. dengan kriteria nilai untuk elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang yaitu E < 1 menunjukkan inelastis, yang berarti setiap perubahan variabel bebas X sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan jumlah penawaran jagung kurang dari 1 persen dan E > 1 menunjukkan elastis, yang berarti setiap perubahan variabel bebas X sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan jumlah penawaran jagung lebih dari 1 persen.
Tabel 5.10. Elastisitas Penawaran Jagung Dalam Jangka Pendek dan
Jangka Panjang di Kabupaten Grobogan