1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai suatu kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan antar negara-negara. Definisi tradisional ini
dapat dijumpai dalam sebagian besar karya standar hukum internasional yang lebih tua usianya, tetapi mengingat perkembangan-perkembangan yang terjadi,
definisi tersebut tidak dapat bertahan sebagai suatu deskripsi komprehensif mengenai semua kaidah yang saat ini diakui merupakan bagian dari hukum
internasional. Perkembangan-perkembangan yang penting, salah satunya adalah
pembentukan sejumlah lembaga-lembaga atau organisasi internasional, yang dipandang memiliki personalitas hukum internasional dan mampu menjalin
hubungan satu sama lain dan dengan negara-negara.
1
Organisasi internasional
2
atau dapat didefinisikan lembaga-lembaga internasional International Institution
3.
, timbulnya hubungan internasional
ini pada lembaga-lembaga internasional tersebut, secara umum pada hakekatnya
merupakan proses perkembangan hubungan antar negara-negara, karena kepentingan banyak negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara.
1
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Medan: Sinar Grafika, 1989,hlm 4
2
Sumaryono Suryokusumo, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta; PT. Tatanusa, 2007, hlm 1. Organisasi Internasional merupakan suatu persekutuan negara-negara yang dibentuk
dengan persetujuan antara para anggotanya dan mempunyai suatu sistem yang tetap atau perangkat badan-badan yang tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan cara
mengadakan kerjasama antara para anggotanya.
3
Organisasi Internasional dalam pengertian luas oleh J.G.Starke dan D.W. Bowett disebut lembaga-lembaga internasional.
Universitas Sumatera Utara
2
Dalam membentuk lembaga internasional, negara-negara melalui organisasi tersebut akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama
dan kepentingan ini menyangkut kepentingan banyak negara. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan peraturan
internasional International Regulation atau perjanjian internasional International Agreement agar kepentingan masing-masing negara dapat
terjamin.
4
Peraturan dan perjanjian internasional inilah yang nantinya digunakan sebagai sumber hukum mengikat bagi setiap negara-negara peserta.
Perjanjian internasional
5
, kerap digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen politik untuk kepentingan nasional. Belum lagi perjanjian
internasional kerap dimanfaatkan untuk mengintervensi kedaulatan hukum suatu negara sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional
dapat dipastikan bahwa hukum suatu negara seragam dalam derajat tertentu dengan hukum negara lain.
6
Sumber hukum seperti peraturan dan perjanjian internasional ini yang digunakan organisasi internasional sebagai sekumpulan tatanan norma-norma
berisikan kesepakatan dan ketentuan-ketentuan yang yang diakui negara-negara dan organisasi internasional sebagai subyeknya. Organisasi-organisasi
4
Hasnil Basri Sregar, Hukum Organisasi Internasional, Medan, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat FH USU, 1994, hlm 3.
5
Pengaturan mengenai perjanjian internasional terdapat dalam Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 The Vienna Convention on The Law of Treaties of 1969. Pengertian
perjanjian termuat dalam Pasal 2 1.”treaty’ means an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single
instrument or in two or more related instrument and whatever its particular designation..”
6
Ketika suatu negara telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut, negara tersebut berkewajiban untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasionalnya. Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi tersebut kemmudian menjadi bagian dari hukum nasional negara tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3
internasional yang terbentuk mempunyai banyak persamaan karena dipengaruhi oleh faktor politik dalam hubungan internasional yang kesemuanya ini banyak
perkembangan yang sejalan dengan organisasi internasional.
7
Apabila ditinjau dari segi filosofis, perbandingan tema-tema pokok perdamaian dari berbagai organisasi internasional serta tema-tema lainnya yang
dianut dan falsafah yang mendasari pembentuknya organisasi internasional tersebut.
8
Dalam lingkup regional, atas dasar pengalaman sejarah dan tantangan yang dihadapi, negara-negara di Asia Tenggara dalam usaha menciptakan
stabilitas dan suasana hidup bertetangga baik dikawasannya, telah sepakat untuk menciptakan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, netral dari
pertentangan negara-negara besar. Negara-negara tersebut juga telah menyetujui pembentukan suatu mekanisme untuk menyelesaikan perselesihan antar negara-
negara sekawasan ini secara damai.
9
Negara-negara Kawasan Asia Tenggara yang didukung secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis. Namun, berbagai konflik
kepentingan yang menyebabkan konfrontasi sering terjadi diantara negara-negara sekawasan ini. Oleh karena hal-hal tersebut, untuk mengantisipasi konfrontasi
atau konflik yang akan terjadi serta ancaman-ancaman internal maupun eksternal, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlu dibentuknya suatu organisasi
sebagai wadah kerjasama untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang mungkin akan terjadi di masa yang akan dating, dan juga dengan tujuan sebagai
7
Ibid, hlm 4.
8
Ibid, hlm 5.
9
Ibid hlm 6.
Universitas Sumatera Utara
4
sarana untuk meningkatkan kerja sama bilateral maupun regional serta pembangunan sekawasan negara-negara se-Asia Tenggara.
Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama
regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan, seperti Association of Southeast Asia ASA, Malaysia, Philipina, Indonesia MAPHILINDO,
Southeast East Asian Ministers of Education Organization SEAMEO, Southeast East Asia Treaty Organization SEATO dan Asia and Pasific
Council ASPAC. Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan.
10
Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut telah mendorong untuk membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka lima
Menteri Luar Negeri yang berasal dan Indonesia, Malaysia, Singapura, Fhilipina dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang
menghasilkan rancangan Join Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan
tersebut, maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi Bangkok oleh Wakil
Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Fhilipina, Singapura dan Thailand. Brunnei
Darussalam kemudian bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada
10
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, 2010, hlm 2.
Universitas Sumatera Utara
5
tanggal 28 Juli 1995, Laos PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999.
11
Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Association of Sout East Asian Nation ASEAN. Masa awal
pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya confidence building, serta
mendorong kerjasama pembangunan kawasan antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum
bersifat integratif. ASEAN sebagai organisasi regional
12
, bertujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta mengembangkan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan
dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai, meningkatkan perdamaian dan
stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negaranegara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-
prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa.
13
11
Ibid, hlm 3
12
Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Bandung; Alumni, 1991, hlm 121. Dalam bentuk organisasi internasional yang anggotanya merupakan sejumlah negara yang
berlokasi di suatu kawasan dunia tertentu dengan maksud dan tujuan melindungi dan memajukan kepentingan bersama.
13
Ibid, hlm 11.
Universitas Sumatera Utara
6
Banyak kerjasama yang telah dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam kurun waktu sejak awal pembentukannya sejak tahun 1967
14
hingga saat ini, mulai dari kerjasama dibidang keamanan, pendidikan, sosial hingga
kerjasama dibidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan, diawali dengan kesepakatan seperti
Industrial Project Plan 1976, Preferential Trading AreaPTA 1977, ASEAN Industrial Complement Scheme 1981, ASEAN Joint Venture Scheme 1981
dan Enhanched Preferential Trading Arrengement 1987.
15
Khusus dibidang ekonomi, kebijakan liberalisasi perdagangan di wilayah ASEAN telah banyak menyita perhatian para ahli hukum
internasional di kawasan ini, karena merupakan isu krusial yang berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kemakmuran negara-negara Asia
Tenggara itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih luas, perdagangan bebas diterapkan oleh
negara-negara dalam kerangka perjanjian WTO. Indonesia telah menjadi bagian GATT sejak tahun 1950 hingga menjadi WTO. Indonesia telah
meratifikasi WTO Agreement.
16
Dengan diundangkannya Undang- undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World
Trade Organization, akan membawa konsekuensi yang lebih besar terhadap
14
ASEAN merupakan sebuah bentuk kekuatan benua Asia karena menjadi salah satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat Asia Tenggar.
Dengan terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN dengan negara-negara lainnya.
15
Pendapat dari Joko Siswanto adalah Analis Ekonomi Muda Senior, Aditya Rachmanto adalah Analis Ekonomi Muda di Direktoral Internasional Bank Indonesia
16
WTO Agreement dan lampiran-lampirannya sebagai sumber hukum utama WTO yang berisi hanya 16 pasal dan menjelaskan secara lengkap fungsi-fungsi WTO, perangkatnya,
keanggotaanya, dan prosedur pengambilan keputusan. Terlampir juga 19 perjanjian internasional yang merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian dari WTO Agreement.
Universitas Sumatera Utara
7
peraturan perundangan nasional dibandingkan dengan keikutsertaan Indonesia dalam GATT sejak Februari 1950, termasuk dalam cara Indonesia menyelesaikan
sengketa dagangnya. Sebagai anggota WTO, praktis Indonesia terikat oleh seluruh annex perjanjian WTO Multilateral Trade Agreement yakni Annex 1,2
dan 3.
17
Perdebatan mengenai seberapa besar manfaat dan kerugian liberalisasi perdagangan jasa hingga kini masih terus berlangsung. Para pendukung
konsep ini berpendapat bahwa sebuah negara akan mendapat keuntungan dari liberalisasi perdagangan jasa melalui; peningkatan FDI Foreign Direct
Investment, Kesempatan kerja, berinvestasi di luar negeri dan juga dapat mendorong terpeliharanya perdamaian dunia.
18
Selain itu, liberalisasi perdagangan jasa juga bermanfaat untuk memenuhi supply penyedia jasa sesuai kebutuhan masyarakat yang
didukung dengan teknologi serta spesialisasi sumber daya berkualitas, dengan begitu dapat menstimulasi persaingan perdagangan jasa antar negara
dan dampak yang akan terjadi peningkatan volume perdagangan. Konsep ini juga dianggap akan semakin meningkatkan saling ketergantungan satu negara
dengan lainnya, sehingga dapat memperkuat serta memperluas perekonomian, meningkatkan kesejahteraan dalam negeri, dan mencapai pembangunan ekonomi
yang berkesinambunngan.
17
Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO, Bandung; PT Refika Aditama, 2006, hlm 8.
18
Basuki Antariksa, ”Pengaruh Liberalisasi perdagangan Jasa Terhadap Daya Saing Kepariwisataan Indonesia”, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Kebudayaan
dan Pariwisata, Makalah, 29 Juli, 2010, hlm 1. www.budpar.go.iduserfilesfile5654_1841- art2.pdf , diakses pada tanggal 18 November 2013.
Universitas Sumatera Utara
8
Liberalisasi perdagangan jasa dianggap sebagai prosedur baru bagi negara maju untuk menjajah negara sedang berkembang, dengan menunjukkan
bahwa tidak ada bukti yang absolut mengenai hubungan yang positif antara kebijakan liberalisasi perdagangan jasa dengan tingkat kemajuan sebuah negara.
Beberapa diantara mereka, seperti Dani Rodrik, Ha-Joon Chang, dan Martin Khor, juga menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan justru semakin meningkatkan
ketergantungan negara sedang berkembang kepada negara maju dan menghambat proses pembangunan.
19
Ide liberalisasi perdagangan jasa dikawasan negara-negara ASEAN itu sendiri bermula dari hasil pertemuan negara-negara ASEAN di Bangkok,
Thailand 1995. Yang kemudian melahirkan Asean Framework Agreement
on Service AFAS sebagai landasan dasar dari proses menuju liberalisasi perdagangan jasa di kawasan ASEAN. Dalam rangka meningkatkan daya saing
para penyedia sektor jasa di ASEAN melalui liberalisasi perdagangan bidang jasa, telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember
1995 di Bangkok, Thailand.
20
Tekad untuk mendorong proses liberalisasi sektor jasa sejalan dengan semakin pentingnya peran sektor tersebut dalam perekonomian negara-negara
ASEAN. Hal tersebut tercermin dalam sumbangan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto PDB dan perdagangan luar negeri ASEAN. Pada tahun 2004,
sumbangan sektor jasa terhadap perekonomian ASEAN mencapai 25-67 persen dari PDB. Bagi beberapa negara sumbangan sektor jasa bahkan lebih besar
19
Ibid, hlm 2.
20
Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Integrasi Ekonomi ASEAN dibidang Jasa, Jakarta,2009, hlm. 7
Universitas Sumatera Utara
9
dibandingkan sektor pertanian dan industri
21
. Sehingga perdagangan jasa dinilai memiliki peran strategis dalam perekonomian ASEAN. Sektor ini juga merupakan
sektor yang paling cepat pertumbuhannya di kawasan negara-negara ASEAN. Sedangkan berita perkembangan dari dalam negeri, menurut Menteri
Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat, sektor jasa menyumbangkan 45 persen dari total akun yang dimiliki oleh Indonesia. Sektor jasa juga menyumbangkan
angka 60 sampai 80 persen dalam mengurangi kemiskinan Indonesia. Ini karena jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor jasa berjumlah 50 persen
dari jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh Indonesia.
22
Gambaran diatas merupakan situasi singkat mengenai perkembangan liberalisasi dari sektor jasa yang dialami oleh negara-negara ASEAN maupun
Indonesia sendiri, melalui suatu instrument yang disetujui dan disepakati bersama. Bagaimana negara-negara secara global, regional, maupun Indonesia ikut
berpartispasi dalam liberalisasi perdagangan khususnya dalam sektor jasa. Dalam lingkupan yang lebih luas sebelumnya, telah ada
instrumen yang mengatur prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan aturan permainan dalam perdagangan internasional dibidang jasa dibawah
payung World Trade Organization WTO. Instrumen tersebut adalah General Agremeent Tarrif on Service GATS. Pengaturan mengenai kerangka
perjanjian GATS ini terdapat dalam Annex 1b dari Piagam WTO. Aturan dalam Annex 1b tersebut tidak terpisahkan dari Piagam WTO itu sendiri karena
21
Rahmat Dwi Saputra dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jakarta; Kompas Gramedia, 2008, berdasarkan ASEAN Statistical Yearbook 2006, hlm 124.
22
Putu Ayu Bertyna Lova, Sektor Jasa Pegang Peran Penting Dalam Ekonomi Indonesia, http:satuharapan.comread-detailreadsektor-jasa-pegang-peran-penting-dalam-ekonomi-
indonesia diakses pada tanggal 18 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
10
merupakan salah satu dari aturan-aturan lampiran penting dalam perjanjian perundingan dalam implementasi dari Piagam WTO. Oleh karena itu, ruang
lingkup keberlakuannya mencangkup negara-negara peserta di seluruh dunia. ASEAN kemudian memandang perlu untuk mengambil sikap
mengenai kerjasama di bidang jasa, terutama dalam menghadapi perdagangan di bidang jasa yang semakin mendunia, khususnya setelah Perundingan Putaran
Uruguay 1994 berhasil memasukkan perdagangan jasa dalam agenda perundingannya yang bermuara pada disepakatinya GATS
23
, dengan tujuan untuk meliberalisasikan perdagangan di bidang jasa dengan memperluas dan
memperdalam cangkupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negara-negara dalam konteks GATSWTO.
Apabila dilihat dari sejarahnya, Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN hingga kini masih mengalami kesulitan untuk menegakkan
struktur hukum demi melindungi ekonomi kerakyatan sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD 1945.
24
Bahkan upaya untuk memproteksi badan-badan pengelola sumber-sumber hajat hidup orang banyak, dilepaskan kepada asing. Keberadaan
banyaknya perjanjian perdagangan bebas yang diikuti, khususnya AFAS akan makin menambah beratnya janji pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan
rakyat dan perlu mempersiapkan serta mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan.
23
GATS merupakan hasil kesepakatan perundingan Putaran Uruguay yang khusus mengatur bidang-bidang perdagangan jasa. Putaran Uruguay sendiri merupakan salah satu agenda rutin
GATTWTO yang menghasilkan suatu persetujuan baru yang memperluas ruang lingkup
perdagangan meliputi: perdagangan jasa GATS, investasi TRIMs dan HaKI TRIPs.
24
Ayat 3 menyatakan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Universitas Sumatera Utara
11
Ratifikasi menimbulkan akibat hukum baik eksternal maupun internal bagi negara yang melakukannya.
25
Akibat hukum eksternal yang timbul adalah bahwa melalui tindakan tersebut berarti negara yang bersangkutan telah
menerima segala kewajiban yang dibebankan oleh persetujuan internasional yang dimaksud. Sedangkan akibat hukum internal adalah kewajiban bagi
negara yang bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan internasional yang
bersangkutan. Sebagai konsekuensi ratifikasi dan ikut sebagai subjek bagian dari ASEAN dalam perjanjian perdagangan bebas AFAS, semua produk
perundang-undangan nasional Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip liberalisasi perdagangan sebagaimana dirumuskan dalam WTO dan kerangka perjanjian
perdagangan bebas yang telah disepakati dan ditandatangani. Jika ditinjau dari segi struktural antara GATS dan AFAS sama
sekali tidak berhubungan. Pembentukan AFAS juga didasari dengan tekad untuk melakukan liberalisasi perdagangan jasa yang lebih dalam
dibandingkan dengan komitmen yang ada di dalam GATS. Kedua instrumen ini diciptakan dengan tujuan utama memperlancar dan menghilangkan
hambatan terhadap perdagangan bebas jasa, dimana AFAS kemudian menjadi acuan bagi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan akses pasar secara progresif
dan menjamin perlakuan nasional yang setara bagi para penyedia jasa di kawasan ASEAN. Seluruh isi kesepakatan dalam AFAS pada dasarnya konsisten dengan
25
Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Wina 1969 ini, namun kaedah-kaedah yang ada dapat dianggap sebagai hukum kebiasaan intemasional yang berlaku di lingkungan masyarakat
internasional. Dan di dalam UU.Nomor 24 Tahun 2000 sebagian besar muatannya sama dengan Konvensi Wina 1969 tersebut.
Universitas Sumatera Utara
12
kesepakatan internasional bagi perdagangan jasa yang ditetapkan dalam GATS. Karena keberadaan AFAS mendorong negara-negara ASEAN untuk
membuat komitmen melebihi apa yang telah diberikan dalam GATS. Sehingga hal yang lebih essensial dipikirkan, untuk mengetahui
hubungan kedua instrumen tersebut yang sama-sama mengatur mengenai aturan perdagangan jasa, serta mekanisme penyelesaian sengketa dalam kerangka
perjanjian tersebut. Berdasarkan pemikiran hal tersebut, sehingga perlu dipahami tentang liberalisasi perdagangan sektor jasa, untuk melakukan penenlitian yuridis
normatif, dengan mengkaji aturan internasional terhadap liberalisasi perdagangan jasa melalui kerangka perjanjian WTO dan kerangka perjanjian ASEAN.
B. Perumusan Masalah