2.2.3 Topografi Kota Sibolga
Perencanaan sistem drainase sangat ditentukan oleh topografi wilayah. Kesalahan data topografi akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang tidak
terduga akibat terjadinya banjir dan genangan yang timbul dari perencanaan sistem drainase yang salah.
Besarnya aliran permukaan tergantung dari banyaknya air hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air hujan yang meresap kedalam tanah
infiltrasi, sedang besarnya air yang meresap berubah menjadi aliran antar sub- surface flow mengalir menuju sungai, tergantung pula pada tingkat kerapatan
permukaan tanah, dan ini berkaitan dengan penggunaan lahan.
Koefisien limpasan yang digunakan untuk menentukan debit rencana umumnya dikelompokkan atas penggunaan lahan. Oleh karena itu perencanaan
saluran drainase harus dilakukan dengan membuat perkiraan yang cukup teliti
TRANSPIRASI
MUKA AIR TANAH ALIRAN ANTARA
EVAPORASI HUJAN
HUJAN
LAUT
SALURAN
AWAN AWAN
ALIRAN PERMUKAAN
ALIRAN AIR TANAH INFILTRASI
HUJAN AWAN
Gambar 2.1. Terbentuknya Drainase Alamiah
Universitas Sumatera Utara
mengenai rencana pengunaan tanah di masa yang akan datang untuk suatu kawasan yang akan digunakan oleh saluran tersebut.
Untuk pengembangan kota suatu kawasan kota, suatu hal yang harus diteliti dan dipelajari secara menyeluruh dalam menetapkan rencana induk tata
guna tanah adalah penyediaan drainase air hujan. Peta topografi sangat diperlukan untuk studi-studi seperti itu. Saluran-saluran alam seringkali menyediakan
prasarana pemutusan air hujan ke tempat pembuangan. Namun kuantitas air yang harus ditampung merupakan pertimbangan utama ketika memilih antara saluran
tertutup atau saluran terbuka. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai,
lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 50 meter, kemiringan lereng lahan bervariasi antara 0-2 persen sampai
lebih dari 40 persen dengan rincian; kemiringan 0-2 persen mencapai kawasan seluas 3,12 kilometer persegi atau 29,10 persen meliputi daratan Sumatera seluas
2,17 kilometer persegi dan kepulauan 0,95 kilometer persegi; kemiringan 2-15 persen mencapai lahan seluas 0,91 kilometer persegi atau 8,49 persen yang
meliputi daratan Sumatera seluas 0,73 kilometer persegi dan kepulauan seluas 0,18 kilometer persegi; kemiringan 15-40 persen meliputi lahan seluas 0,31
kilometer persegi atau 2,89 persen terdiri dari 0,10 kilometer persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan 0,21 kilometer persegi; sementara kemiringan
lebih dari 40 persen meliputi lahan seluas 6,31 kilometer persegi atau 59,51 persen terdiri dari lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilometer persegi dan
kepulauan seluas 0,53 kilometer persegi.Berdasarkan kemiringan lahan tersebut di
atas, maka yang paling dominan adalah kemiringan lebih dari 40 persen.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Hidrologi