2.2.10 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS
titik kontrol, setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu
konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memeperkirakan waktu
konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich 1940 yang
ditulis sebagai berikut:
2.17 Dimana:
tc = waktu konsentrasi jam L = panjang saluran km
S = kemiringan rata-rata saluran mm Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi
dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat t
dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran td sehingga tc = to + td.
2.18
2.19
385 .
2
1000 87
.
=
xS xL
t
c
= S
n xLx
x t
28 .
3 3
2
V L
t
s d
60 =
Universitas Sumatera Utara
Dimana: t
o
= inlet time ke saluran terdekat menit t
d
= conduit time sampai ke tempat pengukuran menit n
= angka kekasaran manning S = kemiringan lahan mm
L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan m Ls = panjang lintasan aliran didalam saluransungai m
V = kecepatan aliran didalam saluran mdetik
Gambar 2.3 Lintasan Aliran Waktu Inlet Time To dan Counduit Time Td
2.2.11 Kriteria Hidrolika
Kriteria hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan
pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.
Saluran To
Td Titik Terjauh
Titik Pengamatan
To
Titik Terjauh
Jar ak
A liran
Jar ak
A liran
Jarak Aliran
Universitas Sumatera Utara
2.2.11.1 Saluran Terbuka
Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan
gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:
- Lahan yang masih memungkinkan luas - Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang
- Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan Beberapa rumusan yang menentukan rumusan yang digunakan dalam
menentukan dimensi saluran: •
Kecepatan Dalam Saluran Chezy 2.20
Dimana: V = Kecepatan rata-rata dalam mdet C = Koefisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis m I = Kemiringan atau gradien dari dasar saluran
Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut:
- Kutter : 2.21
- Manning : 2.22
RI C
V =
s R
n n
s C
00155 ,
23 1
1 00155
, 23
+ +
+ +
=
6 1
1 R
R C
=
Universitas Sumatera Utara
- Bazin: 2.22
Dimana: V = kecepatan mdet
C = koefesien Chezy m
12
det R = jari-jari hidraulis m
S = kemiringan Dasar Saluran mm n = koefesien kekasaran Manning detm
13
m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran •
Debit aliran bila menggunakan rumus Manning
m
3
det 2.23
Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat
mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi. •
Penampang Saluran Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat
melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontiunitas, tampak jelas
bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat
bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum. Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari
hidraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita R
m C
+ =
1 87
. .
1 .
2 1
3 2
A I
R n
V A
Q =
=
Universitas Sumatera Utara
pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan
tampang trapesium. 1.
Penampang Persegi Paling Ekonomis Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar
B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah
dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.
Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis: 2.24
2.25
2.26 Jari-jari hidrolisnya:
2.27
B h
B h
Tampang Persegi Tampang Trapezium
Gambar 2.4. Penampang Saluran
mh mh
1 m
h B
A .
=
h h
A P
2 +
=
2
2h A
=
2 h
P A
R =
=
Universitas Sumatera Utara
2. Penampang Saluran Trapesium Paling Ekonomis
Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan
kemiringan dinding 1: m gambar 2.3. dapat dirumuskan sebagai berikut: 2.28
2.29
Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m = 1
√3 atau θ = 60 .
Dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.30
2.31
- Kemiringan dinding saluran m berdasarkan kriteria - Luas penampang A = b + mh h m
2
- Keliling basah P = b + 2h
2
1 m +
m
- Jari-jari jari hidrolis R = AP m - Kecepatan aliran V =
1
n. R
⅔
. I
½
mdet
2.2.11.2 Saluran Tertutup
Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka. Aliran dalam saluran terbuka
digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut
dilakukan oleh gradient tekanan. Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam h
mh B
A +
=
1 2
2
+ +
= m
h B
P
3 3
2 h
B =
3
2
h A
=
Universitas Sumatera Utara
merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan saluran terbuka.Bila digunakan saluran yang ditanam dalam
tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi,maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh dalam arti tidak tertekan, sehingga masih dapat dipergunakan
persamaan saluran terbuka. Saluran tertutup umumnya digunakan pada :
• Daerah yang lahannya terbatas pasar, pertokoan.
•
Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat.
•
Lahan yang dipakai untuk lapangan parkir. 2.2.11.3 Cara Pengukuran Kecepatan
Ada beberapa cara pengukuran kecepatan aliran dalam suatu penampang
basah antara lain dengan cara:
a. Garis lengkung kecepatan kearah vertical
Cara ini memerlukan pengukuran pada banyak titik dalam satu garis vertikal dari permukaan air sampai dasar sungai. Pada umumnya pengukuran
dilakukan pada setiap 110 bagian ke dalam mulai dari titik 0,1 sampai 0,9 bagian. Pengukuran cara ini disarankan agar mengukur pada titik 0,2; 0,6 dan 0,8 yang
akan mempermudah menentukan hubungan antara kecepatan rata-rata dengan kecepatan aliran pada ketiga titik tersebut.
Untuk menghindari adanya pengaruh gesekan udara maupun dasar sungai maka disarankan untuk tidak mengukur pada titik kedalaman kurang dari 0,15
meter baik dari permukaan air maupun dari dasar sungai. Sedangkan untuk alat jenis pigmy disarankan tidak mengukur pada titik kedalaman kurang dari 0,09
meter dari permukaan air maupun dari dasar sungai. Rata-rata kecepatan aliran
Universitas Sumatera Utara
dapat dihitung dengan cara mengukur luas antara garis lengkung kecepatan dan kedua sumbu ordinat kemudian membaginya dengan panjang sumbu ordinat.
Umumnya cara ini digunakan pada lokasi yang kondisinya sangat tidak baik. b.
Pengukuran dua titik kedalaman Pengukuran kecepatan aliran dengan cara ini dilangsungkan pada titik
kedalaman 0,2 dan 0,8 dari permukaan air. Rata-rata kecepatan aliran diperoleh dengan merata-ratakan kecepatan pengukuran pada kedua titik tersebut.
Cara ini disarankan untuk tidak digunakan mengukur kecepatan pada sungai yang kedalamannya kurang dari 0,76 m, karena pada kedalaman kurang
dari 0,76 m pada titik kedalaman 0,8 dan 0,2 akan kurang dari 0,15 m baik dari permukaan maupun dasar sungai. Dengan mengingat bahwa diameter baling-
baling 0,12 m maka hal ini akan ada pengaruh gesekan sungai maupun udara. c.
Pengukuran pada titik 0,2 kedalaman Cara pengukuran kecepatan aliran ini dilakukan pada titik 0,6 kedalaman
dari permukaan air. Cara ini dilakukan apabila cara dua titik tidak dapat dilakukan. Hasil pengukuran pada titik 0,6 kedalaman ini adalah merupakan
kecepatan rata-rata pada vertikal yang bersangkutan. Cara ini baru dapat dilakukan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
o Apabila kedalaman air antara 0,25 dan 0,7 m
o Apabila aliran sungai membawa banyak sampah sehingga sulit untuk
mengukur pada banyak titik. o
Apabila ada suatu sebab lain sehingga alat ukur arus tidak dapat diletakkan pada titik 0,8 kedalaman.
Universitas Sumatera Utara
o Apabila tinggi permukaan air sungai cepat berubah dan pengukuran harus
dilaksanakan secara cepat. d.
Pengukuran pada titik 0,6 kedalaman Cara pengukuran ini dilakukan pada titik 0,2 kedalaman dan untuk
menghitung rata-rata kecepatan pada vertical yang bersangkutan masih harus dikalikan dengan koefesien tertentu. Cara ini biasanya dilakukan untuk
pengukuran banjir dengan kecepatan aliran sangat tinggi sehingga pengukuran pada titik 0,6 dan 0,8 tidak dapat dilakukan, Apabila tidak mungkin menduga
kedalaman maka titik 0,2 kedalaman dapat ditentukan dari penampang melintang di pos yang sudah ada. Harga koefesien yang bias digunakan untuk menghitung
kecepatan rata-rata dengan cara pengukuran pada 0,2 kedalaman adalah 0,8. e.
Pengukuran pada tiga titik kedalaman Pengukuran dilakukan pada tiga titik yaitu 0,2; 0,6 dan 0,4 kedalaman
permukaan air. Sebenarnya cara ini merupakan gabungan antara cara dua titik dengan pengukuran 0,6 kedalaman, rata-rata kecepatan tiap jalur vertikal
diperoleh dengan merata-ratakan hasil pengukuran pada 0,2 dan 0,8 kedalaman kemudian hasil rata-ratakan lagi dengan hasil pengukuran pada 0,6 kedalaman.
Cara ini bisa digunakan apabila distribusi kecepatan kearah jalur vertikal dianggap tidak normal, berdasarkan hasil pengukuran pada 0,2 dan 0,8 kedalaman
oleh karena cara pengukuran tiga titik ini hanya pada beberapa jalur vertikal saja. f.
Pengukuran bawah permukaan Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik alat ukur arus dan
perlengkapannya harus baik, lokasi pengukuran harus memenuhi syarat, waktu pengukuran harus cukup dan kondisi pengukur harus benar-benar baik.
Universitas Sumatera Utara
Lokasi pengukuran harus diusahakan sedekat mungkin dengan bangunan pos duga air data yang diukur betul-betul merupakan data pada lokasi pos. Dalam
keadaan tertentu lokasi pengukuran dapat dilakukan di hulu atau di hilir lokasi pos duga air asalkan bentuk penampang melintangnya masih mendekati bentuk
penampang pada pos duga air. Lokasi pengukuran sebaiknya harus pada alur sungai yang lurus, sifat aliran seragam, aliran tidak melimpah, mudah dicapai,
aman dan tidak ada sesuatu yang mengganggu aliran. Dalam melaksanakan pengukuran tidak boleh tergesa-gesa walau waktu
yang tersedia sangat terbatas. Apabila sampai dilokasi pengukuran sudah sore hari maka sebaiknya pengukuran ditunda besok harinya. Kecuali apabila membawa
perlengkapan yang memadai untuk pengukuran malam hari, situasi memungkinkan dan hasil pengukuran pada ketinggian muka air saat itu sngat
diperlukan maka pengukuran dapat dilaksanakan saat itu juga. Lokasi pengukuran yang sulit dicapai dan tidak aman bagi pengukur akan sangat
mempengaruhi kualitas hasil pengukuran. Adanya gangguan pada aliran misalnya banyak kayu hanyut, akan mempangaruhi kualitas pengukuran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Cara Pengukuran Kecepatan
2.2.11.4 Perhitungan Profil Muka Air
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghitung profil muka air pada aliran permanent tidak beraturan diantaranya adalah Metode Intergrasi
Grafis, Metode Bresse, Metode Deret, Metode Flamant, Metode Tahapan Langsung dan Metode Tahapan Standard. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa pada aliran tidak beraturan persoalannya adalah sebelum menghitung
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9
0,2 0,8
0,2 0,6
0,8
0,6 0,2
Cara Dua Titik Cara Tiga Titik
Cara 0,6 kedalaman Cara 0,2 kedalaman
Cara lengkung vertikal
Universitas Sumatera Utara
perubahan kedalaman air sepanjang jarak tertentu. Disini hanya akan dibahas metode Tahapan Standard.
Metode ini sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah yang saluran pembuangan drainasenya langsung ke laut. Metode ini digunakan untuk
menganalisa propil muka air yang disebabkan air balik backwater. Cara
perhitungan di mulai dengan mengetahui tinggi energi total dititik kontrol.
Metode ini dikembangkan dari persamaan energi total dari aliran saluran terbuka dengan persamaan:
2.32
E
1
= E
2
+ h
f
2.33
Gambar 2.6. Perhitungan Muka Air Dengan Metode Tahapan Standar Dimana:
z = Ketinggian dasar saluran dari garis referensi h = kedalaman air dari dasar saluran
V = Kecepatan rata-rata g = percepatan gravitasi
h
f
= kehilangan energi karena gesekan dasar saluran
f
h g
V h
z g
V h
z +
+ +
= +
+ 2
2
2 2
2 2
2 1
1 1
V
1 2
2g V
2 2
2g h
1
h
2
h
f
= S
f
. ∆
X
∆Z = S
. ∆
X S
S
f
∆X
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 2.4 diperoleh persamaan berikut:
2.34
2.35
2.2.11.5 Kondisi BanjirGenangan di Kota Sibolga
Setelah melakukan tindakan pengamatan lapangan dan hasil wawancara dengan penduduk di masing-masing tempat diperoleh gambaran banjirgenangan
kota Sibolga seperti berikut ini. Uraian banjirgenangan dan permasalahan drainase masing-masing sub drainase diuraikan pada uraian berikut ini.
1. Permasalahan Sub Drainase M.T. Haryono Pada sistem drainase M.T. Haryono, terdapat saluran pembuangan utama
primer dipinggir jalan Anggrek, saluran ini merupakan penampung drainase di jalan M.T. Haryono dan jalan Zainul Arifin. Pada persimpangan Jl. Zainul Arifin
dengan Jl. MT Haryono jika hujan turun terdapat gena- ngan dengan luas kurang lebih 1.45 ha dengan kedalaman maksimum mencapai 50 cm. Frekuensi genangan
ini cukup tinggi yakni diatas 5 kali dalam setahun walaupun lama genangan cukup rendah yakni dibawah 3 jam.
Penyebab genangan ini adalah : •
Terjadi penyempitan pada saluran persimpangan Jl. Zainul Arifin dengan Jalan MT Haryono.
• Pertemuan saluran MT Haryono dengan saluran Zainul Arifin yang terlalu
menyudut mengakibatkan tertahannya aliran dari arah Zainul Arifin.
1 2
1
S S
E E
X −
− =
∆
2
2 1
f f
f
S S
S −
=
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Genangan seputar Zainul Arifin
Gambar 2.8 Genangan seputar M.T. Haryono 2. Permasalahan Sub Drainase di Aek Doras
Sungai Aek Doras mengalir dari hulu sungai yang cukup terjal menuju pantai. Cukup terjalnya bagian hulu sungai mengakibatkan kecepatan air pada
bagian hulu cukup tinggi mengakibatkan terjadinya erosi. Akibat erosi dibagian hulu sungai tersebut sangat banyak membawa sedimen yang pada bagian hilir
akan menyebabkan endapan. Seiring dengan pertambahan waktu sungai Aek Doras di bagian hilir tidak dapat lagi dipergunakan sebagai pembuangan drainase
Universitas Sumatera Utara
disekitarnya akibat tingginya endapan yang pada akhirnya menyebabkan peninggian dasar sungai. Untuk menghindari pendangkalan pada bagian hilir
sungai secara berkala perlu pengangkatan sedimen secara berkala agar saluran tersebut terpeliharan dan tidak menimbulkan banjir disekitar bantaran sungai
sampai ke muara. Disamping itu pemanfaatan lahan di bagian hulu sungai yang cukup terjal perlu pengendalian yang ketat agar tidak menimbulkan bencana yang
lebih besar dibagian hilir sungai. 3. Permasalahan Sub Drainase F.L. Tobing
Pembuangan akhir pada sub drainase ini adalah saluran yang memotong Jl. Yos Sudarso. Saluran utama terdapat di Jl. FL Tobing yang mengalir mulai dari Jl.
SM Raja memotong Jl. Zainul Arifin terus masuk ke saluran memotong Jl. Yos Sudarso. Pada Sub drainase ini terdapat genangan yakni Jl. Zainul Arifin, Jl. FL.
Tobing, Jl. KS Tuban, Jl. Tandean, Jl. Thamrin. Luas genangan mencapai 3,73 ha dengan kedalaman mak- simum mencapai 60 cm. Frekuensi genangan cukup
tinggi yakni diatas 4 kali dalam setahun dengan lama genangan 3 jam. Penyebab banjir genangan ini adalah sebagai berikut :
• Saluran persimpangan Zainul Arifin dan Jl. FL Tobing terlalu rendah sehingga
terjadi penyempitan. •
Dimensi saluran di Jl. Zainul Arifin Depan Bank Sumut terlalu kecil sehingga debit banjir tidak tertampung.
• Pertemuan saluran yang menyilang mengakibatkan terjadinya kehilangan
energi saluran pada pertemuan saluran mengakibatkan peninggian muka air banjir.
Universitas Sumatera Utara
• Pola aliran sekitar jalan Tandean, MH Tamrin dan Sutomo sekitarnya kurang
terpola.
Gambar 2.9 Genangan seputar Jl. F.L. Tobing 4. Permasalah Sub Drainase Imam Bonjol
Pembuangan akhir pada sub drainase ini adalah saluran yang terdapat di Jl. Imam Bonjol. Saluran ini merupakan saluran tertutup. Pemakaian saluran tertutup
mengakibatkan sulitnya pemeliharaan saluran. Desakan permukiman ke saluran mengakibatkan saluran menyempit pada beberapa bagian drainase.
Pada Sub drainase ini terdapat genangan yakni Jl. Imam Bonjol dan Jl. Ahmad Yani. Luas genangan mencapai 1.2 ha dengan kedalaman maksiimum
mencapai 40 cm Frekuensi genangan cukup tinggi yakni diatas 6 kali dalam setahun dengan lama genangan 3 jam.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Genangan seputar Jl. Imam Bonjol 5. Permasalahan Sub Drainase Diponegoro
Saluran utama yang terdapat di Sub Drainase ini adalah saluran di Jl. Diponegoro. Saluran ini berasal dari daerah non urban seluas 28,45 ha.
Sebagaimana saluran lain yang berasal dari hulu non urban yang cukup terjal akan terdapat masalah sedimen. Pada sub drainase ini terdapat genangan dise- kitar Jl.
Ahmad Yani, Jl Diponegoro dan sebagi- an Jl. Junjungan Lubis. Luas genangan ini men- capai 5,69 ha dengan kedalaman 45 cm. Frekuensi banjir disini cukup
tinggi mencapai 6 kali dalam setahun dengan lama genangan 2.5 jam. Penyebab genangan ini adalah :
• Terjadinya pendangkalan drainase Jl. Diponegoro dan Penyempitan saluran.
• Pertemuan saluran yang menyudut.
• Penyempitan saluran pada pembuangan akhir.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Genangan seputar Jl. Diponegoro 6. Permasalaha Sub Drainase Jl. Jati
Kurang berfungsinya saluran drainase Jl Jati menambah limpasan di kawasan Jl, Peralihan. Luas genangan di sub drainase ini mencapai 17,10 ha
dengan kedalaman mencapai 90 cm. Periode ulang banjir disini cukup sering yakni diatas 10 kali dalam setahun. Lama genangan mencapai 5 jam.
Penyebab banjir dikawasan ini adalah : •
Kapasitas saluran Sibolga Baru tidak mampu menampung debit banjir dari hulu yang yang merupakan daerah non urban.
• Pendangkalan saluran dibagian hilir akibat endapan serta desakan
permukiman terhadap drainase memperkecil kapasitas saluran sehingga saluran melimpah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Wilayah Sibolga terdapat beberapa anak sungaialur yang mengalir ke Teluk Tapian Nauli. Alur sungai ini ada yang masih alamiah maupun sudah
mengalami perubahan. Sungai terbesar yang bermuara ke teluklaut tersebut adalah sungai Aek Doras dan Aek Horsik. Sebagian besar wilayah kota ini masih
merupakan daerah perbukitan dan hutan yang mendominasi sebelah utara kota. Kemiringan lahan sangat bervariasi mengikuti kontur tanahnya sehingga air dapat
mengalir secara alamiah menuju tempat pembuangan akhir.
3.2 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase
Untuk memudahkan analisa suatu sistem drainase hal penting diawal yang dilakukan adalah membagi wilayah tersebut menjadi beberapa sub sistem.
Pembagian sub sistem ini didasarkan pada peta situasi dan pola aliran yang ada di
kota yang akan direncanakan. Sub sistem ini akan membagi wilayah kota menjadi sub sistem drainase yang terpisah satu sama lain sehingga pola aliran menjadi
lebih sederhana untuk dianalisa. Suatu sub sistem drainase mewakili daerah tangkapan hujan catchment area dari areal yang ditampungnya, kondisi kota
Sibolga pola pengalirannya dibagi atas sub sistem Aek Doras dan Aek Horsik.
3.2.1 Permasalahan Sub Sistem Aek Doras
Sungai Aek Doras mengalir dari hulu sungai yang cukup terjal menuju pantai. Cukup terjalnya bagian hulu sungai mengakibatkan kecepatan air pada
bagian hulu cukup tinggi mengakibatkan terjadinya erosi. Akibat erosi dibagian
Universitas Sumatera Utara