sombori dari Tua Rawa di rumah tersebut dikarenakan sebagai orang tua ia tidak
bertanggungjawab menafkai keluarga dari anak terakhirnya.Bahkan dari kenangan cerita masyarakat mula-mula yang didengar oleh Tua Rawa dari orang-orang tua,
dahulu sebuah tempat menetap yang saat ini menjadi sebuah perkampungan besar, dahulunya ditempati oleh 5-6 rumah besar. Dimana 1 rumah besar terdiri dari satu
sombori
utama yang melahirkan anak-anak yang kemudian menghasilkan sombori
-sombori baru didalam rumah tersebut. Meskipun tidak ada penjelasan spesifik mengapa sombori-sombori baru tetap tinggal menetap dalam sombori
utama.
2. Wawancara ke 4 14 Januari 2012 Tetua Kampung
Penulis: Bagaimana sebenarnya prinsip mesale itu dahulu dan sekarang ini? Bapak Bou
: Mesale ini seperti begini. Hari ini kau penulis memanggil saya Bapak Bou saya datang. Besok jika saya panggil kamu. Kamu datang. Jadi
dahulu itu ada beberapa keluarga anggap saja 7 orang keluarga, nah ajak mengajak itu biasanya ya diatara kita-kita bertuju itu saja. Nah Saat ini kalau kau ada uang
tinggal ngomong “hei besok datang mesale sama saya” trus dibayar. Dahulu buku posintuwu
itu tidak pernah ditulis, kalau tidak salah sambil berpikir sekitar tahun 50an keatas sudah ada. Karena ada juga yang kebiasaanya dibeberapa tempat
didaerah Rato yang tidak menulis posintuwu orang meninggal seperti pengalaman saya sewaktu ada saudara kerabat saya Bou-Ngkatute meninggal,
mereka tidak mencatat dalam buku posintuwu dan menaruh posintuwu diruang belakang bukan didepan. Sebagai seorang kakak saya mengatakan pada keluarga
saya itu di Pamona tempat saya tidak demikian sebagai kakak saya merasa perilaku ini tidak baik. Di Desa Tonusu saja keluarga Bou ini banyak saya Bou
Kuhe, Bou Roncalangi Bou Jompilino, Duda Bou. Belum didesa-desa lain jadi jangan membuat malu marga kita. Seingat saya sampai saat ini mereka tidak
pernah menulis buku posintuwu untuk orang mati. Catatan analisa gambar 1: perubahan posisi tempat posintuwu pada duka dari yang
tersifat tertutup menjadi terbuka dan tercatat dengan pendekatan Yanosky mengindikasikan pergeseran nilai posintuwu dari yang bersifat private spare
menjadi public spare Penulis: Kalau orang tua nenek moyang kita bagaimana
Bapak Bou: Ya, tepat sekali kalau orang tua kita mula-mula juga seperti kebiasan Orang Rato itu mungkin orang-orang diwilayah Sulawesi selatan. Jadi kalau ada
yang berduka ungkapan bantuan bela sungkawa baca: posintuwu langsung dibawah ke dapur tanpa proses pencatatan.
Penulis: lalu bagaimana dengan posintuwu pernikahan sebagai keluarga Bou Sombori dengan marga Bou
Bapak Bou:
Dalam sintuwu pernikahan biasanya setiap ada anggota keluarga yang hendak menikah maka kami sebagai bagian dari keluarga besar akan
patungan mengumpulkan uang untuk berlangsungnya pernikahan. Disini kami
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
tidak mengandalkan posintuwu dari orang-orang, bahwa memang posintuwu orang sangat membantu tapi kami sebagai anggota keluarga memiliki andil besar
terhadap sukses tidaknya pernikahan itu sendiri, Baik kami sebagai satu pancuran sayu ayah, maupun kami sebagai satu limbo
4
ibu. Dahulu pernikahan itu sifatnya sakral dan tegas, jadi ketika seorang pria disuatu malam kedapatan berdua
dengan wanita disebuah pemukiman maka lelaki itu akan “ditangkap” artinya tidak diperbolehkan lagi keluar dari pemukiman tersebut.
Gambar I
Gambar II Paginya mereka langsung dinikahkan secara adat dengan perayaan
seadanya. Selain itu pernikahan dapat dimaknai sebagai ancaman sekaligus kekuatan. Dikatakan ancaman jika yang warga yang dinikahkan itu adalah seorang
pria, karena dalam tradisi mompawawa sebagai bagian dari ritus pernikahan, seorang pria akan meninggalkan kampung halamannya. Sebaliknya pada wanita
4
Lihat gambar II
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
metaa sebuah pemukiman akan memperoleh seorang lelaki dewasa baru. Disini penulis melihat perempuan memiliki posisi politis yang kuat dengan demikian
asumsi penulis bahwa kampung yang sejahterah adalah kampung yang memiliki banyak anak perempuan yang belum menikah
5
. Namun argumentasi ini tidak sepenuhnya benar karena disisi lain ada pula wanita yang mengikuti suaminya.
Penulis: Bagaimana pendapat Kakek Bou dengan istilah topolinoro Bapak Bou
: ToPolinoro menurut saya adalah orang yang malas, mau menang sendiri. Tidak baiklah
Penulis: Apa yang menyebabkan mesale seolah-olah memudar Bapak Bou
: Karena ada uang, lebih baik saya bayar dari pada mesale karena biayanya hampir sama akan tetapi mesale itu direpotkan karena harus memasak
makanan para pekerja. Penulis: Bisa kakek menceritakan tetang sombori yang ada dikampung ini
waktu itu ? Bapak Bou
: Dahulu sombori dikampung ini sekitar 50 sub sombori, contoh Papa Dewi itu dalam 1 somborinya ada 4 rumah tangga sub sombori, kurang lebih
dahulu ada sekitar 30an sombori rumah besar. Saya Bapak Bou pernah merasakan susahnya makan waktu itu jadi kami sub sombori selalu berbagi
makanan dengan yang lain sub sombori. Penulis: bagaimana dengan transpotasi waktu itu?
Bapak Bou:
Dahulu trasportasi darat yang digunakan yaitu kuda, dan untuk transportasi air menggunakan perahu. Sebenarnya sudah ada jalan yang
menghubungkan desa kami dengan desa lain sampai ke desa besar Tentena saat ini akan tetapi tidak layak digunakan karena berlumpur.
Penulis: Bisa dijelaskan apa yang dimaksud dengan istilah arisan menurut pemahaman kakek?
Bapak Bou:
Arisan itu sama denga mewalo, arisan tidak sama dengan mesale karena jika kita arisan tenaga kita tidak tahu menahu dengan apa yang akan kita
makan ditempat bekerja, yang kita tahu harus ada. Sedangkan pada mesale secara sadar kita akan membawa nasi, atau air minum sendiri sehingga tidak merepotkan
orang yang kita tolong. Arisan itu sendiri dahulu banyak jenis misalnya arisan tenaga, arisan beras, arisan uang UB, arisan semen dan lain lain.
Penulis:
Dahulu dikampung ini ada usaha simpan pinjam bernama usaha bersama UB bisa diceritakan sedikit tentang sejarah UB itu sandiri.
Bapak Bou:
UB itu diperkenalkan sejak masuknya LSM diketuai oleh Bapak Sangkoyo LSM YAKKUM Solo dengan nama Nesintowe, bantuanya berasal
dari belanda kami memperoleh bantuan sapi yang dilipat gandakan untuk dibagikan kepada orang lain yang belum memperoleh ternak sapi. Kami sendiri
untuk UB masuk di kelompok 1 yang diketuai oleh Bapak Sigilipu, pertemuan yang kelompok UB biasanya dilakukan setiap bulan dengan kegiatan utama
5
Lihat pula penjelasan Schrauw ers t ent ang konsep sant ina 78-83
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
melakukan simpan pinjam. Adapun tujuan dari UB ini adalah mengajari kami menabung. Namun setelah Bapak Sigilipu meninggal kelompok UB kami bubar,
hal ini dikarenakan tidak ada lagi yang mampu mengantikan posisi Bapak Sigilipu. Sebab hanya Bapak Sigilipulah yang berani membuat perubahan dan
tegas sebagai ketua. Uang yang diperpinjamkan akhirnya hilang diorang-orang yang melakukan peminjaman. Oya beberapa ilmu yang diperoleh oleh Bapak
Sigilipu karena sempat memperoleh pelatihan di YAKKUM solo bersama 3 orang tonusu lainnya salah satunya anak kepala desa pertama.
3. Wawancara ke 10 28 januari 2012 Tetua Kampung