EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN SISWA KELAS X
EFEKTIVITAS MODE MATERI LARUT
MENINGKAT (Pre-Eksperim
Seba
Jurusan Pen
FAKULT
EL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-E UTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROL ATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKA
DAN MENYIMPULKAN
imen Siswa Kelas X1 SMA Budaya Bandar L
Oleh
MARIA MUSTIKA SARI
Skripsi
ebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan A
LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
EXPLAN PADA LIT DALAM IKASIKAN r Lampung)
n Alam
(2)
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN SISWA KELAS X
Oleh
MARIA MUSTIKA SARI
Tujuan pada penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas model pembelajar-an POE pada materi larutpembelajar-an non-elektrolit dpembelajar-anelektrolit dalam meningkatkan ke-terampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas X1 SMA Budaya Bandar Lampung yang berjumlah 32 siswa. Peneli-tian ini menggunakan metode Pre-eksperimental dengan One-group pretest-poss-test Design. Data penelitian ini adalah data keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan menyimpulkan. Analisis data menggunakan persentase ketun-tasan belajar (KKM) yang telah ditetapkan dan n-Gain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ketuntasan belajar dan n-Gain keterampilan mengkomunikasikan mencapai KKM yaitu 75% dan n-Gain sebesar 0,68 (kategori sedang). Sedangkan keterampilan menyimpulkan yang mencapai KKM yaitu 81,25% dan n-Gain sebesar 0,69 (katagori sedang). Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model POE pada materi larutan non-lektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan
(3)
Maria Mustika Sari
mengkomunikasikan dan menyimpulkan siswa kelas X1 SMA Budaya Bandar Lampung.
Kata kunci: model POE, larutan non-elektrolit dan elektrolit, keterampilan mengkomunikasikan, keterampilan menyimpulkan.
(4)
(5)
(6)
`v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ……… 7
B. Pembelajaran Konstruktivisme……… 7
C. Model Pembelajaran Predict-Observe Explan...………..
10
D. Keterampilan Proses Sains………..
15
E. Keterampilan Mengkomunikasikan ... 18
F. Keterampilan Menyimpulkan………..
19
G. Kerangka Pemikiran………...
21
H. Anggapan Dasar………... 22
I. Hipotesis Penelitian………... 23
III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 24
(7)
`vi
C Desain dan Metode Penelitian ... 24
D. Variabel Penelitian ... 25
E . Instrumen Penelitian ... 25
F . Validitas Instrumen ... 26
G. Prosedur Penelitian ... 26
H. Teknik Analisis Data ... 28
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 30
B. Pembahasan ... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus ... 45
2. RPP ... 49
3. Lembar Kerja Siswa ... 71
4. Kisi-kisi Soal ... 92
5. Soal Pretest dan Posstest ... 93
6. Rubrik Penilaian Postest dan Pretest ... 96
7. Lembar Penilaian Aspek Afektif ... 102
8. Perhitungan ... 108
(8)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien. Pro-ses pembelajaran dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap ketun-tasan belajar siswa. Suatu proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemam-puan dan ketepatan guru dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran.
Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkem-bang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; kimia sebagai proses atau kerja ilmiah; dan kimia sebagai sikap. Pembel-ajarankimia adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari karena ilmu kimia mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Oleh sebab itu, pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses dan produk (BSNP, 2006).
(9)
2
Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja; tanpa menyuguhkan bagaimana pro-ses ditemukanya konsep, hukum, dan teori tersebut; sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).
Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati (observasi), inferensi, mengelompokkan, menafsirkan (interpretasi), meramalkan (prediksi), dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan ke-terampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Melatihkan KPS dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik larutan Non-elektrolit dan Elektrolit. Banyak sekali masalah yang dapat dihubungkan dengan materi ini. Misalnya, mengapa air aki dapat menghidupkan mesin motor? Itu dikarenakan terdapat ion-ion yang bergerak bebas menghasilkan arus listrik sehingga mesin motor tersebut dapat hidup. Namun yang terjadi selama ini guru hanya mengkondisikan siswa untuk menghafal pada materi pokok larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Akibatnya siswa meng-alami kesulitan untuk menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan
(10)
3
sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran larutan elektrolit dan nonelektrolit, sehingga keterampilan proses sains siswa rendah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia kelas X SMA
Budaya Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa KKM mata pelajaran kimia
yaitu sebesar 65, pembelajaran kimia yang digunakan adalah pembelajaran kon-vensional dimana pembelajaran sangat didominasi dengan ceramah, diskusi dan tanya jawab. Pada proses pembelajaran kimia, guru terlebih dahulu memberikan konsep-konsep, tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep dan teori tersebut. Akibatnya, tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa, sehingga proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered learning). Pembelajaran menjadi abstrak dan monoton yang tidak menghubungkannya dengan dunia nyata, sehingga siswa dalam proses pembelajaran belum dilatihkan untuk keterampilam proses sains.
Kegiatan pembelajaran tersebut tidak sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dalam proses pembelajarannya menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. KTSP menun-tut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Oleh karena itu, menjadi tugas bagi guru untuk mencari strategi alternatif dalam pembelajaran kimia baik di dalam maupun di luar kelas guna menjembatani siswa dengan konsep dan lingkungan sekitarnya agar siswa lebih mudah memahami dan pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermak-na bagi siswa.
(11)
4
Berdasarkan hal tersebut, salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dan diharapkan mampu meningkatkan keterampilan proses sainssiswa adalah
model pembelajaran Predict-Observe-Explan (POE) merupakan salah satu model
pembelajaran dalam strategi pembelajaran kontekstual yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran POEadalah pembelajaran yang di-lakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang diorganisasi sedemi-kian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi. Fase-fase pada model pembelajaran tersebut meliputi: (1) fase prediction ; (2) fase observation ; dan (3) fase explanation.
Berdasarkan penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2011), bertujuan untuk menganalisis hasil penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explan sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa pada konsep difusi dan osmosis di kelas VIII. Penelitian ini menggunakandesain penelitian One-Group Pretest-Posstest Design. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POE dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “ Efektivitas Model Pembelajaran Predict-Observe-Explan (POE)
pada Materi Larutan Non-elektrolit dan Elektrolit dalam Meningkatkan Keteram-pilan Mengkomunikasikan dan Menyimpulkan”
(12)
5
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan
elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan? 2. Apakah model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan
elektrolit dan efektif dalam meningkatkan keterampilan menyimpulkan?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran POE pada materi larutan
non-elektrolit dan elektrolit dalam meningkatan keterampilan mengkomuni-kasikan.
2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaranPOE pada materi larutan
non-elektrolit dan elektrolit dalam meningkatan keterampilan menyimpulkan.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain:
1. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi guru dalam hal
pemi-lihan model pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan proses sains khusunya keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan.
(13)
6
2. Melalui penerapan model POEsiswa diharapkan dapat memahami materi
pelajaran, sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi pokok larutan non-elektrolit dan elektrolit.
3. Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan
mutu pembelajaran kimia di sekolah.
4. Menjadi rujukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai model pembelajaran POE dalam ruang lingkup yang lebih luas pembelajaran kimia di sekolah.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:
1. Efektivitas model pembelajaran POE diukur berdasarkan persentase ketunta-san belajar (KKM) yang telah ditetapkan dan n-Gain.
2. keterampilan mengkomunikasikan merupakan indikator memberikan/ meng-gambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram.
3. Keterampilan menyimpulkan dengan indikator mampu menjelaskan hasil pengamatan dan menyimpulkan dari fakta yang terbatas.
4. Model pembelajaran Prediction, Observation, Explanation menyatakan
bahwa model pembelajaran ini memiliki 3 (tiga) langkah secara terinci, yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan obervasi (Nurjanah, 2009).
(14)
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran diting-katakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukan perbedaan gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.
Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) yang menyatakan bahwa pembel-ajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar (kognitif) dan pem-belajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar (kognitif) siswa apabila hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (n-Gain yang signifikan).
B. Pembelajaran Konstruktivisme
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi-nya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih me-ningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis
(15)
8
(constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Menurut Slavin dalam Trianto (2010) mengemukakan :
Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang menge- tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997).
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut: 1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
1. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pe-ngembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
2. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,
3. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
(16)
9
Menurut Sagala (2010) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasil-nya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih me-nekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang me-lalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Teori belajar yang berlan-daskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010)
Manusia memiliki struktur dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
Dalam kaitanya dengan pandangan kontruktivisme Suparno (1997) menyatakan bahwa secara garis besar prinsip dasar kontruktivisme adalah
(17)
10
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Teori Piaget dan pandangan kontruktivisme erat kaitanya dengan model pembel-ajaran POE, karena siswa secara aktif mengkontruksi pemahamanya baik secara sendiri maupun secara sosial, bukan sebagai proses dimana gagasan guru dipin-dahkan kepada siswa.
Berdasarkan teori konstruktivistik di atas belajar merupakan pengalaman nyata yang dialami oleh subjek belajar, sehingga subjek belajar harus aktif untuk me-nemukan pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk bisa memaknai apa yang telah mereka temukan.
C. Model Pembelajaran POE
Model pembelajaran Predict-Observe-Explan merupakan model pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen yang di mulai dengan penyajian per-soalan kimia dimana siswa diajak untuk menduga kemungkinan yang terjadi, di-lanjutkan mengobservasi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap per-soalan kimia dan kemudian di buktikan dengan melakukan percobaan untuk dapat menemukan kebenaran atau fakta dari dugaan awal dalam bentuk penjelasan. White dan Gustone (1992) memperkenalkan Predict-Obiserve-Explan dalam bukunya Probing Understanding (Mabout: 2006). Model pembelajaran POE
(18)
11
dinyatakan sebagai model pembelajaran yang efisien untuk memperoleh dan meningkatkan konsepsi sains siswa, serta menimbulkan ide atau gagasan siswa dan melakukan diskusi dari ide mereka. Prosedur POEadalah meliputi prediksi siswa dari hasil demonstrasi, mendiskusikan alasan dari prediksi yang mereka be-rikan dari hasil demonstrasi, dan terakhir menjelaskan hasil prediksi dari peng-amatan mereka.
Model pembelajaran ini mensyaratkan prediksi siswa atas prediksinya, lalu siswa melakukan eksperimen untuk mencari tahu kecocokan prediksinya, dan akhirnya siswa menjelaskan kecocokan atau ketidakcocokan antara hasil pengamatan dan prediksinya. POEdapat membantu siswa mengexplorasi dan meneguhkan gaga-sannya, khususnya pada tahap prediksi dan memberi alasan. Tahap observasi dapat memberikan situasi konflik pada siswa berkenaan dengan prediksi awalnya, tahap ini memungkinkan terjadinya rekontruksi dan revisi gagasan awal.
Model Pembelajaran POEadalah singkatan dari predict, observe, dan explan (Suparno, 2007). Model pembelajaran POE memilki 3 (tiga) langkah utama yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun ketiga langkah yaitu :
a. Prediction (prediksi) adalah merupakan suatu proses membuat dugaan terhadap suatu peristiwa kimia. Dalam membuat dugaan siswa sudah me-mikirkan alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu. Dalam proses ini siswa diberi kebebasan seluas-luasanya menyusun dugaan dengan alasannya, sebaiknya guru tidak membatasi pemikiran siswa sehingga banyak gagasan dan
(19)
12
konsep kimia muncul dari pikiran siswa. Semakin banyaknya muncul dugaan dari siswa, guru akan dapat mengerti bagaimana konsep dan pemikiran kimia siswa tentang persoalan yang diajukan. Pada proses prediksi ini guru juga dapat mengerti miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada diri siswa. Hal ini penting bagi guru dalam membantu siswa untuk membangun konsep yang benar.
b. Observation (observasi) yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang ter-jadi. Dengan kata lain siswa diajak untuk melakukan percobaan, untuk meng-uji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan. Pada tahap ini siswa membuat eksperimen, untuk menguji prediksi yang mereka ungkapkan. Siswa meng-amati apa yang terjadi, yang terpenting dalam langkah ini adalah konfirmasi atas prediksi mereka.
c. Explanation (eksplanasi) yaitu pemberian penjelasan terutama tentang ke-sesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi. Apabila hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil observasi dan setelah mereka mem-peroleh penjelasan tentang kebenaran prediksinya, maka siswa semakin yakin akan konsepnya. Akan tetapi, jika dugaannya tidak tepat maka siswa dapat mencari penjelasan tentang ketidaktepatan prediksinya. Siswa akan mengalami perubahan konsep dari konsep yang tidak benar menjadi benar. Disini, siswa dapat belajar dari kesalahan, dan biasanya belajar dari kesalahan tidak akan mudah dilupakan.
Model Pembelajaran POE menurut Nurjanah (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran POE memilki 3 (tiga) langkah secara terinci, yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan
(20)
13
semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun ketiga langkah model pembelajaran POEsecara terinci sebagai berikut:
a. Langkah ke 1 : Membuat prediksi atau dugaan (P)
1. Guru menyajikan suatu permasalahan atau persoalan kimia.
2. Siswa diminta untuk membuat dugaan (prediksi). Dalam membuat dugaan siswa di minta untuk berfikir tentang alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu.
b. Langkah ke 2 : Melakukan observasi (O)
1. Siswa diajak oleh guru melakukan pengamatan langsung yang berkaitan dengan permasalahan kimia yang disajikan di awal.
2. Siswa di minta mengamati apa yang terjadi.
3. Lalu siswa menguji apakah dugaan mereka benar atau salah. c. Langkah ke 3 : Menjelaskan (E)
1. Bila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatan siswa secara langsung, guru dapat merangkum dan memberi penjelasan untuk menguatkan hasil eksperimen yang dilakukan.
2. Bila dugaan siswa tidak terjadi dalam pengamatan langsung yang di lakukan siswa, maka guru membantu siswa mancari penjelasan mengapa dugaannnya tidak benar.
3. Atau guru dapat membantu siswa untuk mengubah dugaanya dan membenarkan dugaan yang semula tidak benar.
Oleh karena itu guru harus memahami karakter peserta didik sehingga materi IPA akan dapat tersampaikan secara optimal. Maka orientasi guru dalam mengajar tidak hanya sebatas menyelesaikan materi ajar saja tetapi juga tetap memperhati-
(21)
14
kan paham atau tidaknya siswa terhadap bahan ajar tersebut. Menurut Hakim (2012) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam model pembelajaran POE adalah sebagai berikut:
1. Masalah yang diajukan sebaiknya masalah yang memungkinkan terjadi konflik kognitif dan memicu rasa ingin tahu.
2. Prediksi harus disertai alasan yang rasional. Prediksi bukan sekedar menebak.
3. Demonstrasi harus bisa diamati dengan jelas, dan dapat memberi jawaban atas masalah.
4. Siswa dilibatkan dalam proses eksplanasi.
Menurut Nurjanah (2009), model pembelajaran POE memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :
a. Kelebihan model pembelajaran POE
1. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khusunya dalam mengajukan prediksi.
2. Dengan melakukan eksperimen dalam prediksinya dapat mengurangi verbalisme.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, karena peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen.
4. Dengan mengamati secara langsung peserta didik akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara dugaanya dengan hasil pengamatanya. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
b. Kelemahan model pembelajaran POE
1. Memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama berkaitan penyajian persoalan kimia dan kegiatan eksperimen yang akan dilakukan yang akan dilakukan untuk membuktikan prediksi yang di-ajuka peserta didik.
2. Untuk melakukan pengamatan langsung memerlukan bahan-bahan, peralatan dan tempat yang memadai.
3. Untuk kegiatan eksperimen memerlukan kemampuan dan keterampil-an yketerampil-ang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih pro-fesional.
4. Memerlukan kemampuan dan motivasi guru yang bagus untuk keber-hasilan dan proses pembelajaran peserta didik.
(22)
15
D. Keterampilan Proses Sains
Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia se-utuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta kete-rampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.
Hartono dalam Fitriani (2009) mengemukakan bahwa:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.
Pengembangan pendekatan keterampilan proses sains merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Materi pe-lajaran akan lebih mudah dikuasai dan dihayati oleh siswa bila siswa sendiri mengalami peristiwa belajar tersebut. Selain itu menurut Usman dan Setiawati (2001) tujuan pendekatan proses ini adalah :
a) Memberikan motivasi belajar kepada siswa karena dalam keterampilan proses ini siswa dipacu untuk senantiasa berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
b) Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa karena hakikatnya siswa sendirilah yang mencari fakta dan me-nemukan konsep tersebut
c) Untuk mengembangkan pengetahuan teori dengan kenyataan hidup di-masyarakat sehingga antara teori dengan kenyataan hidup akan serasi.
(23)
16
d) Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat sebab siswa telah dilatih untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah
e) Mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab dan rasa kesetia-kawanan sosial dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.
Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam me-mahami masing-masing keterampilan tersebut. Funk dalam Dimyati, dkk (2002) mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill) antara lain:
1. Keterampilan proses dasar terdiri atas enam keterampilan yakni menga-mati, mengklasifikasikan, memprediksi, mengukur, mengkomunikasikan dan menyimpulkan.
Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar Keterampilan Dasar Indikator
Mengamati Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil
pengamatan.
Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.
Memprediksi Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang me-nunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecen-derungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan.
Lanjutan Tabel 1
Keterampilan Dasar Indikator
Mengukur Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu
(24)
17
satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain. mengkomunikasikan memberikan/menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, men-diskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
menyimpulkan Mampu menjelaskan hasil pengamatan, me-nyimpulkan dari fakta yang terbatas.
2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefenisikan variabel, merancang penelitian dan melakukan eksperimen.
Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu :
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa
2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret
3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif
4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Berdasarkan materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu larutan non-elektrolit dan non-elektrolit, keterampilan proses sains (KPS) yang diukur satunya yaitu keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Dimana siswa diharapkan dapat lebih mudah dalam mengkomunikasikan masalah-masalah yang muncul pada materi tersebut dan mampu menyimpulkan suatu hasil pengamatan
(25)
18
berdasarkan fakta yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari serta pendapat-pendapat yang perlu disampaikan.
E. Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Nasution (2007) kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupa-kan dasar untuk segala yang kita kerjamerupa-kan. Keterampilan mengkomunikasimerupa-kan dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda-benda serta kejadian-kejadian secara rinci. Mengkomunikasi-kan dapat diartiMengkomunikasi-kan sebagai menyampaiMengkomunikasi-kan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah atau hasil pengamatan, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.
Menurut Citrobroto (1979) berdasarkan cara penyampaiannya komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Arifin (2000), mengkomunikasikan sering disam-paikan dalam bentuk lisan atau rekaman. Komunikasi lisan pada saat pembel-ajaran praktikum dapat terjadi pada saat diskusi kelompok ataupun kelas, sedang-kan komunikasi tulisan dapat dilakusedang-kan pada saat membuat tabel pengamatan atau laporan praktikum. Adanya kegiatan dalam kelompok dapat mempermudah suatu pekerjaan atau malah menghambat pekerjaan tersebut bila tidak terdapat kerja sama dan komunikasi yang baik diantara anggota kelompok.
(26)
19
Dengan adanya keterampilan berkomunikasi, siswa dapat menyampaikan ide dan gagasannya dan menerima informasi, gagasan atau ide agar lebih efektif baik secara lisan maupun secara tulisan pada anggota kelompok atau temannya. Dalam suatu kelompok, individu menjadi bagian yang saling berkaitan dengan individu lain sebagai anggota kelompok, sedangkan kelompok memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki individu. Kemampuan berkomunikasi siswa biasanya di-tunjukkan pada saat kegiatan diskusi yang mampu merangsang keberanian dan kreatifitas siswa dalam mengemukakan gagasan, membiasakan siswa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain serta belajar bertang-gung jawab terhadap hasil pemikiran bersama (Rustaman et al, 2003).
F. Keterampilan Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Kemampuan menyimpulkan merupakan aspek penting dari keteram-pilan proses sains yang perlu dilatihkan dalam pembelajaran kimia disekolah, karena keterampilan ini menuju pada pembuatan kesimpulan mengenai hasil observasi yang didasarkan atas pengetahuan awal siswa (Indrawati, 1999). Tidak seperti pengamatan yang buktinya langsung terkumpul di sekitar obyek, kesimpul-an adalah penjelaskesimpul-an atau tafsirkesimpul-an (interpretasi) ykesimpul-ang dibuat berdasarkkesimpul-an peng-amatan. Ketika siswa mampu membuat kesimpulan, menafsirkan dan menjelas-kan peristiwa-peristiwa di sekitar mereka, siswa memiliki apresiasi yang lebih baik terhadap lingkungan di sekitar mereka. Para ilmuwan mengemukakan hipotesis tentang mengapa suatu peristiwa dapat terjadi, didasarkan pada
(27)
ke-20
simpulannya tentang hasil penyelidikan (investigasi). Siswa perlu diajarkan bagaimana membedakan antara pengamatan dan kesimpulan. Mereka harus mampu membedakan dengan bukti yang mereka kumpulkan mengenai alam antara pengamatan dengan tafsiran mereka berdasarkan pengamatan atau ke-simpulan.
Guru dapat membantu siswa membuat perbedaan ini dengan terlebih dahulu men-dorong mereka untuk mendeskripsikan pengamatan mereka menjadi rinci. Kemudian, dengan memberi pertanyaan-pertanyaan siswa tentang pengamatan mereka guru dapat mendorong siswa untuk berpikir tentang makna dari pengamat-an. Berpikir untuk membuat kesimpulan dengan cara ini mengingatkan siswa untuk mengkaitkan kesimpulan apa yang telah diamati dengan apa yang sudah di-ketahui dari pengalaman sebelumnya.
Seringkali kesimpulan yang berbeda dapat dibuat berdasarkan pengamatan yang sama. Kesimpulan kita juga bisa berubah seiring dengan hasil pengamatan tam-bahan. Pada umumnya siswa lebih percaya diri tentang kesimpulan siswa ketika pengamatan yang diperoleh cocok dengan pengalaman masa lalu. Siswa juga lebih percaya diri tentang kesimpulan saat mengumpulkan lebih banyak bukti pen-dukung. Ketika siswa mencoba untuk membuat kesimpulan, mereka sering harus kembali dan membuat pengamatan tambahan agar menjadi lebih percaya diri dalam mengambil kesimpulan. Kadang-kadang membuat pengamatan tambahan akan memperkuat kesimpulan, tapi kadang-kadang informasi tambahan akan menyebabkan kita untuk memodifikasi atau bahkan menolak kesimpulan sebelumnya. Dalam ilmu pengetahuan, kesimpulan tentang bagaimana segala
(28)
21
sesuatu bekerja secara terus menerus dibangun, diubah, dan bahkan ditolak ber-dasarkan pengamatan baru.
G. Kerangka Pemikiran
Prinsip dasar model pembelajaran POE adalah siswa dapat membangun konsep berdasarkan keterampilan proses sains yang dilakukan dalam pembelajaran, oleh karena itu siswa harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran agar siswa dapat mengembangkan keterampilan proses sainsnya. Pembelajaran me-lalui model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit di-lakukan secara bertahap. Pada tahap prediksi, dalam pembelajaran guru akan me-nunjukkan suatu fenomena yang terjadi dikehidupan sehari-hari, kemudian siswa diminta untuk memperkirakan fenomena lain. Dalam kegiatan ini siswa akan membuka memorinya yang berhubungan dengan fenomena yang akan kan mencari informasi yang berhubungan dengan fenomena yang akan diprediksi-kan. Pada tahap observasi siswa akan melakukan kegiatan mengamati fenomena yang terjadi sehingga siswa dapat menggunakan segenap panca indera untuk memperoleh informasi atau data mengenai benda atau fenomena yang terjadi.
Pada tahap explan atau menjelaskan. Menjelaskan merupakan kegiatan dimana guru meminta siswa untuk memaparkan hasil pengamatan mereka serta menjelas-kannya. Dalam kegiatan menjelaskan ini siswa diharapkan dapat mengembang-kan keterampilan mengkomunikasimengembang-kan dengan memberimengembang-kan atau menggambarmengembang-kan data empiris hasil pengamatan dengan tabel, mendeskripsikan benda-benda dan kejadian tertentu secara rinci berdasarkan hasil pengamatan serta menyusun dan
(29)
22
menyampaikan laporan secara sistematis. Berdasarkan keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan maka akhirnya siswa dapat membuat kesimpulan berdasarkan proses yang dilakukan, sehingga dalam tahap explan ini siswa juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan menyimpulkan.
Berdasarkan uraian diatas apabila pada pembelajaran kimia digunakan model pembelajaran POE diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan meng-komunikasikan dan menyimpulkan, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa SMA Budaya Bandar Lampung.
H. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa kelas X1 semester genap SMA Budaya Bandar Lampung tahun
pelajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan meng-komunikasikan dan keterampilan menyimpulkan materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa kelas X semester genap SMA Budaya Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 pada kelas X1 diabaikan.
3. Perbedaan skor pretes dan postes pada keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan menyimpulkan siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit semata-mata terjadi karena adanya perlakuan yang diberikan dalam proses pembelajaran.
(30)
23
I. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Model Predict-Observe-Explan pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan menyimpulkan.
(31)
24
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Budaya Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 32 siswa. Terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswi perempuan.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterap-kan (posstest) kepada siswa. Dan sumber data adalah siswa kelas X1.
C. Desain dan Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental, dan menggunakan desain one-grouppretest-posstest yaitu ada pemberian tes awal sebelum diberi per-lakuan dan tes akhir setelah diberi perper-lakuan dalam satu kelompok yang sama.
(32)
25 Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2. Desain penelitian
Pretest Perlakuan Posstest
O1 X O2
(Sugiyono, 2010)
Dengan keterangan O1 adalah nilai pretes sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah nilai postes setelah diberikan perlakuan. X adalah perlakuan yang berupa pembel-ajaran POE.
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran POE. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan Mengkomunikasikan dan menyimpulkan siswa kelas X1 SMA Budaya Bandar Lampung.
E. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah :
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan Standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
b. LKS kimia yang menggunakan model POE sejumlah 3 LKS. c. Soal pretest dan posstest yang berjumlah 5 soal essay.
(33)
26
F. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuai-an kesesuai-antara instrumen dengkesesuai-an rkesesuai-anah atau domain yang diukur. Pengujian kevalidan isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilaku-kan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu ter-dapat kesesuaian, maka ter-dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk diguna-kan dalam mengumpuldiguna-kan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen Pembimbing untuk memvalidkannya.
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap prapenelitian
a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah.
b. Meminta izin kepada wakil kepala kurikulum sekolah SMA Budaya Bandar Lampung dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat.
c. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang ke-adaan sekolah, data siswa, jadwal dan sarana prasarana di sekolah.
d. Menentukan kelas yang akan dijadikan subyek penelitian yaitu kelas X1.
e. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang diteliti yaitu materi non-elektrolit dan elektrolit.
(34)
27 f. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan model
pem-belajaran POE.
g. Membuat soal pretest dan posstest.
2. Tahap penelitian a. Melakukan pretest.
b. Melaksanakan pembelajaran pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit sesuai dengan model pembelajaran POE.
c. Melakukan posstest.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini :
Gambar 1. Alur Penelitian Penentuan
subjek
Observasi Membuat
instrumen Pretest
Pembelajaran dengan model POE
Postest Analis data
(35)
28
H. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
1. Nilai
Pengukuran skor nilai pretest atau posstest dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung n-Gain.
2. Gain ternormalisasi
Untuk mengetahui efektivitas inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan menyebutkan contoh dan mengidentifikasi kesimpulan, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai
pretest dan posstest. Rumus n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :
Hasil perhitungan n-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifi-kasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut :
Pretes Nilai Maksimum Nilai
Pretes Nilai Postes Nilai (g)
Gain -n
(36)
29
Tabel 3. Klasifikasi gain ( g )
Efektivitas juga dilihat dari ketuntasan belajar , pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar (kognitif).
Besarnya g Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g 0,7 Sedang
(37)
40
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase ketuntasan belajar (KKM) yang ditetapkan menujukkan bahwa model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan keterampilan meng-komunikasikan dan keterampilan menyimpulkan.
2. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa dengan pem-belajaran POEefektif dalam dalam kategori sedang.
3. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa dengan pem-belajaran POEefektif dalam dalam kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Pembelajaran POE hendaknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, ter-utama pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomuniasikan dan menyimpulkan.
(38)
41
2. Bagi calon peneliti lain yang juga tertarik untuk menerapkan pembelajaran POE, hendaknya lebih mengoptimalkan persiapan yang diperlukan pada tiap tahapan dalam model pembelajaran POE.
3. Bagi calon peneliti disarankan untuk lebih kreatif lagi dalam mengelola kelas sehingga keributan-keributan kecil yang ditimbulkan siswa dapat
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung.
Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
Citrobroto, R.I. Suharti. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Berkomunikasi. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Dimyati, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). Skripsi.FKIP UNILA. Bandar Lampung.
Hariwibowo, dkk. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/
makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.30 April 2012
Hakim, E.S. 2012. Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) [online] tersedia di http:// http://edisuriawanhakim.blogspot.com/2012/01/model-pembelajaran-poe-predict-obiserve.html[21 Februari 2012]
Indrawati dan Setiawan, W. 2010. Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk Siswa Sekolah Dasar. PPPPTK IPA. Jakarta.
Nasution, N, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Nurhayati, H. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran POE (
(40)
Konsep Siswa Pada Konsep Difusi Dan Osmosis Di Kelas VIII. Skripsi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Nurjanah, A. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa MTS. Tesis. FPMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung.
Purba, M. 2006. Kimia Kelas X. Erlangga. Jakarta.
Rustaman, N , Soendjojo, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, C, dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.
Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang. Malang Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta.
Usman, M.U. 1995. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung. Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008. 2 Juli 2011.
(1)
28 H. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
1. Nilai
Pengukuran skor nilai pretest atau posstest dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung n-Gain.
2. Gain ternormalisasi
Untuk mengetahui efektivitas inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan menyebutkan contoh dan mengidentifikasi kesimpulan, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretest dan posstest. Rumus n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :
Hasil perhitungan n-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifi-kasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut :
Pretes Nilai Maksimum Nilai Pretes Nilai Postes Nilai (g) Gain -n
(2)
29
Tabel 3. Klasifikasi gain ( g )
Efektivitas juga dilihat dari ketuntasan belajar , pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar (kognitif).
Besarnya g Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g 0,7 Sedang
(3)
40
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase ketuntasan belajar (KKM) yang ditetapkan menujukkan bahwa
model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan keterampilan meng-komunikasikan dan keterampilan menyimpulkan.
2. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa dengan
pem-belajaran POEefektif dalam dalam kategori sedang.
3. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengkomunikasikan siswa dengan
pem-belajaran POEefektif dalam dalam kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Pembelajaran POE hendaknya diterapkan dalam pembelajaran kimia,
ter-utama pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomuniasikan dan menyimpulkan.
(4)
41
2. Bagi calon peneliti lain yang juga tertarik untuk menerapkan pembelajaran POE, hendaknya lebih mengoptimalkan persiapan yang diperlukan pada tiap tahapan dalam model pembelajaran POE.
3. Bagi calon peneliti disarankan untuk lebih kreatif lagi dalam mengelola kelas sehingga keributan-keributan kecil yang ditimbulkan siswa dapat
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung.
Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta.
Citrobroto, R.I. Suharti. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Berkomunikasi. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata
Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Dimyati, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP
2009-2010). Skripsi.FKIP UNILA. Bandar Lampung.
Hariwibowo, dkk. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan
Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA.
Lubis Grafura (Ed). http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/
makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.30 April 2012
Hakim, E.S. 2012. Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) [online] tersedia di http:// http://edisuriawanhakim.blogspot.com/2012/01/model-pembelajaran-poe-predict-obiserve.html[21 Februari 2012]
Indrawati dan Setiawan, W. 2010. Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk Siswa Sekolah Dasar. PPPPTK IPA. Jakarta.
Nasution, N, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Nurhayati, H. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran POE (
(6)
Konsep Siswa Pada Konsep Difusi Dan Osmosis Di Kelas VIII. Skripsi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Nurjanah, A. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain
(POE) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan dan Keterampilan
Berpikir Kreatif Siswa MTS. Tesis. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Purba, M. 2006. Kimia Kelas X. Erlangga. Jakarta.
Rustaman, N , Soendjojo, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Semiawan, C, dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.
Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang. Malang Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi
Aksara. Jakarta.
Usman, M.U. 1995. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008. 2 Juli 2011.