Pertambangan Ekonomi Masyarakat Manggarai Barat .1 Pertanian

Bima di Manggarai, hingga masuknya pengaruh ekspedisi Belanda pertama tahun 1850 dan ekspedisi kedua tahun 1890 dibawah pimpinan Meerburg. Ekspedisi yang terakhir pada tahun 1905 dibawah Pimpinan H.Christofel. Kehadiran Belanda di Manggarai, membuahkan perlawanan sengit antara Belanda dan rakyat Manggarai di bawah Pimpinan Guru Amenumpang yang bergelar Motang Rua tahun 1907 dan 1908. Namun sebelum menghadapi perlawanan Motang Rua, Belanda mendapat perlawanan dari Kraeng Tampong yang akhirnya tewas ditembak Belanda dan dikuburkan di Compang Mano. Kerajaan lain yang pernah berkuasa di Manggarai adalah Kerajaan Cibal, Kerajaan Lambaleda, Kerajaan Todo, Kerajaan Tana Dena dan Kerajaan Bajo. Pada saat ini bukti serajah tentang kerajaan tersebut yang masih tersisa adalah Kerajaan Todo, walaupun kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Referensi tentang penelusuran tentang kerajaan-kerajaan Manggarai sulit untuk didapatkan. Pengaruh Belanda ada sejak adanya 3 kali ekspedisi Belanda ke Manggarai, yaitu tahun 1850,1890, dan tahun 1905. Pengaruh Belanda di Manggarai terutama pada didirikannya sekolah-sekolah dan agama Katolik. Pada abad ke-16, Belanda berekspansi ke Flores Barat untuk menguasai Manggarai. Penguasaan Manggarai tidak dilakukan secara langsung oleh Belanda, tetapi melalui Kerajaan Goa yang berkedudukan di Makasar. Jadi, Manggarai di bawah kekuasaan Kerajaan Goa. Saat itu orang-orang Sulawesi memang telah memeluk agama Islam. Kehadiran Kerajaan Goa di Manggarai tidak menyebarkan agama. Kerajaan Goa hanya menjalankan pemerintahan yang digariskan Belanda. http:manggaraibaratkab.go.id diunduh pada tanggal 16 April 2014.

2.4 Agama

Penduduk Kabupaten Manggarai Barat terbagi dalam beberapa agama yang tersebar di semua kecamatan. Jumlah pemeluk agama menurut golongan agama pada tahun 2011 adalah Katolik sebanyak 179.760 jiwa, Protestan sebanyak 1.878 jiwa, Islam sebanyak 45.525 jiwa, Hindu sebanyak 181 jiwa, Budha sebanyak 21 jiwa dan lainnya sebanyak 230 jiwa. Jumlah sarana ibadah di Kabupaten Manggarai Barat, yaitu 21 Gereja Katolik, 139 Kapela, 8 Gereja Protestan, 125 Mesjid, 7 Mushola dan 1 Pura. Khusus untuk jamaan haji di Kabupaten Manggarai Barat pada tahun 2011 telah memberangkatkan 320 jemaah dengan penyebarannya terdapat di Kecamatan Komodo 282 orang, Kecamatan Boleng 12 orang, Kecamatan Sano Nggoang 3 orang, Kecamatan Lembor 17 orang dan Kecamatan Macang Pacar 6 orang http:manggaraibaratkab.go.id diunduh pada tanggal 16 April 2014.

2.5 Kesenian Manggarai Barat

2.5.1 Seni Tenun, Seni Suara, Seni Musik, dan Seni Tari

Kesenian tradisional dengan ciri khas daerah yang berkembang di Manggarai Barat adalah seni tenun, seni suara, seni musik dan seni tari. Dalam seni tenun, corak tenun yang banyak berkembang adalah hitam gelap dengan berbagai motif warna-warni. Setiap motif tenun terkandung makna filosofis. Pada seni suara kegiatan menyanyi dilakukan secara tradisional. Pada umumnya berkaitan dengan berbagai upacara adat. Berbagai syair yang sakral banyak dilagukan dengan irama yang khas dengan diiringi musik tradisional sederhana seperti gong, gendang, kombeng dan suling. Untuk lagu daerah yang terkenal adalah sanda dan mbata . Untuk seni musik, jenis alat musik tradisional masyarakat Manggarai adalah gendang, gong, kerontong, dan nyiru. Untuk melestarikan seni tari dan seni suara, ada 14 sanggar seni di Kabupaten Manggarai Barat yang secara rutin melakukan kegiatan latihan tari. Sebagian besar sanggar dikelola oleh sekolah dan masyarakat. Pada saat ini, even penyelenggaraan pentas seni tari dan seni suara belum secara rutin dilakukan. Pementasan dilakukan berdasarkan pemesanan. Sanggar tari tersebut menjalin kerjasama dengan pihak tour untuk melakukan pementasan bagi wisatawan. Ada beberapa jenis tarian yang sering ditampilkan, yaitu tari Caci, Nunundake, Sanda, Pepak, dan Sae.

2.5.2 Pola Perkampungan Dan Rumah Adat Masyarakat Manggarai

Kampung tradisional di Manggarai Barat berbentuk bundar dengan pintu saling berhadapan. Bentuk bulat menyarankan makna keutuhan atau kebulatan. Bentuk kampung demikian diperkuat oleh tuturan ritual. Secara mistis kampung dibagi atas tiga, yaitu pa’ang bagian depan, ngandu pusat, dan ngaung atau musi bagian belakang kampung.