2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK
a. Definisi
PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini
biasanya progresif dan berhubungan dengan respons peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel berbahaya Rubenstein, Wayne, dan
Bradley, 2005. b.
Etiologi Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain: merokok penyebab utama, polusi udara.
Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host antara lain: usia, adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi, predisposisi genetik, yaitu defisiensi
α
1
antitripsin AAT Ikawati, 2007. c.
Patofisiologi Menurut Ikawati 2007 terdapat dua gangguan yang sering terjadi
pada PPOK, yaitu: 1
Bronkitis kronis: secara normal silia dan mukus di bronkus melindungi dari inhalasi iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkannya. Iritasi
terus-menerus seperti asap rokok atau polutan dapat menyebabkan respon yang berlebihan pada mekanisme pertahanan ini. Asap rokok menghambat
pembersihan mukosiliar mucociliary clereance. Hiperplasia dan hipertrofi kelenjar penghasil mukus menyebabkan hipersekresi mukus di
saluran nafas. Di samping itu, iritasi asap rokok juga menyebabkan inflamasi bronkiolus dan alveoli. Akibatnya makrofag dan neutrofil
berinfiltrasi ke epitel dan memperkuat tingkat kerusakan epitel. Bersama dengan adanya produksi mukus yang berlebih, terjadi sumbatan bronkiolus
dan alveoli 2
Emfisema: terjadi kerusakan dinding dalam asinus bronkiolus, duktus alveolus, dan kantong alveolar yaitu bagian paru-paru yang bertanggung
jawab dalam pertukaran gas. Alveolus mengalami pembesaran dan kehilangan elastisitas untuk mengerut recoil. Akibatnya pertukaran O
2
dan CO
2
terganggu. d.
Manifestasi klinis Gejala yang timbul adalah peningkatan volume sputum, sesak nafas
yang progresif, dada terasa sesak chest tightness, sputum yang purulen, lemah, lesu, mudah lelah McPhee dan Ganong, 2011.
e. Penatalaksanaan
Menurut WHO 2006, penatalaksanaan PPOK terdiri dari empat komponen utama, yaitu: pemantauan dan assessment penyakit, mengurangi
faktor risiko, penatalaksaan PPOK yang stabil, dan penatalaksanaan eksaserbasi akut PPOK. Tujuan terapi pada PPOK stabil adalah memperbaiki
keadaan obstruktif kronik, mengatasi dan mencegah eksaserbasi akut, menurunkan kecepatan peningkatan penyakit, meningkatkan keadaan fisik dan
psikologik pasien sehingga dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari. Terapi
pada eksaserbasi akut adalah untuk memelihara fungsi pernafasan dan memperpanjang survival.
Terapi non-farmakologi yang dapat diberikan pada pasien adalah
berhenti merokok atau menjauhi asap rokok, olahraga ringan, edukasi
Rubenstein, Wayne, dan Bradley, 2005. Sedangkan terapi farmakologinya adalah:
1 Bronkodilator
Bronkodilator ini diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat slow release atau obat berefek panjang long acting Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.
Macam-macam bronkodilator: a
Golongan antikolinergik: terapi lini pertama untuk pasien PPOK yang stabil. Mekanisme kerjanya adalah menghambat reseptor kolinergik
pada otot bronkial untuk mengatasi bronkokonstriksi. Contoh: ipratropium bromide Ikawati, 2007.
b Golongan agonis β2: merupakan bronkodilator dan meningkatkan
pembersihan mukosiliar mucociliary clereance Ikawati, 2007. c
Kombinasi antikolinergik dan agonis β2: kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan
obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.
d Golongan metilksantin: digunakan jika pasien intoleran terhadap
bronkodilator lainnya. Contohnya adalah teofilin, aminofilin dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat Ikawati, 2007. 2
Antiiflamasi: digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. 3
Antibiotik: diapakai untuk mengatasi eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat. Antibiotik hanya
diberikan bila terdapat infeksi. Contoh antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, makrolida, asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. 4
Mukolitik: tidak diberikan secara rutin, hanya digunakan sebagai pengobatan simptomatik bila tedapat dahak Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003.
3. Pneumonia