Efektivitas pengobatan pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.

(1)

xvii INTISARI

Pasien gangguan saluran pencernaan dapat menerima obat dengan macam dan jumlah yang banyak, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi pengobatan. Salah satu evaluasi yang dapat dilakukan adalah efektivitas. Efektivitas pengobatan dapat mempengaruhi kesembuhan pasien. Evaluasi efektivitas dilihat dari indikasi yang muncul dan dosis obat tidak terlalu rendah. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat dan efektivitas pengobatan pada pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik pasien dan wawancara tentang kondisi pasien ke perawat yang bertugas. Efektivitas pengobatan dievaluasi berdasarkan standar pelayanan RS, evidence based medicine dan kondisi pasien.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 34 orang dengan diagnosis masuk terbanyak adalah gastroenteritis akut (GEA). Diagnosis masuk lainnya adalah vomitus dan dispepsi ulkus tipe vomitus. Jumlah obat yang paling banyak diterima oleh pasien GEA dan vomitus adalah 7 macam dan pada pasien dispepsi ulkus tipe vomitus adalah 5 macam. Golongan obat paling banyak diterima oleh pasien GEA adalah antidiare probiotik. Golongan obat paling banyak diterima oleh pasien vomitus adalah antiemetik ondansetron. Obat yang paling banyak mengalami masalah terkait efektivitas adalah ondansetron dan probiotik.


(2)

xviii ABSTRACT

Patients with gastrointestinal disorder may receive many kinds of medicines. Therefore, it is required that pharmacists should take their responsibilities related to pharmaceutical care practice on those patients. One of the pharmaceutical care components is evaluation of the medication effectiveness. The effectiveness evaluation includes the right indications of the medicines used and not too low dosage. Therefore, this study evaluates the effectiveness of medication applied to patients with gastrointestinal disorders at in patient unit of Panti Rini Hospital Yogyakarta in July 2012.

This study is a non experimental descriptive evaluative with a prospective approach. Data were collected from medical records of patients with gastrointestinal disorders during July 2012 and from interviews with nurses in that unit regarding clinical conditions of the patients. The evaluation was conducted using the hospital therapeutic guideline and evidences published in journals.

There are 34 cases involve in this study in which the most cases are acute gastroenteritis followed by vomitus and vomitus related to ulcer dyspepsia. The highest amount of medicines are 7 and 5 in acute gastroenteritis as well as in vomitus and in vomitus related to ulcer dyspepsia, respectively. The most medicines used in AGE is probiotic and in vomitus is ondansetron.

Key word: medication effectiveness, indication, dosage, gastrointestinal disorders


(3)

i

EFEKTIVITAS PENGOBATAN PASIEN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE JULI 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Silvia Agustina NIM : 098114061

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

ii

EFEKTIVITAS PENGOBATAN PASIEN GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE JULI 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Silvia Agustina NIM : 098114061

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(5)

(6)

(7)

v

Bekerja lebih keras tidak lebih

efektif dari bekerja lebih pintar

(Jack Trout)

Dalam hidup, akan selalu ada orang yg tak menyukaimu,

namun itu bukan urusanmu

.

Lakukan apa yg kamu anggap benar dan ENJOY.

Dibalik kebencian orang terhadap kita, sebenarnya

terdapat kekaguman atas yang tidak mereka mampu

atau miliki pada diri kita.

Kupersembahkan karya ini bagi :

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati dan melindungiku

Papa dan Mama tercinta atas doa, kasih sayang dan pengorbanan selama ini Adik-adikku tersayang


(8)

(9)

(10)

viii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli

2012” dengan baik.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Y. Wibowo Soerahjo, MMR selaku Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu memberikan ijin pada peneliti untuk melakukan penelitian di luar kampus.

3. Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

4. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

ix

5. Aris Widayati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Betty selaku kepala instalasi farmasi Rumah Sakit Panti Rini yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian ini.

7. Suster A.M. Siti Listiyani selaku Kepala Subseksi Rawat Inap Umum dan IMC yang telah banyak membantu peneliti dalam proses pengambilan data. 8. Bapak Harry selaku Kepala Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Panti Rini

beserta staf karyawan yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam pengambilan data.

9. Ayahanda Budiyanto dan Ibunda Sieny Susilowati yang telah melahirkan, merawat, menjaga, mengasihi serta mendukung penulis dalam setiap langkah di kehidupan penulis.

10.Adikku yang terkasih Fransisca Natalia dan Albert Adi Kurniawan atas perhatian, kasih saying, serta dukungannya kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

11.Friska, Maria dan Arning atas kekompakan dan kebersamaan selama proses penyusunan skripsi ini.

12.Teman-teman kos Dewi 2 (Adel, Nindy, Lani, Sheilla, Agnes) atas dukungannya selama kuliah S1 di Universitas Sanata Dharma.

13.Anak-anak Farmasi angkatan 2009 khususnya FSM kelas C dan FKK kelas B atas semua dukungan dan canda tawa selama kuliah S1 di Universitas Sanata Dharma.


(12)

x

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang tidak sempurna di dunia ini. Segala keterbatasan baik tenaga, pikiran dan waktu yang membuat penulisan skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta,11 Februari 2013


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 3

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Drug Therapy Problems ... 7

B. Dosis dan Frekuensi Pemberian Obat ... 8

C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pencernaan ... 8

D. Gangguan Saluran Pencernaan ... 10

1. Dispepsia ... 10

2. Diare... 11

a. Definisi ... 11

b. Epidemiologi ... 11

c. Etiologi ... 12

d. Patofisiologi ... 13

e. Manifestasi klinik ... 14

f. Strategi terapi ... 15

3. Konstipasi ... 17

a. Definisi ... 17

b. Epidemiologi ... 17

c. Etiologi ... 17

d. Patofisiologi ... 18

e. Manifestasi klinik ... 18

f. Strategi terapi ... 19

4. Mual muntah ... 20

a. Definisi ... 20

b. Etiologi ... 20

c. Patofisiologi ... 21


(14)

xii

e. Strategi terapi ... 23

5. Peptic Ulcer Disease (PUD) ... 25

a. Definisi ... 25

b. Epidemiologi ... 25

c. Etiologi ... 26

d. Patofisiologi ... 26

e. Manifestasi klinik ... 27

f. Strategi terapi ... 28

E. Keterangan Empiris ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

C. Subyek Penelitian ... 33

D. Bahan Penelitian ... 33

E. Tempat Penelitian ... 33

F. Tata Cara Penelitian ... 34

G. Tata Cara Analisis Hasil ... 35

H. Kesulitan/Keterbatasan Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Profil Penggunaan Obat Gangguan Saluran Pencernaan Di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Meliputi Jumlah Macam Dan Golongan Obat ... 40

B. Evaluasi Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Periode Juli 2012 ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 58


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I Kategori dan penyebab umum DTPs ... 7

Tabel II Pemberian Oralit yang Diharuskan dalam Tiga Jam Pertama... 16

Tabel III Oralit yang Harus Diberikan Setiap Habis BAB ... 16

Tabel IV Mekanisme dan Penyebab Konstipasi ... 18

Tabel V Golongan Obat-Obat Ulkus Peptikum Dan Contoh Sediaannya 29

Tabel VI Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosa Masuk dan Manifestasi Klinik Pada Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode 2012 ... 38

Tabel VII Jenis Cairan Rehidrasi Yang Diberikan Pada Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 ... 39

Tabel VIII Pengelompokkan Jumlah Macam Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Diterima Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 ... 40

Tabel IX Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Yang Diduga Mengalami Masalah Terkait Efektivitas Obat dan Rekomendasi Yang Diberikan ... 49


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekam Medis Kasus 1 ... 58

Lampiran 2 Rekam Medis Kasus 2 ... 60

Lampiran 3 Rekam Medis Kasus 3 ... 61

Lampiran 4 Rekam Medis Kasus 4 ... 62

Lampiran 5 Rekam Medis Kasus 5 ... 63

Lampiran 6 Rekam Medis Kasus 6 ... 64

Lampiran 7 Rekam Medis Kasus 7 ... 65

Lampiran 8 Rekam Medis Kasus 8 ... 66

Lampiran 9 Rekam Medis Kasus 9 ... 67

Lampiran 10 Rekam Medis Kasus 10 ... 68

Lampiran 11 Rekam Medis Kasus 11 ... 69

Lampiran 12 Rekam Medis Kasus 12 ... 70

Lampiran 13 Rekam Medis Kasus 13 ... 71

Lampiran 14 Rekam Medis Kasus 14 ... 73

Lampiran 15 Rekam Medis Kasus 15 ... 75

Lampiran 16 Rekam Medis Kasus 16 ... 76

Lampiran 17 Rekam Medis Kasus 17 ... 77

Lampiran 18 Rekam Medis Kasus 18 ... 79

Lampiran 19 Rekam Medis Kasus 19 ... 81

Lampiran 20 Rekam Medis Kasus 20 ... 82

Lampiran 21 Rekam Medis Kasus 21 ... 83

Lampiran 22 Rekam Medis Kasus 22 ... 84

Lampiran 23 Rekam Medis Kasus 23 ... 85

Lampiran 24 Rekam Medis Kasus 24 ... 86

Lampiran 25 Rekam Medis Kasus 25 ... 87

Lampiran 26 Rekam Medis Kasus 26 ... 88

Lampiran 27 Rekam Medis Kasus 27 ... 89

Lampiran 28 Rekam Medis Kasus 28 ... 90

Lampiran 29 Rekam Medis Kasus 29 ... 91


(18)

xvi

Lampiran 31 Rekam Medis Kasus 31 ... 93

Lampiran 32 Rekam Medis Kasus 32 ... 94

Lampiran 33 Rekam Medis Kasus 33 ... 95

Lampiran 34 Rekam Medis Kasus 34 ... 97

Lampiran 35 Pengelompokkan Berdasarkan Jumlah Macam dan Golongan Obat yang Diterima Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 ... 98

Lampiran 36 Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Yang Diduga Mengalami Masalah Terkait Efektivitas Obat ... 101

Lampiran 37 Surat Bukti Penerimaan Penelitian di Rumah Sakit Panti Rini ... 102

Lampiran 38 Surat Bukti Selesainya Penelitian di Rumah Sakit Panti Rini ... 103


(19)

xvii INTISARI

Pasien gangguan saluran pencernaan dapat menerima obat dengan macam dan jumlah yang banyak, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi pengobatan. Salah satu evaluasi yang dapat dilakukan adalah efektivitas. Efektivitas pengobatan dapat mempengaruhi kesembuhan pasien. Evaluasi efektivitas dilihat dari indikasi yang muncul dan dosis obat tidak terlalu rendah. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat dan efektivitas pengobatan pada pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik pasien dan wawancara tentang kondisi pasien ke perawat yang bertugas. Efektivitas pengobatan dievaluasi berdasarkan standar pelayanan RS, evidence based medicine dan kondisi pasien.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 34 orang dengan diagnosis masuk terbanyak adalah gastroenteritis akut (GEA). Diagnosis masuk lainnya adalah vomitus dan dispepsi ulkus tipe vomitus. Jumlah obat yang paling banyak diterima oleh pasien GEA dan vomitus adalah 7 macam dan pada pasien dispepsi ulkus tipe vomitus adalah 5 macam. Golongan obat paling banyak diterima oleh pasien GEA adalah antidiare probiotik. Golongan obat paling banyak diterima oleh pasien vomitus adalah antiemetik ondansetron. Obat yang paling banyak mengalami masalah terkait efektivitas adalah ondansetron dan probiotik.


(20)

xviii ABSTRACT

Patients with gastrointestinal disorder may receive many kinds of medicines. Therefore, it is required that pharmacists should take their responsibilities related to pharmaceutical care practice on those patients. One of the pharmaceutical care components is evaluation of the medication effectiveness. The effectiveness evaluation includes the right indications of the medicines used and not too low dosage. Therefore, this study evaluates the effectiveness of medication applied to patients with gastrointestinal disorders at in patient unit of Panti Rini Hospital Yogyakarta in July 2012.

This study is a non experimental descriptive evaluative with a prospective approach. Data were collected from medical records of patients with gastrointestinal disorders during July 2012 and from interviews with nurses in that unit regarding clinical conditions of the patients. The evaluation was conducted using the hospital therapeutic guideline and evidences published in journals.

There are 34 cases involve in this study in which the most cases are acute gastroenteritis followed by vomitus and vomitus related to ulcer dyspepsia. The highest amount of medicines are 7 and 5 in acute gastroenteritis as well as in vomitus and in vomitus related to ulcer dyspepsia, respectively. The most medicines used in AGE is probiotic and in vomitus is ondansetron.

Key word: medication effectiveness, indication, dosage, gastrointestinal disorders


(21)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pharmaceutical care merupakan salah satu tugas dari farmasis dimana farmasis mampu bertanggung jawab terhadap obat yang diberikan kepada pasien. Tujuan pharmaceutical care adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan yang efektif dapat dilihat dari pemilihan obat yang digunakan dan dosisnya (Cipolle and Strand, 2004).

Kesehatan pencernaan dapat dikatakan menentukan keadaan kesehatan kita secara keseluruhan. Disadari atau tidak, kebanyakan penyakit termasuk penyakit serius biasanya dimulai dari adanya gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan dapat menyerang segala jenis umur, mulai dari anak-anak, dewasa dan lansia. Gangguan pencernaan yang muncul dapat berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Seringkali orang beranggapan adanya gangguan pencernaan merupakan hal yang sepele dan biasanya diabaikan. Padahal gangguan pencernaan jika diabaikan dapat berbahaya akibatnya. Salah satu contoh gangguan pencernaan yang sering diabaikan adalah sembelit atau konstipasi. Banyak racun yang seharusnya telah dibuang melalui buang air besar, tetapi malah terserap kembali ke dalam tubuh dan dapat menjadi racun yang berbahaya (Pangkalan Ide, 2007).

Macam gangguan pencernaan menurut Dipiro antara lain

Gastroesophageal Reflux Disease, Peptic Ulcer Disease, Inflammatory Bowel Disease, Nausea and Vomiting, Diarrhea, Constipation and Irritable Bowel Syndrome, Portal Hypertension and Cirrhosis, Drug-Induced Liver Disease,


(22)

2

Pancreatitis, Viral Hepatitis (Dipiro, 2008). Menurut WHO, pada tahun 2004 insidensi gangguan saluran pencernaan terutama diare memiliki angka kejadian yang tinggi dibandingkan penyakit lainnya yaitu 4620,4 juta di dunia (WHO, 2008).

Berdasarkan International Database US Census Bureau pada tahun 2003 prevalensi konstipasi di Indonesia sebesar 3.857.327 jiwa (Friedman dan Grendell, 2003). Prevalensi PUD (peptic ulcer disease) di negara barat/industri diperkirakan 10% populasi pernah mengalami PUD. Sedangkan di Indonesia belum ada data lengkap. Diare merupakan penyakit nomor 1 dalam 10 besar penyakit terbesar di Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Kasus Penyakit Diare di Provinsi D.I.Yogyakarta yang dilaporkan pada tahun 2007 sebesar 54.802 kasus dengan angka kesakitan sebesar 15,89%. Jumlah kasus tahun 2007 meningkat dibanding tahun 2006 yang berjumlah 36.875 kasus (Dinas Kesehatan Propinsi DIY, 2008). Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya (Amiruddin, 2007).

Gangguan pada saluran pencernaan dipilih menjadi topik penelitian karena beragamnya jenis gangguan pencernaan dan banyaknya jumlah obat yang diberikan ke pasien. Karena penggunaan obat untuk gangguan pencernaan sangat banyak, maka diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi pengobatan. Salah satu evaluasi pengobatan yang dapat dilakukan oleh seorang farmasis adalah efektivitas pengobatan. Efektivitas pengobatan berhubungan dengan pemilihan obat yang sesuai indikasi dan dosis tidak terlalu rendah. Efektivitas


(23)

3

obat menjadi salah satu faktor penentu kesembuhan dari seorang pasien. Evaluasi efektivitas dilakukan berdasarkan standar pelayanan RS, kondisi pasien dan

evidence based medicine berupa jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan efektivitas obat. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta karena pada bulan Juni 2012 didapatkan data penyakit terbanyak yang muncul di Rumah Sakit Panti Rini adalah gangguan saluran pencernaan terutama gastroenteritis. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari Kemenkes RI yang mengatakan bahwa diare menjadi penyakit no 1 pada kasus pasien rawat inap di rumah sakit Indonesia pada tahun 2010.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apa profil penggunaan obat yang diberikan pada pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 ?

b. Seperti apakah efektivitas pengobatan untuk gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta ?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 belum pernah dilakukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan masalah gangguan saluran pencernaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut.


(24)

4

a. Evaluasi Ketaatan Antara Pasien Yang Diberi Informasi Vs Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Pada Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Penggunaan Obat Saluran Cerna) oleh Sewa. Penelitian ini berjenis eksperimental semu dengan rancangan analitik deskriptif. Hasil yang didapat adalah ketaatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang dihitung berdasarkan jumlah unit obat golongan saluran cerna non infeksi yang diminum berbeda tidak bermakna (p=0,447), berdasarkan cara pakai obat berbeda tidak bermakna (p=1,000) dan aturan pakai pada kelompok taat dan kelompok tidak taat berbeda tidak bermakna (p=0,997 dan 0,998).

b. Evaluasi Peresepan Kasus Pediatrik Di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) oleh Marselin. Penelitian ini berjenis non eksperimental rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Hasil yang didapat adalah jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis DRPs yang terjadi, yaitu : interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus.

c. Evaluasi Drug Related Problems Pada Pengobatan Pasien Stroke Di Unit Stroke Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas Periode Januari Juni 2009 : Kajian Obat Sistem Pencernaan Dan Sistem Pernapasan oleh Septiana. Penelitian ini berjenis non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluative yang bersifat retrospektif. Hasil yang didapat adalah penggunaan


(25)

5

obat sistem pencernaan terbanyak pada pasien stroke adalah ranitidine. Identifikasi DRPs penggunaan obat sistem pencernaan dan sistem pernapasan pada pasien stroke diperoleh 24 kasus, yang terdiri dari 23 kasus dosis kurang, 2 kasus dosis berlebih dan 1 kasus efek samping dan interaksi obat.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan yang telah disebut diatas adalah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengobatan pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada subyek yang diteliti, tempat penelitian, serta waktu pelaksanaannya. Penelitian Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012, berjenis eksploratif deskriptif yang bersifat prospektif. Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian, yaitu penyakit pada saluran pencernaan.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan mengenai penggunaan obat gangguan saluran pencernaan oleh farmasis dan dokter.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengidentifikasi profil penggunaan obat gangguan saluran pencernaan pada pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.


(26)

6

b. Mengetahui efektivitas pemilihan obat untuk pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.


(27)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Drug Therapy Problems (DTPs)

Drug Therapy Problems adalah masalah yang tidak diinginkan atau yang mungkin dialami pasien selama proses terapi, sehingga akan mengganggu tujuan terapi yang sebenarnya. Drug Therapy Problems menjadi tanggungjawab dari seorang farmasis (Cipolle and Strand, 2004)

Tabel I. Kategori dan penyebab umum Drug Therapy Problems (Cipolle and Strand, 2004)

No DTPs Penyebab

1

Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Ada pengobatan yang tidak valid

Adanya polifarmasi untuk pengobatan tunggal

Lebih baik menggunakan terapi non farmakologis

Terapi efek samping dari suatu obat Penyalahgunaan obat, alkohol dan merokok

2

Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug

therapy)

Ada kondisi medis baru yang memerlukan tambahan obat

Obat untuk mencegah risiko baru yang mungkin terjadi

Perlunya pencapaian efek sinergis atau efek tambahan dari suatu obat

3 Obat yang tidak efektif (ineffective drug)

Obat yang tidak berguna untuk suatu kondisi medis

Adanya resistensi obat Kombinasi obat yang salah

Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif

4 Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Dosis terlalu rendah untuk mencapai respon yang diharapkan

Waktu pemberian yang tidak tepat Interaksi obat yang dapat mengurangi jumlah zat aktif yang ada

Durasi obat yang terlalu singkat

5 Efek samping (adverse drug reaction)

Obat menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan

Obat yang lebih aman diperlukan untuk mengurangi faktor risiko

Regimen dosis yang teratur atau berubah dengan cepat


(28)

8

Lanjutan Tabel I

No DTPs Penyebab

Obat yang menyebabkan reaksi alergi Kontraindikasi obat berhubungan dengan faktor risiko

6 Dosis terlalu tinggi (dosage too high)

Dosis terlalu tinggi

Frekuensi pemberian obat yang terlalu singkat

Durasi pemberian obat terlalu lama Interaksi obat yang menghasilkan reaksi toksik

7 Ketidakpatuhan (noncompliance)

Pasien tidak mengerti aturan pakai Pasien tidak mau minum obat Pasien lupa minum obat Harga obat yang terlalu mahal

Pasien tidak dapat menelan atau menggunakan obat dengan tepat

Obat tidak tersedia untuk pasien

B. Dosis dan Frekuensi Pemberiaan Obat

Apoteker perlu mempertimbangkan regimen obat (dosis dan frekuensi). Faktor seperti umur, tinggi, bobot dan status penyakit atau terapi obat yang bersamaan dapat mempengaruhi regimen obat. Obat-obat dengan indikasi multiterapi, dapat ditetapkan dosis yang berbeda untuk tiap indikasi (Siregar, 2006).

C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pencernaan

Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian-bagian berikut : mulut,faring,esofagus,ventrikulus,usus halus dan usus besar,tekak,kerongkongan dan lambung (Pearce, 2009).

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimentar),yaitu tuba muskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus dan organ-organ


(29)

9

aksesoris,seperti gigi,lidah,kelenjar saliva,kandung empedu dan pankreas. Saluran pencernaan yang terletak di bawah area diafragma disebut saluran gastrointestinal (GI) (Sloane, 2004).

Fungsi sistem pencernaan. Fungsi utama sistem ini adalah untuk menyediakan makanan,air dan elektrolit bagi tubuh dari nutrien yang dicerna sehingga siap diabsorbsi. Pencernaan dapat berlangsung secara mekanik dan kimia (Sloane, 2004).

Proses-proses dalam kegiatan pencernaan adalah sebagai berikut : 1. Ingesti : masuknya makanan ke dalam mulut.

2. Pemotongan dan pengilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan.

3. Peristaltis : gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.

4. Digesti : hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung.

5. Absorbsi : pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh sel tubuh. 6. Egesti (defekasi) : proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna,juga bakteri


(30)

10

Gambar 1. Anatomi Sistem Saluran Pencernaan (Enchanted Learning, 2010)

D. Gangguan Saluran Pencernaan

1. Dispepsia

Gangguan perut sebelah atas dan tengah, yang ditandai dengan kembung, nyeri, mual-mual, perut keras, sampai muntah. Ada dua macam dyspepsia yaitu : a. ulcus like dyspepsia (nyeri timbul bila terlambat makan/tak ada makanan) b. dismotoility like dyspepsia (rasa cepat penuh/kenyang, nyeri setelah makan

walau tidak makan banyak).

Walaupun mempunyai tanda yang berbeda, kedua dyspepsia ini penyebabnya sama, yakni adanya ketidakseimbangan antara factor defensive (factor pertahanan) dengan factor agresif (factor penyerang). Yang termasuk factor agresif adalah HCl lambung (yang bila kadarnya tinggi mampu merusak


(31)

11

sel-sel lambung) sedangkan yang dimaksud factor defensive adalah mucus bikarbonat, PG dan gastrin (Puspitasari, 2010).

2. Diare

a. Definisi

Diare adalah keadaan terjadinya Buang Air Besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi encer. Diare digolongkan sebagai diare akut dan kronis berdasarkan lamanya terjadi diare. Bila diare terjadi selama kurang dari 2 minggu, maka digolongkan diare akut, selebihnya bersifat kronis (Puspitasari, 2010).

Bila diare disebabkan oleh adanya infeksi baik bakteri, parasit maupun virus, maka disebut diare spesifik. Diare nonspesifik dapat terjadi akibat salah makan (makanan terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltik usus), ketidakmampuan lambung dan usus dalam memetabolisme laktosa (yang terdapat dalam susu hewani), sayuran atau buah tertentu (kubis, kembang kol, sawi, nangka, durian), juga infeksi virus-virus noninvasive yang terjadi pada anak umur di bawah 2 tahun karena rotavirus. Tanda diare nonspesifik adalah tidak terjadi kenaikan suhu tubuh penderita, tidak ditemukan lender atau darah di feses penderita (Puspitasari, 2010).

b. Epidemiologi

Rotavirus masih merupakan penyebab utama diare akut pada anak-anak di seluruh dunia, baik di negara maju dan berkembang. WHO Surveillance 2001-2008 menunjukkan bahwa pada anak di bawah usia lima tahun dirawat karena diare akut, rata-rata 40% kasus disebabkan oleh rotavirus. Sebuah


(32)

12

penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa kejadian diare akibat rotavirus pada anak-anak berkisar 20% -60% kasus. Namun, ada beberapa studi mengidentifikasi genotipe strain rotavirus di Indonesia (Kadim, M., et al., 2011).

Diare akut merupakan masalah umum yang terjadi diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data tentang diare akut karena infeksi mendapat peringkat pertama s/d ke empat pada pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996).

Di negara maju diperkirakan insiden kasus diare sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya (Manatsathit, S., et al., 2002). WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Soewondo, E.S., 2002).Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun (Rani, H.A.A., 2002).

c. Etiologi

1) Diare akut

Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling sering. Bakteri penyebab diare akut antara lain organism Escherichia coli dan

Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat diberikan terapi antibiotik. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal


(33)

13

infeksi traktus urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin yang teringesti, irritable bowel syndrome, enterokolitis dan intoleransi terhadap laktosa (Muscari, 2005).

2) Diare kronis

Biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini : sindrom malabsorbsi, defek anatomis, reaksi alergik, intoleransi laktosa, respon inflamasi, imunodefisiensi, gangguan motilitas, gangguan endokrin, parasit, diare non spesifik kronis (Muscari, 2005).

3) Faktor predisposisi diare antara lain usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau hygiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat (Muscari, 2005).

d. Patofisiologi

Patofisiologi bergantung pada penyebab diare.

1) Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus, menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.

2) Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas untuk absorbsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.

3) Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya (Muscari, 2005).


(34)

14

Pada dasarnya diare terjadi bila terdapat gangguan transport terhadap air dan elektrolit pada saluran pencernaan. Mekanisme gangguan tersebut ada lima kemungkinan, yaitu :

1) Osmolaritas intraluminer yang meningkat (diare osmotic) 2) Sekresi cairan dan elektrolit meningkat (diare sekretorik) 3) Absorbsi elektrolit berkurang

4) Motilitas usus yang meningkat (hiperperistaltik) atau waktu transit yang pendek

5) Sekresi eksudat (diare eksudat) (Priyanto, 2009) e. Manifestasi klinik

Berdasarkan tingkat keparahan diare :

1) Diare ringan dengan karakteristik sedikit pengeluaran feses encer tanpa gejala lain.

2) Diare sedang dengan karakteristik pengeluaran feses cair atau encer beberapa kali, peningkatan suhu tubuh, muntah dan iritabilitas (kemungkinan), tidak ada tanda-tanda dehidrasi (biasanya), dan kehilangan berat badan atau kegagalan menambah berat badan.

3) Diare berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala dehidrasi sedang sampai berat, terlihat lemah, menangis lemah, iritabilitas, gerakan yang tak bertujuan, respon yang tidak sesuai, dan kemungkinan letargi, sangat lemah atau terlihat koma.

4) Gejala-gejala terkait dapat meliputi demam, mual, muntah dan batuk (Muscari, 2005).


(35)

15

f. Strategi terapi

1) Non-farmakologi

Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari pemicu diare. Contohnya, bila tidak mampu memetabolisme laktosa, maka dapat minum susu nabati (berasal dari kedelai, beras merah). Namun upaya yang paling penting dalam penanganan diare adalah mengoreksi kehilangan cairan dan elektrolit tubuh (dehidrasi) dengan penggantian cairan dan elektrolit secepat mungkin (rehidrasi). Bila masih memungkinkan secara oral, maka larutan gula garam atau oralit buatan pabrik telah mencukupi asalkan diberikan sesuai patokan (sesuai umur penderita dan berat ringannya dehidrasi). Penyebab kematian terbesar pada kasus diare adalah terjadinya dehidrasi, bukan karena bakteri atau penyebab lainnya (Puspitasari, 2010).

Berikut ini tanda-tanda dehidrasi :

a) Dehidrasi ringan : mulut kering/bibir kering, kehausan. Cairan yang keluar jumlahnya sekitar 5% dari berat badan penderita.

b) Dehidrasi sedang : selain mulut kering, kehausan, juga terjadi penurunan tonus kulit (bila dicubit, kulit akan kembali secara lambat). Cairan yang keluar berkisar 10% dari berat badan penderita. Urine mulai sedikit dan warnanya mulai lebih tua dari keadaan normal. c) Dehidrasi berat : mata cekung, kulit pucat, bila dicubit sangat lambat

kembali, ujung-ujung jari dingin, kesadaran menurun. Urine sudah tidak keluar atau kalaupun keluar sangat sedikit dan berwarna sangat


(36)

16

pekat. Cairan yang keluar lebih dari 50% berat badan penderita (Puspitasari, 2010).

Menjaga agar dehidrasi segera terkoreksi, oralit harus diberikan dalam 3 jam pertama dari saat terjadinya diare. Bila penderita muntah, tunggulah sampai sepuluh menit, segera berikan oralit. Pada anak-anak, bila sulit diberikan langsung, dapat diberikan sesendok the tiap 1-2 menit (Puspitasari, 2010).

Dapat digunakan rumus : oralit yang diberikan = berat badan penderita (kg) x 75 ml. Atau dapat juga dilakukan pemberian oralit sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel II. Pemberian Oralit yang Diharuskan dalam Tiga Jam Pertama (Puspitasari, 2010)

Umur Oralit yang Harus Diberikan

< 1 tahun 300 ml (1,5 gelas)

1-4Tahun 600 ml (3 gelas)

> 5 tahun 1200 ml (6 gelas)

Dewasa 2400 ml (12 gelas)

Selain itu, juga harus diperhatikan pemberian oralit setiap habis BAB.

Tabel III. Oralit yang Harus Diberikan Setiap Habis BAB (Puspitasari, 2010)

Umur Penderita Oralit yang Harus Diberikan Setiap

Habis BAB

< 1 tahun 50-100 ml (0,25-0,5 gelas)

1-5Tahun 100-200 ml (0,5-1 gelas)

> 5 tahun 200-300 ml (1-1,5 gelas)

Dewasa 300-400 ml (1,5-2 gelas)

2) Farmakologi

Pemberian obat pada diare nonspesifik bertujuan untuk :

a) Mengurangi frekuensi diare dengan zat yang bersifat pengental. Contoh : kaolin, pectin, bismuth


(37)

17

b) Mengurangi penyerapan air di usus dengan zat pengecil pori-pori saluran cerna/adstringensia. Contoh : tannin (dalam the, daun jambu biji dan buah salak muda).

c) Mengurangi motilitas/gerakan usus dengan zat parasimpatolitik. Contoh : golongan narkotika (codein, loperamide) (Puspitasari, 2010). 3. Konstipasi

a. Definisi

Konstipasi adalah defekasi abnormal yang tidak teratur dan terjadi pengerasan feses sehingga sulit untuk dikeluarkan dan terkadang terasa sakit (Baughman dan Hackley, 2000).

b. Epidemiologi

Konstipasi (sembelit) sudah menjadi masalah umum, terutama di negara Barat. Di Amerika Serikat, prevalensi konstipasi adalah 2-27% dengan 2,5 juta kunjungan ke dokter dan hampir 100.000 rawat inap per tahun (Higgins and Johanson, 2004). Sebuah survei yang dilakukan pada orang dengan usia di atas 60 tahun di beberapa kota di Cina menunjukkan tingginya insiden konstipasi yaitu sekitar 15-20%. Survei lain yang dilakukan pada orang dengan usia 18-70 tahun di Beijing menunjukkan ada sekitar 6,07% kasus konstipasi dengan rasio laki-laki dan perempuan rasio 1: 4 (Chinese Society of Gastroenterology and Chinese Medical Association, 2004).


(38)

18

Tabel IV. Mekanisme dan Penyebab Konstipasi (Brooker, 2005)

Penyebab Konstipasi Mekanisme Penyebab Tidak cukup material di dalam

usus

Kurang serat dalam diet, Kurang asupan cairan Kontrol neurologis abnormal Cedera saraf spinalis yang memengaruhi sistem

saraf otonom, Penyakit Hirschsprung (kondisi dinding usus yang tidak memiliki saraf), Faktor psikologis, dengan efek inhibisi pada inervasi otonom

Obstruksi Tumor, Penyakit divertikel, Hemoroid, Abnormalitas congenital

Kehamilan Kadar progesteron tinggi yang menyebabkan penurunan motilitas pada saluran cerna

Metabolik Diabetes mellitus, Hipotiroidisme, Dehidrasi Obat-obatan Aluminium (antasid), Antikolinergik, Diuretik, Zat

besi, Analgesia opioid, Verapamil

Penyalahgunaan laksatif Kelebihan penggunaan laksatif dapat menyebabkan kerusakan saraf di dalam kolon, yang menyebabkan atonia usus

Lingkungan Apapun yang mencegah defekasi (mis., kurangnya privasi, toilet yang kotor, toilet yang tidak memadai)

Imobilitas Kurang beraktivitas menyebabkan usus kurang aktif, Kesulitan ke toilet

d. Patofisiologi

Ada dua mekanisme yang menyebabkan terjadinya sembelit. Yang pertama adalah disfungsi motilitas kolon atau dismotilitas. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : makanan, obat-obatan yang dapat mengubah motilitas, atau penyakit sistemik (misalnya neurologis, metabolik, endokrin atau gangguan lainnya). Mekanisme kedua adalah adanya disfungsi dasar panggul, atau gangguan dari anorectum. Kedua mekanisme konstipasi tersebut dapat terjadi sekaligus pada beberapa pasien, sehingga sulit untuk menentukan penyebab pasti terjadinya konstipasi (Sultan, 1994 and Cheung, 2004).


(39)

19

1. Distensi abdomen, borbogimus (bunyi gaduh dalam usus/keroncongan), nyeri dan rasa sesak.

2. Penurunan nafsu makan, sakit kepala, keletihan, tidak dapat mencerna, rasa tak nyaman setelah defekasi (seperti tidak selesai).

3. Mengejan saat defekasi, eliminasi dalam jumlah kecil, keras, feses kering (Baughman dan Hackley, 2000).

f. Strategi Terapi

1. Terapi non-farmakologi

a) Dilakukan dengan masukan makanan/diet seimbang, yakni terpenuhinya serat tinggi berasal dari sayuran dan buah-buahan serta masukan cairan yang memadai (setidaknya delapan gelas per hari). b) Juga perlu dilakukan latihan otot-otot rectum, yakni dengan

membiasakan BAB setiap hari (Puspitasari, 2010). 2. Terapi farmakologi

Bila dengan terapi nonfarmakologi/tanpa obat tidak berhasil, barulah dilakukan pemberian obat laksan/pencahar. Jenis pencahar yang dikenal antara lain :

a) Pencahar pembentuk massa : merupakan pilihan pertama karena relative aman. Biasanya berasal dari biji atau karbohidrat sebagai sumber serat tinggi, tapi harus disertai dengan masukan cairan yang banyak karena obat bekerja dengan memperbesar massa feses dalam keadaan cairan tinggi di usus besar/kolon. Contohnya : biji Plantago (Vegeta, dan lain-lain), laktulosa.


(40)

20

b) Iritan, yang merupakan senyawa yang mampu memacu kolesistokinin dan pankreasimin sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus. Contohnya : alakaloid dari daun Senna, akar klembak?Rhei radix, alkaloid ricinol dari minyak jarak (oleum ricini), bisakodil.

c) Osmosis, berkaitan dengan penarikan air dari sekitar usus besar oleh senyawa seperti sorbitol, gliserol, Mg sulfat.

d) Emolien/pelican, berasal dari minyak, yakni paraffin cair (Puspitasari, 2010).

4. Mual dan Muntah

a. Definisi

Muntah dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alamiah dari tubuh terhadap zat-zat merangsang dan beracun yang ada dalm makanan. Segera setelah zat-zat tersebut dikeluarkan dari saluran cerna, muntah juga akan berhenti. Namun demikian, sering kali muntah hanya merupakan gejala penyakit, misalnya dari kanker lambung, mabuk darat dan pada masa hamil. Tidak jarang muntah merupakan efek samping yang tidak nyaman dari obat-obat, seperti onkolitika/sitolitika, obat Parkinson, digoksin dan sebagai akibat radioterapi kanker (Tjay, 2007).

b. Etiologi

Penyebab mual dan muntah biasanya sangat mirip. Banyak hal yang dapat menyebabkan rasa mual antara lain mabuk laut, penyakit tertentu, awal kehamilan, rasa sakit, terkena racun kimia, stres emosional (takut), penyakit


(41)

21

kandung empedu, keracunan makanan, gangguan pencernaan, berbagai virus, dan bau (The Cleveland Clinic Foundation, 2010).

Penyebab muntah dapat dibedakan menurut usia. Untuk orang dewasa, muntah umumnya akibat dari infeksi virus dan keracunan makanan, dan kadang-kadang akibat dari mabuk dan penyakit di mana seseorang mengalami demam tinggi. Untuk anak-anak, biasanya muntah terjadi karena infeksi virus, keracunan makanan, mabuk, makan berlebihan, batuk, dan penyakit di mana anak mengalami demam. Meskipun jarang, usus yang tersumbat dapat menyebabkan muntah, biasanya di awal masa bayi (The Cleveland Clinic Foundation, 2010).

Biasanya muntah tidak berbahaya, tetapi dapat menjadi tanda penyakit yang lebih serius. Beberapa contoh kondisi yang dapat mengakibatkan mual atau muntah adalah gegar otak, ensefalitis, meningitis, penyumbatan usus, radang usus buntu, sakit kepala migrain, dan tumor otak (The Cleveland Clinic Foundation, 2010).

c. Patofisiologi

Muntah pada umumnya didahului oleh rasa mual (nausea), yang bercirikan muka pucat, berkeringat, liur berlebihan, takikardia dan pernapasan tidak teratur. Pada saat ini lambung mengendur dan di usus halus timbul aktivitas antiperistaltik yang menyalurkan isi usus halus bagian atas ke lambung. Gejala-gejala tersebut kemudian disusul oleh menutupnya glottis (bagian pangkal tenggorok), napas ditahan, katup oesophagus dan lambung merelaks. Akhirnya timbul kontraksi ritmis dari diafragma serta otot-otot pernapasan disusul oleh lambung memunthakan isinya (Tjay, 2007).


(42)

22

Muntah diakibatkan oleh stimulasi dari pusat muntah di sumsum sambung (medulla oblongata) dan berlangsung menurut beberapa mekanisme, yaitu akibat rangsangan langsung melalui CTZ, atau melalui kulit otak (cortex). 1. Akibat rangsangan langsung dari saluran cerna. Bila peristaltic dan perlintasan

lambung tertunda, terjadilah dispepsi dan mual. Jika gangguan tersebut menghebat, pusat muntah dirangsang melalui saraf vagus (saraf otak ke-10) dengan akibat muntah. Susunan makanan dalam hal ini memegang peranan penting. Pusat muntah dirangsang pula bila terdapat kerusakan pada mukosa lambung-usus, seperti pada radioterapi dan oleh sitostatika. Organ-organ lain juga dapat secara langsung merangsang pusat muntah, yaitu jantung (infark) dan buah zakar (tekanan) (Tjay dan Raharja, 2007).

2. Secara tak langsung melalui CTZ. Chemoreceptor Trigger Zone adalah suatu daerah dengan banyak reseptor, yang letaknya berdekatan dengan pusat muntah di sumsusm sambung, tetapi di luar barrier darah otak. Dengan bantuan neurotransmitter dopamine (DA), CTZ dapat menerima isyarat-isyarat mengenai kehadiran zat-zat kimiawi asing di dalam sirkulasi. Rangsangan tersebut lalu diteruskan ke pusat muntah. Menurut perkiraan, CTZ juga berhubungan langsung dengan darah dan cairan otak (Tjay dan Raharja, 2007).

Obat-obat yang terkenal merangsang kemoreseptor itu sebagai efek samping adalah glikosida digitalis, alkaloida ergot, estrogen, morfin dan sitostatika. Menurut mekanisme ini, gangguan pada fungsi labirin (organ keseimbangan di bagian dalam telinga) juga dapat menimbulkan mual dan muntah, misalnya


(43)

23

pada mabuk darat. Gangguan metabolisme keto acidosis dan uremia (adanya keton/asam dan urea dalam darah) dapat juga menyebabkan muntah. Begitu pula diabetes dan penyakit ginjal, seperti naik turunnya kadar estrogen atau naiknya kadar gonadotropin pada wanita hamil (Tjay dan Raharja, 2007). 3. Melalui kulit otak (cortex cerebri), misalnya adakala pada waktu melihat,

mencium. Atau merasakan sesuatu sudah cukup untuk menimbulkan mual dan muntah (Tjay dan Raharja, 2007).

d. Manifestasi Klinik

1. Produksi air liur meningkat 2. Berkeringat

3. Denyut jantung meningkat 4. Pucat

5. Gerakan-gerakan mual muntah (Virtual Medical Centre, 2002) e. Strategi Terapi

1. Terapi non-farmakologis

a) Minum minuman yang dingin (seperti air putih)

b) Makan ringan, makanan lunak (seperti biskuit asin atau roti biasa) c) Hindari gorengan, makanan berminyak, atau manis.

d) Makan secara perlahan dan makan dalam porsi kecil tetapi dengan frekuensi sering

e) Jangan mencampur makanan panas dan dingin f) Minum minuman secara perlahan


(44)

24

h) Hindari menggosok gigi setelah makan.

i) Memilih makanan yang sesuai tetapi dengan asupan gizi yang cukup untuk tubuh (The Cleveland Clinic Foundation, 2010)

2. Terapi farmakologis a) Antihistaminergik

Indikasi :

Motion sickness, Inner-ear disorders. Prometazin juga digunakan untuk mual dan muntah yang diakibatkan oleh penyebab lain.

b) Antikolinergik Indikasi :

Motion sickness, Inner-ear disorders, mual dan muntah pasca operasi. c) Antidopaminergic

Indikasi :

Pengobatan muntah akibat keracunan atau gangguan metabolik d) Antagonis serotonin 5-HT3

Indikasi :

Muntah akibat pascaoperasi, setelah terapi radiasi, pencegahan muntah akibat kemoterapi kanker.

e) Antagonis NK1 Indikasi :

Mual dan muntah akibat kemoterapi f) Antidepresan trisiklik


(45)

25

Mual idiopatik kronis, muntah fungsional, Sindrom muntah siklik (Cyclic vomiting syndrome), pasien diabetes dengan mual dan muntah dalam jangka waktu yang lama (Harrison’s Practice, 2009)

5. Peptic Ulcer Disease (PUD)

a. Definisi

Penyakit tukak peptic (PUD) adalah defek pada mukosa gastrointestinal yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esophagus, lambung atau duodenum (Brashers, 2008).

b. Epidemiologi

Prevalensi PUD seumur hidup adalah 5%-10%, risiko semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia. Tukak duodenum lebih sering dari pada tukak lambung dan terjadi pada pasien yang lebih muda, lebih sering mengenai pria daripada wanita. Puncak terjadinya tukak lambung adalah pada usia 55-65 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, dengan angka insidensi yang sama antara pria dan wanita. Angka rawat inap untuk PUD semakin menurun tetapi angka komplikasi (perforasi, perdarahan dan kematian) relatif stabil (Brashers, 2008).

H.pylori teridentifikasi 95% pada tukak duodenum dan 80%-85% pada tukak lambung. Di USA, prevalensi H.pylori lebih tinggi pada orang Amerika keturunan Afrika dan Hispanik. Selain meningkatkan risiko PUD, infeksi H.pylori

meningkatkan risiko adenokarsinoma lambung sampai 9 kali lipat. Di USA, penggunaan NSAID diperkirakan menyebabkan 100.000 rawat inap dan 10.000-20.000 kematian per tahun akibat komplikasi gastrointestinal yang berhubungan


(46)

26

dengan NSAID. Risiko tukak lambung dan tukak duodenum berkisar dari 11%-30% untuk pasien yang mendapat NSAID harian, jauh lebih tinggi bila pasien juga mendapat kortikosteroid, juga meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal atas sebanyak 4 kali lipat, terutama pada lansia (Brashers, 2008). c. Etiologi

Penyebab utama tukak adalah infeksi oleh bakteri Helicobacter pylori. Penyebab lainnya adalah obat-obat antiradang yang bukan senyawa steroid, atau dikenal dengan NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs), yang dikonsumsi dalam jangka panjang. Stres dan mengkonsumsi alcohol dalam jumlah berlebihan tidak dianggap penyebab, namun dapat memperburuk kondisi tukak yang sudah ada, atau bersama-sama dengan faktor infeksi, obat antiradang dan merokok akan menyebabkan munculnya tukak. H.pylori merupakan bakteri yang hidup dan berkembang biak di air minum dan makanan yang tidak ditangani secara higienis atau dimasak dengan benar. Sebagian besar penderita tukak memperoleh infeksi H.pylori sejak masa kanak-kanak, namun gejalanya baru muncul beberapa puluh tahun kemudian. H.pylori merupakan salah satu bakteri yang tahan terhadap asam lambung, sedangkan sebagian besar bakteri lainnya akan mati karena tidak tahan asam lambung (Misnadiarly, 2009).

d. Patofisiologi

Infeksi bakteri H.pylori dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroids (NSAIDs) menjadi penyebab utama terjadinya tukak lambung. H.pylori

merupakan bakteri gram negative berbentuk spiral yang hidupnya pada bagian gastrum antrum. Bakteri ini bersifat pathogen. H.pylori menghasilkan sitotoksin


(47)

27

yang dapat memecah pertahanan mucus kemudian menempel di sel epitel lambung atau usus 12 jari (Misnadiarly, 2009).

Di lambung, bakteri akan menghasilkan karbon dioksida, ammonia dan produk lain seperti protease, katalase dan fosfolipase yang bersifat toksik. Produk-produk yang dihasilkan akan terakumulasi sehingga merusak pertahanan mukosa lambung dan menyebabkan ulcerasi atau tukak (Misnadiarly, 2009).

Selain H.pylori, penggunaan obat NSAIDs (contohnya aspirin, piroxicam, ibuprofen, meloxicam, dan lain-lain) menjadi penyebab lainnya dari tukak lambung. Menurut Dipiro, obat NSAIDs dapat menyebabkan tukak lambung melalui dua cara, mengiritasi epithelium lambung secara langsung atau melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Namun, penghambatan sintesis prostaglandin merupakan factor dominan penyebab tukak lambung oleh NSAIDs. Prostaglandin merupakan senyawa yang disintesis di mukosa lambung yang melindungi fungsi fisiologis tubuh seperti fungsi ginjal, homeostasis dan mukosa lambung (Misnadiarly, 2009).

e. Manifestasi klinik

1. Dispepsia, termasuk bersendawa, kembung, distensi, dan intoleransi makanan berlemak

2. Mulas

3. Dada terasa tidak nyaman

4. Hematemesis atau melena akibat adanya perdarahan gastrointestinal 5. Perdarahan secara cepat seperti hematochezia, tetapi jarang ditemukan


(48)

28

6. Dapat menimbulkan gejala yang hampir mirip dengan anemia (misalnya, kelelahan, dyspnea)

7. Tiba-tiba dapat mengalami gejala yang menunjukkan terjadinya perforasi 8. Gastritis atau ulcer akibat OAINS mungkin tidak menunjukkan gejala,

terutama pada pasien lanjut usia (Anand, 2012) f. Strategi terapi

1. Terapi non-farmakologis a) Makan secara teratur

b) Menyediakan krekers, biscuit atau roti tawar setiap saat agar bisa mencegah perut terlalu kosong

c) Hindari mengkonsumsi makanan pedas, berbumbu tajam dan berlemak d) Selama pengobatan, hindari mengkonsumsi makanan yang perlu dikunyah

dan dicernakan cukup lama.

e) Berhenti merokok, karena kandungan nikotin dari rokok akan memperlambat proses penyembuhan.

f) Kurangi stress, beristirahat dan tidur lebih banyak (Misnadiarly, 2009) 2. Terapi farmakologis

Menurut mekanisme kerjanya, obat-obat ulkus peptikum dibedakan menjadi :

1) Obat-obat yang mengurangi keasaman lambung i. Antasid

ii. Antisekresi : Antihistamin-H2, Antimuskarinik, Penghambat pompa


(49)

29

2) Obat-obat yang memperkuat mekanisme pertahanan mukosa

i. Golongan Sitoproteksi yang bekerja dengan : Meningkatkan pembentukan PGE-2 dan Pg I-2 dan memperbaiki mikrosirkulasi. Obat-obat sitoproteksi antara lain adalah Sukralfat, CBS, Setraksat, Analog PG, Karbenoksolon

ii. Antibiotika untuk H.pylori (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,2009)

Tabel V. Golongan Obat-Obat Ulkus Peptikum Dan Contoh Sediaannya (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya,2009)

Golongan Preparat

1. ANTASID Al-hidroksid, Ca-karbonat, Mg-hidroksid, Na-bikarbonat

2. ANTISEKRESI

a. H2-bloker Simetidin, Ranitidin, Famotidin, Nizatidin

b. Antimuskarinik Pirenzepin, Hiosiamin, Mepenzolat c. Penghambat pompa proton Omeprazol, Lansoprazol

3. SITOPROTEKTIF Bismut kolidal, Sukralfat, Misoprostol 4. KOMBINASI ANTIBIOTIK Amoksisilin, Klaritromisin, Metronidazol

E. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai profil penggunaan obat saluran cerna dan adanya kejadian terkait efektivitas dalam pengobatan yang terjadi di RS Panti Rini. Hasil penelitian diharapkan pula dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.


(50)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.

Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengobservasi tanpa ada manipulasi atau intervensi dari peneliti. Data pada penelitian deskriptif evaluatif diperoleh dari lembar catatan medik yang kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka dan kemudian dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2008).

Penelitian prospektif merupakan penelitian yang bersifat longitudinal dengan mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu. Tujuan penelitian prospektif ini dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok yang terpajan oleh faktor risiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan, sehingga dapat diketahui apakah terdapat hubungan sebab akibat antara pajanan dan penyakit yang diteliti (Budiarto dan Anggraeni, 2003).


(51)

31

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi data rekam medik pasien selama perawatan sedang berlangsung dan wawancara tentang kondisi pasien ke perawat yang bertugas.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah macam, jumlah dan dosis obat gangguan saluran pencernaan yang digunakan.

2. Definisi Operasional

a. Kasus dalam penelitian ini adalah kasus pasien rawat inap yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012.

b. Gangguan saluran pencernaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dyspepsia, PUD (Peptic Ulcer Disease), diare, konstipasi serta mual dan muntah yang ditegakkan oleh diagnosa masuk dari dokter.

c. Profil penggunaan obat yang dimaksud meliputi macam dan golongan obat yang diterima pasien. Penggolongan obat dilakukan dengan pustaka MIMS Edisi 10 2010/2011

d. Efektivitas adalah obat yang diberikan sesuai dengan indikasi dan diagnosis yang telah ditentukan serta jumlahnya cukup. Evaluasi efektivitas tidak termasuk cairan infus yang diberikan. Evaluasi efektivitas berdasarkan standar pelayanan RS, evidence based medicine

berupa jurnal/artikel penelitian yang terkait dengan efektivitas obat dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Jurnal/artikel yang digunakan adalah :


(52)

32

1) Evidence Based Medicine On Acute Diarrhea In Children

2) Acute Gastroenteritis: From Guidelines To Real Life

3) Peran Probiotik Pada Diare Akut Anak

4) Khasiat Klinik Pemberian Probiotik Pada Diare Akut Nonspesifik Bayi Dan Anak

5) Oral Diosmectite Reduces Stool Output And Diarrhea Duration In Children With Acute Watery Diarrhea

6) Treatment Of Acute Diarrhea In Adults With Dioctahedral Smectite (Smecta) : A Prospective Randomized Study

7) Zinc For The Treatment Of Diarrhea : Effect On Diarrhea Morbidity, Mortality And Incidence Of Future Episodes

8) Acute Infectious Diarrhea

9) Antibiotics For The Empirical Treatment Of Acute Infectious Diarrhea In Children

10)Therapeutic Guidelines Antibiotic

11)A Review On The Management Of Acute Gastroenteritis In Children

12)European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious Diseases Evidence-based Guidelines for the Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe

13)World Gastroenterology Organisation practice guideline : Acute diarrhea


(53)

33

15)Peptic Ulcer Disease

16)Penanganan Demam Pada Anak 17)Demam Pada Anak

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi : pasien yang dirawat inap di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 dengan mengalami gangguan pencernaan sebagi keluhan utamanya. Kriteria inklusi subyek adalah pasien yang dirawat di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima terapi obat sistem saluran pencernaan pada bulan Juli 2012 serta keluhan utama pasien berupa gangguan pencernaan. Bahan penelitian meliputi catatan medik pasien termasuk peresepannya. Kriteria eksklusi subyek adalah pasien yang mengalami gangguan pencernaan tetapi bukan merupakan keluhan utama.

Sebagai subyek wawancara adalah perawat, dokter dan apoteker yang bekerja di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik dan form

pemantauan pasien yang menerima resep obat gangguan sistem saluran pencernaan dan dirawat inap di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 yang ditulis oleh dokter dan perawat mengenai data klinis pasien.

E. Tempat Penelitian

Penelitian Efektivitas Pengobatan Pada Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode


(54)

34

Juli 2012 dilakukan di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta untuk kasus rawat inap.

F. Tata Cara Penelitian

Terdapat tiga tahapan dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap pengambilan data dan tahap analisis data.

1. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi ini peneliti mencari informasi mengenai insidensi gangguan saluran pencernaan di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta. Selain itu, untuk mencari teknis pengambilan data yang sesuai sehingga tidak menggangu aktivitas di bangsal tersebut.

2. Tahap pengambilan data

Pada tahap ini, pengambilan data terbagi menjadi 2, yaitu pengambilan data primer dan pengambilan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada perawat yang menanggani kasus pasien dengan gangguan saluran pencernaan.

Data sekunder dikumpulkan adalah dari catatan medis pasien. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan, riwayat penyakit, lama tinggal di rumah sakit, anamnesis, diagnosis, obat yang diberikan (terapi) dan data laboratorium serta keterangan kesembuhan pasien.

3. Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara


(55)

35

pemakaian, tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, waktu penggunaan obat oleh pasien, serta nama obat yang diberikan kepada pasien di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima obat gangguan sistem saluran pencernaan.

Data tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan standar RS, evidence based medicine berupa jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan efektivitas obat dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Penggolongan macam obat yang diterima oleh pasien berdasarkan MIMS.

G. Tata Cara Analisis Hasil

1. Persentase berdasarkan manifestasi klinik pada pasien dengan diagnosis GEA, vomitus, dyspepsia, konstipasi dan peptic ulcer disease (PUD). Persentase dilakukan dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok manifestasi klinik dibagi jumlah total pasien yang mengkonsumsi obat gangguan saluran pencernaan lalu dikali 100%.

2. Persentase berdasarkan jumlah macam obat gangguan pencernaan yang diterima oleh pasien dan kemudian dikelompokkan menurut golongan obat. Persentase dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus yang menggunakan jumlah macam obat gangguan pencernaan dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien dikalikan 100%.

3. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara mengidentifikasi obat yang tidak efektif.


(56)

36

H. Kesulitan/Keterbatasan Penelitian

Kesulitan dalam metode penelitian ini adalah membandingkan efektivitas obat yang diterima pasien dengan evidence based medicine berupa jurnal/artikel penelitian yang ada disebabkan karena susahnya memperoleh jurnal yang bersifat obyektif. Jurnal/artikel yang didapatkan biasanya merupakan penelitian di beberapa populasi saja, sehingga informasi yang didapatkan mungkin ada yang tidak bisa diterapkan ke populasi lain yang lebih luas. Selain itu pada evaluasi dosis obat yang terlalu rendah (terutama untuk terapi simptomatik) sulit disimpulkan secara pasti dikarenakan peneliti tidak langsung mengunjungi pasien. Hanya sebatas melihat dari catatan medis.


(57)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 dilakukan dengan cara menelusuri kasus pasien rawat inap yang terdiagnosis gastroenteritis dan peptic ulcer disease atau memiliki manifestasi klinik berupa diare, mual muntah, dyspepsia dan konstipasi yang dapat mengindikasikan terjadinya gangguan saluran pencernaan.

Hasil dan pembahasan penelitian ini akan dibahas menjadi beberapa bagian, yaitu profil penggunaan obat gangguan saluran pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta meliputi jumlah macam dan golongan obat dan kerasionalan terapi kasus pasien di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta terkait efektivitas pengobatan.

Selama periode Juli 2012, terdapat 42 pasien yang dirawat di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menggunakan obat gangguan saluran pencernaan, dengan 34 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Ditemukan 21 orang dengan diagnosis masuk gastroenteritis akut (GEA), 12 orang dengan diagnosis masuk vomitus dan 1 orang dengan diagnosis masuk dispepsi ulkus tipe vomitus. Selama penelitian tidak ditemukan pasien dengan diagnosis masuk

peptic ulcer disease dan konstipasi. Data manifestasi klinik pada Tabel VI. dapat menunjukkan pasien dengan diagnosa masuk yang sama dapat memiliki manifestasi klinik yang berbeda. Sehingga dalam pengobatannya pun dapat berbeda tiap pasien.


(58)

38

Tabel VI. Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosa Masuk dan Manifestasi Klinik Pada Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di

Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012

Pada penelitian ini, semua pasien yang menjadi subyek penelitian menerima terapi rehidrasi cairan sebagai pertolongan pertama. Cairan rehidrasi yang diberikan kepada pasien diberikan secara intravena. Jenis cairan rehidrasi yang paling banyak diberikan oleh pasien adalah ringer laktat (RL). Jumlah pasien yang menerima ringer laktat sebanyak 19 pasien.

Hasil Diagnosa

Manifestasi Klinik Jumlah kasus (No. Kasus)

Persentase (%)

GEA

Diare 1 (27)

61,76

Demam 1 (5)

Diare, dehidrasi 1 (29) Diare, demam, dehidrasi 1 (32) Mual muntah, diare, demam,

dehidrasi, kejang

1 (33) Mual muntah, diare 3 (1,3, 21) Mual muntah, diare, kembung 1 (2) Mual muntah, diare, dehidrasi 2 (16, 24) Mual muntah, demam,

dehidrasi

1 (19) Mual muntah, diare, demam,

dehidrasi

2 (4, 26)

Mual muntah, diare, demam 6 (6, 7, 10, 12, 17, 25)

Mual muntah, diare, kembung, demam

1 (23)

Vomitus

Mual muntah 4 (8, 13, 18, 22)

35,29 Mual muntah, diare, demam 2 (9, 11)

Mual muntah, demam 2 (15, 31) Mual muntah, dehidrasi 2 (28, 30) Mual muntah, demam, kejang,

dehidrasi

1 (14) Mual muntah, diare, dehidrasi 1 (34) Dispepsi

ulkus tipe vomitus

Perut panas, mual muntah 1 (20) 2,94

Konstipasi - -

Peptic ulcer disease


(59)

39

Tabel VII. Jenis Cairan Rehidrasi Yang Diberikan Pada Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah Sakit Panti Rini

YogyakartaPeriode Juli 2012

Jenis Cairan Elektrolit Jumlah Pasien Yang Menerima Cairan Elektrolit

No.Kasus

RL 19 1, 2, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 13,

15, 16, 22, 24, 25, 29, 30, 31, 32, 34

RL dan NS 1 21

RL dan D5% 1 20

RL dan KA-EN 3A 1 17

RL dan KA-EN 1B 3 18, 23, 27

RL, KA-EN 3A dan Tridex 27A

1 3

RL, KA-EN 3B dan Tridex 27B

1 12

RL, KA-EN 1B dan Tridex 27A

1 33

KA-EN 3A 1 26

KA-EN 1B 3 4, 6, 28

KA-EN 1B dan Tridex 27A 1 19

KA-EN 3A dan RL 1 17

Keterangan :

Komposisi Ringer Laktat (RL) Per L : Na lactate 3.1 g, NaCl 6 g, KCl 0.3 g, CaCl2 0.2 g, air untuk injeksi ad 1000 ml

Komposisi KA-EN 1B Per L : Na 38.5 mEq, Cl 38.5 mEq, glucose 37.5 g

Komposisi KA-EN 3A Per L : Na 60 mEq, K 10 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq, glucose 27 g

Komposisi Tridex 27A Per L : Na 60 mEq, Cl 50 mEq, K 10 mEq, lactate 20 mEq, anhydrous glucose 100 g (NaCl 2.34 g, KCl 0.75 g, Na lactate 2.24 g, water for injection 1000 ml)

Komposisi Tridex 27B Per L : Na 50 mEq, Cl 50 mEq, K 20 mEq, lactate 20 mEq, anhydrous glucose 100 g (NaCl 1.75 g, KCl 1.55 g, Na lactate 2.24 g, water for injection 1000 ml)


(60)

40

A. Profil Penggunaan Obat Gangguan Saluran Pencernaan Di Rumah Sakit

Panti Rini Yogyakarta Meliputi Jumlah Macam Dan Golongan Obat

1. Jumlah Macam Obat

Seluruh pasien dalam penelitian di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 di kelompokkan berdasarkan jumlah macam obat yang diterima selama menjalani perawatan di rumah sakit. Jumlah obat paling banyak yang diterima oleh pasien GEA adalah 7 macam (diazepam, paracetamol, probiotik, digestan, metamizole Na, hyosine-n-butylbromide, ondansetron). Tujuh macam obat tersebut diberikan pada pasien dengan diagnosis GEA yang memilki manifestasi klinik berupa mual muntah, diare, demam, dehidrasi, kejang. Jumlah obat paling banyak yang diterima oleh pasien vomitus adalah 7 macam (metronidazole, kaolin pektin, Zn sulfat heptahydrat, domperidone, cefixime, ondansetron, ranitidin). Tujuh macam obat tersebut diberikan pada pasien dengan diagnosis vomitus yang memilki manifestasi klinik berupa mual muntah, dehidrasi. Jumlah obat yang diterima oleh pasien dispepsi ulkus tipe vomitus adalah 5 macam (sukralfat, pantoprazole, ranitidin, ondansetron, cefotaxime).

Tabel VIII. Pengelompokkan Jumlah Macam Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Diterima Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di

Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012

Diagnosa Masuk

Pengobatan Jumlah

GEA

Golongan Jenis Obat AD

Probiotik + kaolin pectin 5

Probiotik 8

Probiotik + Zn sulfate heptahydrate + kaolin pektin

2 Probiotik + loperamid 1 Probiotik + Dioctahedral smectite 1

Kaolin pectin 2


(61)

41

Lanjutan Tabel VIII

Diagnosa Masuk

Pengobatan Jumlah

GEA Golongan Jenis Obat

ANOAP Paracetamol 11

AB Cotrimoxsazol 5

Cefotaxime 1

ABAM Metronidazol 2

VMP Kolostrum 2

OAINS Metamizole Na 10

AE Ondansentron 13

D Pancreatin, bromelain,

dimethylpolisiloxane

1

Pancreatin, dimethylpolisiloxane 1

ASP Hyosine-N-butylbromide 1

AS Diazepam 2

ANARAU Ranitidin 3

Sukralfat + Pantoprazole 1

RGIT Domperidon 1

Metoclorpramid 1

Vomitus AE Ondansentron 11

VMP Kolostrum 2

ANOAP

Paracetamol 3

Paracetamol & n-asetilsistein 1

ANARAU

Ranitidin 3

Pantoprazole 2

Omeprazole 1

OAINS Metamizole Na 5

AD

Probiotik + kaolin pectin 2

Attapulgite + loperamid 1

Probiotik 2

Kaolin pectin + Zn sulfate heptahydrate

1 AB

Cotrimoxsazol 4

Cefixime 3

RGIT

Domperdone + metoclorpramid 1

Domperidone 2

ASP Chlordiazepoxide, clidinium,

Hyosine-N-butylbromide

1

ABAM Metronidazole 2

D Pancreatin, dimethylpolisiloxane 1

Dispepsi ulkus tipe vomitus

ANARAU Sukralfat + pantoprazole + ranitidine 1

AE Ondansentron 1

AB Cefotaxime 1

PUD (peptic ulcer disease)

- - -

Konstipasi - - -

Keterangan

AD : antidiare


(62)

42

AB : antibiotik

VMP : vitamin&mineral pediatrik OAINS : obat anti inflamasi non steroid

AE : antiemetik

AS : ansiolitik

D : digestan

ASP : antispasmodik

ANARAU : antacid, antirefluks, antiulserasi

RGIT : regulator GIT, antiflatulen, antinflamasi, antiemetik ABAM : antibiotik, antiamuba

2. Jumlah Golongan Obat

Seluruh pasien dalam penelitian di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012 di kelompokkan berdasarkan golongan obat yang diterima selama menjalani perawatan di rumah sakit. Semua obat yang diberikan kepada pasien berupa kombinasi. Golongan obat yang paling banyak diberikan kepada pasien GEA adalah antidiare. Obat antidiare yang sering diberikan adalah berisi probiotik dan diterima oleh 17 pasien. Golongan obat yang paling banyak diberikan kepada pasien vomitus adalah antiemetik. Obat antiemetik yang sering diberikan adalah berisi ondansentron dan diterima oleh 11 pasien.

B. Evaluasi Efektivitas Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan

Periode Juli 2012

Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pengobatan pasien gangguan saluran pencernaan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012, ditemukan masalah terkait efektivitas obat yang digunakan tidak sesuai dengan literatur. Masalah tentang efektivitas obat yang ditemukan paling banyak adalah pada penggunaan antiemetik dan antidiare. Antiemetik yang digunakan paling banyak berisi zat aktif ondansentron, dimana pemberian


(63)

43

ondansentron menurut literature seharusnya dilakukan secara single dose sesuai berat badan pasien. Tetapi pada kasus pasien, pemberian ondansentron dilakukan beberapa kali dalam sehari. Antidiare yang digunakan paling banyak berupa probiotik, dimana pemberian probiotik lebih tepat pada kasus diare non spesifik dan diare yang disebabkan rotavirus. Pada beberapa kasus sering dijumpai probiotik diberikan pada kondisi diare akibat bakteri dan pemberiannya bersamaan dengan antibiotik. Probiotik dapat diberikan pada kasus diare akibat bakteri/parasit tetapi dengan catatan hanya sebagai terapi tambahan saja jika diperlukan dan pemberiannya pun harus diberi jeda waktu ketika akan diberikan antibiotik.

Menurut Takvani (2009) pada penelitiannya yang berjudul evidence based medicine on acute diarrhea in children, dikatakan bahwa untuk mengatasi mual muntah yang terjadi pada anak dengan GEA dapat diberikan ondansetron single dose dengan dosis 0,1-0,3 mg/kg. Ondansetron tidak disarankan untuk diberikan secara terus menerus. Menurut Chow (2010) dalam review artikel yang berjudul acute gastroenteritis from guidelines to real life dikatakan ondansentron untuk pemberian secara iv diberikan dengan dosis 0.1-0.15mg/kg BB. Dosis maksimum ondansetron yang dapat diberikan adalah 4 mg. Diantara agen antiemetic lainnya ondansentron memiliki efek samping paling minimal. Selain itu potensi interaksi dengan obat lain cukup kecil jika dibandingkan dengan agen antiemetik lainnya.

Dari hasil penelitian didapatkan penggunaan probiotik sering ditemukan pada kasus diare infeksi bakteri, probiotik juga digunakan bersamaan dengan


(64)

44

antibiotik. Hal ini belum didukung dengan adanya literatur. Menurut Gunawan (2007) pada penelitiannya yang berjudul peran probiotik pada anak, dikatakan bahwa probiotik efektif pada diare akibat rotavirus. Menurut Alasiry (2007) pada penelitiannya yang berjudul khasiat klinik pemberian probiotik pada diare akut nonspesifik bayi dan anak, dikatakan bahwa probiotik efektif pada diare akut non spesifik.

Masalah tentang efektivitas obat yang ditemukan lainnya adalah terkait penggunaan :

1. Antiemetik (metochlorpramide dan domperidone)

Menurut Chow (2010) dalam review artikel yang berjudul acute gastroenteritis from guidelines to real life dikatakan metochlorpramid dapat menyebabkan efek samping salah satunya berupa reaksi ekstrapiramidal. Reaksi ekstrapiramidal dilaporkan dapat terjadi pada sekitar 25% anak. Terjadinya reaksi ekstrapiramidal tidak dipengaruhi oleh dosis maupun rute pemberian. Oleh karena itu pemberiaanya pada anak-anak perlu diperhatikan. Domperidone merupakan antiemetik yang bekerja secara sentral dan perifer tetapi tidak mengakibatkan reaksi ekstrapiramidal seperti metochlorpramide. Walaupun tidak menimbulkan reaksi ekstrapiramidal, penggunaan domperidone juga perlu diperhatikan. Domperidone diberikan kepada pasien seperlunya saja (sesuai manifestasi klinik yang muncul).

2. Antidiare (kaolin pectin, dioktahedral smektite, loperamid, Zn sulfat heptahydrate dan attapulgite)


(1)

OAINS (Metamizole Na) 26 AD (kaolin pectin)

AE ( Ondansentron) OAINS (Metamizole Na)

3

Mual muntah, diare, demam

6 AD (probiotik) ANOAP (paracetamol) VMP (colostrums) RGIT (metoclorpramid) OAINS (Metamizole Na)

5

7 AD (probiotik) AE ( Ondansentron)

2 10 AD (probiotik, kaolin pectin) ;

ANOAP (paracetamol) AS (diazepam) AE (Ondansentron) OAINS (Metamizole Na)

6

12 ABAM (Metronidazole) AD (kaolin pectin) RGIT (domperidone) ANOAP (paracetamol) OAINS (Metamizole Na) AE (Ondansentron)

6

17 AD ( kaolin pectin, probiotik) D(Pancreatin,dimethylpolisiloxane) AE(Ondansentron)

OAINS (Metamizole Na) ANARAU (Ranitidin)

6

25 ANOAP (paracetamol) AD (probiotik) AE (Ondansentron) OAINS (Metamizole Na)

4

Mual muntah, diare,

kembung, demam

23 ABAM (Metronidazole) ANOAP (paracetamol) AD (kaolin pectin, probiotik)

4

Vomitus Mual muntah 8 VMP (colostrums) AE (Ondansentron)

2 13 ANARAU (Ranitidin, Pantoprazole)

ASP (Chlordiazepoxide, clidinium, Hyosine-N-butylbromide)

AE (Ondansentron)

5

18 AD (probiotik, kaolin pectin) ABAM (Metronidazole) OAINS (Metamizole Na) AE (Ondansentron)

5

22 AD (attapulgit, loperamide) ANARAU (omeprazole) AE (Ondansentron)

4

Mual muntah, diare, demam

9 AD (probiotik) ANOAP (paracetamol) AB (cotrimoksazol) AE (Ondansentron) ANARAU (ranitidine) OAINS (Metamizole Na)

6


(2)

Keterangan :

AD : antidiare

ANOAP : analgesik non opiat, antipiretik AB : antibiotik

VMP : vitamin&mineral pediatric OAINS : obat anti inflamasi non steroid AE : antiemetic

AS : ansiolitik D : digestan ASP : antispasmodic

ANARAU : antacid, antirefluks, antiulserasi

RGIT : regulator GIT, antiflatulen, antinflamasi, antiemetic ABAM : antibiotik, antiamuba

ANOAP (paracetamol) AB (cotrimoksazole) RGIT (domperidone) AE (Ondansentron) OAINS (Metamizole Na) Mual muntah,

demam

15 ANOAP (paracetamol, n-asetilsistein) AB (cefixime)

ANARAU (pantoprazole) AE (Ondansentron)

4

31 AB (cefixime)

D(Pancreatin,dimethylpolisiloxane) RGIT(domperidone,metoclorpramid) OAINS (Metamizole Na)

AE (Ondansentron)

6

Mual muntah, dehidrasi

28 AD (probiotik) AE (Ondansentron)

2 30 ABAM (Metronidazole)

AD ( kaolin pectin, Zn sulfate heptahydrate)

RGIT (domperidone) AB (cefixime) AE ( Ondansentron) ANARAU (ranitidine)

7

Mual muntah, demam, kejang, dehidrasi

14 ANOAP (paracetamol) OAINS (Metamizole Na) AS (diazepam)

AB (cotrimoksazol)

4

Mual muntah, diare,

dehidrasi

34 AD (kaolin pectin, probiotik) AB (cotrimoksazol)

AE (Ondansentron)

4

Dispepsi ulkus tipe vomitus

Perut panas, mual muntah

20 ANARAU (sukralfat, pantoprazole, ranitidin)

AE (Ondansentron) AB (cefotaxime)


(3)

Lampiran 36. Pengobatan Pasien Gangguan Saluran Pencernaan di Rumah

Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juli 2012 Yang Diduga Mengalami

Masalah Terkait Efektivitas Obat

No. Kasus Obat Yang DidugaMengalami Masalah Terkait Efektivitas

1 ondansetron, ranitidine, probiotik, loperamid 2 Ondansetron

3 ondansetron, kaolin pectin, probiotik

4 dioctahedral smectite, paracetamol, ondansetron 5 paracetamol, metamizole Na

6 probiotik,paracetamol, metoclorpramid 7 Ondansetron

8 Ondansetron

9 probiotik, paracetamol, cotrimoxsazol, ondansetron, ranitidine, metamizole Na 10 probiotik, metamizole Na, kaolin pectin, diazepam, ondansetron

11 colostrum, cotrimoxsazol, domperidon, ondansetron, metamizole Na 12 domperidon, paracetamol, metamizole Na, ondansetron, kaolin pectin 13 pantoprazole, ondansetron, hyosine-n-butylbromide, ranitidine 14 metamizole Na, paracetamol, cotrimoxsazol

15 paracetamol & n-asetilsistein, cefixime, pantoprazole, ondansetron 16 probiotik, ondansetron

17 kaolin pectin, pancreatin & dimethylpolisiloxane, probiotik, ondansetron, ranitidine, metamizole Na

18 probiotik, kaolin pectin, metamizole Na, ondansetron 19 cotrimoxsazol, metamizole Na

20 sukralfat, ondansetron, ranitidine, pantoprazole, cefotaxim 21 Pantoprazole

22 attapulgit, loperamid, ondansetron 23 kaolin pectin, probiotik, paracetamol 24 ranitidin, ondansetron

25 probiotik, ondansetron, paracetamol, metamizole Na 26 kaolin pectin, metamizole Na, ondansetron

27 probiotik, kaolin pectin, cotrimoxsazol, paracetamol 28 probiotik, ondansetron

29 kaolin pectin, zn sulfate heptahydrate, probiotik, ondansetron 30 metronidazol, kaolin pectin, zn sulfate heptahydrate, domperidon

31 cefixime, pancreatin & dimethylpolisiloxane, domperidon, metoclorpramid, metamizole Na, ondansetron

32 kaolin pectin, probiotik, sanmol,

33 diazepam, paracetamol, probiotik ; pancreatin, bromelain & dimethylpolisiloxane ; hyosine-n-butylbromide, ondansetron, metamizole Na, paracetamol


(4)

(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Silvia Agustina merupakan anak pertama dari pasangan

Budiyanto dan Sieny Susilowati, lahir di Demak pada

tanggal 01 Agustus 1991. Pendidikan awal dimulai di Taman

Kanak-Kanak Kanisius Bintoro Demak pada tahun

1995-1997. Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar

Kanisius Bintoro Demak pada tahun 1997-2003. Selanjutnya ke jenjang

pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Demak pada tahun 2003-2006.

Kemudian naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae

Semarang pada tahun 2006-2009. Selanjutnya pada tahun 2009 melanjutkan ke

jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

2 30 113

Evaluasi penggunaan antibiotika pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut kelompok pediatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-September 2013.

2 8 90

Penatalaksanaan gangguan saluran pernapasan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juli 2012 kajian dosis dan kemungkinan interaksi obat.

0 1 164

Efektivitas pengobatan pasien gangguan saluran pencernaan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2012

1 29 122

Penatalaksanaan gangguan saluran pernapasan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari Juli 2012 kajian dosis dan kemungkinan interaksi obat

1 28 162

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan kasus tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository

0 0 134

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008 - USD Repository

0 0 129

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan pasien diare akut anak di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini Kalasan Yogyakarta periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository

0 0 154

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008- Juni 2009 - USD Repository

0 0 137

Evaluasi pengobatan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF) di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli–Desember 2012 : kajian keamanan pengobatan - USD Repository

0 3 166