Pengaruh Agen Sosialisasi terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013

(1)

PENGARUH AGEN SOSIALISASI TERHADAP PERILAKU SEKS SISWA SMA NEGERI I PANGKALAN BRANDAN

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2013

TESIS

Oleh

RINDASARI MUNIR 117032234/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013


(2)

PENGARUH AGEN SOSIALISASI TERHADAP PERILAKU SEKS SISWA SMA NEGERI I PANGKALAN BRANDAN

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINDASARI MUNIR 117032234/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH AGEN SOSIALISASI TERHADAP PERILAKU SEKS SISWA SMA NEGERI I PANGKALAN BRANDAN KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Rindasari Munir Nomor Induk Mahasiswa : 117032234

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (

Ketua Anggota

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 16 Desember 2013


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH AGEN SOSIALISASI TERHADAP PERILAKU SEKS SISWA SMA NEGERI I PANGKALAN BRANDAN KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Rindasari Munir 117032234/IKM


(6)

ABSTRAK

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga, kelompok bermain seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga dan teman sekolah yang dapat memengaruhi perilaku remaja itu sendiri, baik perilaku yang mengarah ke positif ataupun bisa mengarah ke perilaku yang negatif, dimana yang termasuk agen sosialisasi ini adalah keluarga, kelompok bermain, dan media massa.

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan. Jenis penelitian adalah penelitian survei dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah siswa kelas X dan XI pada SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat sebanyak 438 orang dan sampel berjumlah 194 orang dengan teknik simple random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok bermain berpengaruh terhadap perilaku seks yaitu remaja yang memiliki kelompok bermain buruk berpeluang untuk berperilaku seks berat sebesar 87,5% dan 2 kali lebih besar dibanding dengan remaja yang kelompok bermain baik. Media massa berpengaruh terhadap perilaku seks yaitu remaja yang terpapar media massa berpeluang untuk berperilaku seks berat sebesar 86,2% dan 4 kali lebih besar dibanding dengan remaja yang tidak terpapar media massa.Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku seks adalah media massa.

Diharapkan SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat hendaknya melaksanakan kegiatan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) khususnya agar dapat mencegah perilaku seks remaja dengan cara pengembangan diri dalam setiap kegiatan sekolah seperti mengisi waktu luang untuk kegiatan yang positif dan menggunakan media massa untuk hal-hal yang bermanfaat. Selanjutnya, mengawasi perilaku remaja yang tidak menaati peraturan sekolah.

Kata Kunci : Agen Sosialisasi, Perilaku Seks, Kelompok Bermain, Media Massa


(7)

ABSTRACT

Agent of socialization is the parties such as family members, peer group, and mass media that are socializing with family, playmates or peer, relatives, neighbors, and schoolmates that can influence the behavior of the adolescents themselves positively or negatively.

The purpose of this study was to analyze the influence of agent of socialization on the sexual behavior among the students of state senior high school I Pangkalan Brandan. The population of this study was 438 students of Class X and Class XI of state senior high school I Pangkalan Brandan, and 194 of them were selected to be the samples for this study with simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square test and Multiple Logistic Regression tests.

The result of this study showed that peer group had influence on the sexual behavior of the adolescents. The students with bad peer group had a chance to have a severe sexual behaviour were 87.5% twice greater than those with good peer group. Mass media had influence on the sexual behavior of the adolescents. The students who were exposed to the mass media had a chance to have a serious sexual behaviour were 86.2% four times greater than those who are not exposed to the mass media. Mass media was the most dominant variable influencing sexual behavior.

The management of state senior high school I Pangkalan Brandan, Langkat District is suggested to carry out a Teenager Reproductive Health activity especially that it can prevent sexual behavior by doing self-development in any school activity such as spending their leisure time by doing positive activities and using the mass media for good things. Next, to supervise the behavior of the students who do not comply with the rules of the school.

Keywords : Socialization Agent, Sexual Behavior, Peer Group, Mass Media


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Agen Sosialisasi terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013”.

Penulis menyadari bahwa ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, terutama kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT & H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh dedikasi, perhatian dalam memberikan bimbingan, dan penuh kesabaran memberikan arahan hingga selesainya tesis ini.

5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua yang selalu memberikan nasehat dan arahan pada penulis dalam penyusunan tesis ini.


(9)

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan, doa pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan, saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, Januari 2014 Penulis

Rindasari Munir 117032234/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rindasari Munir berumur 26 tahun dilahirkan di Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat pada tanggal 26 November 1987 beragama Islam, penulis anak keempat dari empat bersaudara dengan status belum menikah dan anak dari pasangan H. Abdul Munir dan Hj. Nurjani.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar DP YKPP Pangkalan Brandan pada tahun 1992 – 1998. Pada tahun 1998 – 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Pangkalan Brandan. Pada tahun 2001 – 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Pangkalan Brandan. Pada tahun 2005 – 2008, penulis melanjutkan kuliah D-III di Akademi Kebidanan Helvetia Medan. Pada tahun 2008 – 2011, penulis bekerja di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai dan melanjutkan kuliah D-IV Bidan Pendidik di STiKes Helvetia Medan. Pada tahun 2011-2013, penulis bekerja di Akademi Kebidanan Helvetia Medan dan melanjutkan kuliah di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Agen Sosialisasi ... 10

2.1.1 Definisi Agen Sosialisasi ... 10

2.1.2 Jenis Sosialisasi ... 13

2.1.3 Pola Sosialisasi ... 14

2.1.4 Proses Sosialisasi ... 15

2.1.5 Agen-Agen Sosialisasi ... 16

2.2 Perilaku Seks ... 23

2.2.1 Definisi Perilaku Seks ... 23

2.2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seks ... 24

2.2.3 Dampak Perilaku Seks ... 25

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks ... 27

2.4 Ciri-Ciri Masa Remaja ... 30

2.5 Landasan Teori ... 34

2.6 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37


(12)

3.3 Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1 Populasi ... 38

3.3.2 Sampel ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Data Primer ... 40

3.4.2 Data Sekunder ... 40

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.5.1 Variabel Dependen dan Independen ... 44

3.5.2 Definisi Operasional ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 45

3.6.1 Variabel Independen ... 45

3.6.2 Variabel Dependen (Perilaku Seks) ... 46

3.7 Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

4.2 Karakteristik Responden ... 49

4.3 Perilaku Seks ... 49

4.4 Agen Sosialisasi Keluarga... 51

4.5 Agen Sosialisasi Kelompok Bermain... 53

4.6 Agen Sosialisasi Media Massa ... 55

4.7 Hubungan Agen Sosialisasi (Keluarga, Kelompok Bermain dan Media Massa) dengan Perilaku Seks pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 57

4.8 Pengaruh Agen Sosialisasi (Keluarga, Kelompok Bermain dan Media Massa) terhadap Perilaku Seks Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan... 58

BAB 5. PEMBAHASAN ... 61

5.1 Pengaruh Agen Sosialisasi Keluarga terhadap Perilaku Seks Remaja di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat... 61

5.2 Pengaruh Agen Sosialisasi Kelompok Bermain terhadap Perilaku Seks Remaja di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 65

5.3 Pengaruh Agen Sosialisasi Media Massa terhadap Perilaku Seks Remaja di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 68


(13)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Perhitungan Besar Sampel Penelitian di SMA Negeri I Pangkalan

Brandan Kabupaten Langkat ... 39

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Keluarga ... 41

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kelompok Bermain ... 42

3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Media Massa ... 42

3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Perilaku Seks ... 43

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik (Umur dan Jenis Kelamin) di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat... 49

4.2 Distribusi Jawaban Responden tentang Perilaku Seks pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 50

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Seks pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 51

4.4 Distribusi Jawaban Responden tentang Agen Sosialisasi Keluarga pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 52

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Agen Sosialisasi Keluarga pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 53

4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Agen Sosialisasi Kelompok Bermain pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 54

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Agen Sosialisasi Kelompok Bermain pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 54

4.8 Distribusi Jawaban Responden tentang Agen Sosialisasi Media Massa pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 56


(15)

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Agen Sosialisasi Media Massa pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 56 4.10 Tabulasi Silang Hubungan Agen Sosialisasi (Keluarga, Kelompok

Bermain dan Media Massa) dengan Perilaku Seks pada Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat... 58 4.11 Pengaruh Agen Sosialisasi (Kelompok Bermain dan Media

Massa) terhadap Perilaku Seks Siswa di SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat ... 60


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 79

2 Tabel Random ... 83

3 Master Tabel ... 96

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 102

5 Hasil Analisis Univariat ... 106

6 Hasil Analisis Bivariat ... 114

7 Hasil Analisis Multivariat ... 117

8 Surat Izin Penelitian ... 119

9 Surat Balasan Penelitian ... 120


(18)

ABSTRAK

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga, kelompok bermain seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga dan teman sekolah yang dapat memengaruhi perilaku remaja itu sendiri, baik perilaku yang mengarah ke positif ataupun bisa mengarah ke perilaku yang negatif, dimana yang termasuk agen sosialisasi ini adalah keluarga, kelompok bermain, dan media massa.

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan. Jenis penelitian adalah penelitian survei dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah siswa kelas X dan XI pada SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat sebanyak 438 orang dan sampel berjumlah 194 orang dengan teknik simple random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok bermain berpengaruh terhadap perilaku seks yaitu remaja yang memiliki kelompok bermain buruk berpeluang untuk berperilaku seks berat sebesar 87,5% dan 2 kali lebih besar dibanding dengan remaja yang kelompok bermain baik. Media massa berpengaruh terhadap perilaku seks yaitu remaja yang terpapar media massa berpeluang untuk berperilaku seks berat sebesar 86,2% dan 4 kali lebih besar dibanding dengan remaja yang tidak terpapar media massa.Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku seks adalah media massa.

Diharapkan SMA Negeri 1 Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat hendaknya melaksanakan kegiatan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) khususnya agar dapat mencegah perilaku seks remaja dengan cara pengembangan diri dalam setiap kegiatan sekolah seperti mengisi waktu luang untuk kegiatan yang positif dan menggunakan media massa untuk hal-hal yang bermanfaat. Selanjutnya, mengawasi perilaku remaja yang tidak menaati peraturan sekolah.

Kata Kunci : Agen Sosialisasi, Perilaku Seks, Kelompok Bermain, Media Massa


(19)

ABSTRACT

Agent of socialization is the parties such as family members, peer group, and mass media that are socializing with family, playmates or peer, relatives, neighbors, and schoolmates that can influence the behavior of the adolescents themselves positively or negatively.

The purpose of this study was to analyze the influence of agent of socialization on the sexual behavior among the students of state senior high school I Pangkalan Brandan. The population of this study was 438 students of Class X and Class XI of state senior high school I Pangkalan Brandan, and 194 of them were selected to be the samples for this study with simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square test and Multiple Logistic Regression tests.

The result of this study showed that peer group had influence on the sexual behavior of the adolescents. The students with bad peer group had a chance to have a severe sexual behaviour were 87.5% twice greater than those with good peer group. Mass media had influence on the sexual behavior of the adolescents. The students who were exposed to the mass media had a chance to have a serious sexual behaviour were 86.2% four times greater than those who are not exposed to the mass media. Mass media was the most dominant variable influencing sexual behavior.

The management of state senior high school I Pangkalan Brandan, Langkat District is suggested to carry out a Teenager Reproductive Health activity especially that it can prevent sexual behavior by doing self-development in any school activity such as spending their leisure time by doing positive activities and using the mass media for good things. Next, to supervise the behavior of the students who do not comply with the rules of the school.

Keywords : Socialization Agent, Sexual Behavior, Peer Group, Mass Media


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah mengakses informasi-informasi terbaru. Ada yang menjurus ke hal positif dan juga ke hal yang negatif, dampak negatif nya dapat berupa seks bebas. Di kalangan remaja, seks bebas telah banyak dilakukan oleh remaja. Saat usia remaja merupakan saat yang paling rentan karena tingkat emosi berada pada tingkat yang paling besar. Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan mudah masuknya pengaruh dari luar. Di usia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik secara cepat dan mendadak. Perubahan tersebut ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genitalia sekunder. Hal tersebutlah yang menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual (Gunawan, 2011).

IYRHS (Indonesian Youth Reproductive Health Survey) tahun 2002-2003 menemukan kurang dari satu persen perempuan dan lima persen laki-laki mengaku telah melakukan hubungan seks. Dimana perempuan cenderung kurang menerima seks pranikah daripada laki-laki, perempuan yang tidak berpendidikan empat kali lebih cenderung menerimanya daripada yang berpendidikan. Namun pada kondisi


(21)

tertentu, premarital seks dapat diterima bila yang melakukan saling mencintai atau berencana menikah (Widyastuti, 2009).

Pada masa peralihan, remaja yang memiliki pengetahuan kurang tentang seks sehingga menyebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan anaknya dan hubungan antara orang tua dengan anaknya mempunyai kesenjangan sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat khususnya teman. Kebanyakan remaja tidak menyadari bahwa pengalaman yang terlihat menyenangkan justru dapat menjerumuskan mereka. Salah satu masalah para remaja apabila pengetahuannya kurang tentang seks adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman dan juga penyakit kelamin. Pengetahuan tentang seks dapat memengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah.

Sikap seks remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga agama dan emosi dari dalam individu. Sikap seks remaja bisa berwujud positif ataupun negatif, sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif kecenderungan tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Kusumastuti, 2010).

Berdasarkan hasil survei YRBS (Youth Risk Behavior Survei) secara Nasional di Amerika Serikat tahun 2011 menemukan bahwa ada sekitar 47,4% pelajar yang pernah berperilaku seks, 33,7% pelajar berperilaku seks selama 3 bulan (aktif melakukan seks), dan 15,3% pelajar yang berperilaku seks dengan 4 orang atau lebih


(22)

selama kehidupan mereka. Ada juga pelajar yang perilaku seks nya aktif sekitar 60,2% dengan menggunakan kondom selama berhubungan seksual.

Jones (2005), menyatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah remaja perempuan yang berhubungan seks di berbagai Negara seperti di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan di Australia. Adapun jumlah remaja perempuan yang pernah berhubungan seks sekitar 17% sebelum mereka berusia 16 tahun dan pada saat berusia 19 tahun.

Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mencatat ada 82,6% dengan jumlah 129 perempuan berusia 15-24 tahun yang pernah berhubungan seks dan mereka juga pernah mendengar tentang dampak negatif dari tindakan melakukan hubungan seksual tersebut yaitu tentang HIV/AIDS, dan perempuan yang belum menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks tercatat ada 88,2% dengan jumlah 9.919. Ada 58% perempuan yang mengetahui bahwa membatasi seks hanya dengan satu pasangan dan 37% menggunakan kondom dan membatasi hubungan seks dengan satu pasangan.

Dari uraian di atas terdapat tiga alasan yang melandasi perlunya perhatian untuk remaja-remaja tersebut. Pertama, proporsi penduduk berusia remaja cukup besar. Kurang lebih seperlima penduduk dunia berusia 10-19 tahun dan lebih dari seperempat penduduk dunia berusia 10-24 tahun. Kedua, masa remaja merupakan masa transisi yang dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perubahan yang besar baik secara fisik, mental maupun sosial. Pada masa


(23)

ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan perilaku berisiko. Banyak remaja mengalami maturity gap yaitu perbedaan kematangan secara fisik dan mental. Perbedaan kematangan ini dapat mendorong remaja untuk melakukan hal-hal yang berisiko. Ketiga, beberapa penelitian melaporkan bahwa banyak remaja yang aktif secara seksual, mempunyai pasangan lebih dari satu dan tidak konsisten dalam pemakaian kondom pada saat melakukan hubungan seks. Hal ini tentu dapat menimbulkan beberapa konsekuensi seperti kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD), aborsi, terinfeksi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Hubungan seks pranikah bagi masyarakat Indonesia masih dipandang sebagai tindakan yang tidak dapat diterima baik secara sosial maupun budaya. Meskipun saat ini kaum muda cenderung lebih toleran terhadap hal ini (Widyastuti, 2009).

Menurut data BkkbN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun 2010, diketahui bahwa ada sekitar 51% remaja telah melakukan hubungan seks seperti di daerah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Namun, ada juga di kota-kota lain juga terdapat data remaja yang sudah pernah melakukan seks sekitar 54% di Surabaya, 47% di Bandung, dan 52% di Medan.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka diketahui bahwa di Kabupaten Langkat ada 45% remaja sudah pernah melakukan perilaku yang menyimpang kepada lawan jenisnya seperti melakukan rabaan/rangsangan kepada pasangannya sampai berhubungan seksual. Ada 9 puskesmas dari 33 puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat, terdapat kasus kehamilan remaja yang berjumlah


(24)

181 remaja (14%) yang hamil berusia 15 – 19 tahun dari 1326 seluruh kehamilan yang ada di Kabupaten Langkat. Data tersebut belum dapat dipastikan bahwa semua kehamilan remaja disebabkan oleh perilaku seks pranikah, tetapi dapat dipersepsikan sebagian kehamilan itu disebabkan oleh perilaku seks pranikah dari keterangan beberapa bidan koordinator di Puskesmas.

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pangkalan Brandan, memperkirakan bahwa jumlah kasus remaja yang hamil di usia dini ada sekitar puluhan pasangan yang belum menikah. Hal tersebut diketahui pada saat mereka ingin mendaftar menikah dan terlihat dari postur tubuh remaja yang mendaftar itu seperti wanita hamil tetapi ditutupi dengan korset agar tidak terlihat hamilnya. Keterangan itu akhirnya dinyatakan oleh remaja itu sendiri bahwa ia telah hamil di luar nikah yang diakibatkan oleh perilaku seks nya pada saat dia masih duduk di bangku SMA dan akhirnya dia berhenti sendiri dari sekolahnya tanpa diketahui oleh pihak sekolah bahwa ia hamil.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan di SMA Negeri I Pangkalan Brandan maka didapatlah bahwa dari hasil wawancara dengan 10 orang remaja puteri yang berusia 15-16 tahun terdapat 40% yang mempunyai perilaku seks tidak baik terhadap pasangannya seperti berpegangan tangan sampai berciuman. Sedangkan dari hasil wawancara dengan 10 remaja putera yang berusia 15-16 tahun terdapat 60% yang mempunyai perilaku seks tidak baik terhadap pasangannya seperti berciuman sampai meraba-raba bagian tubuh pasangannya.


(25)

Hal tersebut dihubungkan dengan kedua orang tua yang tahu bahwa remaja itu melakukan perilaku seks seperti berpacaran, berpegangan tangan, dan berciuman singkat (pipi, kening, bibir) sehingga orang tua dianggap sebagai agen sosialisasi. Adapun pengaruh kuat yaitu kelompok bermainnya seperti teman sebaya di sekolahnya juga mendukung perilaku seks yang dilakukan sesama teman di sekolahnya. Dan terkadang mereka berpacaran pada saat jam istirahat ataupun pada jam pulang sekolah. Pada saat ditanya tentang kehamilan di usia muda yang diakibatkan oleh perilaku seks, mereka tidak setuju jika itu terjadi di usia mereka sekarang. Berdasarkan laporan dari guru bimbingan konseling di sekolah tersebut bahwa belum ada siswa-siswi mereka yang dikeluarkan dari sekolah karena sudah hamil.

Jika dilihat dari pengaruh media massa, maka lebih dominan mereka mendapatkan informasi-informasi seputaran seks melalui media internet karena sangat mudah untuk memperoleh informasinya dibandingkan media cetak ataupun media audio visual. Padahal masing-masing remaja tersebut mempunyai cukup informasi tentang dampak negatif dari perilaku seks tersebut yang nantinya sampai berhubungan seksual karena dari pihak pendidikan sudah memberikan informasi-informasi tentang pendidikan seks kepada siswa-siswinya. Dari media internet itu mereka sangat mudah untuk bisa melihat film-film porno, sehingga menimbulkan keinginan untuk melakukannya kepada pasangannya. Jadi, remaja-remaja tersebut sudah mendapatkan informasi-informasi tentang pendidikan seks ataupun dampak negatif dari perilaku seks tersebut baik dari keluarga, kelompok bermain, dan dari


(26)

media massa, tetapi mereka tetap saja melakukan seks terhadap lawan jenisnya baik di sekolah ataupun di luar sekolah, baik itu di rumah ataupun di luar rumah.

Berdasarkan dari data-data dan uraian di atas, maka sangat jelaslah pengaruh agen sosialisasi pada perilaku remaja di SMA Negeri I Pangkalan Brandan tersebut yang mana agen sosialisasi itu merupakan pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga maupun teman sebayanya yang dapat memengaruhi perilaku remaja itu sendiri, baik perilaku yang mengarah ke positif ataupun bisa mengarah ke perilaku yang negatif, dimana yang termasuk agen sosialisasi ini adalah keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa. Dalam hal ini bimbingan orang tua ataupun keluarga lainnya sangatlah penting karena merekalah pelindung dan pengayom. Pada saat sekarang banyak kasus kenakalan remaja yang diakibatkan oleh kelalaian orang tua. Jadi, dalam hal ini orang tua juga sangat berperan dalam membimbing anak agar tidak salah langkah dalam bergaul. Media massa juga sangat berpengaruh dalam hal ini, dimana media massa sangat mudah didapatkan, sehingga membuat remaja mudah untuk mengakses dan memperoleh informasi-informasi yang negatif bagi diri mereka. Teman pergaulan yang salah juga dapat menjerumuskan mereka untuk berperilaku yang menyimpang. Salah dalam memilih teman pergaulan maka akan cepat merubah perilaku remaja tersebut. Dalam hal ini lingkungan juga berpengaruh pada kehidupan remaja-remaja tersebut. Lingkungan yang tidak baik akan membawa pada hal-hal yang negatif, seperti budaya-budaya Barat yang menghalalkan segala cara, contohnya saja dalam berperilaku pacaran yang dengan mudahnya mereka melakukan hubungan seks di luar nikah. Pada akhirnya, pihak


(27)

sekolah juga sebaiknya bisa memberikan informasi-informasi tentang seputar pendidikan seks agar para remaja mengetahui dampak negatif jika mereka melakukan hubungan seks.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti perilaku seks remaja dengan memilih judul “Pengaruh Agen Sosialisasi terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013”.

1.2 Permasalahan

Masih tingginya angka kejadian remaja yang perilaku seks nya sudah menjurus ke hal yang bersifat negatif, maka perlu dilakukan penelitian “Pengaruh Agen Sosialisasi Terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun 2013.


(28)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi kepada remaja untuk dapat menjaga sikap, tingkah laku, dan kepribadiannya agar terhindar dari hal-hal yang menyimpang khususnya dalam berperilaku terhadap pasangannya. 2. Dapat meningkatkan kualitas agen sosialisasi dalam hal yang positif yaitu

membantu dan mengarahkan remaja-remaja untuk dapat bersikap lebih baik dan tidak melakukan hubungan seks pranikah serta dapat melakukan kegiatan yang lebih positif demi masa depan para remaja.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agen Sosialisasi

2.1.1 Definisi Agen Sosialisasi

Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), agen adalah media atau pihak-pihak yang melakukan serangkaian peran untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Peran tersebut adalah merupakan lembaga sosial seperti keluarga, lembaga pendidikan, lembaga politik, media massa, lembaga keagamaan, dan lingkungan sosial. Agen ini bisa di dapat seorang anak di dalam rumah dan bisa juga didapatkan setelah seorang anak berpergian ke luar rumah. Disinilah mereka mempelajari berbagai kemampuan baru dengan memasuki tahap game stage (mempelajari aturan-aturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat) sehingga memperoleh nilai-nilai keadilan.

Secara sederhana, sosialisasi adalah sebagai proses belajar bagi seseorang atau sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola-pola hidup, nilai-nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa diterima oleh kelompoknya. Sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya (Sunarto, 2004).

10 Universitas Sumatera Utara


(30)

Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi terhadap keluarga, kelompok bermain (peer group) seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga dan teman sekolah. Bila dalam keluarga, kebanyakan interaksi dilakukan dengan melibatkan hubungan yang tidak sederajat (seperti paman, kakek, ibu, tante, kakak dan lain-lain), sedangkan dalam kelompok bermain mereka bisa melakukan interaksi dengan orang-orang yang sebaya.

Dengan kelompok bermain, seorang anak bisa mendapat peranan yang positif, misalnya :

1. Adanya rasa aman dan dianggap penting.

2. Tumbuhnya rasa kemandirian dalam diri anak itu.

3. Seorang anak mendapat tempat penyaluran berbagai perasaannya seperti rasa senang maupun sedih.

4. Dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosial.

5. Memiliki banyak teman dan mendapat banyak pengetahuan. 6. Dapat terhindar dari lingkungan pergaulan yang negatif. 7. Ilmunya bermanfaat dan memiliki masa depan yang cerah. 8. Mampu bersosialisasi dengan baik.

9. Belajar untuk membentuk organisasi yang baik. 10. Terbentuknya sifat disiplin dalam penggunaan waktu.


(31)

Selain dampak positif yang diterima oleh si anak dari teman sepermainan, ada juga dampak negatif, misalnya teman sebaya tersebut mengajari melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan dari dampak negatif tersebut muncul penyimpangan misalnya : 1. Penyalahgunaan Narkoba

Hal ini dapat terjadi apabila teman si anak bukan teman yang baik sehingga dia akan menjerumuskan si anak.

2. Proses sosialisasi yang tidak sempurna

Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang tidak sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya. Contohnya: seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh lingkungannya yang banyak melakukan tindak ketidakjujuran, pelanggaran, pencurian dan sebagainya.

3. Tindak kejahatan / kriminal

Yaitu tindakan yang melanggar norma, misalkan mencuri, membunuh dan lain-lain.

4. Gaya hidup

Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari perilaku umum atau biasanya. Penyimpangan ini antara lain sikap arogansi yaitu kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kepandaian, kekuasaan, kekayaan, dan sebagainya.

5. Mengonsumsi rokok di bawah umur


(32)

Hal inilah yang sangat sering terjadi jika pergaulan si anak dengan temannya kelewatan batas, sehingga akan melakukan tindakan demikian seperti merokok dan akan merusak kepribadiannya.

6. Kenakalan remaja

Karena keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan hal-hal yang dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan-tindakan menyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan, membentuk geng-geng yang membuat onar, dan lain-lain.

Selain itu, perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang pada umumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya kehidupan disana. Demikian juga tawuran yang terjadi antar kelompok/etnis/warga yang akhir-akhir ini sering muncul. Tetapi, sebelum si anak terlanjur terjerumus, orangtua dapat melakukan berbagai upaya untuk melindungi si anak. Dan pastinya apa yang diajarkan oleh keluarga akan dibawa oleh anak dari rumah keluar rumahnya ketika ia berinteraksi dengan teman sebayanya (Herbert, 2013).

2.1.2 Jenis Sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).

1. Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada saat usia seseorang masih usia balita. Pada fase ini, seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi, seperti dengan ayah, ibu, kakak, dan anggota keluarga lainnya. Di masa


(33)

itu peran orang-orang di sekelilingnya sangat diperlukan, terutama utnuk membentuk karakter anak di usia selanjutnya khususnya berkaitan dengan bimbingan tata kelakuan kepada anak, agar nantinya anak tersebut memiliki kepribadian dan peran yang benar hingga mampu menempatkan antara hak dan kewajiban (Setiadi, 2011).

2. Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer, yaitu dengan memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu di masyarakat. Dalam sosialisasi sekunder, orang-orang di luar lingkungan keluarga yang memiliki peran (Auliyahc, 2011).

2.1.3 Pola Sosialisasi

Pola sosialisasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Sosialisasi represif (represif socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, non-verbal dan berisih perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan pada keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant others. 2. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola dimana

anak diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberia kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi yang bersifat lisan. Yang


(34)

menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized others (Setiadi, 2011).

2.1.4 Proses Sosialisasi

Agen sosialisasi ini merupakan significant others (orang yang paling dekat) dengan individu, seperti orangtua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur dan lain sebagainya (Asrifah, 2012).

a. Sosialisasi sebagai suatu proses

Individu dari yang tadinya hanya sebagai makhluk biologi melalui proses sosialisasi, belajar tentang nilai, norma, bahasa, simbol, keterampilan dan sebagainya untuk diterima dalam masyarakat dimana ia berada.

b. Sosialisasi pengalaman sepanjang hidup

Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk sosial disepanjang kehidupannya, dari ketika ia melahirkan sampai akhir hayatnya. Bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-beda dari setiap tahap kehidupan individu dalam siklus kehidupannya. Dari setiap tahap sosialisasi agen sosialisasinya pun berbeda.

c. Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin

Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan, pasti ada perbedaan peran-peran individu yang diharapakan oleh masyarakat dari pria dan wanita. Kebudayaan secara biologis berbeda, karena itu peran-peran yang diharapkan masyarakat pun secara sosiologis berbeda dan karena sosialisasinya pun berbeda.


(35)

d. Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial terhadap Sosialisasi Anak Dalam Keluarga Beberapa pakar sosiologi pun sudah berusaha membentuk kategori mengenai bentuk atau pola dalam sosialisasi keluarga. Sosialisasi dengan cara represif berpusat pada orangtua karena anak harus memperhatikan keinginan orangtua, sedang pada sosialisasi yang partisipatori berpusat pada anak, karena orangtua memperhatikan keperluan anak.

2.1.5 Agen-Agen Sosialisasi

Menurut Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto (2004), yang termasuk ke dalam agen-agen sosialisasi diantaranya adalah :

a. Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka di antara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional yang hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi kepada anak (Sunarto, 2004).

Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Keluarga


(36)

merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga maka anak mengenal dunianya dan pola pergaulan sehari-hari. Arti pentingnya keluarga sebagai media sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan perhatian untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian (Alfin, 2010).

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam kajian keluarga adalah pendekatan teori sistem. Teori sistem pertama kali dicetuskan oleh Minuchin (1974), yang mengajukan skema konsep yang memandang keluarga sebagai sebuah sistem yang bekerja dalam konteks sosial dan memiliki tiga komponen. Pertama, struktur keluarga berupa sistem sosiokultural yang terbuka dalam transformasi. Kedua, keluarga senantiasa berkembang melalui sejumlah tahap yang mensyaratkan penstrukturan. Ketiga, keluarga beradaptasi dengan perubahan situasi kondisi dalam usahanya untuk mempertahankan kontinuitas dan meningkatkan pertumbuhan psikososial tiap anggotanya.

Pola transaksi yang meregulasi perilaku anggota keluarga dipertahankan oleh dua batasan. Pertama, aturan umum yang mengatur organisasi keluarga. Misalnya, dalam keluarga terdapat hierarki kekuasaan dalam pola hubungan orang tua dengan anak, dan fungsi komplementer antara suami dan istri dalam bekerja sebagai tim. Kedua, adanya harapan bersama terhadap anggota keluarga tetentu. Harapan tersebut


(37)

berasal dari negosiasi eksplisit maupun implicit di antara anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari (Lestari, 2012).

Keluarga merupakan dimana anak akan diasuh dan dibesarkan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Terutama keadaan ekonomi rumah tangga, serta tingkat kemampuan orang tua merawat juga sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan jasmani anak. Sementara itu tingkat pendidikan orang tua juga mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya (Dalyono, 2012). b. Kelompok Bermain

Kelompok bermain (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada m dalam membent

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nila


(38)

c. Media Massa

Kelompok media massa terbagi menjadi 3 bagian yaitu media cetak media internet. Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

1. Media cetak a. Poster

Poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar dengan tujuan untuk memengaruhi seseorang agar tertarik pada sesuatu, atau memengaruhi agar seseorang bertindak akan sesuatu hal. Poster tidak dapat memberi pelajaran dengan sendirinya, karena keterbatasan kata-kata. Poster lebih cocok kalau diperuntukkan sebagai tindak lanjut dari suatu pesan yang sudah disampaikan beberapa waktu yang lalu. Dengan demikian, poster bertujuan untuk mengingat kembali dan mengarahkan pembaca kea rah tindakan tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.

b. Leaflet

Leaflet adalah suatu bentuk media publikasi yang berupa kertas selebaran dengan ukuran tertentu, disajikan dalam bentuk lembaran kertas berlipat dan tanpa lipatan. Penyebarannya dengan cara dibagi-bagikan kepada pengunjung pameran. Leaflet dapat dibuat dengan teknik secara langsung serta melalui teknik cetak (sablon dan offset).


(39)

c. Baliho

Baliho adalah media informasi yang dipasang di tempat terbuka, di tempat-tempat strategis seperti jalan raya. Pada umumnya berisi informasi mengenai sesuatu, penawaran suatu produk dan lain-lain yang dilengkapi dengan gambar.

d. Spanduk

Spanduk adalah media informasi yang berupa kain berukuran panjang 5 meter sampai 8 meter, biasanya dipasang di tepi-tepi jalan dengan cara dibentangkan.

e. Umbul-umbul

Umbul-umbul yaitu kelanjutan dari publikasi spanduk, yang penempatannya di area pinggiran jalan raya, wilayah pemukiman kompleks, kawasan pedestrian.

f. X-Banner

X-banner ini adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar, biasanya ukuran dalam X banner ialah 60 cm x 160 cm.

g. Gimmick

Gimmick merupakan media efektif yang diberikan langsung ke masyarakat dan bisa digunakan oleh masyarakat yang ditargetkan.


(40)

h. One way vision sticker/branding

Yaitu sebagai penghalang cahaya matahari pada kendaraan. Namun, pada pengaplikasiannya, banyak digunakan untuk mempromosikan suatu produk atau jasa maupun sebagai media kampanye.

i. Koran/majalah/tabloid

Merupakan suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.

2. Media audio visual a. Televisi

Televisi selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan sebagai media pendidikan. Hal ini dikarenakan televisi mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh media massa lainnya. b. Radio

Radio adalah media elektronik termurah, baik pemancar maupun penerimanya. Ini berarti terdapat ruang untuk lebih banyak stasiun penyiaran dan lebih banyak pesawat penerima dalam sebuah perekonomian nasional. Dibandingkan dengan media lain, biaya yang rendah sama artinya dengan akses kepada pendengar yang lebih besar dan jangkauuan lebih luas dari radio.


(41)

c. Film

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sinema. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera dan/atau oleh animasi. d. Iklan

Iklan merupakan sarana komunikasi yang digunakan komunikator dalam hal ini perusahaan atau produsen untuk menyampaikan informasi tentang barang atau jasa kepada publik, khususnya pelanggannya melalui suatu media massa. 3. Media internet

a. Jejaring sosial/social network

Dewasa ini sudah banyak situs jejaring sosial yang bermunculan. Memang saat ini di Indonesia, Facebook dan Twitter masih tetap menduduki peringkat teratas. Metode promosi menggunakan jejaring sosial sangat efektif dan dengan biaya yang sangat murah, hal ini dapat digunakan sebagai media dalam promosi yang cepat seiring dengan berkembangnya teknologi.

b. Website/Blog/Wordpress dan lain-lain

Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information Technology (IT) adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan kompuatasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video (Kholid, 2012).


(42)

2.2 Perilaku Seks

2.2.1 Definisi Perilaku Seks

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respons (Skinner (1949) dalam Notoatmojo 2005). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap psikomotor, dan tindakan (keterampilan). Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat terjadi melalui proses belajar (Kholid, 2012).

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku juga merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2007).

Banyak dikalangan remaja saat ini sudah terbiasa melakukan seks pranikah tanpa harus diawali dari pernikahan yang sah. Sehingga tanpa disadari kebahagian yang diberikan pun tidak menghasilkan apa yang didapatkan. Sehingga saat keputusan menunda seks sebelum menikah diambil, maka kebahagiaan akan menjadi milik berdua. Pasangan yang melakukan seks terlalu dini cenderung menemukan


(43)

hubungan mereka tentang kualitas dan kestabilannya dalam pasangan mampu dipercaya atau diandalkan. Untuk itu, pasangan yang sudah terlanjur melakukan hubungan seks pranikah seringkali digambarkan sebagai suatu tindakan egois tanpa adanya unsur-unsur kesetiaan, eksklusif ataupun permanen. Tetapi sesungguhnya hubungan seks pra-nikah hanyalah menginginkan tubuhnya semata, dan sekedar kenikmatan, bukan adanya suatu komitmen akan persatuan hidup dan cinta kasih (Prasetya, 2013).

2.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seks

Menurut Gunawan (2011), bentuk-bentuk perilaku seks itu dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :

1. Bersentuhan (touching), seperti bisa berpegangan tangan dan berpelukan terhadap pasangannya.

2. Berciuman (kissing), seperti hanya sekedar ciuman kecil/kecupan (light kissing) yang biasa dilakukan remaja di pipi dan di kening, sampai dengan french kiss yaitu perilaku seks dengan melakukan gerakan lidah di mulut (deep kissing) dan itu akan memuaskan pasangannya.

3. Bercumbu (petting), yaitu merupakan perilaku seks dengan berbagai aktivitas fisik secara seksual antara laki-laki dan perempuan, yang lebih dari sekedar berciuman atau berpelukan yang mengarah kepada pembangkit gairah seksual, namun belum sampai berhubungan kelamin. Pada umumnya perilaku seks itu melakukan perilaku mencium, menyentuh atau meraba bagian yang paling sensitif bagi perempuan, menghisap, dan menjilat pada daerah-daerah


(44)

tubuh pasangan seperti mencium payudara pasangan perempuan, atau mencium alat kelamin pasangan pria.

Berbagai survei atau penelitian sosial telah banyak menemukan gejala hubungan di luar nikah di kalangan para pelajar, bahkan banyak di antara anak baru gede (ABG) terjerumus pada tindakan menyimpang tersebut. Gejala tersebut dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan masyarakat tentang seks secara kaku, sehingga menimbulkan gejala tabu setiap membicarakan persoalan seksual. Selain itu, kebanyakan di antara ABG tersebut memperoleh pengetahuan seks dari media yang salah dalam menyampaikan materi seks, misalnya tabloid yang secara vulgar membicarakan perilaku seks di kalangan dewasa dengan gambar pengundang libido (Setiadi, 2011).

2.2.3 Dampak Perilaku Seks

Menurut Prasetya (2013), dampak perilaku seks itu antara lain adalah : 1. Efek Relasional

Seks pranikah dapat menyebabkan stres emosi, ketidakpercayaan, penyesalan, dan kekosongan. Seks menciptakan ikatan antara dua orang yang dapat dengan mudah dilanggar jika komitmen tidak cukup kuat untuk mempertahankannya. Pernikahan membuat komitmen seumur hidup dan dapat mendukung ikatan yang diciptakan hubungan seksual.


(45)

2. Efek Fisik

Penyakit menular seksual sering ditularkan ketika pasangan telah memiliki banyak pasangan seksual. Meskipun seks pranikah tidak selalu berarti pasangan memiliki beberapa mitra seksual, kemungkinannya lebih besar daripada jika pasangan bersumpah untuk tidak melakukannya sampai menikah.

3. Kehamilan

Kehamilan selalu menjadi kemungkinan, bahkan ketika menggunakan kontrasepsi. Pasangan yang tinggal bersama sebagai suami istri sebelum menikah akan berada pada risiko perceraian, yang akan meningkatkan orang tua tunggal jika telah memiliki anak nantinya.

4. Efek Perkawinan

Sepasang suami-istri juga bisa lebih mungkin mengalami masalah jika satu atau keduanya aktif secara seksual sebelum menikah. Pasangan dengan beberapa mitra seksual masa lalu mungkin menemukan diri mereka membandingkan kehidupan seks perkawinan mereka dengan kehidupan seks pranikah mereka, yang sering menimbulkan ketidakpuasan.


(46)

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seks yang salah satunya adalah agen sosialisasi, antara lain :

1. Keluarga

Dalam hal ini terdapat fungsi keluarga diantaranya yaitu pertama adalah fungsi kebutuhan seks dan reproduksi yaitu suami istri tidak kerasan tinggal di rumah serta timbul sikap dingin dan masa bodoh dari pihak istri dalam memenuhi kebutuhan seksual, sehingga kedua pasangan suami istri tidak bisa menikmati pernikahan mereka dan selalu mencari-cari permasalahan. Kedua, fungsi pemeliharaan yaitu dimana orang tua kehilangan atau kurang menjadi kebutuhan psikologis anak. Ketiga, fungsi sosialisasi yaitu dimana anak-anak menjadi terlantar akibat kurang mendapat perhatian orang tua. Keempat, fungsi-fungsi keluarga lainnya yang tidak dapat dijalankan dengan baik.

Ketidakharmonisan di dalam struktur keluarga biasanya anggota keluarga saling mempertahankan egonya masing-masing sebagai wujud merasa benar di antara mereka, sehingga banyak di antara mereka mencari pelampiasan dengan melakukan tindakan penyimpangan. Sementara itu anak-anak juga mencari pelampiasan lain seperti salah satunya terlibat dalam pergaulan bebas. Hal itu disebabkan semata-mata karena kontrol keluarga terhadap perilaku anak tidak menjadi perhatian, sehingga anak-anak mencari jati dirinya tanpa bimbingan orang tua. Akhirnya peran keluarga sebagai agen sosialisasi digantikan oleh pihak


(47)

lain di luar keluarganya, diantaranya adalah peran teman sepermainan lebih dominan memainkan peranan sebagai agen sosialisasi.

2. Kelompok Bermain

Dalam hal ini teman sepermainan mempunyai peranan juga sebagai agen sosialisasi dimana akan memengaruhi perilaku seks seorang remaja. Ketika seorang remaja berkumpul dengan teman sepermainan mereka yang memiliki kebiasaan menyimpang sementara orang tua tidak mengetahui dengan siapa anaknya bergaul, atau tidak memedulikan pergaulan anak, maka keadaan demikian berarti anak telah mempelajari perilaku yang menyimpang tersebut. Seorang anak bisa saja memiliki kecenderungan perilaku seks menyimpang walaupun secara kejiwaan anak tersebut sebenarnya normal hanya dikarenakan bergaul dengan teman-teman yang memiliki orientasi seks menyimpang. Demikian juga seorang anak yang menjadi anggota kelompok geng tertentu, karena ia telah lama bergabung dengan kelompok geng tersebut.

Dalam hal ini juga mereka selalu ingin menemukan sosok pribadi yang utuh, sehingga tidak jarang menjadi manusia yang tidak ada gunanya. Walaupun tidak adanya seseorang yang mengetahui hubungan yang sudah dilakukan, sudah pasti akan menimbulkan rasa yang bersalah karena mengakibatkan pasangan tersebut akan membenci dirinya sendiri dan tidak sanggup menolak tekanan untuk melakukan hubungan seks itu kembali.


(48)

3. Media Massa

Di dunia pendidikan dan para orang tua semakin resah akibat maraknya gambar-gambar pornografi yang mudah didapat dan diakses. Berbagai tayangan media massa terutama televisi yang sering menampilkan berbagai informasi yang mengandung unsur kekerasan, unsur syahwat sangat mudah membentuk perilaku menyimpang di berbagai kalangan masyarakat. Berbagai media tersebut mengundang anggota-anggota masyarakat untuk melakukan penyimpangan, seperti seks bebas, homoseksualitas, dan sebagainya. Selain itu, dapat dilihat banyaknya budaya asing melalui tayangan film yang sarat dengan budaya dari mana asal film-film tersebut.

Tayangan sinetron yang memamerkan gaya hidup glamor mengundang gaya hidup masyarakat untuk melakukan penyimpangan, terutama busana yang dikenakan di luar batasan norma-norma masyarakat dan agama. Dan adanya tayangan kriminalitas, kekerasan, hal-hal yang berbau pornografi tanpa didasari telah banyak berperan membentuk karakter anak. Banyaknya tayangan dunia pertelevisian yang tidak mendidik telah banyak menyebabkan penonton berperilaku seperti tingkah laku artis (Setiadi, 2011).

Adapun faktor lain penyebab gejala perilaku seks di antaranya makin maraknya kaset film porno yang dengan mudah diperoleh, situs porno di internet yang dengan mudah diakses oleh setiap orang mulai dari usia dewasa hingga anak-anak di bawah umur. Aksi ini menimbulkan rasa penasaran di kalangan anak-anak muda belia sehingga ingin melakukannya sendiri. Dengan demikian, kemajuan teknologi


(49)

informasi yang disalahgunakan dan merebaknya paham kebebasan yang dipahami secara serampangan dan akhirnya mengubah pola perilaku manusianya memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari nilai dan norma sosial yang ada (Setiadi, 2011).

2.4 Ciri-Ciri Masa Remaja

Semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Hurlock (2002), ciri-ciri dari masa remaja itu adalah :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting tetapi kadar kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting dari pada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat jangka panjangnya. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis.

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.


(50)

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Maksudnya adalah apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Namun, perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan akan memengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, maka perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada beberapa perubahan yang sama dan hampir bersifat universal yaitu meningginya emosi, adanya perubahan pada tubuh, berubahnya minat dan pola perilaku, dan sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri tetapi masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada 2 alasan bagi kesulitan itu yaitu yang pertama adalah sepanjang masa kanak-kanak maka maslah anak-anak sebagian diselesaikan oleh


(51)

orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua adalah karena para remaja merasa dirinya bisa mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendri dan menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar dari pada individualitas. Seperti halnya ditunjukkan dalam berpakaian, berbicara dan perilaku anak yang lebih besar dan ingin lebih cepat seperti teman-teman geng nya. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal.

Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian, dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan cara seperti itu maka remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai dan banyak juga diantaranya yang bersifat negatif. Anggapan stereotip budaya


(52)

bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan dengan meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang lebih besar memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumnya secara lebih realistik. Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya baik anak laki-laki maupun perempuan sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas bila telah mencapai status orang dewasa.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja


(53)

mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.5 Landasan Teori

Perilaku seks remaja dapat dipengaruhi oleh faktor agen sosialisasi yaitu keluarga, kelompok bermain, dan media massa, dimana agen sosialisasi ini sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap remaja baik ke sikap yang positif maupun negatif dan dapat membantu remaja untuk mempunyai perilaku yang tidak menyimpang, begitu juga dapat menambah pengetahuan remaja putera dan puteri itu sendiri.

Berdasarkan teori Fuller dan Jacobs (1973), dimana agen sosialisasi diantaranya adalah keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa. Hal tersebut juga berkaitan dengan jenis sosialisasi yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder, dimana yang termasuk ke dalam sosialisasi primer adalah keluarga dan yang termasuk ke dalam sosialisasi sekunder adalah kelompok bermain dan media massa.

Berdasarkan dari kedua jenis sosialisasi tersebut, dimana sosialisasi primer itu merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada saat seseorang masih berusia balita. Pada saat itulah si anak memperoleh pengetahuan dari orang-orang yang terdekatnya seperti kedua orang tua nya dan anggota keluarga lainnya. Di masa itu juga maka si anak dapat membentuk karakter nya sendiri, baik membentuk perilaku yang baik


(54)

ataupun perilaku yang menyimpang. Sedangkan jika dilihat dari sosialisasi sekunder itu merupakan sosialisasi yang berlangsung setelah sosialisasi primer yaitu semenjak usia 4 tahun sampai seumur hidupnya. Jika proses sosialisasi primer lebih mendominasi peran keluarga, tetapi di dalam sosialisasi sekunder ini lebih mengarah pada tata kelakuan yaitu dari lingkungan sosialnya seperti teman sepermainan, teman sekolah, ataupun orang lain yang lebih dewasa. Dalam proses ini, seorang individu akan memperoleh berbagai pengalaman dari lingkungan sosial yang bisa saja terdapat perbedaan bentuk atau pola-pola kelakuan yang ada di antara lingkungan sosial dan keluarganya. Pada sosialisasi sekunder ini juga termasuk di dalam nya media massa yang dapat memengaruhi seorang individu dalam membentuk kepribadian, karakter, dan perilaku yang lebih baik atau ke arah yang tidak baik untuk dirinya.

Dilihat dari teori tersebut maka landasan teori ini lebih menspesifikasikan bahwa perilaku seks remaja dapat dipengaruhi berdasarkan dari kedua jenis sosialisasi yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder, dimana di dalam nya termasuk keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa.

2.6 Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, alur penelitian ini digambarkan dalam kerangka konsep berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Agen Sosialisasi yang berkaitan dengan jenis-jenis sosialisasi :

1. Agen sosialisasi primer : - Keluarga

2. Agen sosialisasi sekunder :

Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan


(55)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa pengaruh agen sosialisasi akan memengaruhi perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan.


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan potong lintang (cross sectional), yang bertujuan mengetahui pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat dengan alasan bahwa Pangkalan Brandan letaknya dekat dengan perbatasan Aceh, dimana para remaja nya agak labil sehingga di sekolah tersebut terdapat beberapa masalah siswa seperti bolos sekolah, berpacaran, merokok, cabut pada saat jam pelajaran, bahkan siswa pernah ditemukan berduaan di warnet dekat sekolah saat jam pelajaran, kemudian karena di sekolah tersebut belum pernah ada penelitian sebelumnya.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari persetujuan judul, survei pendahuluan, penyusunan proposal, bimbingan, konsultasi, kolokium, seminar hasil, dan ujian tesis.


(57)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI pada SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat sebanyak 438 orang.

3.3.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis satu populasi dikutip oleh Hidayat (2010) sebagai berikut:

n =

{

(

)

(

)

}

(

)

2

2 1

0 0 2

1 / 1 1

o a a a P P P P Z P P Z − − − + −

−α β

Keterangan :

n : Besar sampel minimal Z1-α/2

Z

: Nilai distribusi baku normal (tabel Z) pada α 5% sebesar 1,96 1-β

Po : Proporsi perilaku seks sebesar = 0,50 telah melakukan seks : Nilai distribusi baku normal (tabel Z) pada β 20% sebesar 0,842

Pa : Proporsi perilaku seks yang diharapkan sebesar = 0,40

Pa-Po : Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi = 0,10

n =

{

2

}

2 1 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a a o o P P P P Z P P Z − − − + −

−α β

n = 194 orang

Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel minimal sebesar 194 orang. Untuk mengambil besar sampel tiap kelas X dan XI di SMA Negeri I Pangkalan


(58)

Brandan Kabupaten Langkat dilakukan dengan metode proporsional random sampling, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Perhitungan Besar Sampel Penelitian di SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat

No Kelas Jumlah Populasi Perhitungan Besar Sampel

1. X-1 20 20/438 x 194 9

2. X-2 20 20/438 x 194 9

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. X-3 X-4 X-5 X-6 X-7 XI-A XI-A2 1 XI-A3 XI-A4 XI-S1 XI-S2 34 36 34 34 37 40 34 36 36 39 38

34/438 x 194 34/438 x 194 34/438 x 194 34/438 x 194 37/438 x 194 40/438 x 194 34/438 x 194 36/438 x 194 36/438 x 194 39/438 x 194 38/438 x 194

15 15 15 15 17 18 15 16 16 17 17

Total 438 194

Pengambilan sampel terpilih dari setiap kelas dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil secara acak dengan menggunakan tabel random sampai memenuhi besar sampel 194 orang dari 13 kelas.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode angket untuk mengukur agen sosialisasi (keluarga, kelompok bermain dan media massa), serta perilaku seks.


(59)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat untuk mendukung data hasil penelitian.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas kuesioner dilakukan di SMA Muhammadiyah Pangkalan Brandan terhadap 30 orang. Uji validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara melihat nilai corrected item total corelation. Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor variabel atau item dengan skor total variabel (Corrected Item Total) dengan nilai tabel r, pada df= 30-2=28 α:0,05 sebesar 0,361.

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan sama.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali


(60)

pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai Cronbach Alpha>0,60, maka dinyatakan reliabel (Hidayat, 2010).

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Keluarga

Keluarga n Corrected Item-Total

Correlation Hasil Uji

1 30 0,658 Valid

2 30 0,521 Valid

3 30 0,658 Valid

4 30 0,678 Valid

5 30 0,678 Valid

6 30 0,506 Valid

7 30 0,552 Valid

8 30 0,669 Valid

9 30 0,672 Valid

10 30 0,475 Valid

11 30 0,475 Valid

12 30 0,553 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,887 Reliabel

Tabel 3.2 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya dua belas pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel keluarga semuanya valid..

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kelompok Bermain

Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,887 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan tentang agen sosialisasi keluarga ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Kelompok Bermain n Corrected Item-Total

Correlation Hasil Uji

1 30 0,556 Valid

2 30 0,516 Valid

3 30 0,713 Valid


(61)

5 30 0,546 Valid

6 30 0,374 Valid

7 30 0,638 Valid

8 30 0,373 Valid

9 30 0,513 Valid

10 30 0,543 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,830 Reliabel Tabel 3.3 di atas menunjukkan nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya sepuluh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel kelompok bermain semuanya valid..

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Media Massa

Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,830 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan agen sosialisasi kelompok bermain ini sudah reliabel.

Media Massa n Corrected Item-Total

Correlation Hasil Uji

1 30 0,451 Valid

2 30 0,387 Valid

3 30 0,405 Valid

4 30 0,395 Valid

5 30 0,405 Valid

6 30 0,402 Valid

7 30 0,412 Valid

8 30 0,373 Valid

9 30 0,559 Valid

10 30 0,370 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,749 Reliabel

Tabel 3.4 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya sepuluh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel agen sosialisasi media massa semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,749 dan lebih besar dari nilai 0,60.


(62)

Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan agen sosialisasi media massa ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Perilaku Seks

Perilaku Seks n Corrected Item-Total

Correlation Hasil Uji

1 30 0,463 Valid

2 30 0,539 Valid

3 30 0,461 Valid

4 30 0,694 Valid

5 30 0,661 Valid

6 30 0,732 Valid

7 30 0,612 Valid

8 30 0,549 Valid

9 30 0,711 Valid

10 30 0,606 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,863 Reliabel Tabel 3.5 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected Item-Total correlation lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya sepuluh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel perilaku seks semuanya valid..

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,863 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan perilaku seks ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

3.5.1 Variabel Dependen dan Independen

Penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu perilaku seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan, sedangkan variabel independen yaitu agen sosialisasi (keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa).


(63)

3.5.2 Definisi Operasional

1. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi atau melakukan interaksi yang meliputi keluarga, kelompok bermain/peer group, dan media massa yaitu :

a. Agen Sosialisasi Primer

- Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang terkumpul yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan suatu ketergantungan.

b. Agen Sosialisasi Sekunder

- Kelompok bermain/peer group adalah orang lain dengan tingkat umur dan kedewasaan yang perkembangan emosi yang relatif sama dengan remaja. - Media massa adalah informasi yang diperoleh remaja terhadap perilaku

seks melalui media cetak maupun media elektronik.

2. Perilaku seks adalah segala tindakan dan aktivitas remaja yang didorong oleh hasrat seksual dan dapat menimbulkan gairah seksual terhadap lawan jenis yang dilakukan remaja sebelum menikah. Aktivitas seksual yang dilakukan seperti perasaan tertarik/hubungan spesial (pacar), berkencan, berpegangan tangan, berciuman singkat (pipi, kening, bibir), berpelukan, masturbasi/onani, berciuman antar mulut sampai melibatkan lidah, dan saling memberi rangsangan.

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Independen


(64)

1. Agen Sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi yang meliputi : a. Keluarga

Variabel keluarga diukur dengan 12 (dua belas) pertanyaaan yang berisi tentang komunikasi antara orang tua dengan remaja dalam perilaku seks, dimana pilihan jawaban “ya” dan “tidak. Untuk jawaban pertanyaan “ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 0. Dengan kategori :

a. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari skor total (7 - 12) b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < 50% dari skor total (1 - 6) Skala Ukur : Ordinal

b. Kelompok Bermain/Peer Group

Variabel kelompok bermain diukur dengan 10 (sepuluh) pertanyaaan yang berisi tentang ajakan teman dalam perilaku seks dimana pilihan jawaban “ya” dan “tidak. Untuk jawaban pertanyaan “ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 0. Dengan kategori :

a. Baik, jika responden memperoleh nilai < 50% dari skor total (1 - 5) b. Buruk, jika responden memperoleh nilai ≥ 50% dari skor total (6 - 10) Skala Ukur : Ordinal

c. Media Massa

Variabel media massa diukur dengan 10 (sepuluh) pertanyaaan yang berisi tentang keterpaparan remaja terhadap media elektronik dan cetak dalam perilaku seks, dimana pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Untuk jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0, dengan kategori:


(65)

a. Tidak terpapar jika responden menjawab “tidak” pada seluruh pertanyaan b. Terpapar jika responden menjawab “ya” pada satu saja pertanyaan

Skala Ukur : Ordinal

3.6.2 Variabel Dependen (Perilaku Seks)

Untuk mengukur perilaku seks dengan menyatakan 10 buah pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Untuk jawaban “ya” diberi skor 1 dan “tidak” skor 0, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

0 = Ringan, apabila remaja tidak pernah melakukan aktivitas yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama.

1 = Berat, apabila remaja melakukan salah satu aktivitas yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama, misalnya berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan selama/ pernah pacaran.

Skala Ukur : Ordinal 3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang diteliti ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui karakteristik dan distribusi data.


(1)

p8

188 96,9 96,9 96,9

6 3,1 3,1 100,0

194 100,0 100,0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

p9

192 99,0 99,0 99,0

2 1,0 1,0 100,0

194 100,0 100,0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

p10

189 97,4 97,4 97,4

5 2,6 2,6 100,0

194 100,0 100,0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pkat

38 19,6 19,6 19,6

156 80,4 80,4 100,0

194 100,0 100,0

Ringan Berat Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Lampiran 6 : Hasil Analisis Bivariat

Keluarga dengan perilaku seks

Crosstab

28 112 140

20,0% 80,0% 100,0%

73,7% 71,8% 72,2%

14,4% 57,7% 72,2%

10 44 54

18,5% 81,5% 100,0%

26,3% 28,2% 27,8%

5,2% 22,7% 27,8%

38 156 194

19,6% 80,4% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

19,6% 80,4% 100,0%

Count % within kkat % within pkat % of Total Count % within kkat % within pkat % of Total Count % within kkat % within pkat % of Total Baik

Kurang kkat

Total

Ringan Berat pkat

Total

Chi-Square Tests

,054b 1 ,816

,001 1 ,975

,055 1 ,815

1,000 ,495

,054 1 ,816

194 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,58.


(3)

Kelompok bermain dengan perilaku seks

Crosstab

22

44

66

33,3%

66,7%

100,0%

57,9%

28,2%

34,0%

11,3%

22,7%

34,0%

16

112

128

12,5%

87,5%

100,0%

42,1%

71,8%

66,0%

8,2%

57,7%

66,0%

38

156

194

19,6%

80,4%

100,0%

100,0%

100,0%

100,0%

19,6%

80,4%

100,0%

Count

% within tk at

% within pkat

% of Total

Count

% within tk at

% within pkat

% of Total

Count

% within tk at

% within pkat

% of Total

Baik

Buruk

tkat

Total

Ringan

Berat

pk at

Total

Chi-Square Tests

12,000b 1 ,001

10,713 1 ,001

11,444 1 ,001

,001 ,001

11,938 1 ,001

194 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,93.


(4)

Media massa dengan perilaku seks

Crosstab

16 19 35

45,7% 54,3% 100,0% 42,1% 12,2% 18,0% 8,2% 9,8% 18,0%

22 137 159

13,8% 86,2% 100,0% 57,9% 87,8% 82,0% 11,3% 70,6% 82,0%

38 156 194

19,6% 80,4% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 19,6% 80,4% 100,0% Count

% within mkat % within pkat % of Total Count

% within mkat % within pkat % of Total Count

% within mkat % within pkat % of Total Tidak t erpapar

Terpapar mk at

Total

Ringan Berat pk at

Total

Chi-Square Tests

18,507b 1 ,000

16,538 1 ,000

15,824 1 ,000

,000 ,000

18,412 1 ,000

194 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,86.


(5)

Lampiran 7 : Hasil Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

194 100,0

0 ,0

194 100,0

0 ,0

194 100,0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent V aria ble Encodi ng

0 1 Original Value

Ringan Berat

Int ernal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 38 ,0

0 156 100,0

80,4 Observed

Ringan Berat pkat

Overall Percentage Step 0

Ringan Berat

pkat Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equa tion

1,412 ,181 60,946 1 ,000 4,105

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Variables not in the Equation

12,000 1 ,001

18,507 1 ,000

23,002 2 ,000

tkat mkat Variables

Overall Statistics Step

0


(6)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

20,490 2 ,000

20,490 2 ,000

20,490 2 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

171,428a ,100 ,160

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square Es timation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by les s than ,001. a.

Classification Tablea

12 26 31,6

12 144 92,3

80,4 Observed

Ringan Berat pkat

Overall Percentage Step 1

Ringan Berat

pkat Percentage

Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

,880 ,404 4,744 1 ,029 2,411 1,092 5,324

1,331 ,437 9,296 1 ,002 3,786 1,609 8,908

-,093 ,364 ,065 1 ,798 ,911

tkat mkat Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on s tep 1: tkat, mkat. a.

Model if Term Rem oved

-88,047 4,666 1 ,031

-90,237 9,046 1 ,003

Variable tkat mk at St ep

1

Model Log Lik elihood

Change in -2 Log

Lik elihood df

Sig. of the Change