PERBEDAAN KEJADIAN PREEKLAMSIA PADA PENDERITA YANG TINGGAL DI DATARAN TINGGI DENGAN PENDERITA YANG TINGGAL DI DATARAN RENDAH
commit to user
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN KEJADIAN PREEKLAMSIA PADA PENDERITA YANG TINGGAL DI DATARAN TINGGI DENGAN PENDERITA
YANG TINGGAL DI DATARAN RENDAH
Ima Nuraina (G0007087) dkk
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
i
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Kejadian Preeklamsia pada Penderita yang Tinggal di Dataran Tinggi dengan Penderita yang Tinggal di Dataran
Rendah
Ima Nuraina, NIM/Semester : G0007087/VII, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 15 Desember 2010 Pembimbing Utama
Nama : Abdurahman Laqif, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19680121 199903 1 004 ( ………. ) Pembimbing Pendamping
Nama : Wisnu Prabowo, dr., Sp.OG
NIP : 19690902 200003 1 003 ( ………. ) Penguji Utama
Nama : H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19510421 198011 1 002 ( ………. ) Anggota Penguji
Nama : Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes
NIP : 19540505 198503 2 001 ( ………. )
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003
(3)
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Laporan Penelitian/Skripsi dengan judul: Perbedaan Kejadian Preeklamsia pada Penderita yang Tinggal di Dataran Tinggi dengan Penderita yang
Tinggal di Dataran Rendah Ima Nuraina, G0007087, Tahun 2010
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Proposal Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Senin, Tanggal 13 Desember 2010
Pembimbing Utama Penguji Utama
dr. Abdurahman Laqif, Sp.OG (K) dr. H. Tri Budi Wiryanto, Sp.OG (K) NIP: 19680121 199903 1 004 NIP: 19510421 198011 1 002
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
dr. Wisnu Prabowo, Sp.OG Dra. Cr. Siti Utari, M.Kes NIP: 19690902 200003 1 003 NIP: 19540505 198503 2 001
Tim Skripsi
dr. Vicky Eko Nurcahyo H, Sp.THT-KL., M.Sc NIP: 19770914 200501 1 001
(4)
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Desember 2010
Ima Nuraina G0007087
(5)
commit to user
iv
PERBEDAAN KEJADIAN PREEKLAMSIA PADA PENDERITA YANG TINGGAL DI DATARAN TINGGI DENGAN PENDERITA
YANG TINGGAL DI DATARAN RENDAH
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
IMA NURAINA G0007087
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(6)
commit to user
Perbedaan Kejadian Preeklamsia pada Penderita yang Tinggal di Dataran Tinggi dengan Penderita yang Tinggal di Dataran Rendah
Ima Nuraina*, Abdurrahman Laqif*, Wisnu Prabowo*, Tri Budi Wiryanto*, Cr Siti Utari*
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian
preeklamsia pada penderita yang tinggal di dataran tinggi dengan penderita yang tinggal di dataran rendah.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara teknik non random purposive quota sampling. Dalam penelitian ini digunakan 66 pasien sampel, dimana 33 pasien dari wilayah kerja Puskesmas Karangpandan (1100 m dpl) dan 33 pasien dari wilayah kerja Puskesmas Nusukan (98 m dpl). Data diperoleh dari hasil questioner dan dianalisis dengan uji Fisher’s exact test dengan taraf kesalahan 5%.
Hasil Penelitian: Hasil uji Fisher exact sig (1-sided), nilai X2 yang didapat sebesar
0,307 (p > 0,05), menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ketinggian (dataran rendah dan dataran tinggi) dan kejadian preeklamsia secara statistik. Nilai
odds ratio (OR) sebesar 3,2 dengan interval kepercayaan 95 % berkisar antara 0,315 sampai 32,475 menunjukkan bahwa dataran tinggi belum dapat dikatakan bermakna sebagai faktor risiko terhadap preeklamsia.
Simpulan Penelitian: tidak ada perbedaan kejadian preeklamsia pada wanita hamil
yang tinggal di dataran rendah dengan wanita hamil yang tinggal di dataran tinggi.
Kata kunci: preeklamsia, dataran tinggi, dataran rendah
(7)
commit to user
The Difference of Preeclampsia Cases between Patients that Live in High Altitute with Patient that Live in Low Altitude
Ima Nuraina*, Abdurrahman Laqif*, Wisnu Prabowo*, Tri Budi Wiryanto*, Cr Siti Utari*
Objective: The ain of this research is to know the difference of preeclampsia cases
between patients that live in high altitute with patient that live in low altitude.
Methods: The type of this research is analytic observational with the approach of
cross sectional. Sample is taken by non random purposive quota sampling. Subjects of this research are 66 patient; 33 patient from Puskesmas Karangpandan (1100 meters) and 33 patient from Puskesmas Nusukan (98 meters). The obtained data was analyzed by using Fisher’s exact test.
Result: The result of fisher exact sig (1-sided), showed that X2 = 0,307 (p > 0,05),
mean there were not significant difference between altitude (high altitude and low altitude) with cases of preeclampsia. Odds ratio (OR) = 3,2 with confidence interval 95 % between 0,315 until 32,475 showed that high altitude was not the risk factor of preeclampsia.
Conclusion: In short, this research shows that there is not significant difference
between altitude (high altitude and low altitude) with cases of preeclampsia.
Key Words: preeclampsia, high altitude, low altitude
(8)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan (BKKBN, 2005). Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi dkk. (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/eklampsia di RSUP dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO 1989 yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian ibu terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung (Sudinaya, 2003).
Insiden preeklampsia berturut-turut yang paling dipengaruhi oleh kehamilan ganda, usia, faktor lingkungan dan paritas (Susanto, 2004). Keadaan kadar oksigen yang rendah pada dataran tinggi mengakibatkan kompensasi dalam tubuh manusia dengan membuat eritrosit sebanyak-banyaknya dan inspirasi maksimal. Hal ini dimaksudkan agar dengan eritrosit yang banyak, jumlah hemoglobin meningkat, sehingga oksigen yang masuk ke dalam tubuh memenuhi kebutuhan (Guyton, 1997).
(9)
commit to user
2
Menurut penelitian, kadar hemoglobin ibu hamil yang kurang dari 7 gram/dl atau yang lebih dari 14,5 gram/dl meningkatkan risiko kematian janin, BBLR dan prematuritas (Gonzales, 2009). Zamudio (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tinggal pada dataran tinggi merubah risiko individu menderita preeklamsia akibat terjadinya perubahan fisiologi yang multipel individu tersebut. Tidak ada satu perubahan yang spesifik yang merubah risiko ini. Penelitian lain menyebutkan bahwa wanita hamil yang tinggal di dataran tinggi memiliki risiko preeklamsia 1,33 kali lebih besar dibanding dengan wanita hamil yang tinggal di dataran rendah (Susanto, 2004).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka timbul rumusan masalah apakah ada perbedaan kejadian preeklamsia pada penderita yang tinggal di dataran tinggi dengan penderita yang tinggal di dataran rendah.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan kejadian preeklamsia pada penderita yang tinggal di dataran tinggi dengan penderita yang tinggal di dataran rendah
D. Manfaat Penelitian : 1. Manfaat Teoritik
Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan kejadian preeklamsia pada penderita yang tinggal di dataran tinggi dengan penderita yang tinggal di dataran rendah
(10)
commit to user
3 2. Manfaat Aplikatif
a. Melatih peneliti untuk melakukan penelitian sesuai prosedur.
b. Sebagai data rumah sakit untuk lebih memperhatikan pelayanan terhadap ibu hamil yang berisiko menderita preeklampsia.
c. Dengan mengetahui perbedaan kejadian preeklamsia pada penderita yang tinggal di dataran tinggi dengan penderita yang tinggal di dataran rendah dapat diupayakan suatu tindakan preventif bagi ibu hamil yang berisiko menderita preeklamsia.
(11)
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Preeklampsia
a. Pengertian
Preeklampsia merupakan suatu kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklampsia merupakan salah satu dari bentuk kelainan hipertensi dalam kehamilan, yang menyumbangkan morbiditas dan mortalitas maternal terbesar bersama perdarahan dan infeksi (Cunningham, 2005).
b. Etiologi
Invasi sitotrofoblas endovaskuler dalam arteri-arteri spiralis dan disfungsi sel endotel adalah dua kunci utama dalam patofisiologi preeklampsia (Pangemanan, 2007). Meskipun demikian, penyebab kedua kunci utama ini masih belum diketahui. Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory (Solomon et al., 2004).
Tiga hipotesis utama mengenai etiologi preeklamsia yaitu: 1). Hipotesis iskemia plasenta
Pada trimester ketiga kehamilan normal, dinding muskuloelastis arteri spiralis secara perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa
(12)
commit to user
5
sehingga dapat berdilatasi menjadi sinusoid vaskular yang lebar. Pada preeklampsia dan eklampsia, dinding muskuloelastik tersebut dipertahankan sehingga lumennya tetap sempit (Solomon et al.,
2004). Hal ini mengakibatkan hipoperfusi plasenta dengan peningkatan predisposisi terjadinya infark, berkurangnya pelepasan vasodilator (prostasiklin, prostaglandin E2, dan nitrite oxide) oleh trofoblas yang pada kehamilan normal akan melawan efek renin-angiotensin yang berefek meningkatkan tekanan darah, serta produksi substansi tromboplastik oleh plasenta yang iskemik seperti faktor jaringan dan tromboksan yang mengakibatkan terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
2). Hipotesis maladaptasi imun
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta belum sempurna (Pangemanan, 2007). 3). Preeklampsia sebagai penyakit genetik
Preeklampsia berat dan eklampsia memiliki tendesi familial. Perkembangan preeklampsia-eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan incomplete penetrance
(Pangemanan, 2007).
(13)
commit to user
6 c. Klasifikasi
Preeklamsia dibedakan dalam dua tingkatan tergantung berat ringannya, yaitu:
1). Preeklamsia ringan dengan kriteria: a) tekanan darah naik lebih dari 140/90 tetapi masih di bawah 170/110 setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal; b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/liter, kualitatif positif 1 atau 2 pada urine kateter/midstearm; dan c) edema lokal pada kaki, jari tangan dan muka, atau edema generalisata, serta kenaikan berat badan > 1kg/minggu
2). Preeklamsia berat dengan kriteria: a) tekanan darah lebih dari 170/110; b) edema generalisata; c) proteinuria positif 3 atau 4; d) oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam; e) adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium; f) terdapat edema paru dan sianosis; g) trombositopeni; h) gangguan fungsi hati; i) pertumbuhan janin terhambat.
(Nasrullah, 2008)
d. Patofisiologi
Stres oksidatif meningkat pada preeklampsia dan terlibat dalam patogenesis disfungsi endotel. Plasenta abnormal dan penurunan perfusi plasenta merupakan hal yang penting pada awal patogenesis preeklampsia. Namun demikian plasenta abnormal dan penurunan perfusi plasenta tidak selalu menyebabkan preeklampsia tetapi pasti menyebabkan insufisiensi plasenta dan retardasi pertumbuhan janin
(14)
commit to user
7
intrauterine. Studi saat ini menunjukkan bahwa serum penanda endotel seperti fibronektin selular, soluble Vascular Cell Adhesion Molecule-1
(sVCAM-1) meningkat konsentrasinya pada preeklampsia (Herrmann et
al, 2004).
Penurunan Nitric Oxide (NO) menyebabkan rusaknya fungsi vasodilator endotel sehingga endotel mengalami disfungsi. Kunci sistem regulator endotel yang normal adalah Nitric Oxide Syntase (NOS) yang menghasilkan NO. NO berperan sebagai relaxing factor otot polos, sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang. NO akan menginduksi vasodilatasi dan mengatur tahanan vascular. Terganggunya fungsi endotel sebagai vasodilator berperan dalam patofisiologi hipertensi yang merupakan salah satu dari gejala pada preeklampsia (Schlondorff, 2005).
Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan ratio TXA2 dan PgI2, penurunan produksi dari nitric oxide akan merangsang terjadinya agregasi trombosit yang selanjutnya mengakibatkan vasospasme (Lockwood et al., 2000).
Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya diskontinuitas dari sel endotel, gangguan fokal pada membrane
basalis, deposisi trombosit, terbentuknya mural thrombus dan akhirnya terjadi nekrosis fibrinoid (Lockwood et al., 2000).
(15)
commit to user
8
Vasospasme merupakan dasar dari proses penyakit ini. Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar, 1998).
e. Gejala dan Tanda
1). Hipertensi dan proteinuria 2). Menetapnya sakit kepala 3). Nyeri epigastrik
4). Gangguan penglihatan (skotoma, diplopia) 5). Mual, muntah
6). Hyperrefleksia, dengan refleks tendon yang cepat 7). Edema pada tangan, muka, atau kaki
8). Meningkatnya konsentrasi kreatinin serum 9). Meningkatnya aktivitas enzim hepar (Duley, 2006).
(16)
commit to user
9 f. Faktor Risiko
1). Kehamilan ganda
2). Usia (usia ibu lebih dari 35 tahun) 3). Lingkungan (dataran tinggi)
4). Riwayat keluarga (ibu hamil atau suaminya lahir dari ibu yang mengalami preeklampsia)
5). Riwayat sebelumnya pernah mengalami preeklampsia 6). Ibu hamil menderita hipertensi kronis
7). Ibu hamil menderita penyakit ginjal 8). Obesitas
9). Hiperhomosisteinemia
10). Interval yang pendek dengan kehamilan sebelumnya 11). Etnis Amerika-Afrika
(Brooks, 2005; Cunningham, 2005).
g. Diagnosis
Bila pasien mengalami kenaikan berat badan, tekanan darah, dan pada pemeriksaan urin terlihat normal sampai kehamilan 20 minggu kemudian terjadi edema, hipertensi, dan proteinuria setelah usia kehamilan tersebut maka dikatakan menderita preeklampsia.
2. Pengaruh Ketinggian terhadap Tubuh Manusia
Tekanan atmosfer berbeda-beda di setiap ketinggian. Semakin tinggi suatu daerah, maka tekanan atmosfer ini akan menurun, demikian pula
(17)
commit to user
10
dengan PO2 dalam udara, PCO2 dan PO2 dalam alveoli, serta kejenuhan oksigen arteri (Guyton, 1997).
Berikut ini adalah tekanan atmosfer dan tekanan parsial oksigen (PO2) dalam berbagai ketinggian:
Ketinggian tempat dari permukaan laut
Tekanan Atmosfer
Tekanan parsial oksigen (PO2)
0 m (0 kaki) 760 mm Hg 159 mm Hg
1.000 m (3.280 kaki) 675 mm Hg 141 mm Hg 2.000 m (6.560 kaki) 598 mm Hg 125 mm Hg 3.000 m (9.840 kaki) 529 mm Hg 110 mm Hg 4.000 m (13.120 kaki) 466 mm Hg 98 mm Hg 5.000 m (16.400 kaki) 411 mm Hg 86 mm Hg Sumber: Human Physiologi (Houssay, 1955) hal 259
Seseorang yang tinggal di tempat tinggi akan mengalami aklimatisasi. Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh secara fisiologi terhadap perubahan suatu tempat, dalam hal ini adalah PO2 yang rendah (Guyton, 1997). Prinsip-prinsip utama yang terjadi pada aklimatisasi terhadap ketinggian adalah:
a. Peningkatan ventilasi paru
Penurunan PO2 pada tempat tinggi menyebabkan penurunan PO2 alveolus dan selanjutnya akan menurunkan PO2 arteri (PaO2). Kompensasi pertama dan segera yang terjadi adalah hipenventilasi. Di tempat tinggi, seperti halnya di tempat rendah, tekanan udara alveolar tidak dapat
(18)
commit to user
11
melebihi tekanan atmosfer. Tekanan uap air dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) tidak berkurang banyak karena air dan karbondioksida diproduksi konstan. Oleh sebab itu, terjadi peningkatan relatif konsentrasi karbondioksida terhadap oksigen di dalam tubuh. Penurunan PO2 dan peningkatan PCO2 menstimulasi kemoreseptor pernafasan yang selanjutnya diteruskan ke pusat pernafasan di medulla oblongata untuk meningkatkan ventilasi alveolus. Kenaikan ventilasi paru yang mendadak sebesar 65 % pada saat naik ke tempat tinggi akan menghilangkan sejumlah besar karbondioksida sehingga PCO2 turun dan meningkatkan pH cairan tubuh. Perubahan ini menghambat pusat pernafasan dan dengan demikian melawan efek PO2 yang rendah untuk merangsang kemoreseptor pernafasan perifer dalam badan karotid dan badan aortik. Namun efek penghambatan perlahan hilang dalam waktu dua sampai lima hari, terutama karena kadar ion bikarbonat dalam cairan cerebrospinal dan jaringan otak, sehingga pusat pernafasan sekarang dapat mengadakan respon maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor akibat hipoksia dan ventilasi meningkat sekitar lima kali lipat (400 % dari normal) (Goldberg, 1995; Sutopo, 1995; Guyton, 1997).
b. Peningkatan Sel Darah Merah dan Hemoglobin Sewaktu Aklimatisasi Hipoksia merupakan rangsangan utama yang dapat mengakibatkan produksi sel darah merah. Biasanya, pada aklimatisasi penuh terhadap oksigen yang rendah, hematokrit dapat meningkat dari nilai normal yang berkisar 40-45 menjadi 60, dan ini sesuai dengan peningkatan kadar
(19)
commit to user
12
hemoglobin. Selain itu, volume darah juga bertambah, seringkali meningkat 20-30 %, menghasilkan peningkatan total hemoglobin yang beredar menjadi 50 % atau lebih. Peningkatan hemoglobin dan volume darah terjadi perlahan-lahan (Guyton, 1997).
Peningkatan sel darah merah memberikan efek viskositas darah meningkat beberapa kali lipat. Hal ini akan menurunkan aliran darah dalam jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang.
c. Peningkatan Kapasitas Difusi
Peningkatan kapasitas difusi terjadi di tempat tinggi. Sebagian dari peningkatan ini disebabkan oleh volume darah kapiler paru yang meningkat, dan menyebabkan pelebaran kapiler serta peningkatan luas permukaan difusi oksigen ke dalam darah. Sebagian lagi disebabkan oleh peningkatan volume paru, yang mengakibatkan meluasnya permukaan membran alveolus. Bagian terakhir yang menyokong ialah peningkatan tekanan arteri pulmonalis, tenaga ini akan mendorong darah untuk melalui lebih banyak kapiler alveolus (Guyton, 1997).
Di lain sisi, hal ini dapat menimbulkan spasme arteriol paru yang lain. Jika mengalami hipoksia, maka akan terjadi konstriksi dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli yang rendah oksigen ke alveoli yang tinggi oksigen. Tetapi karena semua alveoli berada dalam keadaan rendah oksigen, semua arteriol mengalami kontriksi, tekanan arteri pulmonalis meningkat hebat sehingga dapat terjadi payah jantung kanan.
(20)
commit to user
13
Spasme arteriol paru juga mengakibatkan banyak aliran darah dialihkan ke pembuluh darah nonalveolar sehingga banyak darah paru yang melalui jalan pintas tanpa mengalami oksigenasi. Hal ini memperburuk keadaan (Guyton, 1997).
d. Peningkatan Sirkulasi dan Perfusi Perifer
PaO2 yang rendah merangsang peningkatan hemoglobin (Hb) kurang lebih 30-50 % dari nilai normal. Peningkatan ini terjadi perlahan-lahan, hampir tidak menimbulkan apa-apa selama kurang lebih sepuluh hari dan mencapai kapasitas maksimal pada waktu 1-2 bulan. Adaptasi sirkulasi yang lain adalah peningkatan jumlah dan ukuran kapiler dalam jaringan sehingga jarak yang harus ditempuh oleh oksigen untuk berdifusi dari darah ke sel memendek (Guyton, 1997).
e. Aklimatisasi Seluler
Sel-sel yang mengalami aklimatisasi dengan ketinggian diduga memiliki jumlah mitokondria dan beberapa sistem enzim oksidatif lebih banyak sehingga penggunaan oksigen yang lebih efektif, tetapi hal ini tidak mutlak terjadi (Guyton, 1997).
(21)
commit to user
14 B. Kerangka Pemikiran
Dataran Tinggi Peningkatan sel darah merah dan hemoglobin Pelebaran kapiler Perluasan membran alveolus PO2 menurun Aklimatisasi Viskositas meningkat Menurunkan aliran darah ke jaringan Peningkatan kapasitas difusi Aklimati sasi seluler Peningkat-an kapilaritas Spasme arteriol paru Tekanan arteri pulmonalis meningkat Oksigenisasi kurang Curah Jantung Meningkat, Tekanan Darah Meningkat
Wanita Hamil
Perubahan pada glomerulus, proteinuria Dataran Rendah
Preeklamsia Preeklamsia
11. Lingkungan Dataran Tinggi Stimulasi kemoreseptor Aktivasi pusat pernapasan Hiperventilasi Faktor Risiko
1. Kehamilan ganda 2. Usia
3. Riwayat keluarga 4. Riwayat preeklampsia 5. Hipertensi kronis 6. Penyakit ginjal 7. Obesitas
8. Hiperhomosisteinemia 9. Interval yang pendek
antar kehamilan 10. Etnis Amerika-Afrika
(22)
commit to user
15 C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir maka dapat dibuat hipotesis “Kejadian preeklamsia lebih banyak terjadi pada wanita hamil yang tinggal di dataran tinggi dibanding wanita hamil yang tinggal di dataran rendah”.
(23)
commit to user
16 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurrahman, 2004).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Karangpandan dan wilayah kerja Puskesmas Nusukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2010.
C. Subjek penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang baru melahirkan dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangpandan dan wilayah kerja Puskesmas Nusukan.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah subjek dalam populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan sudah disingkirkan dengan kriteria eksklusi sebagai berikut:
a.Kriteria inklusi
(24)
commit to user
17 2). Bersedia menjadi sampel penelitian b.Kriteria eksklusi
1). Kehamilan ganda
2). Usia kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun 3). Riwayat preeklamsia
4). Riwayat keluarga preeklamsia
5). Menderita hipertensi kronis, penyakit ginjal dan hiperhomosisteinemia
6). Obesitas
7). Interval kehamilan pendek 8). Etnis Amerika-Afrika
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara teknik non random
purposive quota sampling. Non random purposive quota sampling adalah
suatu cara pengambilan dari suatu populasi dimana untuk mendapatkan sampel tersebut, peneliti memberikan kriteria inklusi yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan 66 pasien sampel, dimana 33 pasien dari wilayah kerja Puskesmas Karangpandan dan 33 pasien dari wilayah kerja Puskesmas Nusukan (Murti, 2003).
Berdasarkan dalil rule of thumb jumlah minimal sampel yang dapat dipertanggungjawabkan secara statistik, sudah disepakati dan merupakan kelaziman bagi para ahli statistik adalah 30 orang. Jumlah tersebut disetujui karena sudah mendekati distribusi normal. Dan untuk mengantisipasi
(25)
commit to user
18
kemungkinan berkurangnya sampel maka digunakan rumus n’= n/1-L. dimana n’ = ukuran sampel setelah revisi, n= ukuran sampel asli, L= non response rate/subjek yang hilang. Bila diantisipasi ada 10% subjek yang hilang maka didapatkan nilai 33,33, dan dibulatkan menjadi 33 subjek (Murti, 2003). Jadi jumlah sampel 66 dianggap sudah representatif dalam penelitian ini.
E. Rancangan Penelitian
F. Instumen Penelitian
1. Instrumen Lembar persetujuan dan identitas pribadi
2. questioner riwayat pribadi mencakup faktor risiko preeklamsia
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : tempat tinggal (dataran tinggi atau dataran rendah) 2. Variabel tergantung : preeklamsia
Uji Fisher’s exact test
Wanita yang baru melahirkan dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangpandan
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
Preeklampsia
Wanita yang baru melahirkan dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Nusukan
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
(26)
commit to user
19 H. Operasionalisasi Variabel Penelitian :
1. Preeklampsia adalah sindroma spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuri setelah kehamilan 20 minggu (Many, 2000).
2. Dataran Tinggi adalah dataran luas yang letaknya di daerah tinggi atau pegunungan dengan ketinggian lebih dari 200 m dari permukaan laut. Dalam penelitian ini adalah wilayah Karangpandan yang memiliki ketinggian sekitar 1100 m di atas permukaan laut (Wikipedia, 2010). 3. Dataran Rendah adalah tanah yang keadaannya relatif datar dan luas
sampai ketinggian sekitar 200 m dari permukaan laut. Dalam penelitian ini adalah wilayah Nusukan yang memiliki ketinggian sekitar 98 m di atas permukaan laut (Wikipedia, 2010).
I. Teknik Analisis Data
Data mengenai variabel-variabel yang diteliti ditampilkan secara deskriptif dengan persen. Pengujian hipotesis mengunakan uji Fisher’s exact test dengan taraf kesalahan 5%. Analisis data tersebut menggunakan program komputer SPSS 17. Uji Fisher’s exact test digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak (Riyanto, 2009).
(27)
commit to user
20 BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Nusukan dan wilayah kerja Puskesmas Karangpandan diperoleh data persalinan mulai bulan April sampai dengan Mei tahun 2010 masing-masing sebanyak 73 orang dan 90 orang.
Tabel 1. Distribusi Pasien Menurut Umur Ibu Puskesmas Nusukan
Umur Ibu (Tahun) Jumlah Pasien (Orang) %
< 20 2 2,74
20 – 35 68 93,15
>35 3 4,11
Jumlah 73 100
Puskesmas Karangpandan
Umur Ibu (Tahun) Jumlah Pasien (Orang) %
< 20 6 6,67
20 – 35 75 83,33
>35 9 10,00
(28)
commit to user
21
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok ibu yang melahirkan, baik di wilayah kerja Puskesmas Nusukan maupun wilayah kerja Puskesmas Karangpandan paling banyak berasal dari kelompok usia 20-35 tahun, yang merupakan kriteria yang sesuai dengan penelitian.
Dari Puskesmas Nusukan, data yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan sebanyak 66 pasien, kemudian diambil 33 kelahiran terbaru dan didapatkan 1 orang mengalami preeklamsia dengan status kehamilan G2.
Dari Puskesmas Karangpandan, data yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan sebanyak 70 pasien, kemudian diambil 33 kelahiran terbaru dan didapatkan 3 orang mengalami preeklamsia dengan 2 orang status kehamilan G2 dan 1 orang status kehamilan G1.
Tabel 2. Distribusi Preeklampsia dengan Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Preeklamsia Tidak
Preeklamsia
Total Hasil Uji Statistik
Dataran Rendah 1 32 33
Dataran Tinggi 3 30 33
Total 4 62 66
X2 = 0,307 p = 0,05
α = 0,05
db = 1 OR = 3,200
Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji Fisher exact sig (1-sided), nilai X2 yang didapat sebesar 0,307 (p > 0,05) pada taraf signifikansi α=0,05 dengan db=1. Dengan demikian nilai X2 yang didapat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ketinggian (dataran rendah dan dataran tinggi) dan kejadian
(29)
commit to user
22
preeklamsia secara statistik. Sedangkan nilai Odds Ratio (OR) yang didapat sebesar 3,2 dengan interval kepercayaan 95 % berkisar antara 0,315 sampai 32,475 yang berarti bahwa dataran tinggi belum dapat dikatakan bermakna sebagai faktor risiko preeklamsia. Uji statistik dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran.
(30)
commit to user
23 BAB V PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Nusukan (98 m dpl), diperoleh data persalinan bulan April sampai dengan Mei tahun 2010 sebanyak 73 orang dengan kasus preeklamsia sebanyak 3 orang (4,11%). Data yang diperoleh dari wilayah kerja Puskesmas Karangpandan (1100 m dpl) mulai bulan April sampai dengan Mei tahun 2010 sebanyak 90 orang dengan kasus preeklamsia sebanyak 4 orang (4,44%). Sedangkan menurut Roeshadi (2004) angka kejadian preeklampsia di Indonesia berkisar 3 hingga 10 %. Di Amerika Serikat insiden preeklampsia mencapai 23,6 kasus per 1000 kelahiran (Wagner, 2004). Frekuensi preeklampsia bervariasi karena banyak faktor yang mempengaruhi. Insiden preeklampsia berturut-turut paling dipengaruhi oleh kehamilan ganda, usia, faktor lingkungan dan paritas (Susanto, 2004).
Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari ibu yang tinggal dataran tinggi yang mengalami preeklamsia sebanyak 3 orang, sedangkan ibu yang tinggal di dataran rendah dan mengalami preeklamsia yaitu sebanyak 1 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tinggal di dataran tinggi merubah risiko individu menderita preeklamsia akibat terjadinya perubahan fisiologi yang multipel individu tersebut (Zamudio, 2007).
Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji Fisher’s exact test (1-sided), didapatkan p > 0,05 yang berarti bahwa H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ketinggian (dataran
(31)
commit to user
24
rendah dan dataran tinggi) dan kejadian preeklamsia secara statistik. Sedangkan nilai Odds Ratio (OR) yang didapat sebesar 3,2 dengan interval kepercayaan 95% berkisar antara 0,315 sampai 32,475 yang berarti bahwa dataran tinggi belum dapat dikatakan bermakna sebagai faktor risiko preeklamsia.
Nilai signifikasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah jumlah sampel yang kurang tepat. Sebab, pada penelitian terdahulu yang juga dilakukan oleh Susanto (2004) di RSUD Wonosobo dengan jumlah sampel sebesar 3.718 didapatkan hasil yang bermakna secara statistik (p=0,03) dan juga didapatkan odd ratio sebesar 1,32 dengan interval kepercayaan 1,02-1,70.
Kurang tingginya lokasi yang diambil sebagai sampel juga dapat berpengaruh. Penelitian sebelumnya oleh Gonzales (2009) memberikan hasil yang signifikan dengan melakukan penelitian pada ketinggian ± 3.000 m di atas permukaan laut. Sedangkan Zamudio (2004) melakukan penelitian pada pasien yang tinggal pada ketinggian 2.700 m di atas permukaan laut. Sehingga, tekanan parsial oksigen jauh lebih menurun dibandingkan sampel pada penelitian ini, yang menggunakan sampel yang tinggal pada ketinggian ± 1.100 m di atas permukaan laut (Houssay, 1955).
Selain itu, tidak signifikannya hasil analisis dapat dikarenakan faktor perancu lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Salah satu faktor perancu yang berpengaruh terhadap terjadinya preeklamsia adalah diet. Kekurangan beberapa zat seperti kalsium dan asam folat selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia (Nasrullah, 2008). Hal ini berhubungan dengan kadar homosistein yang tinggi dalam darah. Kadar homosistein dipengaruhi oleh
(32)
commit to user
25
kekurangan beberapa nutrisi. Penurunan kadar asam folat dan vitamin B12 memicu peningkatan kadar homosistein dalam darah (Patrick, 2004) yang mengakibatkan perubahan vaskuler terkait dengan atherosis dan disfungsi endotel. Kondisi ini serupa dengan perubahan plasenta yang terjadi pada preeklamsia (Makedos, 2004).
Aktivitas serta lamanya tinggal di ketinggian tertentu juga seharusnya dinilai. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap aklimatisasi yang terjadi pada induvidu (Guyton, 1997).
(33)
commit to user
26 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan subjek penelitian ibu yang tinggal di dataran tinggi (wilayah kerja Puskesmas Karangpandan) dan dataran rendah (wilayah kerja Puskesmas Nusukan) dengan kejadian preeklampsia dari bulan April – Mei 2010 diperoleh simpulan tidak ada perbedaan kejadian preeklamsia pada wanita hamil yang tinggal di dataran rendah dengan wanita hamil yang tinggal di dataran tinggi.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perhitungan jumlah sampel yang lebih tepat
2. Wilayah yang dijadikan sampel penelitian sebaiknya memiliki perbedaan ketinggian yang lebih besar untuk melihat adanya hubungan ketinggian (dataran rendah dan dataran tinggi) dengan kejadian preeklamsia
(1)
commit to user
21
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok ibu yang melahirkan, baik di wilayah kerja Puskesmas Nusukan maupun wilayah kerja Puskesmas Karangpandan paling banyak berasal dari kelompok usia 20-35 tahun, yang merupakan kriteria yang sesuai dengan penelitian.
Dari Puskesmas Nusukan, data yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan sebanyak 66 pasien, kemudian diambil 33 kelahiran terbaru dan didapatkan 1 orang mengalami preeklamsia dengan status kehamilan G2.
Dari Puskesmas Karangpandan, data yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan sebanyak 70 pasien, kemudian diambil 33 kelahiran terbaru dan didapatkan 3 orang mengalami preeklamsia dengan 2 orang status kehamilan G2 dan 1 orang status kehamilan G1.
Tabel 2. Distribusi Preeklampsia dengan Dataran Rendah dan Dataran Tinggi
Preeklamsia Tidak
Preeklamsia
Total Hasil Uji
Statistik
Dataran Rendah 1 32 33
Dataran Tinggi 3 30 33
Total 4 62 66
X2 = 0,307 p = 0,05
α = 0,05
db = 1 OR = 3,200
Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji Fisher exact sig (1-sided), nilai X2 yang didapat sebesar 0,307 (p > 0,05) pada taraf signifikansi α=0,05 dengan db=1. Dengan demikian nilai X2 yang didapat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ketinggian (dataran rendah dan dataran tinggi) dan kejadian
(2)
commit to user
22
preeklamsia secara statistik. Sedangkan nilai Odds Ratio (OR) yang didapat sebesar 3,2 dengan interval kepercayaan 95 % berkisar antara 0,315 sampai 32,475 yang berarti bahwa dataran tinggi belum dapat dikatakan bermakna sebagai faktor risiko preeklamsia. Uji statistik dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran.
(3)
commit to user
23 BAB V PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Nusukan (98 m dpl), diperoleh data persalinan bulan April sampai dengan Mei tahun 2010 sebanyak 73 orang dengan kasus preeklamsia sebanyak 3 orang (4,11%). Data yang diperoleh dari wilayah kerja Puskesmas Karangpandan (1100 m dpl) mulai bulan April sampai dengan Mei tahun 2010 sebanyak 90 orang dengan kasus preeklamsia sebanyak 4 orang (4,44%). Sedangkan menurut Roeshadi (2004) angka kejadian preeklampsia di Indonesia berkisar 3 hingga 10 %. Di Amerika Serikat insiden preeklampsia mencapai 23,6 kasus per 1000 kelahiran (Wagner, 2004). Frekuensi preeklampsia bervariasi karena banyak faktor yang mempengaruhi. Insiden preeklampsia berturut-turut paling dipengaruhi oleh kehamilan ganda, usia, faktor lingkungan dan paritas (Susanto, 2004).
Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari ibu yang tinggal dataran tinggi yang mengalami preeklamsia sebanyak 3 orang, sedangkan ibu yang tinggal di dataran rendah dan mengalami preeklamsia yaitu sebanyak 1 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tinggal di dataran tinggi merubah risiko individu menderita preeklamsia akibat terjadinya perubahan fisiologi yang multipel individu tersebut (Zamudio, 2007).
Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji Fisher’s exact test (1-sided), didapatkan p > 0,05 yang berarti bahwa H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
(4)
commit to user
24
rendah dan dataran tinggi) dan kejadian preeklamsia secara statistik. Sedangkan nilai Odds Ratio (OR) yang didapat sebesar 3,2 dengan interval kepercayaan 95% berkisar antara 0,315 sampai 32,475 yang berarti bahwa dataran tinggi belum dapat dikatakan bermakna sebagai faktor risiko preeklamsia.
Nilai signifikasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah jumlah sampel yang kurang tepat. Sebab, pada penelitian terdahulu yang juga dilakukan oleh Susanto (2004) di RSUD Wonosobo dengan jumlah sampel sebesar 3.718 didapatkan hasil yang bermakna secara statistik (p=0,03) dan juga didapatkan odd ratio sebesar 1,32 dengan interval kepercayaan 1,02-1,70.
Kurang tingginya lokasi yang diambil sebagai sampel juga dapat berpengaruh. Penelitian sebelumnya oleh Gonzales (2009) memberikan hasil yang signifikan dengan melakukan penelitian pada ketinggian ± 3.000 m di atas permukaan laut. Sedangkan Zamudio (2004) melakukan penelitian pada pasien yang tinggal pada ketinggian 2.700 m di atas permukaan laut. Sehingga, tekanan parsial oksigen jauh lebih menurun dibandingkan sampel pada penelitian ini, yang menggunakan sampel yang tinggal pada ketinggian ± 1.100 m di atas permukaan laut (Houssay, 1955).
Selain itu, tidak signifikannya hasil analisis dapat dikarenakan faktor perancu lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Salah satu faktor perancu yang berpengaruh terhadap terjadinya preeklamsia adalah diet. Kekurangan beberapa zat seperti kalsium dan asam folat selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia (Nasrullah, 2008). Hal ini berhubungan dengan kadar homosistein yang tinggi dalam darah. Kadar homosistein dipengaruhi oleh
(5)
commit to user
25
kekurangan beberapa nutrisi. Penurunan kadar asam folat dan vitamin B12 memicu
peningkatan kadar homosistein dalam darah (Patrick, 2004) yang mengakibatkan perubahan vaskuler terkait dengan atherosis dan disfungsi endotel. Kondisi ini serupa dengan perubahan plasenta yang terjadi pada preeklamsia (Makedos, 2004).
Aktivitas serta lamanya tinggal di ketinggian tertentu juga seharusnya dinilai. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap aklimatisasi yang terjadi pada induvidu (Guyton, 1997).
(6)
commit to user
26 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan subjek penelitian ibu yang tinggal di dataran tinggi (wilayah kerja Puskesmas Karangpandan) dan dataran rendah (wilayah kerja Puskesmas Nusukan) dengan kejadian preeklampsia dari bulan April – Mei 2010 diperoleh simpulan tidak ada perbedaan kejadian preeklamsia pada wanita hamil yang tinggal di dataran rendah dengan wanita hamil yang tinggal di dataran tinggi.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perhitungan jumlah sampel yang lebih tepat
2. Wilayah yang dijadikan sampel penelitian sebaiknya memiliki perbedaan ketinggian yang lebih besar untuk melihat adanya hubungan ketinggian (dataran rendah dan dataran tinggi) dengan kejadian preeklamsia