Pengaruh Ketinggian terhadap Tubuh Manusia

commit to user 9

f. Faktor Risiko

1. Kehamilan ganda 2. Usia usia ibu lebih dari 35 tahun 3. Lingkungan dataran tinggi 4. Riwayat keluarga ibu hamil atau suaminya lahir dari ibu yang mengalami preeklampsia 5. Riwayat sebelumnya pernah mengalami preeklampsia 6. Ibu hamil menderita hipertensi kronis 7. Ibu hamil menderita penyakit ginjal 8. Obesitas 9. Hiperhomosisteinemia 10. Interval yang pendek dengan kehamilan sebelumnya 11. Etnis Amerika-Afrika Brooks, 2005; Cunningham, 2005.

g. Diagnosis

Bila pasien mengalami kenaikan berat badan, tekanan darah, dan pada pemeriksaan urin terlihat normal sampai kehamilan 20 minggu kemudian terjadi edema, hipertensi, dan proteinuria setelah usia kehamilan tersebut maka dikatakan menderita preeklampsia.

2. Pengaruh Ketinggian terhadap Tubuh Manusia

Tekanan atmosfer berbeda-beda di setiap ketinggian. Semakin tinggi suatu daerah, maka tekanan atmosfer ini akan menurun, demikian pula commit to user 10 dengan PO 2 dalam udara, PCO 2 dan PO 2 dalam alveoli, serta kejenuhan oksigen arteri Guyton, 1997. Berikut ini adalah tekanan atmosfer dan tekanan parsial oksigen PO2 dalam berbagai ketinggian: Ketinggian tempat dari permukaan laut Tekanan Atmosfer Tekanan parsial oksigen PO 2 0 m 0 kaki 760 mm Hg 159 mm Hg 1.000 m 3.280 kaki 675 mm Hg 141 mm Hg 2.000 m 6.560 kaki 598 mm Hg 125 mm Hg 3.000 m 9.840 kaki 529 mm Hg 110 mm Hg 4.000 m 13.120 kaki 466 mm Hg 98 mm Hg 5.000 m 16.400 kaki 411 mm Hg 86 mm Hg Sumber: Human Physiologi Houssay, 1955 hal 259 Seseorang yang tinggal di tempat tinggi akan mengalami aklimatisasi. Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh secara fisiologi terhadap perubahan suatu tempat, dalam hal ini adalah PO 2 yang rendah Guyton, 1997. Prinsip-prinsip utama yang terjadi pada aklimatisasi terhadap ketinggian adalah: a. Peningkatan ventilasi paru Penurunan PO 2 pada tempat tinggi menyebabkan penurunan PO 2 alveolus dan selanjutnya akan menurunkan PO 2 arteri PaO 2 . Kompensasi pertama dan segera yang terjadi adalah hipenventilasi. Di tempat tinggi, seperti halnya di tempat rendah, tekanan udara alveolar tidak dapat commit to user 11 melebihi tekanan atmosfer. Tekanan uap air dan tekanan parsial karbondioksida PCO 2 tidak berkurang banyak karena air dan karbondioksida diproduksi konstan. Oleh sebab itu, terjadi peningkatan relatif konsentrasi karbondioksida terhadap oksigen di dalam tubuh. Penurunan PO 2 dan peningkatan PCO 2 menstimulasi kemoreseptor pernafasan yang selanjutnya diteruskan ke pusat pernafasan di medulla oblongata untuk meningkatkan ventilasi alveolus. Kenaikan ventilasi paru yang mendadak sebesar 65 pada saat naik ke tempat tinggi akan menghilangkan sejumlah besar karbondioksida sehingga PCO 2 turun dan meningkatkan pH cairan tubuh. Perubahan ini menghambat pusat pernafasan dan dengan demikian melawan efek PO 2 yang rendah untuk merangsang kemoreseptor pernafasan perifer dalam badan karotid dan badan aortik. Namun efek penghambatan perlahan hilang dalam waktu dua sampai lima hari, terutama karena kadar ion bikarbonat dalam cairan cerebrospinal dan jaringan otak, sehingga pusat pernafasan sekarang dapat mengadakan respon maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor akibat hipoksia dan ventilasi meningkat sekitar lima kali lipat 400 dari normal Goldberg, 1995; Sutopo, 1995; Guyton, 1997. b. Peningkatan Sel Darah Merah dan Hemoglobin Sewaktu Aklimatisasi Hipoksia merupakan rangsangan utama yang dapat mengakibatkan produksi sel darah merah. Biasanya, pada aklimatisasi penuh terhadap oksigen yang rendah, hematokrit dapat meningkat dari nilai normal yang berkisar 40-45 menjadi 60, dan ini sesuai dengan peningkatan kadar commit to user 12 hemoglobin. Selain itu, volume darah juga bertambah, seringkali meningkat 20-30 , menghasilkan peningkatan total hemoglobin yang beredar menjadi 50 atau lebih. Peningkatan hemoglobin dan volume darah terjadi perlahan-lahan Guyton, 1997. Peningkatan sel darah merah memberikan efek viskositas darah meningkat beberapa kali lipat. Hal ini akan menurunkan aliran darah dalam jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang. c. Peningkatan Kapasitas Difusi Peningkatan kapasitas difusi terjadi di tempat tinggi. Sebagian dari peningkatan ini disebabkan oleh volume darah kapiler paru yang meningkat, dan menyebabkan pelebaran kapiler serta peningkatan luas permukaan difusi oksigen ke dalam darah. Sebagian lagi disebabkan oleh peningkatan volume paru, yang mengakibatkan meluasnya permukaan membran alveolus. Bagian terakhir yang menyokong ialah peningkatan tekanan arteri pulmonalis, tenaga ini akan mendorong darah untuk melalui lebih banyak kapiler alveolus Guyton, 1997. Di lain sisi, hal ini dapat menimbulkan spasme arteriol paru yang lain. Jika mengalami hipoksia, maka akan terjadi konstriksi dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli yang rendah oksigen ke alveoli yang tinggi oksigen. Tetapi karena semua alveoli berada dalam keadaan rendah oksigen, semua arteriol mengalami kontriksi, tekanan arteri pulmonalis meningkat hebat sehingga dapat terjadi payah jantung kanan. commit to user 13 Spasme arteriol paru juga mengakibatkan banyak aliran darah dialihkan ke pembuluh darah nonalveolar sehingga banyak darah paru yang melalui jalan pintas tanpa mengalami oksigenasi. Hal ini memperburuk keadaan Guyton, 1997. d. Peningkatan Sirkulasi dan Perfusi Perifer PaO2 yang rendah merangsang peningkatan hemoglobin Hb kurang lebih 30-50 dari nilai normal. Peningkatan ini terjadi perlahan- lahan, hampir tidak menimbulkan apa-apa selama kurang lebih sepuluh hari dan mencapai kapasitas maksimal pada waktu 1-2 bulan. Adaptasi sirkulasi yang lain adalah peningkatan jumlah dan ukuran kapiler dalam jaringan sehingga jarak yang harus ditempuh oleh oksigen untuk berdifusi dari darah ke sel memendek Guyton, 1997. e. Aklimatisasi Seluler Sel-sel yang mengalami aklimatisasi dengan ketinggian diduga memiliki jumlah mitokondria dan beberapa sistem enzim oksidatif lebih banyak sehingga penggunaan oksigen yang lebih efektif, tetapi hal ini tidak mutlak terjadi Guyton, 1997. commit to user 14

B. Kerangka Pemikiran