Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa FK USU Tentang Akne Vulgaris

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP

MAHASISWA FK USU TENTANG AKNE VULGARIS

TAHUN 2013

OLEH :

TIVAGARAN LOGANATHAN NIM:100100421

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Latar belakang: Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis folikel sebasea yang umum terjadi pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita. Berdasarkan penelitian Dr. Sri Naita Purba (2008), didapati 90.6% penderita akne vulgaris berusia 13-35 tahun dan hanya 0.93% yang berusia 36-65 tahun. Jerawat dapat terjadi siksaan psikis bagi remaja, terlebih-lebih pada mereka yang memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap yang negatif terhadap jerawat.

Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU 2013 terhadap akne vulgaris di Universitas Sumatera Utara.

Methode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran. Analisa hasil penelitian akan menggunakan kuesionaire.

Hasil: Hasil uji tingkat pengetahun mahasiswa FK USU mengenai akne vulgaris sebesar 46,0% dikategorikan baik .Tingkat pengetahuan responden pada kategori baik lebih tinggi pada golongan mahasiswa yang berumur 17 tahun (32.0%) dibandingkan dengan golongan mahasiswa yang berumur 16 tahun (12.0%). Pada kategori tingkat pengetahuan kategori cukup lebih banyak pada golongan mahasiswa yang berumur 18 tahun(76.0%). Hasil uji sikap mahasiswa FK USU 3013 terhadap akne vulgaris sebesar 57.0% dikategorikan cukup.

Kesimpulan: Dari hasil data tersebut, terdeskripsi bahwa tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang akne vulgaris berada di tingkat cukup. Maka diharapkan orang tua dan pihak dan member penyuluhan yang lebih baik mengenai kebersihan pribadi, khususnya kebersihan wajah pada mahasiswa.


(3)

ABSTRACT

Introduction: Acne Vulgaris is a chronic inflammatory disease of the sebaceous follicles that commonly occurs in adolescents and can heal itself. This is not fatal disease, but it’s a very concerning one since it can lessen one;s facial feature and affect their confidence negatively. Based on the research of Dr. Sri Naita Purba (2008), found 90.6% of patients with acne vulgaris between aged 13-35 and only 0.93% were aged 36-65 years. Acne can torture a teenager psychologically, mostly to them who has a very low knowledge and negative behaviour toward acne.

Objective: To determine the level of knowledge and attitudes of medical students FK USU towarsd acne vulgaris in University of North Sumatera.

Methods: Descriptive study was chosen in this study. The total population in this study were medical students. Data were collected by utilizing questionnaires and analyzed by using descriptive statistic.

Results: The results of test knowledge levels of medical students usu regarding acne vulgaris in 2013 found 46.0% categorized as good. Levels of knowledge of respondents in good categories was higher in the group of students aged 17 years (32.0%) compared with the group of students aged 16 years (12.0%). At the category level, category knowledge sufficient quite as much on groups of students aged 18 years (76.0%). Test results 2013 USU medical students attitude toward acne vulgaris by 57.0% categorized sufficient.

Conclusion: From the results of this study, the level of knowledge and attitudes of students about acne vulgaris were in sufficient level. Futhermore, it is expected of the parents from the students to participate in giving them information about personal hygiene.


(4)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepadaTuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dr. Surya Dharma Hamidah, Sp.KKselaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, dan tiada bosan-bosanya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan. 5. Seluruh teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan moril atau materi yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahaw akarya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga


(5)

karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terimakasih.

Januari 2014

Penulis,

TivagaranLoganathan 100100421


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DARTAR TABEL ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1LatarBelakang ... 1

1.2RumusanMasalah ... 3

1.3TujuanPenelitian ... 3

1.4ManfaatMasalah ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Akne vulgaris 2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3 Etiologi ... 5

2.1.4 Patogenesis ... 7

2.1.5 ManifestasiKlinis ... 12

2.1 6 Gradasi ... 13

2.1.7 Diagnosa ... 14

2.1.8 Diagnosa banding ... 15

2.1.9 Pencegahan ... 15

2.1.10 Terapi ... 17

2.2 Pengetahuan ... 23


(7)

BAB 3KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP

DAN HIPOTESIS ... 26

3.1 KerangkaKonsep ... 26

3.2 DefinisiOperasionaldanskalapengukuran ... 26

BAB 4 METODE PENETIAN ... 28

4.1 Jenispenelitian ... 28

4.2 Waktudantempatpenelitian ... 28

4.3 PopulasidanSampel ... 28

4.3.1 Populasi Target ... 28

4.3.2 PopulasiTerjangkau ... 28

4.3.3 Sampel Penelitian ... 29

4.3.3.1 Kriteriainklusi ... 29

4.3.3.2 KriteriaEksklusi ... 29

4.3.4 Cara Sampling ... 29

4.3.5 Besar Sampel ... 29

4.4 Cara Pengumpulan Data ... 30

4.4.1 Alat ... 30

4.4.2 Jenis Data ... 30

4.5 Analisis Data ... 30

4.6 Etika Penelitian ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 32

5.1 Hasil Penelitian ... 32

5.1.1 Deskriptif Lokasi Penelitian ... 32

5.1.2 Deskriptif Karakteristik Mahasiswa ... 32

5.1.3 Deskriptif Tingkat Pengetahuan ... 33

5.1.4 Deskriptif Sikap ... 36


(8)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA 43


(9)

ABSTRAK

Latar belakang: Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis folikel sebasea yang umum terjadi pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita. Berdasarkan penelitian Dr. Sri Naita Purba (2008), didapati 90.6% penderita akne vulgaris berusia 13-35 tahun dan hanya 0.93% yang berusia 36-65 tahun. Jerawat dapat terjadi siksaan psikis bagi remaja, terlebih-lebih pada mereka yang memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap yang negatif terhadap jerawat.

Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU 2013 terhadap akne vulgaris di Universitas Sumatera Utara.

Methode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran. Analisa hasil penelitian akan menggunakan kuesionaire.

Hasil: Hasil uji tingkat pengetahun mahasiswa FK USU mengenai akne vulgaris sebesar 46,0% dikategorikan baik .Tingkat pengetahuan responden pada kategori baik lebih tinggi pada golongan mahasiswa yang berumur 17 tahun (32.0%) dibandingkan dengan golongan mahasiswa yang berumur 16 tahun (12.0%). Pada kategori tingkat pengetahuan kategori cukup lebih banyak pada golongan mahasiswa yang berumur 18 tahun(76.0%). Hasil uji sikap mahasiswa FK USU 3013 terhadap akne vulgaris sebesar 57.0% dikategorikan cukup.

Kesimpulan: Dari hasil data tersebut, terdeskripsi bahwa tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang akne vulgaris berada di tingkat cukup. Maka diharapkan orang tua dan pihak dan member penyuluhan yang lebih baik mengenai kebersihan pribadi, khususnya kebersihan wajah pada mahasiswa.


(10)

ABSTRACT

Introduction: Acne Vulgaris is a chronic inflammatory disease of the sebaceous follicles that commonly occurs in adolescents and can heal itself. This is not fatal disease, but it’s a very concerning one since it can lessen one;s facial feature and affect their confidence negatively. Based on the research of Dr. Sri Naita Purba (2008), found 90.6% of patients with acne vulgaris between aged 13-35 and only 0.93% were aged 36-65 years. Acne can torture a teenager psychologically, mostly to them who has a very low knowledge and negative behaviour toward acne.

Objective: To determine the level of knowledge and attitudes of medical students FK USU towarsd acne vulgaris in University of North Sumatera.

Methods: Descriptive study was chosen in this study. The total population in this study were medical students. Data were collected by utilizing questionnaires and analyzed by using descriptive statistic.

Results: The results of test knowledge levels of medical students usu regarding acne vulgaris in 2013 found 46.0% categorized as good. Levels of knowledge of respondents in good categories was higher in the group of students aged 17 years (32.0%) compared with the group of students aged 16 years (12.0%). At the category level, category knowledge sufficient quite as much on groups of students aged 18 years (76.0%). Test results 2013 USU medical students attitude toward acne vulgaris by 57.0% categorized sufficient.

Conclusion: From the results of this study, the level of knowledge and attitudes of students about acne vulgaris were in sufficient level. Futhermore, it is expected of the parents from the students to participate in giving them information about personal hygiene.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umum terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis sering berupa komedo, papul, pustule, nodul dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut (Wasitaatmadja, 2009).

Akne vulgaris atau yang biasa disebut jerawat merupakan gangguan kulit yang paling umum di Amerika Serikat yang terjadi pada 40 sampai 50 juta penduduk dan 85% dari penduduk usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris.Dan data yang hampir serupa didapati pada sebahagian besar dunia barat. Di Afrika, didapati prevalensi akne vulgaris sebesar 29.21%. Untuk Asia, beberapa data yang bisa diperoleh menunjukkan terdapat 40-80% kasus akne vulgaris. Contohnya sebuah epidemiologi di singapura oleh The National Skin Center in Singapore (NSCS) pada tahun 2002 memperoleh prevalensi sebesar 10.9% penduduk (Susan C. Taylor, 2009).

Penelitian dr. Sri Naita Purba di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari-Desember 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien ( 1,91%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris.Dari jumlah tersebut, 8.41% berusia 0-12 tahun, 90.6% berusia 13-35 tahun dan hanya 0.93 yang berusia 36-65 tahun.Sedangkan pada periode Januari-Desember 2011, dari total 5.644 pasien yang berobat ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 88 pasien (1.55%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris.Dari jumlah tersebut 1.13% berusia 0-12 tahun, 87.5% berusia 13-35tahun dan 11.36%


(12)

yang berusia 36-65 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa penderita akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda.

Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukan terdapat 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Dari kasus di tahun 2007, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa yang berusia antara 11-30 tahun sehingga beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di Indonesia mempelajari patogenesis terjadinya penyakit tersebut. Meskipun demekian jerawat dapat pula terjadi pada usia yang lebih muda dan lebih tua daripada usia tersebut (Efendi, 2003).

Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup diresahkan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita. Secara psikologi, akne vulgaris memberi dampak stress, frustasi, malu dan bahkan depresi pada penderitanya. Oleh karena itu farmakologi dan edukasi pasien secara fisik dan psikis sangat diperlukan (Whitney P. Bowe, 2011).

Pada umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan jerawat. Bagi mereka jerawat merupakan gangguan psikis. Selain itu ,faktor penyebab jerawat adalah mereka tidak mengontrol makanan yang mereka makan. Makanan-makanan yang memperburuk jerawat adalah kacang-kacangan, coklat, makanan pedas, produk susu, minuman soda dan makanan-makanan yang digoreng. Faktor lain penyebab akne vulgaris adalah endokrin, hiperplasia dari kelenjar sebasea sendiri, musim, kosmetika dan bahan kimia lainya. Cara perawatan wajah juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan akne vulgaris. (Harahap,2008; Robert Preston, 2001)

Karena kurangnya pegetahuan medis, sebagian besar remaja belum mengetahui faktor-faktor lain penyebab jerawat. Berdasarkan alasan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU terhadap akne vulgaris.


(13)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU terhadap akne vulgaris?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

I. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU tentang akne vulgaris.

II. Mengetahui sikap mahasiswa FK USU terhadap akne vulgaris.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan :

I. Dapat menjadi tambahan dalam mengembangkan pendidikan kesehatan pribadi.

II. Hasil penelitian ini sebagai acuan untuk penetilian yang akan dating. III. Salah satu pensyaratan bagi penulis dalam menyelesaikan studi Sarjana

Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

IV. Bagi masyarakat, hasil peneltian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan pengetahuan tentang akne vulgaris,


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS

2.1.1 DEFINISI

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.

(Andrea L.Zaenglein, 2008).

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis.Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang (Syarif M.Wasitaatmadja, 2009).

Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang.Namun kadang-kadang, terutama pada wanita,akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih.Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental ( Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya pravelensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka


(15)

yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat(Syarif M.Wasitaatmadja, 2009).

2.1.3 ETIOLOGI

Faktor penyebab akne vulgaris sangat banyak, antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri Propionibacterium acnesdengan Corynebacterium acnes, kosmetika dan bahan kimia lainya. Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh, seperti:

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya jerawat.Jerawat yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak.

2. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya jerawat adalah Corynebacterium

acnes, Staphylococcus epidermis, dan Pityosporum ovale.

3. Hormon, diantaranya: a) Hormon androgen

Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini.Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (adrenal).Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat. b) Estrogen

Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.

c) Progestron

Progestron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek pada efektifitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progestron dapat menyebabkan jerawat premenstrual.


(16)

4. Makanan

Terutama yang tinggi lemak.Kaya karbohidrat, alkohol dan pedas.Saat ini, lingkungan sering kali mempengaruhi seseorang untuk menjadi individu yang tidak sehat. Makanan yang serba instan serta minuman yang kurang sehat menyebabkan tubuh mangalami stress tanpa kita sadari. Jika jerawat yang tumbuh tidak juga kunjung sembuh, ada kemungkinan gaya hidup yang kita jalani menjadi penyebabnya. Oleh karena iru rubahlah gaya hidup sehat yang tidak sehat. Konsumsi makanan yang sehat, cukup tidur serta olah raga yang teratur akan membuat produksi minyak berjalan lancar sehingga mengurangi timbulnya jerawat.

5. Faktor psikis

Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne.Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita, memanipulasi aknenya secara mekanis sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat dan stress menyebabkan peningkatan asam lemak bebas.

6. Kosmetik

Jenis kosmetik yang dapat menimbulkan jerawat tidak tergantung pada harga, merk, dan kemurnian bahannya.Penyelidikan terbaru di Leeds tidak berhasil menemukan hubungan antara lama pemakaian dan jumlah kosmetik yang dipakai dengan hebatnya jerawat.

7. Iklim

Faktor ini berhubungan dengan sekresi sebum, pada udara yang panas dan lembab sekresi sebum akan meningkat dan dengan kelembaban yang


(17)

tinggi maka infestasi bakteri juga akan semakin banyak dipermukaan kulit. (John C.Hall,MD,2008).

2.1.4 PATOGENESIS

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks dipengaruhi banyak faktor. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne :

a) Keratinasi folikel

Keratinisasi pada folikel pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam folikel pilosebasea ( A.M Layton, 2010).

Hal ini dapat disebabkan :

I. Bertambahnya erupsi korneosit pada saluran pilosebasea. II. Pelepasan korneosit yang tidak adekuat.

III. Kombinasi kedua faktor diatas.

Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo.Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam lenoleik merupakan unsur penting dalam seramid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel.


(18)

b) Peningkatan sekresi sebum

Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak.Terdapat korelasi antara hebatnya akne dan produksi sebum.Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi sebum dibawah pengaruh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah

(testosteron) kebentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron).

Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.Produksi sebum meningkat pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ

hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam

darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea(Amenda M.Nelson, 2011).

Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak.Sebum bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada kelenjar sebasea.

(Diane M.Thiboutot, 2008).

c) Peradangan (inflamasi)

Faktor yang menyebabkan peradangan pada akne belum diketahui dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh C.acnesseperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan nioranidase, memegang peranan penting dalam proses peradangan (A.M Layton, 2010).

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik

Polymorphonuclear (PM ) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat

mencerna C.acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel sebasea.Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya


(19)

sitokin.Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari kelenjar sebasea dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai makrofag dan sel-sel raksasa.

Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif. Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting.Selain itu antibodi terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat.

Terdapat 4 mekanisme utama terjadi jerawat.

I. Kelenjar minyak menjadi besar (hipertropi) dengan peningkatan penghasilan sebum (akibat rangsangan hormon androgen)

II. Hiperkeratosis (kulit menjadi tebal) epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang cepat dan mengisi ruang folikel polisebaceous dan terjadinya jerawat).

III. Pertumbuhan kuman, Propionibacterium acnes yang cepat (folikel pilosebaseayang tersumbat akanmemerangkap nutrien dan sebum serta menyebabkan pertumbuhan kuman).

IV. Inflamasi ( radang ) akibat hasil sampingan kuman Propionibacterium acnes.

Proses terbentuknya dimulai dengan adanya radang saluran kelenjar minyak kulit, kemudian dapat menyebabkan sumbatan aliran sebum yang dikeluarkan oleh kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga timbul erupsi ke permukaan kulit yang dimulai dengan komedo. Proses peradangan selanjutnya akan membuat komedo berkembang menjadi papul, pustul, nodul dan kista. ( A.M Layton, 2010 ).

Sumbatan saluran kelenjar minyak dapat terjadi karena:

I. Perubahan jumlah dan konsistensi kelenjar minyak dalam kulit yang terjadi karena berbagai faktor, antara lain: genetik, rasial, hormonal, cuaca, makanan, stress fisik, dll. Terjadi pada akne vulgaris. Banyak terdapat di muka, leher, punggung, bahu dan lengan atas.

II. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebasea oleh massa eksternal, baik dari kosmetik, bahan kimia, detergen. Akne jenis ini disebutakne venenata.


(20)

Hanya terdapat pada daerah yang terpapar, biasanya di muka, lengan atas dan bawah, serta betis.

III. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi sinar ultra violet atau sinar radioaktif, dikenal sebagai akne fisik (Diane M.Thiboutot, 2008).

d) Fungsi Bakteri Abnormal

Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah Corynebakterium acne, Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum

ovale(malassezia furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan

kenaikan jumlah Corynebacterium acne, tetapi tidak ada hubungan dengan jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya akne.Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel ( residen bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea dioksidasi dalam kelenjar folikel dan hasil oksidasi ini dapat menyebabkan terjadinya komedo.Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya menjadi kolonisasi C. Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat menyebabkan peradangan folikel.Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal.


(21)

Microcomedon Hyperkeratotic infundibulum cohesive corne sebum secretion Gambar 2

Usia ,Ras Familial,  Cuaca Kelenjar  Trigliseri ne ocyte s n 2:Etiopatog s  Ho palit  da  Flora  Lipas comedones accumulation o shed corneocyt and sebum dilation of folll

Gamb

genesis akn

rmonal

Asam lem

Respo e 

of tes

licular

bar 1: Patog

ne

mak bebas 

Kem

ons hospes

inflammatory p pustule and uther expa follicular unit proliferation of genesis akn Kenta motaktik  papule/ Nodule nsion of f P.acnes ne al Keratin Jaringa Hiperp

rupture of folli wall marked perifol inflamationost

nasi abnorma

Sumbatan  komedo  Papul,  pustul,  nodus,  kista 

an parut  pigmentasi 

icular

llicular ium


(22)

2.1.5 MANIFESTASI KLINIK

Tempat predileksi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada danlengan atas. Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polimorfi, walaupundapat terjadi salah satu bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit. Manifestasi klinik jerawat dapat berupalesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup), lesi inflamasisuperfisial (papul, pustul dannodul (Guy F.Webster,2007).

a) Komedo

Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2 tahun sebelum pubertas.Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup.Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang dasar atau sedikit meninggi dengan folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid.Ukuran bervariasi antara 2-3mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila terjadi trauma. Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm, berwarna pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami inflamasi sehingga dianggap lebih penting secara klinis.

b) Papul

Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5mm. papul superfisial sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan jaringan parut.

c) Pustul

Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atau nanah. Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul.

d) Nodul

Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai nyeri dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bentuk inilah biasanya yang menyebabkan jaringan parut .


(23)

2.1.6 GRADASI

Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris : (Sjarif M.Wasitaatmadja,2009).

1. Menurut Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut: i. Komedo di muka.

ii. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka.

iii. Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada, punggung.

iv. Akne konglobata.

2. Menurut Plewig dan Kligman (1975) i. Komedonal yang terdiri atas gradasi :

 Bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka

 Bila ada 10 sampai 24 komedo

 Bila ada 25 sampai 50 komedo

 Bila ada lebih dari 50 komedo ii. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi

 Bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka

 Bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul

 Bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul

 Bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul iii. Konglobata

3. Pada tahun 1982, di bahagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut: (Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009).

i. Ringan, bila : - beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi - sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi

- sedikit lesi beradang pada 1 predileksi ii. Sedang, bila : - banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi


(24)

-beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi -beberapa lesi beradang pada satu predileksi

-sedikit beradang pada lebih dari 1 predileksi iii. Berat, bila : - banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

- banyak lesi beradang pada 1 lebih predileksi Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi

Tak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul Bradang:pustule, nodus, kista

2.1.7 DIAGNOSA

Menurut Wasitaatmadja (2009) diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar: a) Dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran

sumbatan sebum dengan komedo ekstrator.Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.

b) Pemeriksaaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas.

c) Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.

d) Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat pula dilakukan untuk bertujuan serupa.Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.


(25)

2.1.8 DIAGNOSIS BANDING

Menurut Wasitaatmadja (2009), terdapat beberapa diagnosa banding dari akne vulgaris, yaitu:

a) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul di berbagai tempat pada kulit tanpa adanya komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai demam dan dapat terjadi pada segala usia.

b) True Akne lain, misalnya akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan fisik. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.

c) Rosasea (dulu: akne rosasea). Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritem, pustul, teleangiektasis dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea di hidung, pipi, dagu, dan dahi. Dapat disertai papul, pustul, dan nodulus, atau kista. Komedo tidak terdapat, faktor penyebab adalah makanan atau minuman panas.

d) Dermatitis Perioral yang terjadi terutama pada wanita. Klinis berupa polimorfi eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal.

2.1.9 PENCEGAHAN

Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebun dan perubahan isi sebum dengan cara: a) Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal di perdebatkan efektivitasnya, namun bila pada anamnesis menunjang, hal ini dapat dilakukan; b) Melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran dan jasadrenik yang mempunyai peran pada etiopatogenesis akne vulgaris.

Menghindari terjadinya faktor pemicuakne, misalnya a) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres; b)Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya; c) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak


(26)

sehat dan sebagainya; d) Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.

Memberikan informasi yang cukup, pada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan membuat putus asa atau kecewa( Sjarif M.Wasitaatmadja,2009 ).

2.1.10 TERAPI

Tujuan terapi ialah mencegah pembentukan lesi akne yang baru, menyembuhkan lesi yang ada, serta mencegah atau meminimalkan bekas luka. (Knutsen Larson,2012).

1. Terapi Non Farmakologi

i. Menggosok kulit (scrubbing) atau mencuci wajah secara berlebihan tidak perlu dilakukan sebab tidak membuka atau membersihkan pori dan mungkin berdampak pada iritasi kulit.

ii. Penggunaan zat pembersih yang lembut dan yang tidak menyebabkan kering, penting diperhatikan untuk menghindari iritasi dan kulit kering selama terapi akne.

iii. Jangan biarkan rambut menutupi daerah wajah. Rambut terutama yang kotor, dapat memperburuk kondisi pori-pori yang tersumbat.

iv. Jangan memencet atau memecahkan jerawat karena dapat meninggalkan bekas berupa jaringan parut pada kulit.

v. Asupan gizi seimbang juga bermanfaat membantu menjaga kesehatan kulit usahakan untuk tetap rileks. Stres diketahui merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya akne.

vi. Hindari kosmetik yang berminyak dan pelembab. ( Andra L.Zaenylein, 2008 ).


(27)

2. Terapi Farmakologis A. Pengobatan Topikal

I. Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida dapat digunakan untuk menangani akne inflamasi superfisial (akne yang tidak dalam).Senyawa ini merupakan antibakteri nonantibiotik yang berperan sebagai bakteriostatik terhadap P.acnes. Benzoil peroksida diuraikan pada kulit oleh sistein sehingga membebaskan radikal bebas oksigen yang akan mengoksidasi protein bakteri. Senyawa tersebut meningkatkan laju pengelupasan sel epitel dan melepaskan struktur gumpalan pada folikel sehingga berdampak pada aktivitas komedolitik.Sabun, losio, krim, dan gel tersedia dalam konsenstrasi 2.5% hingga 10%.Konsentrasi 10% tidak lebih efektif secara signifikan, tetapi mungkin lebih iritan formulasi gel biasanya memiliki aktivitas yang lebih poten dibandingkan dengan losio, krim, dan sabun. Indikasi pemakaian obat ini adalah pada akne vulgaris papula dan pustula yang berat (John C.Hall, 2008).

II. Tretinoin

Tretionin (suatu retinoid; bentuk asam dari vitamin A) merupakan suatu zat komedolitik yang meningkatkan perombakan sel pada dinding folikuler serta menurunkan kohesivitas dari sel sehingga berdampak pada pengeluaran atau ekstruksi komedo dan penghambatan pembentukan komedo baru. Tretionin juga mengurangi jumlah lapisan sel pada stratum korneum dari sekitar 14 hingga 5 lapisan sel.Tretinoin tersedia dalam larutan 0.05%; gel 0.01% serta 0.25%; krim 0.025%, 0.05% serts 0.1%.

Indikasi : Akne vulgaris, mencegah kerusakan kulit oleh cahaya (tabir surya). Peringatan : Retinoid topikal sebaiknya dihindari pada jerawat berat yang meliputi area yang luas. Hindari kontak dengan mata, lubang hidung, mulut, membran mukosa, kulit bereksim, kulit terbakar matahari, atau kulit luka. Obat ini sebaiknya digunakan dengan sangat hati hati pada daerah sensitif, seperti leher, dan penumpukan pada sudut hidung juga sebaiknya dihindari.Hindari paparan terhadap sinar ultraviolet.


(28)

Kontra Indikasi : Retinoid topical dikontraindikasikan terhadap anak dan juga pada wanita hamil, eksim, kulit pecah-pecah dan kulit terbakar.

Efek sampan : Reaksi lokal termasuk rasa terbakar, eritmia, tersengat, pruritus, kulit kering atau terkelupas (hentikan jika bertambah parah). Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya ultraviolet atau sinar matahari.Telah dilaporkan adanya perubahan sementara dari pigmentasi kulit.Iritasi mata dan edema, kulit mengeras dan melepuh juga dilaporkan, tetapi jarang.

Dosis : 0.025 – 0.1 % ( Andrea M.Hui, 2011 ).

B. ANTIBAKTERI TOPIKAL

Antibakteri topikal digunakan untuk jerawat dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang. Sediaan topikal eritromisin, tetrasiklin, dan klindamisin tampak cukup berguna untuk kebanayakan pasien dengan jerawat yang lebih ringan; obat-obat ini dapat menimbulkan iritasi kulit yang ringan, tetapi jarang menimbulkan sensitisasi. Resistensi silang, terutama antara eritromisin dan klindamisin, merupakan masalah yang makin besar.

a) Eritromisin

Eritromisin dengan atau tanpa seng merupakan agen yang efektif untuk penanganan akne inflamasi.Produk yang dikombinasikan dengan seng dapat meningkatkan penetrasi eritromisin melalui unit pilosebasea.Pada umumnya formulasi eritromisin meliputi gel, losio, larutan serta tempelan sekali pakai “pada” dengan konsentrasi 2% yang digunakan dua kali sehari.Resistensi

P.acnesterhadap eritromisin dapat dikurangi dengan menggunakan terapi

kombinasi dengan benzoil peroksida (Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009).

b) Eritromisin + Tretinoin

Indikasi adalah akne vulgaris keparahan sedang dengan papul, pustul, dan bentuk non inflamasi dengan komedo.Terapi ini hanya untuk pemakaian luar. Hindarkan kontak dengan mata, hidung, mulut dan membran mukosa lainnya, tidak digunakan untuk tujuan lain, hanya untuk pengobatan yang telah ditentukan, jangan gunakan preparat jerawat lainnya, kecuali atas petunjuk dokter. Produk topikal yang mengandung alkohol, seperti after-shave losion, astringent,


(29)

kosmetik, atau sabun yang mempunyai sifat mengeringkan; minoksidil, topikal; obat-obat yang menyebabkan fotosensitif, seperti fluoroquinolone, fenotiazin, sulfonamida, tiazid diuretik; produk topikal lain yang mengandung peeling, seperti benzoil peroksida, resorsinol, asam salisilat, dan sulfur; antibiotika golongan makrolida karena dapat terjadi resistensi silang.

Kontra Indikasi : Hipersensitif.

Efek samping : Pedih atau rasa terbakar, eritema, hipogmentasi, gatal, kulit terkelupas, kulit kering.

Dosis : 1 kali sehari setelah wajah dibersihkan,dioleskan pada tempat yang berjerawat (Timothy G berger, 2011).

c) Asam salisilat, Sulfur, serta Resorsinol

Asam salisilat, sulfur, serta resorsinol merupakan agen keratolitik serta sedikit antibakteri.Asam salisilat memiliki aksi sebagai komedolitik serta antinflamasi. Setiap agen telah ditetapkan sebagai senyawa yang aman dan efektif oleh FDA. Bahkan, beberapa kombinasi menunjukan sifat sinergis, seperti pada sulfur dan resorcinol.

Zat yang bersifat lipofilik ini mampu berpenetrasi ke dalam unit pilosebasea dan memberikan efek komeodolitik, meskipun tidak sekuat retinoid. Asam salisilat kerap digunakan sebagai terapi topikal alternatif pada pasien yang tidak dapat menggunakan retinoid maupun benzoil peroksida, atau sebagai tambahan terhadap modalitas terapi lain yang lebih efektif.

Efek samping : Iritasi lokal.

Dosis : Asam salisilat Dosis: 1-3%, Sulfur Dosis: 4-8 %, Resorsinol Dosis 1-5% ( William D.James,2011).

C. ORAL

Terapi oral diberikan pada kasus jerawat sedang sampai berat. Terkadang terapi oral juga diberikan pada beberapa pasien yang secara psikologis merasa sangat terganggu dengan adanya jerawat pada wajah mereka atau pada pasien yang merasa jerawat dapat menganggu pekerjaan meskipun jerawat pada wajah mereka relatif ringan. Pada orang–orang dengan kulit berwarna cendrung


(30)

mengalami masalah dengan bekas jerawat yang berwarna kehitaman yang bisa bertahan selama beberapa bulan. Pada kasus seperti ini juga diberikan terapi oral sebagai terapi tambahan meskipun tergolong jerawat ringan. Dosis pemberian terapi oral minimal selama 6 – 8 bulan. Ada tiga kelompok utama dalam terapi oral pada jerawat, yaitu : antibiotika, hormon dan retinoid. Antibiotik biasanya digunakan sebagai terapi oral lini pertama (Whitney P.Bowe,2011).

Antibiotik Oral

Antibiotik bekerja dengan beberapa mekanisme terutama dalam mengurangi jumlah bakteri di dalam dan disekitar folikel. Selain itu, antibiotik juga mengurangi zat–zat kimia yang mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih dan dapat mengurangi konsentrasi asam lemak bebas dalam sebum dan berguna sebagai anti inflamasi (A.A Hunter, 2002)

Beberapa antibiotik yang sering digunakan adalah:

a) Tetrasiklin

Merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi jerawat.Dosis awal biasanya 250 – 500mg, satu – empat kali sehari dan dilanjutkan sampai terlihat penurunan jumlah lesi.Dosis dapat diturunkan secara perlahan tergantung dari respon terapi pada pasien.Tetrasiklin lebih efektif diberikan 30 menit sebelum makan dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Tetrasiklin dapat membunuh P. Acnes dan menurunkan kadar asam lemak pada folikel sebasea. Tetrasiklin berespon baik pada 70% pasien. Terapi dengan tetrasiklin akan terlihat hasilnya setelah 4 – 6 minggu (Andrea L.Zaenylein, 2008).

b) Eritromisin

Antibiotik jenis ini biasanya digunakan sebagai terapi jerawat dan mempunyai beberapa kelebihan dibanding tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan pada lesi dan dapat diberikan bersama dengan makanan.Eritromisin juga dapat digunakan pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita hamil. Dosis yang diberikan 250 – 500mg, dua – empat kali sehari, karena sering menimbulkan resitensi pada P.acnes maka eritromisin sering dikombinasikan dengan benzoil peroksida (J.A Savin, 2002).


(31)

c) Minosiklin

Merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan secara efektif sebagai terapi jerawat selama beberapa dekade, khususnya untuk jerawat tipe pustular. Absorpsi obat ini dapat menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak seperti penurunan absorbsi pada tetrasiklin. Dosis awal antara 50 – 100mg, dua kali sehari. Efek samping utama berupa pusing (vertigo), lemah, mual, perubahan pigmen kulit, dan perubahan warna gigi perubahan pada kulit dan gigi lebih sering dijumpai pada orang – orang yang mengkonsumsi minosiklin dalam waktu lama (Diane M.Thiboutot, 2008).

d) Doksisiklin

Antibiotik ini sering diberikan pada orang–orang yang tidak dapat merespon pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Dosis yang digunakan antara 50 – 100mg dua kali sehari dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (mudah diabsorbsi). Horrisson melaporkan 50mg doksisiklin satu kali perhari sama efektif dengan 50mg minosiklin dua kali perhari. Sebaiknya tidak mengkonsumsi bersama antasida, tablet besi, kalsium dan tidak dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil. Doksisiklin akan membuat kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari. Karena itu harus disertai dengan penggunaan tabir surya (J.A Savin, 2002).

e) Klindamisin

Klindamisin berguna sebagai antibiotik oral untuk terapi jerawat.Tetapi antibiotika ini banyak digunakan dalam bentuk topikal.Dosis awal 150mg, tiga kali sehari. Efek samping utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis pseudomembran yang disebabkan oleh bakteri (M.V Dahl, 2002).

f) Kotrimoksazol

Antibiotik ini diindikasikan pada penderita yang intoleran dengan tetrasiklin atau eritromisin, atau pada penderita yang tidak ada respon terhadap terapi lain. Kotrimoksazol juga digunakan pada folikulitis gram negatif.


(32)

D. BEDAH KULIT

Menurut Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009 tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut, baik yang hipertrofik dan hipotrofik. Jenis bedah kulit yang dipilih disesuaikan dengan macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi. Tindakan dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.

i. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.

ii. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi yang dapat mempercepat penyembuhan.

iii. Bedah kimia dengan asam trikloroasetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang berbenjol.

iv. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepatkan penyembuhan radang.

v. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang luas.

vi. PRP (Platelet-Rich Plasma) adalah plasma darah yang mengandung konsentrat tinggi platelet dan growth factor.PRP diperoleh dengan cara mengambil sejumlah darah dari pembuluh darah besar yang terdapat pada lengan pasien. Darah ini lalu diprosesdan dipisahkan menjadi 3 komponen, yaitu Platelet Poor Plasma, Platelet Rich Plasma, dan sel darah merah.Terapi ini mampu membuat kulit wajah menjadi muda, mencegah keriput, membuat kenyal, memperbaiki struktur kulit yang rusak, menguatkan akar rambut dan mencegah kerontokan. PRP merupakan komponen dari darah pasien sendiri, sehingga pengobatan ini sangat aman, tidak menimbulkan reaksi alergi pada pasien. Tidak ada alat khusus yang digunakan selain alat suntik untuk mengambil darah pasien.


(33)

vii. Tidak ada alat khusus yang digunakan selain alat suntik untuk mengambil darah pasien.

(Gabriella Fabbrocini, 2012 )

2.2 PENGETAHUAN

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu:

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya.Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.


(34)

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bahagian-bahagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi.Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

2.3 SIKAP

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu:

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).


(35)

b) Merespons (Responding)

Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap.Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

d) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek.Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.


(36)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran

A. Pegetahuan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh para remaja tentang pengertian jerawat, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya jerawat, dan pengobatan sederhana yang tersedia untuk jerawat.

Pengukuran tingkat pengetahuan remaja mengenai jerawat dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Instrumen yang dilakukan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan. Bila jawaban responden benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0 .Pengukuran dilakukan dengan menggunakan system skoring dengan memakai skala menurut Arikunto ( 2007) sebagai berikut :

a. Baik, bila skor nilai 76-100% b. Cukup, bila skor atau nilai 56-75 % c. Kurang, bila skor atau nilai 40-55 % d. Buruk, bila skor nilai < 40%

 Cara Ukur : Angket

 Skala ukur : Ordinal PENGETAHUAN  

AKNE VULGARIS


(37)

b.Sikap

Sikap adalah tanggapan ataupun respon remaja terhadap hal-hal yang berhubungan dengan jerawat.

Pengukuran sikap remaja terhadap jerawat dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden.Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan. Pada pernyataan positif, apabila responden sangat setuju atau setuju akan diberi nilai1 atau 2, jika kurang setuju atau tidak setuju diberi nilai 3 atau 4. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dengan memakai skala menurut Arikunto(2007) sebagai berikut :

a. Baik, bila skor nilai 76-100% b. Cukup, bila skor atau nilai 56-75 % c. Kurang, bila skor atau nilai 40-55 % d. Buruk, bila skor nilai < 40%

 Cara ukur : Angket

 Skala ukur : Nominal

C. Akne vulgaris

Penyakit radang kronis unit pilosebasea yang disertai dengan penyumbatan dan penimbunan bahan keratin yang ditandai dengan adanya komedo terbuka (black head), komedo tertutup (white head), papul dan pustul dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.


(38)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional , yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU pada tahun 2013. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu saat tersebut.

4.2 Waktu dan Tempat penelitian 4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan ( Juli-Desember) terhadap mahasiswa FK USU 2013.

4.2.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa FK USU yang beralamat di Jl.Dr. Mansur No.5 Medan 20155, Indonesia.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

4.3.1 Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah Mahasiswa FK USU yang berjumlah sekitar 500 orang.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah Mahasiswa FK USU .

4.3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah Mahasiswa FK USU yang memenuhi kriteria inklusi subyek penelitian.


(39)

4.3.3.1 Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa yang menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian. 2) Mahasiswa yang berumur dari umur 16 hingga umur 19 tahun.

3) Mahasiswa yang terdaftar di FK USU .

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi

1) Mahasiswa yang menolak surat persetujuan

4.3.4 Cara Sampling

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling

4.3.5 Besar Sampel

Rumus sampel minimal yang diperlukan.

n = N 1+N (d2)

n= jumlah sampel N= jumlah populasi


(40)

Berdasarkan rumus tersebut, maka :

n= 500 500(0.1)2 + 1

= 92.33

n= jumlah sampel N= 500

D2= 0.1(10%)

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan instrument adalah sebesar 10% , maka jumlah sampel yang diperoleh dengan memekai rumus tersebut adalah sebanyak 93 orang dan dibulat sehingga 100 mahasiswa.

4.4 Cara Pengumpulan Data 4.4.1 Alat

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah diuji validitas.

Uji validitas adalah uji untuk menilai ketepatan dan kecermatan alat ukur (tes). Jika skor tiap pertanyaan > 0,5 pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.

4.4.2 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dengan cara pengisian kuesioner dan dalam pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti.

4.5 Analisis data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan:


(41)

II. Melakukan seleksi terhadap data-data yang terkumpul. Pada tahap ini kita menilai apakah sampel tersebut masuk ke dalam kriteria inklusi atau tidak. III. Selanjutnya dilakukan analisis data.

IV. Analisa data dilakukan dengan bantuan program SPSS.

4.6 Etika Penelitian

I. Meminta persetujuan (informed consent) responden setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini.

II. Kepentingan responden diutamakan iaitu kuesioner tersebut berisikan pertanyaan seputar identitas diri responden, data demografi, dan pengetahuan responden akan menjadi rahasia peneliti dan tidak akan disebarluaskan.


(42)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Sumatera Utara, Jln. Dr. Mansur No.5 Medan 20155, Indonesia.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Mahasiswa

Dalam penelitian ini, responden yang diteliti sebanyak 100 mahasiswa FK USU 2013. Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi usia dan jenis kelamin. Data yang lengkap mengenai karakteristik mahasiswa dapat dilihat pada table-table yang ada di bawah.

Table 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia.

Umur Jumlah Mahasiswa Persen %

16 25 25,0

17 25 25,0

18 25 25,0

19 25 25,0

Total 100 100.0

Berdasarkan Table 5.1 di atas, terlihat bahawa masing-masing kelompok umur 16,17,18 dan 19 mempunyai persen yang sama 25.0%.

Table 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen %

Laki-laki 50 50.0%

Perempuan 50 50.0%


(43)

Bedasarkan Table 5.2 di atas, diketahui bahwa jumlah mahasiswa kelompok laki-laki dan kelompok perempuan adalah sama yaitu sebesar 50 mahasiswa (50,0%)

5.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan

Pada penelitian ini, dalam lembar questioner penelitian terdapat 10 pertanyaan yang menguji pengetahuan mahasiswa tentang akne vulgaris. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam quesioner tersebut telah diuji validitas.

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 4 kategori yaitu baik, cukup, kurang dan buruk. Tingkat pengetahuan seseorang mahasiswa akan dikatakan baik apabila jumlah skor untuk 15 pertanyaan yang berhasil dijawab dengan benar oleh mahasiswa sebanyak 12-15. Tingkat pengetahuan cukup, apabila jumlah skor untuk 15 pertanyaan yang berhasil dijawab dengan benar oleh mahasiswa sebanyak 8-11. Tingkat pengetahuan kurang apabila jumlah skor untuk 15 pertanyaan yang berhasil dijawab dengan benar oleh mahasiswa sebanyak 6-7. Tingkat pengetahuan buruk, apabila mahasiswa hanya menjawab benar 0-5 dari 15 pertanyaan. Berdasarkan hasil uji tersebut maka tingkat pengetahuan mahasiswa dapat dikategorikan pada table 5.3 dibawah ini.

Table 5.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa Tingkat

Pengetahuan

Jumlah mahasiswa Persen%

Baik 23 23.0

Cukup 57 57.0

Kurang 14 14.0

Buruk 6 6.0

Total 100 100%

Dari table 5.3 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu 57,0%. Tingkat pengetahuan yang


(44)

dikategorikan baik sebanyak 23.0%. Tingkat pengetahuan kurang memiliki 14,0% dan buruk memiliki 6,0%.

Table 5.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa menurut umur mahasiswa

Tingkat Pengetahuan

Umur Baik Cukup Kurang Buruk Total

N % N % N % N % N %

16 3 12.0 8 32.0 9 36.0 5 20.0 25 100.0

17 8 32.0 14 56.0 3 12.0 0 0.0 25 100.0

18 6 24.0 19 76.0 0 0.0 0 0.0 25 100.0

19 6 24.0 16 64.0 2 8.0 1 5.0 25 100.0

Total 23 23.0 57 57.0 14 14.0 6 6.0 100 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui tingkat pengetahuan mahasiswa pada kategori cukup lebih tinggi pada golongan mahasiswa-mahasiswa yang berumur 18 tahun (76.0%) dibandingkan dengan golongan mahasiswa-mahasiswa yang lain. Pada kategori tingkat pengetahuan buruk lebih banyak pada golongan mahasiswa-mahasiswa yang berumur 16 tahun (20.0%).

Table 5.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa menurut jenis kelamin mahasiswa.

Usia

Tingkat Pengetahuan

Baik Cukup Kurang Buruk Total

N % N % N % N % N % Laki-laki 9 18.0 24 48.0 11 22.0 6 12.0 50 100.0 Perempuan 14 28.0 33 66.0 3 6.0 0 0.0 50 100.0


(45)

Berdasarkan Table 5.5 di atas, dapat diketahui bahawa tingkat pengetahuan mahasiswa kategori baik banyak perempuan dibandingkan laki-laki yaitu dimana pada perempuan sebanyak 28.0% kategori baik dan pada laki-laki sebanyak 18.0% kategori baik. Selain itu, mahasiswa laki-laki mempunyai tingkat pengetahuan yang buruk daripada mahasiswa perempuan yaitu 12,0%, sedangkan tidak ada satupun responden perempuan pada kategori buruk.

5.1.4 Deskripsi Sikap Mahasiswa

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner penelitian terdapat 10 pertanyaan yang menguji sikap mahasiswa-mahasiswa terhadap akne vulgaris. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pada penelitian, apabila mahasiswa sangat setuju diberi nilai 1, setuju diberi nilai 2, kurang setuju diberi nilai 3 dan tidak setuju diberi nilai 4. Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap mahasiswa dapat dikategorikan pada table 5.6 di bawah ini. Sikap seseorang mahasiswa dikatakan baik, apabila jumlah skor untuk 10 pertanyaan yang berhasil dijawab dengan benar oleh mahasiswa sebanyak nilai skor 31-40. Mahasiswa dikategorikan dalam golongan mahasiswa cukup, bila skor 23-30 . Kategori kurang, bila skor 16-22 dan kategori buruk, bila skor 0-15.

Table 5.6 Distribusi frekuensi sikap mahasiswa

Sikap Jumlah Mahasiswa

(N)

Persen (%)

Baik 12 12.0 Cukup 71 71.0 Kurang 12 12.0

Buruk 5 5.0 Total 100 100.0

Dari table 5.6 dapat dilihat bahwa sikap yang cukup memiliki persentase yang paling besar yaitu 71,0%.Kemudian diikuti kategori kurang dan baik sebesar 12,0%. Kategori buruk sebagai hasil terendah yakni 5,0%.


(46)

Table. 5.7 Distribusi frekuensi sikap mahasiswa menurut umur mahasiswa

Sikap Mahasiswa

Usia (tahun)

Baik Cukup Kurang Buruk Total

N % N % N % N % N %

16 0 0,0 11 44,0 10 40,0 4 16,0 25 100.0

17 2 8,0 22 88,0 0 0,0 1 1,0 25 100.0

18 8 24,0 16 64,0 1 4,0 0 0,0 25 100.0

19 2 8,0 22 88,0 1 4,0 0 0,0 25 100.0

Total 12 12.0 71 71.0 12 12.0 5 5.0 100 100.0

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sikap mahasiswa pada kategori usia berada dalam kategori cukup. Pada usia 17 tahun dan 19 tahun , 88,0 responden berada dalam kategori cukup, sedangkan pada usia 16 tahun, hanya 44,0% responden berada dalam kategori cukup. Dari table tersebut, dapat dilihat juga bahwa sikap dengan kategori buruk dimiliki oleh 10,6% responden yang berusia 16 tahun dan tidak ada responden yang berusia 18 tahun dan 19 tahun.

Distribusi frekuensi hasil uji sikap

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada table 5.8.

Table 5.8 Distribusi frekuensi sikap mahasiswa menurut jenis kelamin

Usia

Sikap Mahasiswa

Baik Cukup Kurang Buruk Total

N % N % N % N % N % Laki-laki 5 10.0 30 60.0 11 22.0 4 8.0 50 100.0 Perempuan 7 14.0 41 82.0 1 2.0 1 2.0 50 100.0


(47)

Dari table 5.8 di atas, dapat diketahui bahwa sikap mahasiswa laki-laki paling banyak berada dalam kategori cukup (60,0%).Sedangkan mahasiswa perempuan paling banyak berada dalam kategori cukup (82,0%) dan terdapat 7 orang di antara seluruh responden mahasiswa perempuan dalam kategori baik (14,0%).


(48)

5.2 Pembahasan

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umum terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis sering berupa komedo, papul, pustul, nodul dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut

Dari hasil penelitian yang didapatkan penelitian di lapangan terhadap 100 orang mahasiswa yang merupakan sampel, maka diperoleh data mengenai tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap akne vulgaris di Fakultas Kedoketeran di Universitas Sumatera Utara.

Dari data table 5.4 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa menurut umur, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari tingkat pengetahuan responden berdasarkan rentang umur. Tingkat pengetahuan mahasiswa-mahasiswa yang berumur 16 tahun (12.0%) lebih rendah pada kategori baik dibandingkan dengan golongan mahasiswa-mahasiswa lain. Hal ini karena remaja berumur 16 tahun kurang matang dari umur yang bawah darinya dalam memahami perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja. Dari hasil penelitian Al-Hoqail (2003), yang megemukakan bahwa pengetahuan remaja mengenai jerawat tidak berbeda bila dilihat dari segi umur. Menurutnya juga, kemampuan mangakses informasi yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuanya. Peneliti juga memiliki asumsi bahwa karena onset dari jerawat sendiri yang bervariasi pada setiap dan menyeluruh pada setiap remaja juga dapat menyebabkan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh remaja pun tidak dapat diukur berdasarkan umur.

Menurut peneliti hal yang mungkin mempengaruhi tingkat pengetahuan selain faktor usia adalah jenis kelamin. Berdasarkan table 5.5 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin,didapati bahwa tingkat pengetahuan responden perempuan lebih tinggi dalam kategori baik dibandingkan laki-laki yaitu dimana pada perempuan sebanyak 28.0% manakala pada laki-laki sebanyak 18.0%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aarshad Anisah (2009), bahwa


(49)

bahwa perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi daripada laki-laki mengenai masalah jerawat. Menurutnya juga, hal ini disebabkan perempuan memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk mencari informasi dan mencari pelayanan kesehatan dalam menangani masalah jerawat.

Dari hasil table 5.7, distribusi didapati bahwa sikap mahasiswa pada kategori baik tinggi pada golongan mahasiswa yang berumur 18 tahun yaitu sebanyak 24,0%. Berdasarkan penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa sikap mahasiswa terhadap akne vulgaris dalam kategori cukup yaitu 71 responden dari 100 responden. Hal ini menggambarkan bahwa, mahasiswa fakultas kedokteran lebih memahami penyakit dasar kulit, tetapi belum cukup baik semua karena mereka belum melewati blok dermatology.

Pada table 5.8 distribusi frekuensi sikap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa mayoritas responden pada masing-masing jenis kelamin memiliki sikap yang dikategorikan cukup iaitu laki-laki (60.0)% dan perempuan (82.0) % terhadap jerawat. Namun bila kita membandingkan dari persentase jumlah responden termasuk dalam kategori tersebut, responden perempuan menunjukkan sikap yang lebih tinggi pada kategori baik daripada responden laki-laki. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek. Selain itu, menurut Rahayuninsih (2008), pemahaman ataupun pengetahuan baik dan buruk, salah atau benarnya suatu hal akan menentukan sistem kepercayaan seseorang sehingga akan berpengaruh dalam penentuan sikap seseorang.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan mahasiswa tentang akne vulgaris di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2013 berada dalam kategori baik yaitu sebesar 23.0%.

2. Sikap mahasiswa terhadap akne vulgaris di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2013 sebanyak 12 orang (12.0%) dikategorikan baik, 71 orang (71.0%) dikategorikan cukup, 12 orang (12.0%) dikategorikan kurang dan 5 orang (5.0%) dikategorikan buruk.

6.2 Saran

1. Bagi mahasiswa agar perlu mendapat akses informasi tentang kesehatan kulit sebagai bekal dalma menghadapi akne vulgaris sehingga mempunyai sikap positif terhadap reaksi perubahan fisik dan psikologi

2. Bagi pihak orang tua agar dapat memberikan informasi mengenai kebersihan pribadi, khususnya kebersihan wajah kepada anak-anaknya. Upaya ini berguna untuk mencegah timbulnya jerawat sehingga para remaja akan terlepas dari masalah psikis yang diakibatkan oleh jerawat itu sendiri.


(51)

3. Untuk variable-variabel lainnya, misalnya perilaku. Ataupun dapat juga menghubungkan perilaku dengan pengaruh umur, jenis kelamin, lingkungan ataupun sumber informasi.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

William D James MD, Timothy G Berger MD, Dirk M Elston MD (2011).

Acne vulgaris : In Andrews’ Diseases ’ of the Skin Clinical

Dermatology. USA: Saunders Elsevier.pg. 228-235.

Andrea L.Zaenylein, Emmy M.Graber, Diane M.Thiboutot , John S.Strauss (2008). Acne Vulgaris and Acneiform erupsion.In: Klaus Wolff, Lowell A.Goldsmith, Stephen I.Katz .Fitzpatrick's DERMATOLOGY IN

GENERAL MEDICINE. 7th ed. usa: McGraw-Hill.pg. 690-703.

Wasitaatmadja SM. Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam: Djuanda A, Hamza LM, Aisya S, Penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi ke-5.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.253-263.

A.M Layton (2010). Disorders of the Sebaceous Glands . In: Tony Burns, Stephen Breathmatch, Neil cox, Christopher Griffiths. Rook's Textbook of

Dermatology. 8th ed. UK: Blackwell Publishing Ltd. pg.42.17.

.A.A. Hunter, J.A. Savin, M.V. Dahl (2002). Sebaceous and sweat gland

disorders. In: Clinical Dermatology. 3rd ed. UK: Blackwell Science

Ltd.pg. 148-161.

Susan C. Taylor, Pamela Summers (2009). Sebaceous and Sweat Gland

Disorders. In: Dermatology for Skin of Color. The United States: The

McGraw-Hill. pg.269-274.

Harald P.M. Gollnick, Andrea Krautheim (2003). Topical Treatment in

Acne:Current Status and Future Aspects. In: Cn.C.Zouboulis,

M.I.Herane, D.Thiboutot. Acne Symposium at the World Congress of


(53)

BPOM. (2013 ). 17 Kosmetik yang Dinyatakan Berbahaya oleh

BPOM.Available:

http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/06/19/11/162402/17-Kosmetik-yang-Dinyatakan-Berbahaya-oleh-BPOM/html.( Last accessed 15th june 2013)

Guy F.Webster (2007). Overview of the pathogenesis of Acne. In: Guy F.Webster, Antony V.Rawlings. Acne and its theraphy. USA: Informa Healthcare.pg.1-7

John C.Hall,MD (2010).Seborrheic Dermatits, Acne, Rosasea. In: Brian J.Hall, John C.Hall. Sauer’s Manual of skin disease. 10th ed.USA: Lippincott Williams & Wilkiins, a Wolters Kluwer.pg.149-159

Efendi, Z., 2003. Peranan Kulit dalam Mengatasi Terjadinya Akne Vulgaris. http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti3.pdf Available from:[ Accessed: Mei 19, 2013]

Whitney P.Bowe (2011). Introduction: epidiemology, cost, and psychosocial

implication. In: Alan R Shalita, James Q Del Rosso, Guy F Webster.

Acne vulgaris. USA: Informa Healthcare.pg.1-2

James Fulton Jr, MD, PhD (Center for Cosmetic Dermatology; Consultant, Vivant Pharmaceuticals, LLC). Acne Vulgaris. Available :

http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview [Last accessed

25 Mei 2013]

Arikunto, S., 2005, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Ed., 6, Jakarta: Rieneka Cipta.h.262-296.

Notoatmodjo S. 2007. ”Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”. Jakarta : Rineka Cipta.h.127-34.


(54)

Harahap, M. (2008). Aspek psikis dan Akne Vulgaris. Dalam: Harahap, M. ed. Ilmu Penyakit Kulit Psikologis.Jakarta.

Fabbrocini G, Fardella N, Monfrecola A, et al (2011). Combined Use of Skin

Needling and Platelet-Rich Plasma in Acne Scarring Treatment. In

Cosmetic Dermatology. VOL. 24 NO. 4 : pg.874-879.

Layton AM. Acne vulgaris and similar eruptions. Medicine (2005);33(1):44-8

Christin N. Collier, BS,a, Julie C. Harper, MD,b, Wendy C. Cantrell, CRNP,b, Wenquan Wang, PhD,c.(2007). The prevalence of acne in adults 20 years

and older Birmingham, Alabama. American Academy of Dermatology,

Inc.

doi:10.1016/j.jaad.2007.06.045

Taylor SC, Cook-Bolden F, Rahman Z, Strachan D. Acne vulgaris in skin of

color. J Am Acad Dermatol 2002;46:pg.98-106.

Mayo Clinic staff, (2011) . Acne Mayo Clinic. Available: http://www.mayoclinic.com/health/acne/DS00169/DSECTION=sympto ms. [Last accessed 30 Mei 2013]

Davis EC, Callender VD. A review of acne in ethnic skin: pathogenesis,

clinical manifestations, and management strategies.J Clin Aesthet

Dermatol

2010;3:pg.24-38.

Dr. Robert Preston ND. (2001). Acne-how to prevent and overcome acne

forever. Committed to Knowledge and Truth International Institute of


(55)

Dr. Sri Naita Purba. (2013).. Kadar vitamin E plasma pada berbagai derajat

keparahan akne vulgaris. 1 (1), pg.1-3.

Knutsen-Larson S, Dawson AL, Dunnick CA, Dellavalle RP. Acne vulgaris:

Pathogenesis, treatment, and needs assessment. Dermatol Clin.


(56)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin: L / P

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap tentang penelitian: Judul : Tingkat Pengetahuan dan Sikap mahasiswa FK USU tentang akne vulgaris pada akne vulgaris pada tahun 2013

Nama peneliti : Tivagaran Loganathan (100100421) Jenis penelitian : Deskriptif cross sectional

Lokasi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersediaa berpartipasi pada penelitian ini.

Medan, 2013

Mahasiswa peneliti, Peserta penelitian,

Tivagaran Loganathan ( )


(57)

LAMPIRAN 2

KUISIONER PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA TENTANG AKNE VULGARIS

I. Identitas responden Nama :

Usia : Kelamin: Semester :

A. Pengetahuan

1. Apakah akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis pada kelenjar sebasea di kulit?

A. Ya B. Tidak

2. Jerawat terutama timbul pada daerah wajah, leher, bokong, dada dan bahu? A. Ya

B. Tidak

3. Faktor resiko yang penting dalam timbulnya jerawat adalah kadar hormone yang tinggi dan faktor genetik?

A. Ya B. Tidak


(58)

4. Yang bukan merupakan jenis jerawat adalah: A. Jerawat batu

B. Parut jerawat C. Perawat biasa D Komedo

5. Apakah pemakaian kosmetik yang berlebihan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan jerawat

A. Ya B. Tidak

6. Cara-cara mencegah akne vulgaris meliputi A. Diet rendah lemak dan karbohidrat B. Memakai kosmetik

C. Memakai lotion pemutih

7. Cara menghindari faktor pencetus akne vulgaris adalah A. Istirahat cukup, olah raga, hindari stres

B. Penggunan kosmetik berlebihan C. Melakukan diet

8. Gejala-gejala jerawat meliputi

A. Adanya komedo, benjolan kecil di muka. B. Timbulnya bercak- bercak pada kulit. C. Kedua jawaban benar.

9. Bakteri yang menyebabkan Jerawat adalah

A. Coribacterium acnes


(59)

10. Bila sembuh, jerawat akan meninggalkan bekas seperti A. Adanya kemerahan & kehitaman pada muka

B. Timbul jaringan parut C. Kedua jawaban benar

11. Hormon yang mempengaruhi akne vulgaris adalah A. Progesteron

B. Tostesteron C. Androgen

12. Memanipulasi/ melakukan pemencetan pada jerawat dapat mengakibatkan A. Timbulnya jaringan parut

B. Terjadi peradangan C. Jerawat akan sembuh

13. Tujuan pengobatan secara topikal (pemberian salep, krim) adalah A. Mencegah peradangan dan mempercepat penyembuhan luka B. Mencegah timbulnya jaringan parut

C. Mempengaruhi keseimbangan hormonal

14. Tujuan pengobatan secara sistemik (pemberian obat anti bakteri) adalah A. Mempengaruhi keseimbangan hormonal

B. Mengurangi pembentukan komedo C. Mencegah timbulnya jaringan parut 15. Bekas jerawat dan terjadi apabila :

A. Jerawat dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan B. Dilakukan pemencetan pada jerawat


(60)

B. Sikap mahasiswa terhadap akne vulgaris

Berikan tanda ( ) pada salah satu jawaban yang menurut anda benar !

Sangat

setuju Setuju

Kurang setuju

Tidak setuju 1. Jerawat dapat terjadi pada semua

remaja tanpa terkecuali

2. Penderita jerawat adalah orang yang jarang mencuci muka 3 Setiap yang makan coklat dan

kacang pasti berjerawat.

4 Jerawat tidak menular, jerawat menular jika kita berhubungan dekat dengan penderita jerawat. 5 Jerawat pasti mempengaruhi

perkembangan kepribadian seseorang

6 Keluarga dan lingkungan sekitar tidak perlu memberi informasi kepada remaja mengenai jerawat. 7 Mereka yang berjerawat tidak

perlu menghindari panas dan kelembaban karena tidak ada pengaruh.

8. Orang-orang yang memecet jerawat adalah mereka yang tidak tahu mengenai kebersihan wajah. 9. Mahasiswa yang berjerawat

harus sering mungkin mencuci muka hingga pada frekuensi yang


(61)

berlebihan.

10. Olah raga untuk mencegah terjadinya jerawat


(62)

P1  P2  P3  P4  P5  P6  P7  P8  P9  P10  P11  P12  P13  P14  P15  Total Skor 

P1 Pearson  Correlation 

1 1.000** .667* .509 .667* .509 .509 .667*  .509  .667* 1.000** 1.000** .509 1.000** 1.000** .667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .000 .133 .000 .000 .035

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P2 Pearson  Correlation 

1.000**

1 .667*

.509 .667*

.509 .509 .667* 

.509  .667* 1.000**

1.000**

.509 1.000** 1.000**

.667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .000 .133 .000 .000 .035 N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P3 Pearson  Correlation 

.667* .667*

1 .764* 1.000**

.764* .764*

1.000**  .764* 

1.000** .667* .667* .764* .667* .667* 1.000**

Sig. (2‐tailed)  .035 .035 .020 .000 .020 .020 .000  .020  .000 .035 .035 .020 .035 .035 .000

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20 P4 Pearson 

Correlation 

.509 .509 .764*

1 .764* 1.000**

1.000** .764* 

1.000**  .764*

.509 .509 1.000**

.509 .509 .764*

Sig. (2‐tailed)  .133 .133 .020 .020 .000 .000 .020  .000  .020 .133 .133 .000 .133 .133 .020

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P5 Pearson  Correlation 

.667* .667* 1.000** .764* 1 .764* .764* 1.000**  .764*  1.000** .667* .667* .764* .667* .667* 1.000**

Sig. (2‐tailed)  .035 .035 .000 .020 .020 .020 .000  .020  .000 .035 .035 .020 .035 .035 .000

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P6 Pearson  Correlation 

.509 .509 .764* 1.000** .764* 1 1.000** .764*  1.000**  .764* .509 .509 1.000** .509 .509 .764*


(63)

P7 Pearson  Correlation 

.509 .509 .764 1.000 .764 1.000 1 .764  1.000  .764 .509 .509 1.000 .509 .509 .764

Sig. (2‐tailed)  .133 .133 .020 .000 .020 .000 .020  .000  .020 .133 .133 .000 .133 .133 .020

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P8 Pearson  Correlation 

.667* .667* 1.000** .764* 1.000** .764* .764* 1  .764*  1.000** .667* .667* .764* .667* .667* 1.000**

Sig. (2‐tailed)  .035 .035 .000 .020 .000 .020 .020 .020  .000 .035 .035 .020 .035 .035 .000

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P9 Pearson  Correlation 

.509 .509 .764* 1.000** .764* 1.000** 1.000** .764*  1  .764* .509 .509 1.000** .509 .509 .764*

Sig. (2‐tailed)  .133 .133 .020 .000 .020 .000 .000 .020     .020 .133 .133 .000 .133 .133 .020 N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P10  Pearson  Correlation  .667* .667* 1.000** .764* 1.000** .764* .764* 1.000** 

.764* 

1 .667* .667*

.764* .667*

.667*

1.000**

Sig. (2‐tailed)  .035 .035 .000 .020 .000 .020 .020 .000  .020  .035 .035 .020 .035 .035 .000

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20 P11  Pearson 

Correlation 

1.000** 1.000**

.667*

.509 .667*

.509 .509 .667* 

.509  .667*

1 1.000**

.509 1.000** 1.000**

.667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .133 .000 .000 .035

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P12  Pearson  Correlation 

1.000** 1.000** .667* .509 .667* .509 .509 .667*  .509  .667* 1.000** 1 .509 1.000** 1.000** .667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .133 .000 .000 .035

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20


(64)

Sig. (2‐tailed)  .133 .133 .020 .000 .020 .000 .000 .020  .000  .020 .133 .133 .133 .133 .020 N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P14  Pearson  Correlation 

1.000** 1.000**

.667*

.509 .667*

.509 .509 .667* 

.509  .667* 1.000**

1.000**

.509 1 1.000**

.667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .000 .133 .000 .035 N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20

P15  Pearson  Correlation 

1.000** 1.000**

.667*

.509 .667*

.509 .509 .667* 

.509  .667* 1.000**

1.000**

.509 1.000**

1 .667*

Sig. (2‐tailed)  .000 .000 .035 .133 .035 .133 .133 .035  .133  .035 .000 .000 .133 .000 .035

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20 Total  Skor  Pearson  Correlation  .667* .667* 1.000** .764* 1.000** .764* .764* 1.000** 

.764*  1.000** .667* .667* .764* .667* .667* 1

Sig. (2‐tailed)  .035 .035 .000 .020 .000 .020 .020 .000  .020  .000 .035 .035 .020 .035 .035

N  20 20 20 20 20 20 20 20  20  20 20 20 20 20 20 20  

     


(1)

Pertanyaan 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 50 50.0 50.0 50.0

1 50 50.0 50.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 33 33.0 33.0 33.0

1 67 67.0 67.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 5.0 5.0 5.0

1 95 95.0 95.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 23 23.0 23.0 23.0

1 77 77.0 77.0 100.0


(2)

Pertanyaan 13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 20 20.0 20.0 20.0

1 80 80.0 80.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 16 16.0 16.0 16.0

1 84 84.0 84.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 13.0 13.0 13.0

1 87 87.0 87.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

TINGKAT PENGETAHUAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid BAIK 23 23.0 23.0 23.0

CUKUP 57 57.0 57.0 57.0

KURANG 14 14.0 14.0 14.0


(3)

Sikap

PERTANYAAN 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 18 18.0 18.0 18.0

2 51 51.0 51.0 69.0

3 3 3.0 3.0 72.0

4 28 28.0 28.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 45 45.0 45.0 45.0

2 42 42.0 42.0 87.0

3 13 13.0 13.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 30 30.0 30.0 30.0

3 46 46.0 46.0 76.0

4 24 24.0 24.0 100.0


(4)

PERTANYAAN 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 29 29.0 29.0 29.0

2 17 17.0 17.0 46.0

3 5 5.0 5.0 51.0

4 49 49.0 49.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 8 8.0 8.0 8.0

2 29 29.0 29.0 37.0

3 61 61.0 61.0 98.0

4 2 2.0 2.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 38 38.0 38.0 38.0

3 23 23.0 23.0 61.0

4 39 39.0 39.0 100.0


(5)

PERTANYAAN 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 1 1.0 1.0 1.0

3 69 69.0 69.0 70.0

4 30 30.0 30.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 26 26.0 26.0 26.0

2 48 48.0 48.0 74.0

3 26 26.0 26.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PERTANYAAN 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 20 20.0 20.0 20.0

2 15 15.0 15.0 35.0

3 47 47.0 47.0 82.0

4 18 18.0 18.0 100.0


(6)

PERTANYAAN 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 21 21.0 21.0 21.0

2 58 58.0 58.0 79.0

3 21 21.0 21.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

SIKAP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid BAIK 12 12.0 12.0 12.0

CUKUP 71 71.0 71.0 71.0

KURANG 12 12.0 12.0 12.0

BURUK 5 5.0 5.0 5.0

Total 100 100.0 100.0

Crosstabulation

JENIS KELAMIN * TINGKAT PENGETAHUAN Crosstabulation TINGKAT PENGETAHUAN

Total

BAIK CUKUP KURANG BURUK

JENIS KELAMIN

LAKI-LAKI Count 9 24 11 6 50

% of Total 18.0% 48.0% 22.0% 12.0% 100.0%

PEREMPUAN Count 14 33 3 0 50