Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reformasi keuangan daerah telah terjadi ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22, Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25, Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah daerah mampu melaksanakan keuangannya. Menurut Fanani, Mudyanti Affandi 2008 konflik yang dapat timbul pada sektor publik adalah kadar pengungkapan informasi laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan berharap dapat memperoleh semua informasi yang mereka butuhkan dari laporan keuangan. Laporan keuangan memuat informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangan. Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat dipakai oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai akuntabilitas pemerintahan dalam membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik. Dalam Vivanews 2008 diungkapkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BPK menilai akuntabilitas keuangan daerah belum menunjukkan perbaikan sama sekali. Selama empat tahun sejak 2004-2007 tidak ada perubahan berarti. Kondisi buruk ini, dapat dilihat dari persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dan Wajar Dengan Pengecualian. Bahkan selama kurun waktu 2004-2007 tersebut nilainya semakin menurun setiap tahun. Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2004 yang mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian, dari semula 7 persen menjadi 5 persen pada 2006 dan satu persen pada 2007. Sebaliknya, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan opini Tidak Memberi Pendapat semakin meningkat dari 2 persen pada 2004 menjadi 17 persen pada 2007. Untuk periode yang sama opini Tidak Wajar naik dari 3 persen menjadi 19 persen. Akuntabilitas diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Menurut Solihin 2007 akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorangpimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan. Melalui prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai, dan dikritisi. Dalam hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya. Menurut Epstein 1984 dalam Chan dan Gao 2007 menyatakan bahwa kurangnya informasi untuk warga negara maka tidak mungkin ada komunikasi dengan pemerintah, hal inilah alasan utama mengapa akuntabilitas pemerintahan dibutuhkan. Oleh karena itu komunikasi yang bagus memegang peranan yang penting dalam akuntabilitas pemerintahan untuk pelayanan publik. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan adalah melaporkan kinerja keuangan pemerintahan. Menurut Ammon 2007 Serangkaian pengukuran kinerja keuangan yang baik merupakan alat penting untuk membangun akuntabilitas. Nilai pada pengukuran kinerja yang dilaporkan secara luas untuk tujuan akuntabilitas. Chan Gao 2007 menyatakan bahwa pengukuran kinerja akan membantu meningkatkan akuntabilitas publik. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas sehingga secara teoretis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Dalam rangka mewujudkan tujuan diatas, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menegaskan bahwa setiap instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus menerapkan akuntansi berbasis akrual yang dimulai tahun anggaran 2008. Penerapan akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu reformasi dibidang akuntansi pemerintahan. Menurut PSAP 01 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Cudia 2008 metode akrual mencatat pendapatan dan beban dalam satu periode akuntansi dimana dengan mempertimbangkan saat diperoleh dan terjadi. Hara 2006 mengemukakan bahwa basis akrual adalah metode akuntansi superior untuk sumber ekonomi pada beberapa organisasi. Hasil basis akrual dalam pengukuran akuntansi berdasarkan substansi dan kejadian, bukan ketika kas diterima atau dibayarkan, disamping itu juga meningkatkan relevansi, netralitas, timelines, completeness, comparability. Menurut Mustofa 2006 ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan use r maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain: a dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, b memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya, c menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan, d memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya, e memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya, f membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas, g user dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan tersebut. Menurut Cohen 2007 tingkat kesalahan spesifikasi sumber daya dengan akuntansi basis kas lebih besar untuk kasus biaya dibandingkan dengan pendapatan. Dalam penelitianya juga menemukan hubungan hasil keuangan yang menarik. Koefisien korelasi antara hasil keuangan basis akrual dan kas yang dihitung di bawah beberapa ukuran alternatif adalah rendah. Jadi, ukuran kinerja keuangan di bawah dua basis akuntansi yang berbeda tidak memberikan informasi yang sama untuk penilaian kinerja keuangan meskipun menurut dugaan berhubungan dengan variable yang sama. Dengan adanya kandungan informasi dari dua basis akuntansi yang berbeda, pengambilan keputusan dan pengukuran kinerja atas dasar informasi akuntansi basis kas menyesatkan. Menurut Beechy 2007 Basis kas memungkinkan para manajer untuk menyembunyikan hasil operasi yang benar dan posisi keuangan yang benar pada organisasi dengan manipulasi arus kas. Menurut Diamond 2002 dengan sistem akuntansi akrual akan lebih komprehensif dan tidak overstate. FEE 2006 menyatakan bahwa akuntansi akrual untuk pemerintahan memberikan gambaran yang lebih realistik mengenai kinerja dalam hal pendapatan yang diperoleh dan sumber yang dikonsumsi dalam satu periode. Hal ini akan lebih sulit kalau menggunakan akuntansi kas karena hanya mencatat penerimaan dan pengeluaran kas pada satu periode. Me nurut Lund q vist 2003 O rg a nisa tio n fo r Ec o no mic C o o p e ra tio n a nd De ve lo p me nt O EC D b e rko m e nta r b a hwa ke untung a n p e ng a kua n b a sis ka s a d a la h te rka it d e ng a n m e nila i d a mp a k e ko no m i ja ng ka p e nd e k d a n ke p a tuha n te rha d a p ke te rb a ta sa n p e m b e la nja a n, ke m a m p ua n info rm a si ka s d a la m m e ng a m b il ke p utusa n p a d a ste wa rd ship d a n p o sisi ke ua ng a n te rb a ta s se b a b m e nia d a ka n p hisik d a n ke wa jib a n d a n a sse t ke ua ng a n. Ba sis ka s tid a k m e m b e rika n jud g e m e nt a ta s kine rja d a la m ka ita nnya d e ng a n e ko no m i d a n e fisie nsi. Menurut Tudor dan Mutiu 2007 a kunta nsi a krua l m e ng ukur p e nd a p a ta n se ka ra ng le b ih a kura t d ib a nd ing m e to d a ka s. Ha l ini b e ra rti b a hwa ne ra c a m e rup a ka n e stim a si ya ng le b ih a kura t m e ng e na i p o sisi ke ua ng a n. Info rm a si se ka ra ng ya ng a kura t m e m p e rm ud a h d a la m m e m p re d iksi p o sisi ke ua ng a n d a n p e nd a p a ta n m a sa d e p a n. Menurut Champoux 2006 Walaupun akuntansi akrual disukai oleh sektor swasta untuk beberapa dekade, namun secara relatif baru-baru ini pemerintah nasional itu mulai untuk dengan serius mempertimbangkan memanfaatkan ukuran akrual untuk penganggaran dan pelaporan keuangan. Alasan memanfaatkan akuntansi akrual, karena secara umum sistem akrual dilihat sebagai cara meningkatkan transparansi anggaran, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menghitung asset jangka panjang dan kewajiban, dan juga sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi pemerintah melalui manajemen berbasis kinerja. Pe ne litia n ini d ila kuka n d e ng a n m o tiva si b a hwa fa kto r ya ng m a sih ha rus d iting ka tka n untuk m e ning ka tka n a kunta b ilita s a d a la h ting ka t a d o p si te rha d a p sua tu ino va si d a la m ha l ini a d o p si a kunta nsi b a sis a krua l d a la m p e nyusuna n la p o ra n ke ua ng a n p e m e rinta h d a e ra h. Se c a ra ko nse p tua l a kunta nsi b e rb a sis a krua l d ip e rc a ya d a p a t m e ng ha silka n info rm a si ya ng le b ih a kunta b e l d a n tra nsp a ra n d ib a nd ing ka n d e ng a n a kunta nsi b e rb a sis ka s. Akunta nsi b e rb a sis a krua l m a m p u m e nd ukung te rla ksa na ka nnya p e rhitung a n b ia ya p e la ya na n p ub lik d e ng a n le b ih wa ja r. Nila i ya ng d iha silka n m e nc a kup se luruh b e b a n ya ng te rja d i, tid a k ha nya jum la h ya ng te la h d ib a ya rka n. De ng a n m e m a sukka n se luruh b e b a n, b a ik ya ng sud a h d ib a ya r m a up un ya ng b e lum d ib a ya r, a kunta nsi b e rb a sis a krua l d a p a t m e nye d ia ka n p e ng ukura n ya ng le b ih b a ik, p e ng a kua n ya ng te p a t wa ktu, d a n p e ng ung ka p a n ke wa jib a n d i m a sa m e nd a ta ng . Da la m ra ng ka p e ng ukura n kine rja , info rm a si b e rb a sis a krua l d a p a t m e nye d ia ka n info rm a si m e ng e na i p e ng g una a n sum b e r d a ya e ko no m i ya ng se b e na rnya . O le h ka re na itu, a kunta nsi b e rb a sis a krua l m e rup a ka n sa la h sa tu sa ra na p e nd ukung ya ng d ip e rluka n d a la m ra ng ka tra nsp a ra nsi d a n a kunta b ilita s p e m e rinta h KSAP, 2006. Pe ne litia n Be e c hy 2007 m e ng ung ka p ka n b a hwa la p o ra n ke ua ng a n d e ng a n b a sis a krua l le b ih b a ik untuk a kunta b ilita s d a n tra nsp a ra nsi. Ste c c o lini 2004 m e ng a d a ka n p e ne litia n a na lisis e m p iris ya ng b e rtujua n m e m p e ro le h p e m a ha m a n ya ng b a ik m e ng e na i p e ra na n a nnua l re p o rt se b a g a i m e d ia a kunta b ilita s untuk sta ke ho ld e rs d a la m ko nte ks re fo rm a si p e m e rinta ha n lo ka l d i Ita lia . Ha silnya sa ng a t m e ra g uka n a ta s p e ra n nya ta a nnua l re p o rt se b a g a i m e d ia a kunta b ilita s untuk sta ke ho ld e rs p e m e rinta h lo ka l d i Ita lia . Be rd a sa rka n p e rb e d a a n p e nd a p a t a hli te rse b ut p e ne litia n ini ing in m e ng uji p e ng a ruh a d o p si a kunta nsi a krua l te rha d a p a kunta b ilita s ke ua ng a n d a e ra h, p e ne litia n ini d ike m b a ng ka n b e rd a sa rka n p e ne litia n Be e c hy 2007. Pe rb e d a a n d e ng a n p e ne litia n a c ua n a d a la h d a la m p e ne lita in Be e c hy 2007 m e ng g una ka n va ria b e l full a c c rua l b a sis d a la m ka ita nnya d e ng a n p e ning ka ta n a kuta b ilita s, se d a ng ka n d a la m p e ne litia n ini m e ng g una ka n le ve l a d o p si a kunta nsi b e rb a sis a krua l Wind e ls C ristia e ns 2007 ya ng d ise sua ika n d e ng a n ko nd isi d i Ind o ne sia d e ng a n b e rp e d o m a n p a d a SAP. Ala sa n m e ng g una ka n le ve l a d o p si a kunta nsi b e rb a sis a krua l a d a la h b a hwa d i Ind o ne sia se d a ng d a la m ta ha p p e ng im p le m e nta sia n a kunta nsi p e m e rinta h d e ng a n d a sa r a krua l b a sis, se hing g a b ukti-b ukti e m p iris te rka it d e ng a n im p le m e nta si te rse b ut sa ng a t d ib utuhka n untuk me ng e ta hui se ja uh m a na im p le m e nta si a kunta si b e rb a sis a krua l ya ng d ila ksa na ka n p a d a p e m e rinta h d a e ra h d a n untuk m e ng e ta hui p e ng a ruh le ve l a d o p si te rse b ut te rha d a p a kunta b ilita s ke ua ng a n d a e ra h. Be rd a sa rka n la ta r b e la ka ng d i a ta s m a ka p e nulis m e ng a d a ka n p e ne litia n d e ng a n jud ul: “PENG A RUH A DO PSI A KUNTA NSI BERBA SIS A KRUA L TERHA DA P A KUNTA BILITA S KEUA NG A N DA ERA H SE JA WA –BA LI”.

B. Perumusan Masalah