terjadinya kecelakaan kerja. Upaya pihak manajerial mengatasi hal tersebut dengan terus mewajibkan pekerja untuk mengingatkan dan selalu melakukan
observasi yang sesuai dengan prinsip behavior based safety yang dijalankan perusahaan. Selain itu juga, perusahaan selalu mengantisipasi dengan melakukan
refresh training sebagai pengingat kembali pentingya budaya K3 di tempat kerja.
5.1.4.4.
Upaya Peningkatan Kompetensi K3
Hasil penelitian terhadap informan awal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kompetensi pekerja mengenai K3
yaitu mempertegas dalam pemberian konsekuensi sanksi kepada pekerja yang bersangkutan. Dalam studi dokumentasi diketahui bahwa upaya perusahaan antara
lain dengan program awareness SMK3, pengendalian kebakaran untuk pekerja, pengendalian limbah di perusahaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.261MENXI2004 tentang perusahaan wajib
melaksanakan pelatihan kerja, pasal 2 menjelaskan bahwa perusahaan wajib meningkatkan kompetensi pekerjaburuhnya melalui pelatihan kerja.
Upaya yang dilakukan Perusahaan Obat Nyamuk “X” Semarang Factory untuk meningkatkan kompetensi pekerja dengan terus melakukan training agar
ada peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap untuk lebih mematuhi dan melaksanakan segala hal mengenai K3 sesuai dengan prosedurnya.
5.1.5. Keterlibatan Pekerja
Keterlibatan pekerja dalam semua program K3 secara langsung dapat menjadikan terciptanya perilaku pekerja yang peduli terhadap masalah K3 di
tempat kerja. Keterlibatan pekerja secara langsung dapat mewujudkan perilaku aman di tempat kerja sehingga budaya K3 yang diterapkan berjalan maksimal.
5.1.5.1.
Keterlibatan Pekerja dalam Penyampaian Informasi K3
Hasil penelitian terkait keterlibatan pekerja dalam penyampaian informasi K3, informan awal menyatakan bahwa pekerja dilibatkan dalam perkembangan
budaya K3 di perusahaan, yang mana pekerja dapat menyampaikan semua hal yang diketahui tentang masalah K3, misalnya trend penyakit saat ini, kecelakaan
kerja, near miss, potensi bahaya lainnya, serta semua hal mengenai K3. Hal tersebut disampaikan dengan menggunakan SBO yang ada di perusahaan atau
pada saat dilaksanakan training. Informan pendukung menyatakan bahwa keterlibatan pekerja dalam penyampaian informasi K3 secara tidak langsung
sudah dilaksanakan pekerja yaitu saling mengingatkan antara pekerja tentang budaya K3 dan supervisor juga bertanggung jawab untuk memberikan pengarahan
tentang budaya K3 sebelum bekerja. Komunikasi mengenai informasi K3 merupakan bagian penting dan vital
untuk penerapan program K3. Pekerja tidak bisa melaksanakan pekerjaannya secara benaraman jika tidak diinformasikan bahaya-bahaya yang ada, prosedur
yang harus ditaati, dan cara bekerja yang aman di lingkungan kerjannya. Penyampaian informasi yang baik hasrusnya dilakukan komunikasi dua arah,
komunikasi yang dimaksud adalah adanya penyampaian informasi mengenai K3 dari pihak manajemen ke pekerja atau sebaliknya Somad, 2013, 89.
Dengan adanya keterlibatan pekerja dalam menyampaikan informasi, sehingga secara tidak langsung pekerja tersebut sudah mengetahui bahaya-bahaya
yang ditimbulkan di sekitar tempat kerjanya, sehingga antar pekerja saling mengarahkan dan saling mengingatkan hal tersebut dan diharapkan perilaku aman
selalu dijalankan pekerja untuk mengurangi risiko bahaya kecelakaan kerja. Kesadaran akan risiko bahaya yang timbul di tempat kerja dapat menciptakan
budaya K3 selalu diutamakan. Berdasarkan data grafik di atas diketahui bahwa pekerja bagian stamping
terlibat dalam penyampaian informasi terkait K3 di perusahaan dengan melakukan pengisian form safety behavior observation tiap bulannya. Setiap kejadian hampir
celaka maupun tindakan tidak aman di area kerja dilaporkan dengan menggunakan safety behavior observation. Dilihat dari hasil jumlah safety
behavior observation yang terlapor, hampir tiap bulannya pekerja menjadi observer rekan kerjanya dan melakukan pengarahan kepada rekan kerjanya untuk
berperilaku aman saat bekerja.
5.1.5.2.
Keterlibatan Pekerja dalam Penyusunan Program K3
Berdasarkan hasil penelitian keterlibatan pekerja dalam penyusunan program K3, tiga informan awal menyatakan bahwa dalam penyusunan program
K3 pekerja tidak dilibatkan karena penyusunan program K3 dilakukan oleh Departemen HSE dan pihak manajerial hanya meninjau ulang tentang program K3
yang telah disusun saat HSE committee. Dua informan pendukung menyatakan tidak dilibatkan dalam penyusunan program K3, sedangkan dua informan
pendukung lainnya supervisor menyatakan secara tidak langsung dilibatkan dalam penyusunan program K3 saat dilaksanakan HSE committee. Hal tersebut
dibuktikan berdasarkan dokumen dengan kode SMG-HSE-D-010 tentang daftar hadir kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 9 ayat 4
menjelaskan bahwa pengusaha menyusun rencana K3 harus melibatkan ahli K3, Panitia Pembina K3, wakil pekerjaburuh, dan pihak lainnya yang terikat.
Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut, yang mana perusahaan telah melibatkan anggota P2K3, salah duanya yang terdiri dari
supervisor dari masing-masing departemen dan perwakilan dari pekerja dalam penyusunan program K3. Setelah itu, supervisor wajib menginformasikan hasil
perencanaan tentang program K3 kepada pekerja lainnya secara merata.
5.1.5.3.
Keterlibatan Pekerja dalam Pelaporan KecelakaanKondisi Berbahaya
Informan awal menyatakan bahwa pekerja pernah melaporkan kejadian kecelakaan kerja terjepit mesin, tergores pinggiran mesin maupun kondisi
bahaya terjadi percikan api di sekitar mesin, terjadi tumpahan bahan kimia di tempat mereka bekerja. Dua informan pendukung supervisor menyatakan bahwa
pernah melaporkan kejadian kecelakaan kerja serta kondisi berbahaya karena memang sebagai supervisor tempat kejadian itu terjadi. Dua informan pendukung
lainnya pekerja belum pernah melaporkan kejadian kecelakaan maupun kondisi berbahaya dan hanya memberitahukan kepada rekan kerja sekitarnya. Hal tersebut
dapat menjadikan terciptanya budaya K3 sedikit terhambat. Kewajiban pekerja melaporkan kejadian sekecil apapun dapat dijadikan acuan untuk perbaikan
program K3 yang harus dilaksanakan. Hasil studi dokumen diperoleh dokumen
dengan kode SMG-HSE-P-010 yang mengatur prosedur petunjuk pelaporan near miss dan potensi bahaya.
Menurut Somad 2013: 118 menjelaskan semua pekerja bertanggung jawab melaporkan kecelakaan atau nearmiss. Nearmiss adalah kondisi yang
mempunyai potensi untuk cidera tetapi belum terjadi cidera atau kerugian dari kejadian tersebut. Semua kecelakaan yang terjadi pada pekerja atau kontraktor
walaupun kecelakaan minor ringan harus dicatat dengan baik. Sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan bervariasi bentuknya tetapi yang terpenting adalah
pengukuran kecelakaan yang dilakukan dan dipantau secara rutin. Untuk penerapan teori tersebut Perusahaan Obat Nyamuk “X” belum
diterapkan secara optimal. Keterangan dari pekerja menjelaskan mereka belum pernah melaporkan kejadian kecelakaan atau kondisi berbahaya dan hanya
memberitahukan kepada rekan kerja sekitarnya. Upaya yang harus dilakukan yaitu mengadakan pelatihan tentang pelaporan kecelakaan kerja untuk pekerja.
5.1.6. Gambaran Unsafe Action Pekerja dalam Pelaksanaan Behavior Based