Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu dinamika ketatanegaraan yang secara nyata menunjukkan adanya keterkaitan erat antara proses hukum dan proses politik adalah proses pemberhentian presiden sebagai kepala negara. Proses pemberhentian presiden dikenal dalam praktik ketatanegaraan diberbagai negara, secara istilah proses ketatanegaraan ini disebut sebagai pemakzulan, namun banyak nomenklatur dan pemberitaan yang menyebutnya sebagai impeachment, adalah kata yang biasa ditujukan kepada seorang kepala negara, dalam hal ini presiden. 1 Di Indonesia, mekanisme impeachment dikenal sebagai suatu sistem atau lembaga permakzulan Presiden danatau Wakil Presiden. Dengan kata lain bahwa objek mekanisme impeachment di Indonesia hanyalah ditujukan untuk mengatur mekanisme pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden saja. 2 Banyak pihak yang memahami bahwa impeachment merupakan turunnya, berhentinya atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya. Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya. 3 Menengok sejarah, dua Presiden Republik Indonesia tidak mampu menyelesaikan masa jabatannya. Dua diantaranya adalah Presiden Soekarno dan Presiden Abdurahman Wahid, diberhentikan oleh parlemen MPRSMPR. Walaupun pemberhentiannya taat pada konstitusi, namun pemetaan politik dan kepentingan cukup mewarnai proses pemberhentian kedua presiden tersebut. Pemberhentian Presiden oleh parlemen 1 Eko Noer Kristiyanto, Pemakzulan Presiden Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jurnal Rechts Vinding, ISSN 2089-9009, Volume 2, Nomer 3, Desember 2013, http: www. rechtsvinding. bphn.go.id artikelART 203 20JURNAL 20VOLUME 202 20NO 203_PROTEKSI.pdf, diakses Minggu 27 April 2014. 2 Rusdianto S, Proses Impeachment Presiden Dalam Konstitusi Negara-Negara Modern Studi Perbandingan dengan Mekanisme Impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan, http: www. 202.154.59.182...08 20RUSDIANTO 20SH 20M..., diakses Minggu 27 April 2014. 3 Jimly Asshiddiqie, 2005, Pengantar pada LAPORAN PENELITIAN “Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” Kerjasama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Konrad Adenauer Stiftung, Jakarta, http:www.mahkamahkonstitusi.go.id public content infoumum penelitian pdfKI_Impeachment.pdf, diakses Minggu 27 April 2014. 4 MPRSMPR tersebut menunjukkan tingginya kontrol parlemen atas institusi kepresidenan. Hal ini setidaknya dapat menjadi modal awal untuk membangun proses demokratisasi di Indonesia di mana salah satu pilarnya adalah kontrol terhadap kekuasaan agar tidak mengarah kepada terciptanya penguasa tungal. 4 Sejarah menunjukkan sejak awal berlakunya demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno sudah menunjukkan tanda-tanda otoritariannya. Di antaranya yang paling menonjol diawali dengan pembubaran DPR hasil pemilu 1955, yang kemudian atas dasar Penetapan Presiden No. 41960, dibentuk DPRGR. Kemudian pada tanggal 13 November 1963, Presiden Soekarno merombak Kabinet Kerja III menjadi Kabinet Kerja IV yang juga menempatkan Ketua dan Wakil Ketua DPRGR, Ketua dan Wakil Ketua MPRS, Ketua dan Wakil Ketua DPA, dan Ketua Dewan Perancang Nasional sebagai Menteri. Dengan demikian kedudukan keempat badan negara tersebut berada di bawah posisinya. Di tengah krisis ekonomi saat itu, muncul pula pemberontakan G 30SPKI yang semakin mengharu-birukan konstelasi politik saat itu. Mahasiswa pun ramai menggelar aksi demostrasi, mengusung Tritura, disusul dengan reshuffle kabinet Soekarno yang terjadi berkali-kali. Terakhir, upaya reshuffle Soekarno dengan merombak kabinet Dwikora yang disempurnakan yang terdiri dari 100 menteri dengan kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi. Setelah itu, akhirnya Soekarno melakukan upaya terakhir pada tanggal 22 Juni 1966 bersamaan dengan pelantikan pimpinan MPRS, dengan melakukan yang disebutnya sebagai pidato pertanggungjawaban sukarela. DPRGR tidak puas dengan pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum MPRS 1966 itu, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya G 30SPKI. Karenanya DPRGR saat itu mengajukan pernyataan pendapat kepada Presiden dan memorandum kepada MPRS yang menghendaki dilengkapinya pidato Nawaksara oleh Presiden. Atas dasar memorandum ini, maka diadakanlah Sidang Istimewa MPRS untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soekarno. Karena pertanggungjawaban yang disampaikan Presiden Soekarno tidak dapat diterima, maka melalui Tap No. XXXIIIMPRS1967, Majelis mencabut kekuasaan pemerintahan dari Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden. 5 4 Membangun Mekanisme Kontrol atas Presiden, http:hamdanzoelva.wordpress.com20071221 membangun-mekanisme-kontrol-atas-presiden, diakses Minggu 27 April 2014. 5 Mekanisme Dan Prosedur Pemberhentian Presiden DanAtau Wakil Presiden Dalam Masa Jabatannya, http:syamsul89.com201210mekanisme-dan-prosedur-pemberhentian.html, diakses Minggu 27 April 2014. 5 Demikian pula pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden pada masa jabatannya adalah sangat kental dengan nuansa politik. Alasan yang menyebabkan jatuhnya Gus Dur dari kursi Kepresidenan karena Gus Dur mengeluarkan beberapa keputusan yang kontroversial yang mengganggu kepentingan beberapa pihak status quo. Gus Dur menyebarkan pluralisme dan membela hak-hak kelompok terpinggirkan yang tentu ada pihak-pihak dominan yang terganggu kepentingannya, contohnya : 6 1. Gus Dur mendukung penuntasan pelanggaran HAM di Timor-Timur, mencopot Jendral Wiranto sebagai menkopolkam dan akibatnya kalangan militer tidak senang. 2. Mengatakan DPR seperti taman kanak-kanak yang menyebabkan perseteruan dan terjadilah penggembosan politik oleh DPR. 3. Mengganti Kapolri Bimantoro dengan Chaeruddin tanpa prsetujuan DPR dan Bimantoro tidak mau menyerahkan tongkat komando. Gus Dur akhirnya diberhentikan sebagai Presiden melalui TAP MPR No IIMPR2001 karena yang bersangkutan tidak hadir dalam Sidang Istimewa MPR untuk menyampaikan pertanggungjawaban serta karena kebijakannya mengeluarkan Maklumat Dekrit Presiden 23 Juli 2001, yang antara lain berisi pembekuan MPR dan DPR. 7 Gus Dur mengeluarkan Dekrit karena itulah senjata terakhirnya menghadapi gempuran politik saat itu. Isi Dekrit Gus Dur saat itu, adalah : 8 1.Membubarkan DPRMPR 2.Pemilu dpercepat dalam 1 tahun. 3.Bubarkan Golkar. Pemberhentian Gus Dur itu murni merupakan akibat pertarungan politik. Bahwa Gus Dur kalah dalam pertarungan itu tentu harus diterima sebagai fakta politik yang tak terelakkan. Sebab, produk pertarungan politik itu adalah menang, kalah, atau kompromi; beda dengan hukum yang mendasarkan pada benar dan salah. 9 Impeachment telah menjadi tema yang seksi dalam proses politik di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sejak terbentuknya Kabinet Indonesia Bersatu II pada 6 Fakta Tentang Turunnya Gusdur Dari Jabatan, http:puterasembilan.com201211 fakta-tentang- turunnya-gusdur-dari.html, diakses Selasa 29 April 2014. 7 Gus Dur dan Rekonsiliasi Bangsa, https:www.mpr.go.idblogdrs-h-lukman-hakim-saifuddinnews 9147 gus-dur-dan-rekonsiliasi-bangsa-2, diakses Selasa 29 April 2014. 8 Fakta Tentang Turunnya Gusdur Dari Jabatan, http:puterasembilan.com201211 fakta-tentang- turunnya-gusdur-dari.html, diakses Selasa 29 April 2014. 9 Pemakzulan Gus Dur, Konstitusional ?, http:politik.kompasiana.com20130707pemakzulan-gus- dur-konstitusional--575102.html, diakses Selasa 29 April 2014. 6 2009, isu impeachment muncul hanya dalam waktu beberapa bulan saja, sampai menjelang akhir jabatan Presiden SBY 2014 isu ini terus bergema. Isu impeachment pada saat itu dimulai dari penggunaan hak angket yang dilakukan oleh Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan yang bergabung bersama partai- partai lainnya seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra dan Partai Hanura. Hak angket diajukan partai-partai tersebut untuk menanggapi pemberian dana talangan bail out terhadap Bank Century. Isu Bank Century tersebut bertahan sejak sebelum Pemilu 2009 hingga saat ini. Meskipun pengajuan hak angket sah secara prosedural bahkan sampai mengarah kepada impeachment pun sah secara prosedural hukum ketatanegaraan yang berlaku, namun fenomena ini menjadi fenomena yang janggal dalam politik. Kejanggalan ini dilatarbelakangi oleh konsepsi koalisi partai yang baru saja terbentuk antara partai pemenang yaitu Partai Demokrat yang mengusung Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dengan partai-partai lainnya seperti Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan. Kejanggalan ini bukanlah fenomena biasa dalam politik, pengajuan hak angket interpelasi bahkan impeachment dari partai koalisi memperiihatkan bahwa pemerintahan Presidensial yang baru saja dibentuk sebenarnya memiliki fondasi yang rapuh. 10 Dalam sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh Indonesia, sejatinya preisden harus memiliki posisi yang kuat. Dalam sistem pemerintahan presidensiil hubungan antara presiden dan parlemen dapat saling melakukan kontrol dan berkesinambungan checks and balances. Presiden tidak tunduk pada parlemen, sekaligus tidak dapat membubarkan parlemen. 11 Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi adalah terjadinya perubahan di bidang ketatanegaraan yang diantaranya mencakup proses perubahan konstitusi Indonesia Tahun 1945 UUD 1945. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari Perubahan Pertama pada tahun 1999 sampai ke Perubahan Keempat pada tahun 2002. Perubahan Undang-Undang Dasar 10 http:www.theglobal- review.comcontent_detail.php?lang=idid=11482type=2.U1xy8Xbj6ho, diakses Minggu 27 April 2014. 11 Sulardi, 2012, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Cet. I, Setara Press, Malang, hlm. 1-2. 7 1945 banyak merubah sistem hukum Indonesia, yang juga mempengaruhi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya ketentuan penting yang lahir dari perubahan tersebut yakni mengenai pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden. Hal ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari adanya kesepakatan untuk mempertahankan sistem presidesial dengan menyempurnakan ciri-ciri sistem presidensial. Selain itu, adanya pengaturan tersebut juga dilatarbelakangi adanya pemikiran bahwa negara yang identik dengan kekuasaan perlu adanya pembatasan kekuasaan dan adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan checks and balances yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan kekuasaan. Setelah terjadinya empat kali perubahan Undang-Undang Dasar UUD 1945 mengakibatkan beberapa perubahan antara lain adanya ketentuan yang secara eksplisit mengatur pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR atas usul Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Alasan pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden disebutkan secara limitatif dalam konstitusi, yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 7A dan 7B Perubahan Ketiga UUD 1945. Alasan pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden disebutkan secara limitatif dalam konstitusi, yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 7A dan 7B Perubahan Ketiga UUD 1945. Istilah impeachment sendiri berasal dari Inggris di abad ke-14. Pada saat itu, parlemen Inggris menggunakan lembaga impeachment untuk memroses pejabat- pejabat tinggi dan individu-individu yang memiliki kekuasaan besar di dalam negara dan terkait kasus korupsi atau hal lain yang berada diluar kewenangan pengadilan. Lembaga impeachment tersebut mengeluarkan artikel impeachment yaitu surat resmi yang berisi tuduhan yang menyebabkan terjadinya proses impeachment. Impeachment menurut Jimmly Asshidiqie, impeachment berasal dari bahasa Inggris, yaitu to impeach yang artinya memanggil atau mendakwa untuk meminta pertanggung jawaban. Dalam hubungannya dengan kepala pemerintahan, impeachment bukan berarti pemberhentian 8 kepala negara akan tetapi pemanggilan atau pendakwaan untu diminta pertanggungjawaban atas persangkaan pelanggaran hukum yang dilakukan dalam masa jabatan. Dengan kata lain, proses impeachment diproyeksikan pada ketentuan pelanggaran hukum bukan hanya faktor politik semata. 12 Sebelum terjadinya perubahan terhadap UUD 1945, Presiden danatau Wakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan-alasan yang bersifat politik 13 , bukan yuridis. Hal ini tidak lazim diterapkan di negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Impeachment tersebut dilakukan dengan cara yang relatif mudah. Bila DPR berpendapat bahwa presiden telah melanggar Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN atau mengambil sikap politik yang berlawanan dengan sikap politik DPR, DPR dapat mengundang MPR untuk melakukan Sidang Istimewa SI untuk membicarakan impeachment presiden. Bila MPR setuju mengadakan Siding Istimewa, dan MPR tidak menerima pidato pertanggung jawaban presiden, maka presiden harus berhenti dari jabatannya. Kuatnya posisi DPR sebelum perubahan UUD 1945 terlihat dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan pada bagian Sistem Pemerintahan Negara pada angka VII yang menyatakan Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat, yang selanjutnya dinyatakan: ...Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap 14 bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis 12 http:www.theglobal- review.comcontent_detail.php?lang=idid=11482type=2.U1xy8Xbj6ho, diakses Minggu 27 April 2014. 13 Dalam pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden sebelum terjadinya perubahan terhadap UUD 1945 terlihat faktor politik dominan terhadap hukum. Hubungan hukum dengan politik ada tiga model yaitu: Pertama, hukum determinan atas politik, pandangan ini dianut secara kuat di negara-negara yang menganut supremasi hukum karena politiklah yang diposisikan sebagai variabel terpengaruh dependent variable; Kedua, politik determinan atas hukum, hukum dikonsepkan sebagai undang-undang bahkan mencakup konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya merupakan kristalisasi, formalisasi atau legalisasi dari kehendak-kehendak politik yang berkompetisi, baik melalui kompromi atau dominasi oleh kekuatan politik yang kuat, sehingga pernyataan “hukum adalah produk politik” menemukan kebenarannya.; Ketiga, Hubungan politik dan hukum adalah simetris atau saling mempengaruhi, seperti pernyataan “politik dan hukum itu interdeterminant”, sebab “politik tanpa hukum itu zalim, sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh”, lihat uraian Mohammad Mahfud MD, Tolak-tarik Antara Hukum Dan Politik Sebagai Fakta, dalam Daniel S Lev, 2013, Hukum dan Politik di Indonesia; Kesinambungan dan Perubahan, Cet. 3, LP3ES, Jakarta, hlm. vii-viii. 14 Kata menganggap cetak miring oleh penulis, menurut penulis kata menganggap sangat bersifat multi intepretasi, artinya ketika DPR berlawanan haluan politiknya dengan Presiden maka bisa saja DPR beranggapan bahwa Presiden telah sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang- Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. 9 Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden. Mudahnya impeachment presiden di bawah UUD 1945 sebelum amandemen mengakibatkan timbulnya pendapat bahwa sistem presidensial tersebut tidak murni karena telah bercampur dengan sistem parlementer. Dalam sistem parlementer, perdana menteri yang merupakan kepala pemerintahan dapat diberhentikan setiap saat yang juga berarti bubarnya kabinet bila tidak lagi mendapat dukungan DPR. Hilangnya dukungan DPR berarti DPR memberikan “mosi tidak percaya” kepada perdana menteri dan kabinetnya yang menyebabkan bubarnya pemerintah. Oleh karena itu sistem parlementer cenderung menghasilkan ketidakstabilan politik karena kabinet bisa jatuh setiap waktu yang menyebabkan sulitnya pemerintah melaksanakan program-program pembangunan. Sistem presidensial yang digunakan di bawah UUD 1945 setelah amandemen telah semakin mendekati sistem presidensial murni karena presiden dipilih langsung oleh rakyat dan presiden tetap dapat diberhentikan bila terjadi pelanggaran hukum sebagai mekanisme kontrol terhadap presiden. Seperti disebutkan dalam Pasal 7A UUD 1945 setelah amandemen yang menyatakan: Presiden danatau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Selanjutnya mekanisme pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden pada masa jabatannya diatur dalam Pasal 7B UUD 1945 setelah amandemen yang intinya menyatakan adanya pendapat Dewan Perwakilan Rakyat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden. Pendapat ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah kemudian memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR tersebut. Apabila putusan Mahkamah membenarkan pendapat DPR, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR. MPR kemudian menyelenggarakan sidang paripurna untuk memutus usul tersebut, dengan terlebih dahulu 10 memberikan kesempatan kepada Presiden danatau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membenarkan pendapat DPR tidak bersifat mengikat.

I.2 Rumusan Masalah